Di siang hari saat Evelina akan berangkat menuju toko perhiasan karna ada urusan mendadak, ia melihat suaminya menggandeng tangan seorang wanita berambut hitam dan bermata merah. Seketika raut wajah Evelina yang tadinya panik berubah menjadi raut tercengang.
"Kenapa wanita itu ada disini?" Batin Evelina. Melihat wajah tercengang Evelina, sudut bibir William sedikit terangkat. Ekspresi seperti itulah yang selama ini William harapkan muncul di wajah Evelina setelah berhari-hari ia hanya melihat ekspresi datarnya. "Siapa dia?" Tanya Evlina. "Isbel, dia adalah rekan kerjaku. Mulai sekarang dia akan tinggal bersama kita di sini." "Kenapa kau membawanya kemari? Dia bisa tinggal di penginapan atau semacamnya. Utara kita ini penuh dengan penginapan bintang lima." "Ya, kau benar soal itu Evelina. Tapi Isbel tidak terbiasa hidup sendiri, dia butuh seseorang bersamanya." "Apakah itu artinya orangnya harus kamu William?" Seketika William tertegun mendengar apa yang baru saja dilontarkan oleh Evelina. Melihat wajah terkejut suaminya, Evelina kemudian menghela nafas pelan dan melanjutkan langkahnya menuruni tangga. "Terserah kau saja William, untuk sekarang biarkan rekan kerjamu itu tidur di kamar tamu. Setelah aku kembali dari toko, baru aku akan meminta kepala pelayan untuk menyiapkannya kamar." Setelah itu Evelina pergi dengan wajah yang sangat tenang. Begitu hanya tersisa mereka berdua di mansion yang luas itu, dengan agresif Isbel langsung memeluk William begitu mesra. William pun tidak kalah senang, dengan mesra pula, ia membalas pelukan Isbel. "Akhirnya aku bisa menginjakkan kakiku di sini William. Mungkinkah nanti aku bisa menjadi Nyonya besar di mansion ini," Ujar Isbel. "Tentu saja sayang. Setelah aku berhasil mencapai tujuanku, aku akan menyingkirkan wanita menyebalkan itu dari hadapan kita." Saat mengatakan itu hati William sedikit berdenyut. Entah kenapa perasana ragu mulai membayangi dirinya. Dengan alasan takut pelayan akan tiba-tiba muncul, William pun meminta Isbel untuk melepaskan pelukannya. "Isbel, lepaskan ini sebelum ada yang melihat kita." "Tidak! Aku sudah sangat merindukanmu William, bagaimana bisa kau begitu tega memintaku melepaskan pelukanku." "Kita akan melanjutkannya dikamar, bagaimana menurutmu?" Mendengar William membahas soal kamar, Isbel pun setuju melepaskan pelukannya kemudian menarik ujung lengan William dengan manja. "Mari Sayang, bawa aku ke kamar." "Tentu saja, akan sangat menyenangkan bersamamu di dalam kamar Isbel." Melihat betapa menggodanya Isbel, William pun langsung membawanya ke salah satu kamar tamu. Di sana mereka berdua bercumbu layaknya suami istri. Dan di sisi lain, Nyonya rumah sebenarnya yaitu Grand Duchess Evelina, tengah sibuk menangani tokonya yang tengah mengalami suatu masalah. "Bagaimana bisa begini?!" Tanya Evelina yang baru sampai di toko. "Pelanggan ini sangat gigih Grand Duchess, saya tidak tahu harus menanganinya seperti apa," Sahut sang Manager toko yang bernama Isaak. "Berikan saya kalung safir yang sedang trend! Saya akan memberikan 600 gold untuk harganya!" Seru seorang pelanggan. "Maafkan kami pelanggan, setiap kalung safir yang ada di sini sudah dipesan! Jika anda mau, silahkan pesan sekarang, dan anda bisa mengambil barangnya paling lambat satu minggu." Meski dengan sangat lembut Evelina membujuk pelanggannya itu. Tapi sang pelangggan sangat ngotot sampai ia mencengkram lengan Evelina dan menariknya. "Ahhh!" Teriak Evelina karna tangannya terasa sakit. Saat itulah Kaisar Lyrius muncul dan memegang tangan pelanggan yang menarik Evelina tadi. Begitu melihat Lyrius yang sangat tinggi berdiri di sampingnya, dengan wajah tercengang pelanggan itu melepaskan cengkraman tangannya dari lengan