Zam berdiri dengan menggunakan beskap lalu lehernya berhiaskan kalung melati. Kedua orang tuanya yang memiliki tinggi hanya sebatas di bawah pundaknya, memakai baju khas Afrika. Aku kagum juga mereka menggunakan perpaduan pakaian adat kedua Negara dengan sangat indah. Menandakan perdamaian. Surti kebingungan begitu juga dengan semua tamu undangan.
“Surti, aku mau menikahimu! Kita akan menikah sekarang juga,” kata Zam dengan suara baritonya. Paman menepuk jidatnya. Dia berjalan dan mendekati orang tuan Zam. Paman mengulurkan tangannya. Orang tua Zam membalasnya. Mereka berpelukan membuat semua orang bertepuk tangan. Hatiku sangat lega melihatnya. Akhirnya mereka rukun juga.
“Kalau menikah, kita bicarakan dengan baik saat di rumah. Sekarang, lebih baik masuk dan menikmati acara yang ada. Walaupun makanan sudah ludes, bisa menikmati kue dan minuman segar yang ada.”
Paman mengajak semua keluarga Zam dan pengawalnya masuk ke dalam acara. Aku d
Aku bersama dengan Cinta segera keluar dari kamar. Kembar kita titipkan kepada Bibi dan Nenek Suri. Ibu Cinta juga akan segera menuju ke rumah setelah Cinta mengabari dan akan mengantarku. Senmua berjalan dengan sangat baik. Aku sangat beruntung bisa bersama Cinta. Rasa rinduku tidak akan terhambat.Setelah sarapan, kami segera berangkat menuju mobil. Kami menyalakan map, dan tentu saja lokasi yang dikirim Bapak siap untuk kita datangi.Kunci mobil mulai aku masukkan ke dalam lobangnya dan mesin menyala. Cinta melambaikan tangan kepada kembar yang semakin saja lucu.“Kita siap berangkat!” ucapku bersemangat.Dengan lancar, kami melewari semua jalanan sesuai dengan map di ponselku. Kami bernyanyi saat radio yang kita nyalakan memberikan lagu yang sangat enak untuk membuat kita menggoyangkan tubuh.“Agus, ini adalah lagu kesukaanku jika berkumpul dengan semua teman-temanku. Mereka group vocal yang sangat popular di Inggris. Jika men
Aku sekarang pasrah saja dan melakukan apa yang Cinta perintahkan untuk lakukan. Dengan segera aku melangkah ke jalanan. Kedua kancingku sudah terbuka. Aku mulai mengarahkan tangan kananku dan menunjukkan jempol. Ini tidak bisa dibiarkan. Jika ada yang melihatku, pasti aku seperti ….Ah, apa yang aku pikirkan. Tidak akan ada yang melihatku. Jadi, aku akan segera melakukannya, lalu menghentikan ini semua.“Gus, jangan lupa, kamu perlihatkan tubuhmu itu!” teriak Cinta semakin membuatku merasakan sesuatu yang sangat aku benci. Duh, dia ini kenapa ya menyuruhku melakukan hal bodoh ini. Cinta …“Agus, goyangkan pinggulmu!” bisik Cinta sekali lagi dan aku melotot kepadanya. Hati semakin kesal saat melihatnya tertawa dengan ngakak!“Hahaha, kamu sangat lucu, suamiku,” tawanya yang sangat ku benci.“Cinta, aku tidak mau melakukannya!” balasku dengan kesal dan tegas.“Lakukan, atau k
Mereka melihatku dengan aneh. Itu juga mereka lakukan kepada Cinta. Tatapan yang mereka berikan sangat aneh, membuatku merasa jika aku melakukan sesuatu yang sangat tidak benar. Hmm … mungkin karena aku bergandengan dengan Cinta tapi aku mengakui jika aku dengan istriku ini adalah kakak beradik. Cinta seharusnya tidak melakukan itu. Jujur itu lebih baik dari segalanya. Jika melakukan kebohongan, akan mempersulit kehidupan diri sendiri. Contoh kecilnya kayak aku ini. Duh … masalah besar … sebesar lautan tanpa batas akan terjadi. Semoga tidak seperti tsunami yang dengan kuat menerjang. Aku akan memusatkan pikiranku kembali. Semoga saja pikiranku salah!“Agus, kenapa ya mereka? Kayaknya kita ini seperti buronan, “kata Cinta sambil memelukku tanpa sadar. Sontak mereka lebih melotot melihatnya. Aku melakukan itu sesuai dengan permintaannya. Tapi, seketika ini juga aku semakin berpikir jika ini adalah kesalahan yang kita lakukan.“Sudah
