Share

Titik Terang

Penulis: Nonnie Dyannie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-27 11:35:40

Bab 3

Titik Terang

Kuberanikan diri mengetuk pintu. Bagaimana pun aku harus bicara kepada orang tuaku. Memejamkan mata dan menyiapkan mental, hanya itu yang dapat kulakukan selain berdoa.

Aku melirik Yudha yang bersandar di pintu mobil, ia tersenyum dan mengangguk seakan paham dengan apa yang menjejali benak ini.

Satu kali, salamku tak ada jawaban. Dua kali, masih tetap sama. Hingga akhirnya pada ketukan yang ketiga, terdengar langkah mendekat.

Seraut wajah penuh kasih muncul saat pintu terbuka dengan perlahan.

“Ibu ....”

“Aisyah ....”

Sontak aku menghambur ke dalam pelukannya dan menumpahkan tangis, dapat kurasakan belaian lembutnya di punggung dan kepalaku yang tertutup hijab.

“Untuk apalagi kamu datang ke sini! Dasar anak tidak tahu diri! Bikin malu keluarga. Pergi kamu, Aisyah!” hardik Ayah yang tiba-tiba sudah ada di belakang Ibu.

“Sejak lahir dirawat dan dibesarkan dengan penuh kasih, nyatanya setelah besar bisanya hanya membuat malu keluarga. Pergi kamu dan jangan pernah kembali ke rumah ini!”

Ayah melepas paksa aku dari pelukan Ibu dan menyeretku menjauh dari teras. kemudian tubuh ini didor*ngnya, beruntung Yudha berhasil meraihku hingga tak sampai terjatuh. Dua koper besar itu dilemparkannya ke halaman.

Masih kulihat Ibu yang menangis seraya memanggil namaku. Namun, Ayah menyeretnya masuk dan membanting pintu dengan ker4s.

Aku lunglai dalam rengkuhan Yudha. Hati ini hancur mendengar ucapan Ayah yang menyakitkan. Dengan sigap Yudha memapah dan membawaku kembali ke dalam mobilnya.

Setelah memasangkan self belt, Yudha kemudian megangkat koperku dan menyimpannya di bagasi mobil.

“Kita pergi,” ucapnya setelah duduk di belakang kemudi.

"Aku gak tahu harus ke mana---“ ucapku gamang.

“Aku punya tempat yang aman untukmu, Aisyah. Setidaknya, cukup layak untukmu beristirahat.”

Aku mengangguk, tak ingin bertanya apa pun. Pasrah saja Yudha mau membawaku ke mana. Kami sudah bersahabat sejak dulu, hanya saja setelah aku menjalin hubungan dengan Mas Adnan, komunikasi kami jadi terbatas dan sangat jarang sekali bertemu.

Terakhir saat aku mengabarkan tentang pernikahanku, Yudha tengah berada di Singapore untuk mengurus bisn*s ayahnya. Dia bilang akan lama di sana dan meminta maaf tak bisa menghadiri acara sakralku. Namun, ternyata dia bisa datang dan menemaniku di saat terpuruk seperti ini. Jika tak ada Yudha, entahlah ...

Beberapa menit perjalanan, akhirnya kami sampai di sebuah apartemen. Aku menatap Yudha, minta penjelasan.

"Tinggallah di unitku, setidaknya layak untukmu beristirahat."

“Kamu---“

“Oh, enggak, aku tidak tinggal di sini. Unit ini memang kosong. Tapi tenang saja, kondisinya bersih, kok, setiap hari ada yang membersihkan.”

Aku mengangguk, tak mau banyak bertanya. Badan ini sudah sangat lelah, pikiranku terkuras habis. Malam ini aku ingin beristirahat. Besok, aku akan mulai mencari tahu siapa dalang dan ada motif apa di balik semua ini.

***

Keesokan harinya, aku terbangun dengan kepala sangat berat, mataku perih dan bengkak.

Aku mengecek ponsel yang ternyata sudah mati karena kehabisan daya. Lalu aku mengisinya untuk melihat apakah Mas Adnan mengirimkan pesan untuk menanyakan keadaanku.