Evelina. "Astaga! Anda tampan sekali!" Ujarnya. "Maafkan kelancangan saya Lady, tapi tidak baik jika anda melakukan hal itu di sini," Ujar Lyrius. "Anu...maafkan saya pemilik toko, saya Grand Duchess, saya sangat menginginkan kalung safir itu jadi saya gelap mata." "Ya, tidak masalah. Jadi bagaimana jika anda memesan terlebih dahulu kemudian mengambil barangnya lagi lusa. Kami akan mengusahakannya." "Sungguh! Jika begitu baiklah, saya akan memesan sekarang." Berkat kehadiran Lyrius yang membawa aura positif. Pelanggan yang tadinya mengamuk karna obsesinya terhadap kalung segera kembali ke pikiran tenangnya. Dan untuk mengucapkan terimakasih atas bantuan yang Lyrius berikan, Evelina pun mengajak Lyrius mampir ke mansionnya untuk menghadiri makan malam. "Tidakkah itu terlalu lancang bagi saya untuk hadir makan malam bersama anda Grand Dhucess?" Tanya Lyrius. "Tidak masalah Yang Mulia. Lagipula, saat ini di mansion ada tamu lain selain anda." "Baiklah, jika begitu saya tidak akan enggan lagi." Malam harinya Lyrius benar-benar datang bersama ajudannya untuk menghadiri undangan makan malam dari Evelina. Melihat Kaisar datang ke mansionnya, dengan mata terbelakak William melirik ke arah Evelina. "Evelina, apa maksudnya ini?!" Tanya William yang berusaha menyembunyikan kekesalannya. "Yang Mulia membantuku menangani sesuatu di toko tadi. Jadi aku mengundangnya untuk makan malam bersama sebagai ucapan terimakasih," Jawab Evelina dengan tenang. "Apakah kehadiranku mengganggu kalian?" Tanya Lyrius yang merasakan hawa tidak enak dari William. "Tidak Yang Mulia, justru sebuah kehormatan bagi kami jika anda bergabung dengan kami di meja makan," Sambut William dengan senyum ramah. Ketika Evelina dan William menuntun Kaisar Lyrius menuju meja makan. Di sana sudah ada Isbel yang duduk dengan cantik di kursi tepat di samping tempat duduk william. Melihat hal itu, Lyrius melirik enggan ke arah Evelina. Tapi yang Lyrius dapati hanya ekspresi tenang Evelina. Batin Lyrius. "Apa Grand Duchess tidak masalah seorang Lady asing duduk di kursi tepat di samping Suaminya? Atau mungkin Lady itu kerabatnya?" Seolah bisa membaca apa yang sedang dipikirkan oleh Lyrius. Evelina langsung saja memperkenalkan wanita yang sudah duduk manis di meja makan di depan mereka itu.. "Dia adalah Lady Isbel. Rekan kerja suamiku di Istana. Untuk waktu yang cukup lama dia akan tinggal di mansion Northern karna urusan pekerjaan." "Bukankah Lady Isbel bisa tinggal di penginapan?" Tanya Lyrius sekedar basa-basi. "Isbel tidak terbiasa sendiri. Dan juga, dia bisa menjadi teman untuk Istriku saat Istriku kesepian, Yang Mulia," Sela William di tengah percakapan antara Lyrius dan Evelina. Tidak ingin membuang waktu dengan membicarakan soal Isbel lagi. Evelina langsung saja mengajak Lyrius untuk duduk dan mulai makan malam. Dan di saat mereka tengah menikmati makan malam yang disediakan mansion Northern, Lyrius diam-diam memperhatikan bagaimana cara Isbel dan William saling melirik ke arah satu sama lain di depan Evelina. Batin Lyrius. "Aku tidak ingin berprasangka. Tapi mereka terlihat seperti sepasang kekasih." Begitu makan malam selesai, Lyrius pamit undur diri. Tak lupa pula ia mengucapkan terimakasih kepada Evelina karna sudah mengundangnya. Selain itu, Lyrius juga memberikan sebuah jepit rambut yang sangat indah kepada Evelina karna rasanya ucapan terimakasih saja tidak akan cukup. Melihat seorang pria yang diundang Istrinya memberikan Istrinya sebuah jepit rambut yang mewah, William mendecak kesal. "Tck! Apa mereka benar-benar hanya sebuah kebetulan," Gumam William.Saat William mendecak kesal, Evelina tidak sengaja mendengarnya. Dengan kesal Evelina pun menghampiri suaminya itu dan berkata."Apa maksud