Aduh gawat! Kutolehkan pandanganku ke kanan lalu ke kiri. Aku melihat semua orang dengan pandangan yang sangat aneh ke arahku. Sepertinya mereka menganggap kami ini sudah melakukan kesalahan yang sangat besar. Apakah itu? Apakah mereka mengira aku dan Cinta … melakukan hubungan terlarang? Karena Cinta sudah mengatakan jika aku ini kakaknya! Andaikan waktu bisa berputar. Aku akan mengulangi kejadian tadi siang.“Cinta, aku, kan, sudah bilang, kamu itu jangan melakukan hal yang tidak aku perbolehkan. Lihatlah akibatnya jika istri ga nurut. Mereka itu pasti mengira kita, terutama aku yang sudah melecehkanmu. Apalagi kamu itu dikira adikku. Mereka mengira kita ini se darah. Pastilah sangat curiga. Mana ada adik dan kakak mesra kayak kita.” Cinta merapikan bajunya dengan segera, kemudian aku menariknya. Aku menggenggam erat telapak tangannya untuk melangkah ke bawah dan menghadapi mereka.“Cinta, nanti kamu kalau di sana jangan berbicara apapun, nur
Aku tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Cinta barusan. Dia berlari menghampiriku. Napasnya terengah-engah. Aku segera memeluknya dan mengusapnya. Aku sama sekali tidak bisa marah kepadanya. Apalagi dia tiba-tiba datang kepadaku dan wajahnya pucat seperti itu.“Cinta, kamu itu diam dulu dan tenangkan hatimu. Sekarang, tarik napas … hembuskan … tarik lagi, lagi, lagi …”“Duh, kok tarik, tarik saja sih. Mau aku tarik?”“Mau, hehe,” jawabku malu.“Agus, konsen dong. Mereka itu menemukan ranselmu, sayang. Aku saat itu ingat telah meletakkan ransel begitu saja di air terjun itu. Lalu, aku memutuskan untuk mengambilnya. Ternyata, mereka menemukannya, dan aku bersembunyi dari kejauhan untuk mengamati mereka. Lalu …”Cinta menghentikan ucapannya. Dia membuatku sangat penasaran. Aku memutar otak. Sepertinya tidak meletakkan hal aneh di dalam ransel. Emangnya aku mau meletakkan a
Aku berdiri dengan lemas. Kepalaku pusing sekali. Pick up itu sudah pergi jauh sekarang. Yang aku pikirkan, bagaimana caranya mengambil air 7 sumber itu lagi. Di sebelahku Cinta memasang wajah muram. Aku sendiri tidak mengerti apa yang harus aku lakukan untuk menenangkan hatinya.Dia sangat muram, apalagi melirikku dengan sini. Lebih baik aku meredakannya. Entah dia ini mau memaafkanku atau tidak. Kalau aku pikir si, aku yang bersalahdengannya. Memaksakan menaiki mobil yang akan menyelakai kita.“Cinta kamu itu jangan marah. Kan, sudah jelas ini semua tidak sengaja. Kamu sih, ngasih ide kayak gitu. Makanya jadi istri harus mendengarkan suami. Jangan asal ngomong jeplak gitu. Jadinya malah seperti ini,” ucapku semakin membuatnya melotot tajam tiada batas. “Masak suami disuruh nyetop bus kayak gitu. Mana pakai goyang lagi, buka kancing baju. Aku, kan, malu. Ya ndak salah kalau mereka itu menggoda suamimu ini yang paling tampan se
