"Sudah puas belum menangisnya?" Keira yang masih merasa sedih, tidak bisa menjawab pertanyaan Rasya. Ia hanya berusaha menghentikan tangisnya. Tetapi menghentikan tangis saat sedang sedih-sedihnya seperti ini memang tidak mudah. Napasnya sampai tersengal-sengal karena berusaha menahan isakan yang masih saja ingin keluar. Setelah menarik napas panjang beberapa kali, ia berhasil sedikit lebih tenang. Walaupun isakannya sesekali masih lolos juga.
"Saya sedih sekali, Pak. Mengapa masalah seperti tidak ada habisnya menimpa keluarga saya? Saya rasa-rasanya sampai ingin protes kepada Allah. Mengapa hanya saya saja yang dicobaiNya? Apa tidak ada orang lain lagi yang ingin Ia beri cobaan?" Tanpa sadar Keira menjeritkan kekesalannya. Setelah sekian lama menyimpan beban sendirian, akhirnya ia meluapkan juga semua perasaannya. Ia ingin membuang sebagian bebannya. Ia capek terus memikulnya sendirian.
"Kadang saya iri melihat teman-teman saya.
Ini adalah kali pertama Keira menjenguk Keisha setelah adik kembarnya itu dipindahkan ke Rumah Tahanan. Saat ia menjenguk adik kembarnya pertama kali dahulu, posisi Keisha masih sebagai tahanan titipan. Karena pada waktu itu Keisha belum menjalani persidangan. Setelah berkali-kali sidang dan vonis akhirnya dijatuhkan, Keisha kini telah dipindahkan ke Rutan. Dan ini adalah kali pertamanya menjenguk Keisha di Rutan. Hari ini Keira menggantikan ibunya membesuk Keisha, karena ibunya sedang sakit. Setelah gigih berjuang siang malam mencari rumah kontrakan dan bolak balik ke rumah sakit, ibunya tumbang juga. Makanya sekarang gantian. Kini dia lah yang mengurus semuanya. Termasuk tugas untuk menjenguk Keisha di setiap hari Selasa. Tangannya penuh dengan makanan kesukaan Keisha hasil masakan ibunya sendiri. Ibunya kasihan melihat Keisha yang makin hari semakin kurus saja di sana katanya. Inilah
Saat asistennya memberitahu bahwa Panji ingin bertemu, Rasya sudah siap lahir bathin. Akhirnya saat yang ia tunggu-tunggu datang juga. Ia tahu, suatu saat Panji akan datang padanya karena masalah Keira. Hanya tinggal masalah waktu saja. Sejurus kemudian asiatennya masuk diikuti oleh Panji di belakangnya. Setelah asistennya menutup pintu, suasana seketika hening. Mereka berdua sama-sama merasa canggung seperti dua orang asing yang pertama bertemu. Padahal sedari kecil mereka telah berteman. Saling support dan saling meledek adalah makanan mereka sehari-hari. Mereka berdua memang tumbuh besar bersama."Gue sama sekali nggak nyangka kalau persahabatan kita akan jadi seperti ini, Sya," gumam Panji lirih. Sesungguhnya ia merindukan masa-masa akrab mereka dulu. Jujur, ia sudah capek bermusuhan terus dengan Rasya. Karena sesungguhnya teman yang paling mengerti dirinya itu adalah Rasya. Abang kandungnya sendiripun sering salah mengartikan keinginannya. Ab
Keira menyapukan bedak padat tipis-tipis ke wajahnya. Dilanjutkan dengan membingkai alis, mengulas maskara dua kali pada bulu mata lentiknya. Ia mengakhiri dandanannya dengan sapuan tipis lipstik merah muda pada bibirnya. Hasil akhir dari rias wajah ala kadarnya ini ternyata cukup memuaskan. Wajahnya sekarang terlihat lebih sehat dan segar. Masih merasa kurang yakin dengan penampilannya, Keira merogoh-rogoh pouch kosmetik. Mencari blush on berwarna peach kesukaannya. Setelah menemukannya, ia tersenyum manis di cermin sembari menyapukan kuas mengikuti tulang pipinya. Ia mendapatkan tips cara mengulas pipi yang benar melalui salah satu beauty influencer yang diikutinya. Salah satu tipsnya adalah, tersenyum dahulu sebelum mengulaskan blush on. Dengan tersenyum, tulang pipi akan terlihat, dan di sanalah sebaiknya blush on dibubuhkan. Dan, voila! Dalam sekejab wajah cerah merona t