Aku tidak pernah berhenti berharap bahwa yang kemarin itu hanyalah mimpi belaka, dan Mas Adnan masih tetap mencintaiku, mengkhawatirkan aku.

Setelah menunggu beberapa saat, ponsel kuaktifkan. Niat untuk membuka ruang chat harus harus gagal karena terpaku pada judul berita yang muncul dari notifikasi di ponsel.

"Apa ini …."

'Video sy*r seorang Penulis terkenal berinisial A.M.S.'

Penulis? Berinisial A.M.S? Bukankah itu ....

Aku meng-klik laman berita itu dengan perasaan tak karuan. Berbagai pikiran buruk dan ucapan jahat dari orang-orang terdekatku kemarin seketika teringat kembali, berputar-putar memenuhi isi kepala.

Aku menutup mulut dengan menggunakan tangan saat mata ini melihat sesuatu di layar ponsel. Ya, di bawah judul tadi, terdapat beberapa gambar yang sepertinya tak asing.

"Astaghfirullah, siapa yang tega menyebarluaskan ini?"

Rupanya, ada seseorang yang merekam kerusuhan kemarin dan menyebarkannya di internet dengan judul tidak sen0n0h, bahkan merusak citraku sebagai Penulis dengan karya yang sudah banyak dikenal orang.

Selain itu, ada banyak judul lain yang menampilkan video yang sama, bahkan ada sebuah judul yang sangat sadis.

‘Penulis terkenal berinisial A.M.S ditalak lima menit setelah akad karena terbukti berselingkuh’.

Ponselku terjatuh, aku syok berat. "Apakah semua kejadian kemarin belum cukup untuk mengujiku, Tuhan? D0sa apa yang sudah kuperbuat? Aku selalu berusaha bersikap baik pada siapa pun, selalu menjalankan kewajibanku sebagai hamba yang taat. Lalu kenapa?"

Sementara itu, notifikasi dari ponselku tidak berhenti berdering, saling sahut-sahutan.

Berita itu dengan cepat menyebar di berbagai platform digital. Aku dihujat banyak orang, akun sosial mediaku di-tag ribuan warganet, bahkan tak sedikit teman-temanku sendiri menanyakan perihal ini di ruang pesan pribadi. Komentar-komentar yang beredar semuanya berisi ujaran kebencian.

"Duh, gak nyangka banget, ya! Kelihatannya aja alim, banyak tulisan bernuansa Islami, ternyata kelakukannya kaya se**n!"

"Iya anj*r, dia sok-sokan banget sering ngeposting tentang dakwah, seakan-akan cewek beriman, ternyata cuma t0peng, cuma ajang pamer biar orang-orang pada muji dia kalau dia itu cewek alim, baik, luas wawasan agamanya. Dih! Jijik banget gue."

"Dulu ngefans banget sama Kakak ini karena sering sharing info-info bermanfaat dan orangnya alim. Tapi sekarang enggak deh! Buku-bukunya aku buang aja."

"Dasar lon*e udah gak segel. Kasihan suaminya. Sok iye banget jadi manusia. Udah untung mau dinikahin sama cowok ganteng, pengus4h4 muda. Dasar gak tahu diri!"

"Kasihan banget si cowok diguna-guna sama pel**ur."

"Sumpah ini bener? Mur4h4n banget. Boikot aja tuh sekalian buku-bukunya biar dia berenti jadi Penulis."

"Jijik ih! Mukanya sok polos padahal cewek mur4h4n!"

"Gila! Jelas banget itu kelihatan badannya tela**ang! Mirip anu tapi lumayan lah buat cuci mata."

Ada juga beberapa komentar yang mengarah pada pelec*h4n seksu4l mengenai tubuh yang telanj**g

"Pengen ikut main dong! Gratis, ‘kan?"

Orang-orang itu … padahal mereka tidak mengenalku. Namun, kenapa mereka memberikan komentar seakan-akan sangat mengenalku, mengetahui semua tentang hidupku … padahal kami hanya orang asing yang terhubung melalui buku-buku yang kutulis.