“Gus kok jadi buronan?”Aku melihat Rahman dari kejauhan. Dia datang bersama Minah untuk menjemput kami. Tapi sepertinya terlambat. Semua warga sudah menggiringku untuk menuju Kantor Polisi. Lebih parahnya lagi. aku melihat Cinta masuk kedalam mobil Ben bule edan itu dan berlalu.Bagaimana bisa Ben menarik Cinta dan memasukkan ke dalam mobilnya. Memang bule edan itu sangat menyebalkan. Mau dibawa kemana istriku? Yang aku lihat, dia itu sudah baik dan tidak akan mengulangi perbuatannya. Kenapa dia mengulangi lagi? Berarti selama ini dia mengikutiku dengan Cinta secara diam-diam. Ini benar-benar tidak baik.Aku tidak bisa segera mengejarnya. karena pemilik pick up itu masih saja menuduhku sudah merusakkan mobilnya. Padahal jelas-jelas dia yang menyuruhku untuk melakukan itu. Sekarang aku yang terkena imbasnya.“Kamu kenapa kok bisa seperti itu? Baru aku tinggal satu hari saja, sudah mau masuk penjara lagi. Kamu itu sepertinya suka ya, tidur di dal
Aku hanya melihat sebuah bayangan putih menyelimutiku. Seluruh kulitku bersinar seakan cahaya itu menembusnya. Apa aku menjadi seorang vampire ya? Kok sinar ini nembus seperti itu?Aku mengamati semua arah dan tidak melihat apapun. Udaranya pun sangat dingin, namun aku tidak menggigil. Aku hanya merasakan di sekelilingku seperti di Kutub Utara dengan salju atau es batu yang membuat tubuhku menjadi kaku, namun tidak menusuk rasa dinginnya.Apakah aku memang sudah mati?Cahaya putih seperti bayangan sosok manusia menghampiriku. Semoga saja dia tidak malaikat, karena aku masih ingin hidup bersama dengan anak dan istriku.Dia hanya melambaikan tangan ke arahku. Apakah aku harus mengikutinya?Aku menggerakkan kepala ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang. Aku tidak melihat apapun. Semua jalan yang harus aku tuju tidak ada kecuali mengarah kepada sosok itu. Bayangan menyerupai manusia, namun hanya bayangan putih sangat terang. Lebih baik aku mengikutin
Aku terkejut mendengar perkataan Cinta. Bagaimana bisa aku tanpa sadar melepaskan Nanta, dan sekarang dia tidak berada di pangkuanku. Wah ini benar-benar gawat! “Agus! Kamu, kan, dari tadi sudah memangku Nanta. Kenapa sekarang tidak ada dipangkuanmu? Kemana anak itu?” tanya Cinta semakin membuatku panik. “Cinta! Laga juga tidak ada dipangkuan kamu!” Cinta mengangkat kedua tangannya, juga merasa panik melihatku. “Hah, apa?” Kami berdua tidak sadar jika si kembar menghilang begitu saja. Padahal perasaanku tadi, aku sudah memangkunya dengan sangat baik. Ibu berlari menuju panggung dan menemui kami. “Agus di mana si kembar? Bukannya tadi kalian memangkunya?” ucap Ibu dengan panik. Ibu Cinta menyusul kami dengan wajah panik menuju ke atas panggung. “Kalian ini bagaimana, toh! Menjaga si kembar saja kok tidak bisa. Ini acara yang sangat penting. Lihat itu, semua keluarga sudah sangat kebingungan mengamati kalian.” “Ta
Aku tidak percaya melihat Sesepuh datang ke rumah sakit. Mereka dengan sangat serius, berjalan mendekati kami. Hatiku bergetar. Bapak masih diam saja mengamati mereka. Semoga saja mereka tidak melakukan hal yang memancing keributan di rumah sakit ini. Jika itu terjadi, maka aku akan mengalami masalah yang sangat rumit. Mereka semakin mendekat, tubuhku semakin tegang.“Sesepuh, selamat datang,” ucap Bapak memberikan salam.“Sesepuh, salam dari saya,” balasku dengan tersenyum.Mereka menganggukkan kepala dan mengarahkan tangan menuju kursi penunggu yang jauh dari kamar Cinta.“Kita akan berbicara di sana agar tidak membuat keributan di kamar istri Agus,” katanya semakin membuatku lemas. Aku sangat berharap mereka tidak benar-benar membuat keributan.Kami duduk bersebelahan, masih dengan saling memandang tegang. Jantungku berdetak kencang. Aku semakin resah. Baru saja aku mengalami kebahagiaan yang sangat-sangat tid