Keira menguap lebar. Nyaris membelah wajahnya menjadi dua bagian. Sebenarnya ia sudah sangat mengantuk. Setelah seharian berjibaku dengan pasien-pasien di rumah sakit, rasanya ia ingin sekali membaringkan tubuh sejenak. Menikmati nyamannya kasur dan aroma harum malaikat kecilnya. Hanya saja, saat ia melirik tubuh ringkih ibunya yang masih saja sibuk meracik berbagai bumbu masakan, rasa lelahnya menguap seketika. Ibunya juga tidak kalah lelah. Bahkan pasti lebih lelah. Mengolah berbagai macam masakan untuk katering hanya berdua dengan Mbak Ani, bukan hal yang mudah. Selain itu, ibunya juga masih harus berjualan lauk matang. Di tambah lagi mengasuh Dhira, lelahnya sudah pasti berkali-kali kali lipat. Tapi toh ibunya tidak pernah mengeluh.Oleh karena itulah, ia tetap berada di dapur sederhana ini. Menusuk satu demi satu telur puyuh yang sudah dibumbui hingga menjadi sate yang menggiurkan. Selain menjual lauk matang, ibunya juga menjual beraneka macam sate. S
"Hati-hati jalannya Pak Restu. Di sana ada tanjakan," Keira yang sedari tadi menunggu-nunggu kepulangan ayah Restu, langsung bersujud syukur. Akhirnya hari yang ia tunggu-tunggu tiba juga. Rasa haru menyesakkan dadanya, saat kembali bisa melihat ayah Restu setelah sebulan lebih ayah Restu ada dibalik jeruji besi. Hanya saja ia sedikit heran saat melihat ayah Restu keluar dari mobil Rasya, dan bukan mobil Om Bima. Rasya jugalah yang memapah ayah Restu. Mengapa Rasya ada di antara ayah Restu dan Om Bima? Padahal pengacara ayah Restu kan Om Bima."Iya, saya tahu. Saya ini cuma stroke, Anak Muda, bukan buta." Keira menangis lega saat mendengar omelan ayah Restu pada Rasya. Kalau ayah Restu sudah bisa mengomeli orang seperti ini, itu artinya keadaannya baik-baik saja. Walaupun cara berbicara ayah Restu agak aneh karena strokenya, namun masih dapat dimengerti. Alhamdullilah."Selamat siang, Yah. Ah, akhirnya Ayah pulan
"Ini, kamu pelajari dulu duplik kita untuk menjawab replik dari Panji senin mendatang," Keira menerima berkas yang diangsurkan Rasya. Saat ini ia sedang mengisi perutnya di kantin rumah sakit. Saking buru-burunya berangkat, ia tadi sampai melupakan bekalnya. "Saya boleh duduk di sini kan?" tanya Rasya seraya menarik sebuah kursi di depannya."Tentu saja boleh. Kantin ini kan bukan milik saya," sahut Keira datar. Ia memang bersikap pura-pura acuh. Padahal sebenarnya jantungnya tengah Senam Kesegaran Jasmani saking girangnya."Iya saya tahu. Kantin ini memang bukan milik kamu. Saya lah yang milik kamu. Permanen dan tetap. Alias tidak biaa diganggu gugat," balas Rasya tak kalah datar. Namun ada tawa jahil di bola mata hitamnya. Kantin memang sedikit ramai. Pa