Mengapa video yang beredar hanya saat Mas Adnan menjatuhkan talak dan membeberkan bukti-bukti foto itu? Seakan memang disengaja untuk menggiring opini publik bahwa aku, "Bukan wanita baik-baik."

Seseorang mengetuk pintu, aku bangkit lalu mengintip melalui lobang kecil di pintu. Ah, ternyata Yudha. Gegas kuputar anak kunci dan Yudha masuk dengan mimik muka serius.

“Aisyah ... berita tentangmu---“

“Ya, aku sudah tahu,Yud,” jawabku getir.

“Lalu?” tanyanya.

“Entahlah, yang pasti aku harus segera menemukan pelakunya.”

“Maaf, Aisyah, apa kamu menyimpan foto-foto itu? Satu saja cukup.”

“Untuk?”

“Membantumu keluar dari masalah ini.”

Aku tak harus bertanya lagi untuk apa, gegas kuambil foto-fotob yang menghancurkan hidupku ini lalu kuberikan kepada Yudha.

Terlihat alis Yudha bertaut saat melihat foto itu, aku tidak merasa malu membiarkan Yudha menatapnya, toh, bukan aku yang ada di foto itu.

“Aisyah ... bolehkah aku bertanya hal yang sangat pribadi? Mohon maaf, karena ini sangat penting menurutku,” ungkap Yudha.

“Apa yang ingin kamu tahu?”

Yudha memutar badannya sehingga posisi kami saling berhadapan, kemudian ia melont4rkan sebuah pertanyaan yang sukses membuat netraku membulat sempurna, dan mengemukakan alasannya mempertanyakan hal itu padaku. Tak terasa air mata telah mengalir deras, tanpa sadar aku mem*luk Yuda,”Terima kasih,Yudha, akan kulakukan.”

Bab terkait

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Mendatangi Sang Ahli

    Bab 4Mendatangi sang ahliSudah dua hari aku menempati unit milik Yudha, selama itu pula aku hanya mengurung diri di kamar. Ot4kku seperti tak berfungsi. Semua masalah ini berjegalan di dalam sini, tetapi tak ada satu pun yang mendapat jalan keluar.Aku tak berani menyalakan TV, ponsel pun sejak kemarin sudah dinonaktifkan, yang kubisa hanya men4ngis, meratapi diri. Masih tak percaya dengan apa yang tengah kualami. Saat datang untuk mengantarkan sarapan tadi pagi, Yudha berpesan agar aku bersiap siang ini untuk pergi menemui seseorang.“Nanti kamu akan tahu sendiri.” Begitu jawabnya saat kutanya kami akan pergi ke mana.Saat ini sudah hampir jam sebelas siang, sudah waktunya aku bersiap. Jangan sampai Yudha datang aku masih dalam belum bersiap.Celana jeans yang dipadukan outer berwarna krem serta hijab segi empat sederhana berwarna senada kupilih untuk dipakai siang ini. Selain simpel, juga karena baju itulah yang berada di tumpukan teratas dalam koperku yang sampai saat ini belu

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-27
  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Adnan

    Bab 5PoV Adnan "Ayo kita menikah." Aku meny0d0rkan cincin lamaranku padanya, berlutut di hadapan Aisyah, juga memberikan sekuntum bunga merah muda yang kupesan jauh-jauh hari bersama cincin itu. "Hah? Kapan? Sekarang?" jawabnya menggemaskan. Matanya membulat, wajahnya memerah, dia tersenyum senang kemudian menangis terharu setelah aku mengucapkan kalimat yang paling ingin didengarnya setelah kami menjalin hubungan selama tiga tahun. "Haha, bukan. Maksudnya, aku ingin segera menikah denganmu. Aku pikir tiga tahun cukup untuk saling mengenal. Orang tua kita juga sudah merestui." "Mas Adnan bicara begini serius, ‘kan? Tidak bercanda?" "Mana mungkin aku bercanda. Aku ingin kita segera ke tahap yang lebih serius, Aisyah." "Mas, terima kasih. Aku terharu juga bahagia. Selama ini pun kamu tidak pernah merendahkan martabatku." "Tentu saja, Aisyah. Tidak ada alasan untuk aku melukai harga diri dan perasaan dari orang yang aku cintai. Kalaupun itu terjadi, artinya aku sudah