dari decakan mu itu William?" Dengan acuh tak acuh William menjawab. "Tidak ada." Setelah itu William berbalik pergi mengabaikan tatapan tajam Evelina yang melihat ke arahnya. Melihat sikap William yang mulai berubah tidak seperti biasanya, Evelina menghela nafas pelan. "Huhh~ aku harap semuanya berjalan dengan lancar." Keesokan paginya, William berangkat ke Istana bersama Isbel dengan alasan pekerjaan. Padahal sebenarnya, di Istana saat ini tidak ada yang perlu diurus oleh seorang Grand Duke. "Evelina, aku akan pergi bersama Isbel." "Kemana?" "Ke Istana." "Bukankah hari ini Istana tidak ada pertemuan atau semacamnya." Saat itu William terkejut karna Evelina tahu soal jadwalnya. Dan dengan penuh kecurigaan memenuhi hatinya, ia pun bertanya kepada Evelina seperti bertanya kepada seorang kriminal. "Bagaimana kau tahu soal jadwalku di Istan
Malam harinya setelah menyelesaikan pekerjaannya bersama Isbel, William menghampiri Evelina di ruang kerjanya. Melihat Evelina yang masih bekerja sampai larut malam, William tergerak hatinya menawarkan sebuah bantuan untuk Evelina. "Apakah pekerjaanmu masih banyak?" Tanya William yang datang menghampiri. "Tidak, ini hampir selesai." "Apa kau butuh sesuatu?" Dengan tatapan bingung Evelina menjawab."Tidak perlu, aku akan membereskan sisanya segera. Kau tunggu saja aku di kamar, William." Melihat betapa mandirinya Evelina, ada perasaan tertusuk di hati William. Tapi ia mengabaikan hal itu. "Evelina, ada yang ingin aku bicarakan." "Um..silahkan, katakan saja William," Sahut Evelina tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen yang sedang ia kerjakan. "Baron Luis akan mengadakan pesta besok malam." "Kapan kita akan pergi?" Tanya Evelina. Dengan ragu-ragu William menjawab."Tapi Evelina, aku akan pergi bersama Isbel." Seketi
Setelah beberapa hari telah berlalu sejak kejadian di pesta Baron Luis. Sejak itu juga, Evelina jadi lebih sering bertemu dengan Lyrius karna urusan pekerjaan. William yang mengetahui itu tak henti-hentinya mengecam Evelina bahkan tak segan-segan berkata kasar. "Sebenarnya ada hubungan apa kau dengan Kaisar dari Barat itu!" teriak William. "Dia rekan bisnisku," jawab Evelina. "Rekan bisnis! Kau selalu bertemu dengannya setiap hari, apa begitu rekan bisnis sesungguhnya!" bantah William. "Lalu bagaimana dengan rekan kerjamu. Aku hanya bertemu dengan Kaisar beberapa kali, sedangkan kau bertemu rekan kerjamu setiap hari. Terlebih lagi, dia tinggal satu atap dengan kita." "Itu hal yang berbeda!" "Katakan padaku apa perbedaannya?" tanya Evelina dengan raut datar. Melihat betapa datarnya tatapan Evelina saat melihat dirinya. William lagi-lagi merasakan denyutan sakit di dadanya. Perasaan kesal karna terus dibantah membuat William akhirnya meledak d
Setelah Evelina kembali dari pesta, ia mendapati pelayan pribadinya yang bernama Liliana tengah menunggunya di depan pintu mansion. Melihat raut wajah Liliana yang tampak gelisah, Evelina yang baru saja turun dari kereta kuda langsung menghampirinya. "Ada apa Liliana?" tanya Evelina. "Grand Ducess, saya melihat Grand Duke dan Lady Isbel berpelukan selepas anda pergi tadi," ujar Liliana seraya menunduk dalam. "Aneh, harusnya kejadian terungkapnya perselingkuhan antara Isbel dan William terjadi dua tahun lagi, dan hal itu pertama kali diketahui olehku. Tapi kenapa ini terjadi sekarang? Bukankah ini terlalu cepat?!" batin Evelina. "Saya bersumpah demi nyawa saya Grand Dhucess, saya tidak berbohong," ujar Liliana dengan air mata yang mulai menggenang. Melihat Liliana yang mulai menangis, dengan lembut Evelina mengelus kepala Liliana untuk menenangkannya. "Tenanglah Liliana, aku terdiam karna memikirkan sesuatu, bukan karna aku tidak percaya padamu.'