Dan di sinilah sekarang ia berada. Duduk bersila di atas tikar, berbaur dengan keluarga para pengunjung tahanan yang ingin menjenguk orang-orang terkasihnya. Dari supermarket tadi ia memang langsung ke LP. Ia sudah tidak sabar untuk mengorek keterangan dari mulut Keisha. Demi Tuhan, adik kembarnya ternyata sanggup penyimpan rahasia sebesar itu. Ia melirik pergelangan tangannya. Lima belas menit telah berlalu. Namun batang hidung Keisha belum juga terlihat. Padahal sekitar satu jam lagi, waktu berkunjung akan habis. Keira semakin gelisah. Berbagai macam dugaan singgah di kepalanya. Apakah adik kembarnya itu sakit? Atau Keisha memang sengaja tidak ingin menemuinya? Jangan-jangan Pandu sudah terlebih dahulu memperingatkan adik kembarnya ini untuk menghindarinya. Ya siapa tahu bukan?Demi membunuh waktu, Keira memilih untuk berseluncur di dunia maya. Keningnya berkerut saat melihat postingan IG Rasya sekitar satu jam lalu. Rasya memposting photo siluet dirinya
"Gu-gue balik dulu ya, Sa. Ntar kalo ada waktu luang gue ke sini lagi. Gue ada bawa minyak gosok untuk lo. Tapi gue titip ke petugas karena harus diperiksa dulu," tanpa menunggu jawaban dari Keisha, Keira buru-buru beringsut dari tikar. Ia harus memburu waktu. Dhira dalam bahaya."Ada apaan, Ra? Mbak Ani bilang apa? Kok lo tiba-tiba ketakutan gitu?" Keisha ikut berdiri. "Apa terjadi sesuatu sama ayah? Atau ibu?" Kecemasan kini membayangi raut wajah Keisha.Keisha sebaiknya tidak perlu tahu. Ia sedang sakit dan sudah punya banyak sekali masalah."Nggak apa-apa," Keira menggelengkan kepalanya. "Susu Dhira habis. Gue cabut dulu.""Ya udah. Ehm, kalo lo sempet, sekali-sekali bawa Praja ke sini. Gue... gue... kangen. Satu hal lagi, gue harap lo bisa merahasiakan soal Pandu dan Praja. Gue kepengen menjelaskan sendiri masalah gue pada semuanya saat gue bebas nanti," Keira hanya mengangguk dan bu
Keira berkali-kali menghembuskan napas lega sesaat keluar dari rumah keluarga Abiyaksa. Beban yang tadinya bertengger di pundaknya mendadak hilang semua. Kekhawatirannya sungguh berlebihan. Om Saka dan Tante Dara ternyata menyambut baik kehadirannya. Mereka berdua malah menanyakan keberadaan Dhira. Bagaimana Keira jadi tidak ingin menangis haru karenanya? Om Saka dan Tante Dara seakan ingin memberitahukan kalau mereka bukan hanya menerimanya sebagai calon menantu. Tetapi juga menerima Dhira sebagai cucu. Selain itu mereka berdua juga mendesak agar hubungannya dan Rasya segera diresmikan saja alias menikah. Mereka ingin agar rumah mereka semarak oleh tangisan cucu-cucu katanya. Perut Keira langsung mulas karenanya. Dhira saja belum genap setahun. Tetapi kedua calon mertuanya ini, ingin agar ia melahirkan banyak cucu. Bagaimana ia tidak ngeri jadinya?"Sekarang kamu lega 'kan? Sudah saya katakan kalau mereka akan menerima kamu dan Dhira dengan tangan terbuka
Empat bulan kemudian."Kamu jangan mondar mandir di depan pintu begitu, Ra. Ibu jadi pusing melihatnya. Kalau Rasya datang, pasti dia akan mengetuk pintu. Sudah, kamu duduk saja di sini," Danti menepuk-nepuk sofa di sampingnya. Ia heran melihat putrinya yang terus hilir mudik seperti setrikaan. Keira meringis malu saat sang ibu menyindir tingkah alaynya. Sejujurnya, ia bukan nervous karena menunggu kedatangan Rasya. Tapi ia nervous karena akan dipertemukan Rasya dengan kedua orang tuanya.Minggu lalu, ia sudah resmi bercerai dengan Panji. Oleh karena itulah, Rasya baru berani membawanya bertemu dengan kedua orang tuanya. Statusnya sekarang sudah jelas. Ia adalah seorang janda. Bukan istri orang lagi. Masalahnya sekarang, ia yang minder. Bayangkan saja. Rasya adalah seorang lelaki bujang. Sementara dirinya hanyalah seorang janda beranak satu. Janda