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-27
  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Yudha

    PoV Yudha "Yudha, aku lagi senang sekali!" Mataku membulat penuh, antusias dengan topik pembicaraannya. Kami duduk saling berhadapan sembari menikmati secangkir kopi di sebuah kafe dengan nuansa alam terbuka. Belakangan ini kami jarang bertemu karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing. "Apa itu? Katakan padaku hal yang membuatmu sebahagia ini." Gadis berhijab yang memiliki senyuman termanis di dunia itu kembali tersenyum seraya menutup mulut dengan jemari lentiknya. Tiba-tiba wanita yang lebih pantas disebut Bidadari itu bangkit dari duduknya. Aku mengerutkan kening. Mengelus-ngelus dagu yang tidak ditumbuhi oleh janggut sedikit pun. "Aku mau menikah dengan Mas Adnan," ungkapnya seraya mengangkat tangan kirinya dan tampaklah tersemat cincin melingkar di jari manisnya. "Menikah? Kamu tidak bercanda, ‘kan?" tanyaku memastikan. "Tentu tidak. Mas Adnan sudah melamarku kemarin dan kami setuju untuk segera menikah, begitu pula dengan keluarga besar, mereka semua senang mendeng

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-18
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Menunjukkan Bukti

    BAB 7MENUNJUKKAN BUKTI Dalam perjalanan pulang, kami tidak banyak bicara. Kepalaku rasanya mau pecah dengan semua kemungkinan dan kebenaran yang ada. Juga, mengenai alasan mengapa orang tuaku menyembunyikan rahasia krusial seperti ini jika memang benar aku memiliki saudara kembar. "Aku harus memastikan kebenaran dari semua ini! Apa pun yang terjadi. Nama baik adalah taruhannya." Tekadku dalam hati. "Kamu baik-baik saja, Aisyah?" tanya Yudha, seraya melirik. Dia tetap fokus mengemudikan mobilnya untuk mengantarku kembali ke apartemen. "Ya? Maaf. Banyak sekali yang tak kumengerti, Yud. Rasanya seperti mimpi, dalam dua hari saja aku dihadapkan pada beberapa peristiwa yang sama sekali tak dapat kupahami.” "Bertahanlah, aku rasa tak lama lagi semua ini akan terjawab. Segera lakukan apa yang kusampaikan tempo hari karena hanya itu satu-satunya cara untuk membuktikan bahwa dirimu tidak bersalah, Aisyah. Kamu tidak seperti yang mereka tuduhkan sekarang ini.” Ucapan Yuda membuatku m

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-19
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Bukti

    BUKTI “Buktikan, jangan hanya buang-buang waktuku saja!” Ayah berkata dengan tanpa menoleh ke arahku. Dingin, sikapnya sangat dingin. Hatiku teriris mendengar ucapannya. Ayah yang dulu selalu memperlakukan aku dengan hangat, kini berubah drastis menjadi pembenci paling hebat. Namun, aku tidak bisa menyalahkan mereka yang kecewa atas foto-foto itu. Orang tua manapun, sebebas apa pun mereka mempersilakan sang anak untuk bersosial, pasti akan sakit dan kecewa jika tahu bahwa anaknya sudah menodai diri sendiri, memberikan tubuh pada lelaki tanpa ikatan pernikahan. "Aku sudah membuat janji dengan Dokter Diana. Aku yakin hasilnya nanti akan meruntuhkan rasa kecewa dan marah Ayah padaku," jelasku. Keduanya duduk di kursi tunggu. Ibu masih diam dengan wajah dinginnya. Ayah mendecak kasar. Dia menjawab ucapanku dengan nada tinggi, "kamu masih berani memanggil kami Ayah dan Ibu?" Aku terdiam. Memangnya bagaimana lagi aku harus memanggil mereka? Ikatan darah kami tidak akan pernah