Di ruang tamu dengan interior yang mewah, Evelina mengajak ayahnya untuk duduk dan menikmati teh bersama. Dalam percakapan mereka, Evelina tidak ingin membahas hal berat seperti soal surat yang tidak sampai, atau keluhan yang selama ini ia pendam. Yang dibahas Evelina hanyalah cerita-cerita kecil seperti bagaimana ia merindukan Romagna dan ibunya, atau memikirkan betapa ia ingin pergi ke Romagna sesekali. "Lalu kenapa kau tidak datang saja ke Romagna Nak?" tanya sang Raja. "Ayah, sebagai Grand Dhucess, aku di sini memiliki pekerjaan yang cukup banyak. Apa lagi sekarang aku sudah membuka usaha tokoku sendiri." "Kau berbisnis lagi?! Ayah ingat bagaimana di masa lajang mu, kau sangat suka mengunjungi Madam Aina untuk membahas bisnis permata. Ayah tidak menyangka kau akan mengembangkan bakatmu di Utara." Mengingat soal Madam Aina yang selalu membantunya mempelajari dunia bisnis Kerajaan, Evelina langsung menggenggam erat kedua tangan ayahnya dan b
setelah mendorong William yang akan menyentuhnya, Evelina yang sedari tadi tercengang membuat William ketakutan. Dengan tangan yang penuh keraguan, William kembali bangkit dan mencoba memegang Evelina. Tepat sebelum tangan William menyentuhnya, Evelina langsung memejamkan matanya seolah ia tidak ingin disentuh. Dan hal itu membuat William spontan menarik tangannya. "Ehem...maafkan aku Evelina, aku rasa kau sangat terkejut. Walau bagaimanapun selama ini aku tidak pernah menyentuhmu," ujar William. Setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh William, Evelina akhirnya tersadar bahwa dirinya baru saja mendorong suaminya menjauh. "Maafkan aku William. Sepertinya karna terlalu lelah bekerja sepanjang hari, tubuhku tanpa sadar merespon penolakan," sahut Evelina dengan kepala tertunduk. "Ya, tidak masalah. Tidurlah! Aku akan ke ruang kerjaku sekarang." Setelah William pergi dari kamar, Evelina menatap tangannya yang gemetar. Bayangan
Setelah menjalin kerja sama dengan Kaisar Barat dan Madam Aina. Selama beberapa hari Evelina tidak kembali ke mansion dan sibuk di tokonya. Dan ketika Evelina pulang, ia mendapati Mansion tengah ramai dengan para pelayan yang berlalu-lalang."Ada apa ini?" tanya Evelina yang tampak lelah."Selamat datang kembali Grand Dhucess, lusa adalah hari ulang tahun Grand Duke. Apa anda lupa?"Evelina sontak tertegun."Ahh! Aku lupa. Kalau begitu simpan berkas ini di kantor pribadiku dan panggilkan ajudan Grand Duke kemari.""Baik Grand Dhucess."Saat pelayan tengah meletakkan berkas yang diserahkan oleh Evelina tadi. Evelina melihat sebuah kotak gaun di atas meja di ruang tamu. Niat hati Evelina ingin menanyakan gaun siapa itu, tapi saat melihat tulisan nama di atas kotak gaun itu, Evelina langsung mengernyitkan keningnya."Jadi ini milik Isbel, kenapa ini di letakkan disini?"Evelina ingin meminta salah satu pelayan agar mengantarkannya pada Isbel, tapi melihat bet