"Selamat sore rekan-rekan pewarta sekalian. Saya Alrasya Abiyaksa sarjana hukum, dalam hal ini mewakili ibu Keira Wicaksana, ingin meluruskan beberapa hal menyangkut nama baik client saya." Rasya membuka konfrensi pers dengan menempatkan dirinya sebagai pengacara Keira. Saat ini ruang kerjanya yang cukup luas telah ia sulap menjadi tempat konfrensi pers. Di meja panjang telah duduk Om Raga, Keira, dirinya sendiri, Panji, Pandu, Soraya dan juga Irman, kakak kandung almarhumah Irma. Sementara di hadapan mereka, telah berjejer beberapa pewarta dari berbagai media nasional online maupun offline tanah air. Mereka semua berkumpul untuk mendengarkan klarifikasi mengenai video viral menantu keluarga Wicaksana yang disinyalir mempunyai affairs dengan iparnya sendiri. "Sebagai pengacara Ibu Keira, saya ingin menjelaskan beberapa hal. Memang benar laki-laki dan perempuan yang ada dalam vide
Panji menjejalkan pakaian-pakaiannya begitu saja ke dalam koper. Ia sudah tidak mempunyai banyak waktu untuk menyusunnya lagi. Yang paling ia inginkan saat ini adalah secepatnya pergi dari rumah ini. Ia ingin menenangkan dirinya sendiri. Ia memang sudah kalah. Tetapi ia tidak ingin patah. Semoga saja ditempat yang baru nanti, ia bisa menata diri. Ia ingin memulai kehidupan baru dengan semangat baru lagi. Semua yang terjadi di sini, biarlah tertinggal di sini. Ia sudah tidak ingin mengingat-ingatnya lagi.Suara tawa geli keponakannya dan godaan-godaan kedua orang tuanya seolah-olah mengejek nasib sialnya. Apakah ia marah pada mereka semua? Sama sekali tidak. Sungguh ia tidak bisa menyalahkan Praja ataupun kedua orang tuanya yang kesenangan karena menemukan keluarga baru. Ya, keluarga baru. Praja bertemu dengan ayah, kakek, nenek dan ia sendiri sebagai omnya. Sementara kedua orang tuanya menemukan cucu yang baru mereka ketahui. Ia ikut berbahagia untuk merek
Beberapa jam sebelumnya...Panji mengaduk-aduk laci meja kerjanya. Mencari-cari alat pemotong kuku. Kukunya sudah panjang sehingga tidak nyaman saat ia harus mengetik cepat di macbook. Setelah capek membongkar namun ia tidak juga menemukan apa yang ia cari, ia memutuskan akan meminjam pemotong kuku Pandu saja. Abangnya yang selalu teliti dalam menyimpan barang, pasti punya. Berkali-kali ia mengetuk pintu kamar abangnya, tetapi tidak ada jawaban. Karena pintu kamar tidak di kunci, ia nyelonong masuk saja.Suara percikan air terdengar samar-samar dari arah kamar mandi. Pantas saja abangnya tidak menjawab. Rupanya abangnya sedang mandi. Ia membuka laci tengah meja kerja abangnya. Biasanya abangnya menyimpan pemotong kuku dan pernak pernik lainnya di sana. Prediksinya memang benar. Alat pemotong kuku abangnya tersusun rapi di sana. Bersebelahan dengan ponsel dan dompet abangnya. Abangnya ini memang rapi sekali dalam menyusun