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-20
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Misteri

    Misteri"Ibu, Ayah … apakah aku memiliki saudara kembar?"“M-maksudmu?”“Ya, Aisyah bertanya apa selama ini Aisyah memiliki saudara kembar?” Aisyah bertanya dengan harapan mendapat jawaban yang bisa menimbulkan titik terang untuk masalahnya.Aku bertanya kepada Ayah yang dari bahasa tubuhnya dapat kutangkap jika Ayah sedang berusaha menutupi sesuatu. Terlebih saat di rumah sakit tadi, secara tak sengaja aku beberapa kali melihat Ibu dan Ayah memainkan mata seolah memberi kode.“Aisyah, kamu adalah putri kami satu-satunya, tak ada alasan kamu untuk menanyakan hal ini kepada kami karena memang hanya kamu seorang, Nak.” “Maaf,Ayah, bagaimana dengan foto itu? Orang yang ada dalam foto itu sangat mirip denganku, sementara foto itu asli tanpa rekayasa.”Ayah kembali termenung, kali ini kedua alisnya tertaut, sementara Ibu menghela napas dalam. Wanita yang melahirkanku itu tampak seperti tak tenang.“Ayah, Ibu, Aisyah ingin menunjukkan sesuatu,” ucapku seraya membuka tas tangan yang sedar

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-21
  • Akad Tanpa Malam Pertama    Masih Misteri

    Bab 10: “Kita harus ceritakan semuanya pada Aisyah, Yah.””Ibu benar, tapi bukankah kita juga belum tahu yang sebenarnya terjadi? Ayah akan mencari informasi dulu, setelah yakin, baru Ayah akan ceritakan semuanya pada Aisyah.”“Kita harus kembali ke panti itu, Yah, semoga ada petunjuk.”“Iya, sekarang Ibu fokus sehat dulu. Kalau Ibu seperti ini, gimana kita bisa pergi ke panti?”Panti? Ayah dan Ibu bicara soal panti, apa sebenarnya yang disembunyikan orang tuaku? Kuputar gagang pintu seraya mengucap salam, “Assalamualaikum.”“Wa’alaikumsalam. Kok, lama sekali, Nak?”“Maaf, Yah, tadi Yudha telepon katanya mau ke sini, jadi Aisyah tunggu dulu tapi lama. Ya, udah ditinggal saja.”“Oalah, anak baik itu mau ke sini?” Kujawab pertanyaan Ayah dengan anggukan. Tidak mungkin kuberitahukan pada Ayah bahwa aku bertemu dengan ibunya Mas Adnan, dan mengenai kondisi mantan suamiku itu. Selama ini Ayah mengenal Mas Ardan sebagai pria yang taat agama, mustahil terjerumus pada hal-hal yang ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-22
  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Yudha

    PoV Yudha“Hei! Siapa itu!” Terdengar seruan Om Rahadi dari luar kamar dan refleks membuatku berlari menghampiri.“Ada apa, Om?” tanyaku.“Ada seseorang mengendap barusan.”“Ke mana sekarang, Om?”“Lari ke arah sana.” Aku mengikuti arah yang ditunjukkan Om Rahadi, masih terlihat seseorang berlari menjauh, gegas aku mengejarnya, tak begitu sulit. Kini jarak kami sudah semakin mendekat dan jelas terlihat kalau dia ... seorang wanita!“Hei, Tunggu!” aku semakin melebarkan langkah untuk segera dapat menyusulnya.“Tunggu!” Kini aku telah benar-benar dapat mengejarnya, kucengkeram pergelangan tangan dan menyeretnya ke tempat yang lebih sepi.“Siapa kamu dan apa maksudmu?”“Lepas, Yudha! Sakit!”Dia menyebut namaku yang artinya dia mengenalku! Dan sepertinya aku tidak asing dengan suaranya.“Ti-Tiara? Apa benar ini kamu, Tiara?” “Ya, ini aku.” Jawabnya seraya melepas masker dan topi yang dikenakannya.“Ngapain kamu di sini? Dan tadi, apa yang kamu lakukan?” selidikku.“Hanya mengikutimu.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-23