pesta ulang tahun William... Dibawah megahnya lampu pesta, para bangsawan yang mengenakan gaun juga baju yang mewah tengah bersuka ria sambil mendentingkan gelas satu sama lain. Diantara banyaknya wajah ceria itu, Evelina yang saat ini dikerumuni para bangsawan lain terlihat sangat muram. "Ada apa Grand Dhucess, kenapa anda terlihat sangat sedih?" tanya salah satu wanita bangsawan. "Akan ada berita yang cukup mengguncangku sampai membuatku tidak mampu tertawa," sahut Evelina dengan akting sedih yang sempurna. "Berita apa itu? Lalu dimana Grand Duke? Seharusnya di hari ulang tahunnya dia memasuki ruangan pesta bersama anda kan," sahut wanita bangsawan lainnya. "Dia akan masuk dengan orang lain," jawab Evelina masih dengan raut sedihnya. Tak lama kemudian prajurit penjaga pintu utama mengumumkan kedatangan Grand Duke Utara, William Northern. Yang mengejutkan para bangsawan bukanlah William yang datang lebih terlambat dari Evelina, tapi nama yang diumumkan oleh prajurit yang m
Kembali ke saat ini... "Jadi....alasan saya tidak bisa mengingat anda, karna anda menggunakan sihir pada saya?" tanya Evelina. "Ya, maafkan aku soal hal itu Evelina. Aku melakukannya semata-mata demi menjaga semuanya tetap aman." "Lalu bagaimana anda berhasil merebut tahta, Yang Mulia?" "Aku kembali ke Barat saat aku sudah berusia lima belas tahun. Saat itu Selir tertinggi sudah melahirkan. Sayangnya, anak itu adalah seorang anak perempuan. Awalnya Selir tertinggi tidak mempermasalahkannya, tapi karna aku yang kembali setelah dikabarkan mati, hal itulah yang memicu kemarahan Selir tertinggi." "Karna ia melahirkan seorang anak perempuan?" tanya Evelina. "Ya. Tidak seperti Romagna yang bisa menaikkan pewaris baik itu perempuan atau pun lelaki tergantung performanya. Di Barat, pewaris perempuan bisa naik tahta, hanya jika tidak ada pewaris laki-laki yang akan menjadi Kaisar. Tapi tekad ingin menjadi penguasa membuat Selir tertinggi gelap mata sampai ia melakukan pemberontakan
Setelah diselamatkan oleh Evelina terakhir kali, selama empat hari Lyrius tinggal di Istana Putri tanpa diketahui keberadaannya oleh Kaisar dan Permaisuri Romagna. "Apa namamu Lilius?" tanya Evelina. "Lyrius, namaku Lyrius bukan Lilius," jelas Lyrius untuk yang kesekian kalinya. "Humph! Itu kalna yidahku pendek. Jadi aku kecuyitan menyebut namamu," bantah Evelina sambil menggembungkan pipinya dan memalingkan wajahnya. "Hahaha begitu ya. Maafkan aku Putri kecil," bujuk Lyrius. "Baikyah. Kalna aku baik hati, aku akan memaafkanmu." Saat itu, Evelina pikir ia bisa menyembunyikan Lyrius di Istananya selamanya. Namun sayangnya harapan itu sirna. Di hari keenam Lyrius tinggal di Istana Evelina, akhirnya Kaisar mengetahui keberadaan anak lelaki asing yang saat ini tengah disembunyikan oleh putri kecilnya. Tak ingin membuang waktu lagi, sang Kais
Cerita Kaisar.... dua puluh tahun lalu saa Kaisar baru berusia lima tahun, sang Permaisuri menghembuskan nafas terakhirnya. Raja yang sangat bersedih atas kepergian Permaisuri yang ia cintai terlarut dalam kesedihan sampai tidak memperhatikan Selir tertingginya menyiksa sang Pangeran Mahkota. "Karna Yang Mulia sedang sakit, pemerintahan Kekaisaran ada di tanganku," ujar Selir tertinggi. "Baik Yang Mulia Selir," ucap para mentri dan pejabat Kekaisaran yang sudah disuap oleh sang Selir. Selama pemerintahan berada di bawah Kuasa sang Selir, Pangeran Mahkota banyak menerima perlakuan yang tidak layak baik dari para pejabat sampai para pelayan. Pangeran pikir penderitaannya itu hanya akan berlangsung beberapa waktu saja, oleh sebab itu sang Pangeran terus bersabar dan dengan tenang ia menerima semua perlakuan lancang Pelayan padanya. Sampai Selir tertinggi berbuat hal melewati batas dengan mengirim sang Pangeran Mahkota yang baru ber