Di sepanjang perjalanan menuju ke LP, Praja terus tertawa-tawa gembira di pangkuan Keira. Sesekali bocah tampan itu mengoceh-ngoceh sambil menjejak-jejakkan kakinya. Meminta berdiri di pangkuan Keira. Setelah berdiri ia akan membalikkan tubuhnya dan menepuk-nepuk pipi Keira. Tertawa-tawa gembira. Keira sekarang tahu kebiasaan Praja. Keponakannya ini senang sekali mengelus-elus wajahnya. Mungkin Praja gembira karena mengira kalau ia adalah mommynya. "Mom... mom... my..." dengan gembira Praja kembali melonjak-lonjak di pangkuannya. Mendengus-dengus dan mengerutkan hidungnya dengan lucu. Salivanya sampai ikut tersembur keluar saat ia menghembus-hembuskan udara dari mulutnya. Sepertinya Praja ingin bermain-main dengannya."Kenapa, sayang? Mau main ya? Nanti ya kita main dengan mommy. Sekarang Praja duduk manis dulu. Lihat tuh, daddy sedang menyetir. Praja jangan mengganggu konsentrasi daddy ya? Pra
Keira berkali-kali melirik Rasya yang sedang menyetir di sampingnya. Mencoba mencari sisa-sisa kemarahan dalam raut wajahnya. Tetapi ia sama sekali tidak mendapatinya. Sikap Rasya biasa saja. Ia malah sempat-sempatnya bernyanyi-nyanyi kecil mengikuti lagu yang sedang diputar di mobil. Seolah-olah perseteruan mereka kemarin tidak pernah terjadi. Keira jadi penasaran sekali."Kenapa kamu melirik-lirik saya terus? Saya tahu kok kalau ketampanan saya itu valid dan tidak dapat diganggu gugat. Hanya saja saya agak-agak risih kalau dipandangi dengan cara mencuri-curi seperti itu. Tapi kalau mencuri-curi cium sih, ya alhamdullilah sekali kalau kamu sudi," dekik kecil di kedua pipi Rasya muncul saat ia tersenyum lebar. Hah, si manusia jaelangkung ini perasaan dicintai sekali."Bapak kepedean sekali," Keira mencebikkan bibir. Rasya ini memang tingkat kepedeannya level dewa. Namun tak urung ia merasa lega. Sangat lega sekali tepatnya. Ternya
Semalaman Keira tidak bisa memejamkan matanya sepicing pun. Benaknya dipenuhi dengan potongan adegan demi adegan perselisihannya dengan Rasya. Setelah cukup dekat dengan Rasya, ini adalah kali pertama mereka berselisih paham. Dan ternyata rasanya begitu tidak nyaman. Mirip dengan rasa gatal yang tidak bisa ia garuk. Intinya sangat menyiksa! Suara tangisan lirih yang kian lama kian melengking mengalihkan perhatiannya. Dhira sudah bangun rupanya. Keriuhan yang disebabkan terbangunnya malaikat kecilnya ini menyita seluruh perhatiannya. Ia jadi bisa sedikit melupakan kegundahan hatinya."Wah, anak Bunda sudah bangun rupanya. Bangun-bangun kok malah nangis? Mau mimik susu ya?" Keira mengajak Dhira mengobrol. Dan pertanyaannya hanya dijawab dengan suara ocehan khas bayi berusia tiga bulan. Sepertinya Dhira haus dan meminta jatah ASInya. Keira melirik jam dinding. Pukul enam lewat lima menit. Ini memang j
"Sebaiknya kita pindah ke ruang kerja saya saja, Rasya, Keira." Raga merasa tidak akan mudah bagi mereka berdua untuk memperoleh jawaban dari Keira. Pembicaraan mereka pasti akan berlangsung alot mengingat betapa kerasnya sifat Keira. Tanpa banyak bicara Keira dan Rasya mengekori langkah Raga. Ketika tiba di dalam ruang kerjanya, seperti biasa Raga menempati kursi kebesarannya. Sementara Rasya dan Keira lebih memilih duduk di sofa dalam posisi saling berhadap-hadapan. Keira jadi merasa seolah-olah sedang menjalani persidangan sungguhan. Ia terdakwanya, Rasya jaksanya dan papanya hakimnya."Baiklah. Saya sederhanakan saja pertanyaan saya. Ada keperluan apa kamu di apartemen, Pandu?" Rasya mengeja kalimatnya lamat-lamat. Tatapannya sengaja ia fokuskan pada kedua mata indah yang kini terlihat gelisah. Keira menatap ke segala arah, kecuali padanya."Apakah jawabannya ada di plafon rumah dan lukisan kuda yang sedari tadi kamu pandangi, Ra?" sar