Bab terbaru

  • Akad Tanpa Malam Pertama    ENDING

    Bab 80 TAMAT “Masa, sih, itu bukan dia? Mirip banget, Ah.” ~@Dyannie_Alexander.. “Katanya udah ada konfirmasi kalau itu bukan dia, masalahnya udah beres.” ~@Adelia Bellez. “Jaman sekarang emang ngeri banget! Semua bisa dimanipulasi jadi semirip mungkin. Semangat, Kak!” ~@Rina Novita. “Kayaknya emang bukan dia deh. Itu mah cuman orang yang gak suka sama dia. Dia kan penulis sukses, makanya pada iri terus sengaja ngejebak dia pake foto palsu.” ~@Noeroel Arifin. “Ini bukan pengalihan isu, kan? Atau klarifikasinya bohong biar dia dapet simpati, terus bukunya laris lagi?” ~@HambaAllahpalingtaat. “Gue tim Kakak ini, sih, dari dulu, gak pernah ikut ngehujat.” ~@Rafika_Duri.Merasa bosan dan kesepian, pagi hariku setelah sarapan diawali dengan membuka komentar-komentar di media sosial. Ujaran kebencian yang waktu itu sempat memenuhi setiap postingan mengenai diriku, kini mulai reda. Padahal, dulu mereka orang-orang yang sama sekali tidak mengenal aku secara nyata sampai memburu ke ak

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Adnan Minta Rujuk

    BAB 79_Adnan Minta RujukBeberapa minggu kemudian, di sebuah ballroom hotel ternama …. Beberapa orang sibuk berlalu lalang, memasang pernak-pernik, menghias ruangan itu dengan beberapa yang memberikan kesan mewah dan indah. Sebagiannya lagi sibuk mendekorasi, mengatur kursi-kursi untuk tamu undangan, tata letak bunga-bungaan untuk menambah kesan mewah, dan panggung utama yang menjadi puncak perhatian dari kedua mempelai. Aku ikut andil dalam proses mempersiapkan semua ini agar hasilnya sesuai dengan yang diinginkan. Sementara Azmina …. “Aisyah!” Gadis itu memanggilku dari arah belakang. Dia datang dengan wajah berseri bersama calon suaminya, Raja yang juga memberikan kesan hangat padaku. “Mina, kok, malah ke sini? Harusnya kamu istirahat. Nanti malam, kan, acaranya jangan sampe kecapean kamu kecapean, lho,” ucapku merasa khawatir. Azmina tiba-tiba memelukku dengan erat sambil berucap, “Jangan khawatir, habis ini aku langsung pulang, kok. Aku ke sini mau bilang makasih ban

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Dilamar

    Bab 78Dilamar Malam hari setelah pulang dari acara jalan-jalan bersama keluarga, aku langsung membersihkan diri dan berganti pakaian, kemudian bersiap-siap untuk Salat Magrib berjamaah di ruang keluarga dengan Ayah sebagai imamnya. Azmina yang masih dalam proses belajar mengenal agama lebih dalam, ikut bergabung bersama kami. Aku sangat bersyukur sekali kepada karunia dan kebahagiaan yang Allah berikan padaku. Semoga kebahagiaan dan kehangatan ini bertahan selamanya. Ayah yang sejak lama tidak mengimami salatku dan Ibu dengan dalih sibuk oleh pekerjaannya, kini mulai berubah. Begitu pula dengan Ibu yang hanya sesekali masak dan lebih sering membeli lauk di luar, kini mulai membiasakan dirinya lagi untuk memasak demi keluarganya yang sudah lengkap. Kedatangan Azmina mengembalikan angin lama yang telah hilang di keluarga kami. Usai salat berjamaah, aku dan Azmina langsung masuk kamar. Kami bercengkerama sebentar sambil menunggu azan Isya tiba. “Aisyah, kamu dan Yudha bagaiman