Keesokan harinya, sidang pun dimulai. Di ruang sidang yang penuh dengan bangsawan-bangsawan kelas tinggi, sekali lagi Evelina dan William berdiri berhadapan dalam rangka sidang perceraian. Tapi tidak seperti sebelumnya dimana William berusaha mempertahankan Evelina dan menimbulkan banyak perdebatan di depan hakim. Kali ini, sidang berjalan dengan sangat lancar dan cepat karna William langsung menyetujui perceraian yang diajukan oleh Evelina. "Karna Grand Duke William Northern setuju dengan perceraian, maka mulai saat ini, hubungan Grand Duke William Northern dan Grand Dhucess Evelina Northern telah terputus." Tok... Tok... Tok... Begitu hakim menotok palu, senyum indah terukir dengan sangat jelas di wajah Evelina. Dan William yang melihat itu sontak tertegun. Awalnya William merasa sedih dan sedikit kesal karna ia harus melepaskan Evelina tepat setelah ia menyadari per
Kembali ke saat ini... Setelah William mendengar detail cerita Evelina, dengan kepala tertunduk ia meminta maaf kepada Evelina. Sayangnya, hati Evelina sudah mati saat itu. Dan dengan acuh tak acuh Evelina berbalik pergi meninggalkan William dengan kata maafnya. "Aku tahu semua ini sudah terlambat," gumam William. Karna Evelina sudah pergi, pelayan mansion pun menuntun William menuju pintu keluar karna William berniat pergi. Setelah itu, William langsung kembali ke mansion Northern untuk memperbaiki suasana hatinya. "Selamat datang kembali Grand Duke," sambut para pelayan Northern. "Siapkan secangkir kopi untukku dan antarkan ke ruang kerjaku!" titah William. "Baik, Grand Duke." baru saja William akan mendinginkan kepalanya di ruang kerjanya, ia malah bertemu dengan alasan pusingnya, yaitu Isbel. Mengingat dirinya tidak dalam emosi yang stabil untuk menghadapi Isbel, William pun melangkah cepat melewati Isbel dan langsung masuk ke ruang kerjanya tanpa menyapa Isbel terlebih da
Flashback saat Evelina diculik... "Ini sudah dua hari, kemana orang yang menculikku itu. Dia tidak pernah telrihat lagi," ujar Evelina dalam posisi terikat. Dengan wajah yang sudah sangat pucat dan tubuh yang melemas, Evelina merasa berkunang-kunang dan perutnya terasa sangat lapar. Saking laparnya, Evelina mulai merasa dunia di sekitarnya berputar. Dan tepat sebelum Evelina jatuh pingsan, sosok pria yang tampak mengkhawatirkannya muncul sambil berlari kencang ke arahnya. "Lyrius," gumam Evelina. Saat itu juga, Evelina kehilangan kesadarannya. Dan begitu ia membuka mata, ia sudah berada di sebuah kamar mewah dengan pelayan-pelayan berdiri di sekitarnya. Saat itu, nampak raut senang para pelayan menyambut siumannya Evelina kemudian salah satu di antara mereka terlihat buru-buru keluar dari kamar. Dengan tubuh yang masih terasa berat, Evelina pun mencoba bangun dari berbaringnya. "Ukhh! Kepalaku sakit sekali," ujar Evelina. "Grand Dhucess, silahkan makan dulu. Anda sekarang