Aku semakin menyorotkan pandangan ke arah dokter yang mengatakan dengan serius sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Bahkan semua orang juga melotot ke arahnya.“Jadi istri kamu itu ...”“Dokter apa? Kenapa, Dok! Dari tadi jadi, jadi, jadi. Gimana sih ini, Dok Aku ini sudah stress dan putus asa menghadapi keadaan istri aku. Dokter ini malah tidak segera mengatakan bagaimana kondisinya,” protesku yang membuat dokter itu menepuk jidatnya.“Bagaimana bisa aku mengatakan kalau kalian semua melotot ke arahku seperti itu. Rasanya serem sekali,” gumamnya sembari melepaskan kaca matanya.“Wis. Ibu, Rahman, dan semuanya. Sudah! Jangan melihat dokter seperti itu. Nanti malah tidak konsentrasi. Sekarang katakan dokter! Aku itu membutuhkan kabar baik yang bisa membuatku agar lebih bersemangat.”“Baiklah aku akan mengatakan kalau istrimu itu ternyata hamil!”“Apa, hamil?”
Cinta, sekarang apa yang harus aku lakukan ... Kamu masih tertidur dan tidak terbangun lagi. Aku piye, Cinta?Aku perlahan berjalan masuk ke ruangan Cinta. Dia sangat lemas terbaring di atas ranjang dengan menggunakan bantuan oksigen untuk bernapas. Apalagi mesin mendeteksi jantung itu berbunyi sangat menyeramkan. Aku tidak kuasa melihatnya. Apakah aku harus menghubungi semua keluarga dan mengatakan ini? Pasti mereka akan menyalahkan aku dengan semua kejadian ini. Tidak masalah jika memang itu yang akan mereka katakan. Memang benar jika aku ini adalah suami yang tidak becus menjaga istri hingga sampai membuatnya seperti ini.“Agus!”“Rahman?”“Astaga, Agus! Kenapa Cinta sampai begini?”“Rahman, kamu kok bisa tahu jika Cinta mengalami kecelakaan seperti ini?”“Kamu tidak memberitahukan semua keluarga, Gus?” tanya Rahman menatapku dengan serius.“Aku memang sengaja melaku
Cinta tersungkur ke depan, dan dia terjebur!“Cinta!”Aku berlari kencang. Jalanan tidak terlihat, apalagi gelap sperti ini. Sungai dengan arus deras. Itu yang lihat. Cinta! Bagaimana dengan dia?“Cinta!”“Pak, ada apa?” tanya seorang warga mengejutkanku. “Pak, istriku tersungkur dan jatuh di sungai. Bagaimana ini, Pak,” jawabku dengan panik. Aku tanpa berpikir lagi, membuka semua baju dan menjeburkan diri ke sungai. “Byur!”“Pak, hati-hati, arus deras!” teriak warga itu yang sedikit samar aku dengar karena masih menyelam mencari Cinta.“Cinta, kamu di mana?” Aku mengamati semua arah, kemudian menyelam lagi. Dia tidak ada. Aku sangat panik. Cinta … kenapa kau teledor seperti ini? Jangan pernah melakukan hal bodoh jika mengalami semua masalah. Jika seperti ini, bagaimana nantinya dengan anak-anak.“Cinta!” teriakku sekali lagi masih b