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Kehangatan itu kembali kurasakan

    Bab 77_Kehangatan itu kembali kurasakan “Azmina?” Pria paruh baya itu menatapku dengan tatapan bingung. Dia mengaga selama beberapa menit di depan pintu masuk rumah. Sementara aku menunduk dengan canggung. “Sebenarnya bukan pilihan untuk datang ke sini, tapi Raja enggak bisa dihubungi, mungkin dia lagi enggak di apartemen atau lagi sibuk kerja—” “Ya Allah, Alhamdulillah.” Pria itu memeluk tubuhku dengan erat tanpa mengizinkan aku menyelesaikan alasanku datang kemari. Aku? Entah kenapa tak ingin menolak apalagi berontak. Dia mengusap-ngusap punggungku dengan lembut sambil berkata, “Tidak apa-apa, Sayang. Kamu tidak usah memberikan alasan apa pun untuk pulang ke rumahmu sendiri. Maafkan Ayah dan Ibu, ya.” Mendengar ucapannya, hatiku terenyuh. Tanpa sadar, air mataku jatuh tanpa diminta. Bercucuran sampai membasahi baju yang ia gunakan di bagian dada. Aku menangis seperti anak kecil. Dari dalam rumah, terdengar suara seseorang yang sangat aku kenali. “Siapa, Yah? Kok, lama? Ayo,

  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Azmina

    Bab 76_Pov Azmina Pria itu datang sambil membawa sebuah keranjang kecil berisi bunga yang ia taburkan di atas pusara Ibu, kemudian menengadahkan tangannya untuk berdoa dengan wajah serius, tetapi tenang. Aku mendorong tubuh Raja untuk menjauh, lalu mendekat pada pria itu sembari menodongnya dengan pertanyaan yang penuh dengan perasaan dendam. “Apa yang Anda lakukan di sini? Berani-beraninya Anda datang ke pemakaman Ibu saya!” Dia menyelesaikan doanya, masih berdiam diri di depan pusara Ibu, menjawab pertanyaanku tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali. “Ayah datang untuk mendoakan Ibu angkat kamu, Nak. Ayah juga ingin menyampaikan rasa terima kasih karena dia sudah membesarkan dan memberikan kamu kasih sayang selama Ayah dan Ibu tidak ada di sisimu.” Aku tertawa kecil mengejek ucapan tidak masuk akalnya. Kenapa laki-laki biadab ini berperilaku seolah-olah dia adalah orang tuaku yang berbudi setelah meninggalkan aku selama ini? Setelah aku harus bertahan hidup sebagai pela*ur

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Ibu, kenapa meninggalkanku?

    Bab 75_Bu, Kenapa meninggalkanku? 77 panggilan tidak terjawab, 105 pesan belum terbaca selama tiga hari. Semuanya berasal dari orang yang sama. Aku ingin sekali mengabaikan semua pesan-pesan itu, tetapi selain dia tidak ada satupun orang di dunia ini yang berpihak padaku, yang menjadi tumpuan dan sandaranku … tidak ada. Apalagi saat ini pikiranku sangat berantakan gara-gara kondisi Ibu. Persetan dengan Rahadi! Dia harus menerima semua konsekuensinya! “Pak, berhenti di depan sana saja, ya, depan toserba.” Sopir taksi meng-iyakan permintaanku. Aku segera turun dan berlari menuju bangunan besar dan megah, lingkungan apartemen yang hanya bisa dimiliki oleh orang tertentu terlepas dari harta kekayaan mereka. Kutekan kata sandi apartemen itu melalui monitor layar sentuh di pintu apartemen. Setelah berhasil terbuka, aku langsung berlari dan memeluknya dengan erat, menangis tersedu-sedu menumpahkan semua kekesalan dan rasa sakit yang membuat isi kepalaku berantakan. Pria itu tertegu

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Inikah yang terbaik?