Malam harinya saat william akan beristirahat di kamarnya, ia mendapat tamu tak diundang yang tiba-tiba muncul di balkonnya. "Siapa?!" ujar William yang dengan sigap memegang pedang di tangannya. "Aku Agam, orang yang menculik Grand Dhucess," ujar Agam yang tak tanggung-tanggung langsung memperkenalkan namanya. "Menculik siapa?!" tanya William dengan raut tercengang. "Ceraikan Grand Dhucess dan nikahi simpananmu itu Si*lan. Kalau kau membuat wanita baik-baik seperti Grand Dhucess tersiksa. Aku bersumpah akan membunuhmu lebih dulu baru Gundikmu yang penipu itu," ujar Agam yang membuat William sukses terkejut untuk yang ke dua kalinya. Setelah mengatakan apa yang ingin ia katakan, Agam berbalik pergi dan hendak melompat lewat balkon. Tepat sebelum Agam melompat ke bawah balkon, William sudah lebih dulu menodongkan pedangnya ke arah leher Agam guna menghentikannya. "Katakan padaku lebih banyak soal yang kau katakan tadi," ujar William. "Kenapa aku harus," sahut Agam dengan w
Beberapa hari telah berlalu sejak hilangnya Evelina di tokonya. Saat itu di mansion Northern, tidak ada seorang pun yang mengkhawatirkan Evelina kecuali pelayan yang selalu ada di sampingnya yaitu, Liliana. "Grand Duke! Tolong cari Grand Dhucess. Saya yakin tuduhan pelayan Nona Isbel tidak benar. Jika memang Grand Dhucess menculik Nona Isbel, lalu kemana dia pergi!" protes Liliana dengan segenap keberaniannya. "Mana ku tahu kemana Grand Dhucess mu pergi. Bisa saja dia melarikan diri setelah kedoknya ketahuan kan," sahut William dengan penuh kekesalan. "Grand Dhucess tidak mungkin melakukan hal serendah ini! Semua ini pasti hanya kebohongan pelayan itu!!" tunjuk Liliana ke arah Ema pelayan pribadi Isbel. Saat itu, dengan aktingnya yang sempurna Ema bertekuk lutut di depan William dengan bersimbah air mata. Sekali lagi ia menjual cerita sedihnya soal dirinya yang berhasil kabur tetapi tidak dengan Nona yang ia layani yaitu Isbel. "Hiks...hiks hamba pantas mati Grand Duke. Hamba pan
Keesokan harinya Isbel diam-diam keluar dari mansion setelah William pergi ke istana. Tujuan Isbel saat itu adalah, Guild pembunuh bayaran yang letaknya jauh dari pusat kota dan ada diantara gang-gang yang dihuni oleh para rakyat jelata yang terbuang. "Nona, bukankah ini berbahaya?" ujar Ema sambil memegang erat jubah yang dikenakan Isbel untuk menutupi dirinya. "Tenang saja. Aku dengar para Assassin disini melindungi klien mereka yang datang untuk bertransaksi dengan mereka," sahut Isbel. Saat itu seorang pengemis jalanan bangkit dari duduknya dan memegang jubah Isbel."Berikan uangmu Nona kaya, dilihat dari jubah mewah yang kau kenakan, kau pasti seorang bangsawan." "Ukh! Dia bau sekali," ujar Isbel sambil mengipas hidungnya. Marah karna Isbel mengatainya bau, pengemis itu langsung menarik kuat jubah Isbel sampai Isbel tertarik dan jatuh terduduk. Saat itulah pengemis tersebut mencekik Isbel. "Matilah kau!!! Perempuan kaya