Cinta masih menangis berada di pinggir jalan. Dia menolehkan pandangannya ke kanan, lalu ke kiri, sepertinya akan menyebrang. Sebuah truk melintas dengan sorotan lampu yang sangat menyilaukan. Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Spontan Aku berlari sangat kencang mendekati Cinta dan, “Cinta awas!” Untung saja aku bisa menarik tubuhnya lalu mendekapnya. Dia menangis tersedu-sedu di dalam pelukanku.“Cinta kamu jangan seperti ini! Kalau terjadi apa-apa sama kamu, lalu kembar dan aku bagaimana? Aku sangat tahu kamu memikirkan masalah ini. Aku pun, juga seperti itu. Jadi kamu sebaiknya menenangkan diri, jangan berbuat macam-macam.”“Aku tidak suka dengan cara mereka, suamiku. Aku hanya ingin menjalani kehidupan biasa saja. Semua harta dan kedudukan yang kita miliki tidak seindah yang mereka bayangkan.”Tanpa berbicara lagi, aku menggendongnya, lalu membawa Cinta untuk menghindar dari jalanan.“Mbak cint
Kami semua melotot melihat kembar ternyata …“Kenapa mereka sama-sama memegang buku tulis?” Ini sama sekali tidak kami sangka. Ternyata mereka memegangnya dalam waktu bersamaan. Hanya perbedaannya, mereka memegang dengan posisi yang berbeda. Nanta sangat serius, sementara Laga dengan sangat santai.“Agus. Ternyata si kembar sama-sama memegang buku tulis. Waktu yang mereka lakukan juga sama persis. Apakah semua anak kembar seperti itu?” Kata Cinta menatapku dengan resah. Sementara aku menatap Sesepuh dan Bapak yang sepertinya saling berdebat. Lebih baik aku mendekati mereka. Bagaimanapun juga si kembar adalah anakku. Bapak kandungnya yang harus menentukan masa depan mereka itu bagaimana.“Cinta, aku mau mendekati Bapak untuk membicarakan masalah ahli waris. Ini tidak boleh berlarut-larut. Masalah ini harus segera diselesaikan. Jika memang kembar melakukan sesuatu selalu bersama-sama, mungkin ini takdir mereka juga untuk dijadi
Minah menarik Rahman, mencium bibirnya seperti itu. Semua mata melotot melihatnya. Kami semua terkekeh melihat Rahman tidak bisa berciuman dengan baik, malah Minah yang sangat liar melakukannya. Rahman berdiri tegak kayak patung. Hahaha, aku semakin pengin ketawa. Sementara semua orang terus menganga melihat pertunjukan itu.“Rahman, come on! Carilah kamar kalian!” Ben melakukan protes, namun saat akan mencium Mira malah mendapatkan tamparan. “Plak!”“Mira, aku hanya mau sedikit saja menikmati bibirmu semerah bunga mawar,” rayunya membuat Mira menggeleng cepat. Sementara Leo hanya tersenyum malu di depan Intan.Syukurlah semua masalah berakhir, dan aku bisa pulang dengan kebahagiaan.**Kami sudah sampai di rumah orang tua Cinta. Mereka sangat bahagia mendengar tawa kembar, apalagi kami yang sudah rukun.“Kamu memang hebat, Agus. Bisa membawa kembar dalam waktu singkat. Bapak sudah menghubungi Pak Po
Leo menghentikan mobilnya dengan mendadak. Kami semua di dalam mobil melotot tajam. melihat keempat wanita dengan sangat-sangat keren berdiri sambil menghadang kami. Tapi keempat wanita itu sangat tidak asing.“Minah?” Rahman berteriak di sebelahku, membuat aku terperanjat.“Cinta, Mira, Intan?” ucapku juga yang sangat keras membuat Leo dengan Ben menepuk jidatnya. Pengawal dan lelaki itu berlari hingga akhirnya sudah berada di sebelah mobil kami.“Kenapa semua wanita itu tiba-tiba menghalangi kita, hingga kita tidak bisa melarikan diri!” protes Leo yang sangat kesal.“Iyo, Agus! Kita ini sedikit lagi loh, bisa lolos dari lelaki yang tidak jelas itu. Namun kenapa berhenti, dan sekarang mereka menangkap kita kembali.” Rahman lemas menyandarkan punggung ke belakang.“Aku sendiri tidak tahu, Man. Ternyata para wanita ini sudah merencanakan sesuatu untuk ikut menolong kita. Namun tidak tepat waktuny