    Bab 74_Inikah yang Terbaik? Kepalaku berdenyut sakit saat mata ini perlahan menangkap cahaya terang dan nuansa putih sebuah ruangan. Kemudian, aroma pekat dan pahit … seperti bau obat-obatan, mulai menusuk indra penciumanku. “Silau dan bau obat.” Adalah kesan pertamaku saat berhasil tersadar sepenuhnya. Aku menoleh ke sekeliling, memperhatikan setiap detail kecil ruangan itu. Lalu terfokus pada tubuhku, tangan yang dipasangi jarum infus, dengan monitor detak jantung di samping kanan. Lalu … seorang pria yang sangat aku kenali sosoknya, tengah tertidur dalam keadaan duduk, dengan kepalanya yang menelungkup di samping ranjang. “Yud ….” ucapku dengan suara lemah dan serak. Namun, entah mengapa dia langsung terbangun setelah kupikir tidurnya nyenyak karena terdengar suara dengkuran halus. “Aisyah? Kamu sudah sadar?” Dia menatapku seolah tidak percaya. “Ya Allah, terima kasih! Akhirnya doa-doaku dijawab! Alhamdulillah, Ya Allah!” “Yud ….” Aku ingin bertanya lebih banyak mengen

  • Akad Tanpa Malam Pertama    PoV Tiara

    Bab: 73_PoV Tiara, “Pak Yudha ke mana, ya? Kok, saya nggak lihat dia dari tadi,” tanyaku pada salah satu karyawan yang sedang melintas. “Pak Yudha? Kalau tidak salah lihat, dia keluar dengan tergesa pagi tadi. Memangnya dia tidak bilang apa-apa sama Bu Tiara?” tanyanya balik. Mungkin dia merasa kebingungan, kenapa seorang sekretaris pribadi tidak mengetahui di mana keberadaan Yudha karena seharusnya aku yang mengatur semua jadwal kerjanya, ke mana dia harus pergi dan apa yang harus ia kerjakan hari ini, seharusnya begitu. “Begitu, ya? Ya sudah, terima kasih,” ucapku setelah termenung beberapa saat. Wanita itu mengangguk dan berjalan kembali menuju ruang kerjanya. Aku sendiri memilih untuk memeriksa ke ruangan Yudha. Selain Yudha, hanya aku yang bisa keluar masuk kapan pun ke ruangan itu. Aku melangkah menuju meja kerja Yudha. Sayangnya tak kutemukan apa pun di sana. Padahal, aku berharap dia meninggalkan pesan atau apa pun itu untuk memberitahukan ke mana dia pergi. “Dia sam

  • Akad Tanpa Malam Pertama    Jangan panggil aku, "Nak!"

    Bab 72_ Jangan panggil aku “Nak”! Aku melangkah lunglai menuju ruang inap Ibu. Hatiku sakit saat melihat keadaannya yang tidak kunjung membaik. Pakaiannya kotor, sorot matanya kosong, dan yang keluar dari mulutnya hanya … perihal tragedi malam itu. “Tipu … aku ditipu … mati … masuk penjara … semuanya hancur,” ujar Ibu. Aku mendekatinya, kemudian duduk di samping ranjang Ibu. “Ibu, sudah berapa lama tidak potong rambut?” Benar, rambut putihnya yang sudah menjamur dimana-mana, telah memanjang tidak rapi. “Azmina bantu potong, ya. Ibu tunggu sebentar di sini.” Aku meminjam gunting pada salah satu perawat di rumah sakit. Namun, saat mencoba untuk memotong rambut Ibu, dia malah memberontak. Memukul keras tanganku hingga gunting yang aku pegang jatuh ke lantai. “Pergi! Pergi kamu! Pergi kamu penipu! Semuanya gara-gara kamu! Dasar manusia biadab tidak tahu diuntung! Sudah baik suami saya ke kamu! Kamu malah menipu kami!” teriak nya keras. Tidak berhenti sampai sana, kini Ibu de

DMCA.com Protection Status