Aku hanya melihat sebuah bayangan putih menyelimutiku. Seluruh kulitku bersinar seakan cahaya itu menembusnya. Apa aku menjadi seorang vampire ya? Kok sinar ini nembus seperti itu?
Aku mengamati semua arah dan tidak melihat apapun. Udaranya pun sangat dingin, namun aku tidak menggigil. Aku hanya merasakan di sekelilingku seperti di Kutub Utara dengan salju atau es batu yang membuat tubuhku menjadi kaku, namun tidak menusuk rasa dinginnya.
Apakah aku memang sudah mati?
Cahaya putih seperti bayangan sosok manusia menghampiriku. Semoga saja dia tidak malaikat, karena aku masih ingin hidup bersama dengan anak dan istriku.
Dia hanya melambaikan tangan ke arahku. Apakah aku harus mengikutinya?
Aku menggerakkan kepala ke kanan, ke kiri, ke depan, ke belakang. Aku tidak melihat apapun. Semua jalan yang harus aku tuju tidak ada kecuali mengarah kepada sosok itu. Bayangan menyerupai manusia, namun hanya bayangan putih sangat terang. Lebih baik aku mengikutin
Rahman masih saja bergumam tidak jelas. "Kalian semua, aku tidak hilang ingatan," jelasku dengan berteriak membuat semua orang menepuk jidatnya.Hilang Ingatan? Tidak mungkin aku ini hilang ingatan. Aku ingat dengan jelas, kalau aku ini suka Minah. Dia adalah wanita impianku sejak dulu. Aku ditolaknya gara-gara temanku bernama Sugeng. Hari ini aku sangat bahagia karena Minah ada disini. Tapi, kenapa dia dekat sama Rahman sahabatku yang super play boy itu? Dia ternyata diam-diam mengambil kesempatan saat aku di rumah sakit dan tidak sadar. Tidak akan aku biarkan Rahman mendekati wanita yang sudah aku impikan sejak lama. Pokoknya, sekarang Minah akan aku rebut!Aku berusaha mengangkat tubuhku yang masih sangat lemah ini. Aku masih tidak mengerti ada apa dengan diriku, hingga aku terbaring seperti ini.“Kamu jangan terlalu banyak gerak! Nanti malah rusak semua memorimu. Nanti aku yang bingung gimana caranya mengobati kamu,” ucap dokter senewen masih mem
“Minah jangan pergi … tunggu aku!”Aku semakin meneriakkan suara untuk mencegah Minah yang semakin berlari menjauh. Aku sendiri tidak mengerti kenapa dia melakukan itu. Padahal sudah jelas dia berada di kamar saat aku sakit. Apa mungkin gara-gara wanita tadi ya, yang sudah mengaku menjadi istriku. Ini tidak bisa aku biarkan. Aku harus mengatasi hal ini. Wanita itu akan aku temui, lalu aku ajak bicara. Rahman juga harus berada di antara kami. Iya, dia sepertinya juga ikut andil dalam rencana memisahkanku dengan Minah.Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri Rahman mendekati Minah dan mencoba untuk merangkulnya. Kalau Minah berubah pikiran menyukai Rahman, aku akan bisa patah hati kedua kalinya. Lebih baik aku mencari cara untuk memisahkan Rahman dengan Minah. Kemudian mencari seseorang yang bisa gunakan untuk menggoda wanita itu agar tidak mendekatiku.“Agus berhenti!” teriak wanita itu yang kini berada di belakang tubuhku. Dia seg
Cinta akan melakukan rencananya dengan diam-diam. “Lakukan diam-diam. Jangan sampai Agus tahu. Kamu jangan ceroboh, dong. Kalau sampai terjadi, tau apa yang akan aku lakukan?” Cinta melebarkan kedua mata semakin membuat Rahman menelan salivanya.“A-pa … mbak?” tanyanya begidik.“Ta pluntir jambulmu, ta gunting, ta plontosin, sampai kamu gundul!” ucapnya berteriak sembari mengulurkan salah satu jari kananya tepat ke wajah Rahman yang semakin, “Glek!”“Duh, kegantenganku nanti tidak maksimal, malah Minah bisa balik lagi ke Agus,” batinnya segera lebih mendekati Cinta yang masih bersedekap di hadapannya. “Mbak, aku akan segera melakukan setelah keluar dari rumah sakit ini,” kata Rahman menganggukkan kepala dengan cepat.“Bagus!”***“Ada apa ini? Ribut saja semuanya! Lebih baik kita pulang. Kalau kondisi Agus membaik, dua hari lagi, dia bisa keluar
Bule itu masih diam menatapku dengan aneh. Dia melirik kan kedua matanya ke kanan, lalu ke kiri. Seperti boneka India saja sambil menggeleng-gelengkan kepala.Tubuhnya berputar-putar. Lalu berjalan ke depan 3 langkah, mundur 3 langkah, berhenti dan memegang kepalanya, lalu menggaruknya.“Kamu kutuan? Menggaruk kepala kayak gitu. Apa kamu sudah paham dengan tujuan yang aku berikan tadi?”“Of course Agus. Tapi aku masih tidak mengerti. Walaupun ini sangat menguntungkan ku. Aku sudah menunggu kesempatan untuk menikahi Cinta sangat lama. Namun kau selalu menghalangi ku. Dan sekarang, kau mendekatiku, lalu memintaku untuk menikahinya? It's amazing.”“Sudah! Jangan banyak ngomong. Sekarang kamu pulang, lalu bawa aku menuju ke rumahmu. Aku tidak mau kembali ke rumah. Soalnya aku ini kabur. Kamu mengerti!”“In my house? Oh my God. Oke, aku akan membawa kamu ke rumahku. Kita akan membicarakan sebuah rencana yang lua
Seseorang menarikku dari belakang. Kepalaku ditutupnya dengan kain. Gelap. Pandanganku sangat gelap. Aku tidak bisa melihat apapun juga. Beberapa tangan menarikku sangat kencang. Bahkan mereka sekitar lima orang menggendongku menuju ruangan.“Brak!”Pintu terhentak sangat keras. Aku semakin tidak mengerti. Dengan cepat seseorang menarik kain beledu hitam yang semula menutup wajahku. “Glek! Glek!” Mereka mencengkeram wajahku. Mulutku terbuka. Aku meminum sesuatu. Rasanya tubuhku sangat aneh.“Buk!”Tubuhku terhempas di ranjang. Duh, kepalaku kok aneh. Muter-muter tidak jelas. “Plak!” Tamparan mendadak mengenai pipi kananku. Bagaimana aku bisa melihat. Ruangannya gelap kayak kuburan. Ini sangat membingungkan. Mau menjebak Cinta, malah aku sepertinya yang kejebak.Aku merasakan sesuatu yang sangat aneh. “Apa?” Ini tidak mungkin. Belalai ini … jemariku terus mengipasinya berharap dia ma
Semua keadaan sama sekali tidak aku duga. Rencana yang semula aku susun berantakan. Lebih baik aku menyelesaikan dengan sangat cepat. Hatiku harus bisa aku susun dengan baik. Aku akan memantapkan semua yang aku rasakan. Dengan cepat aku masuk ke dalam kamar mandi. Aku sangat terkejut melihat baju yang ukurannya sangat pas buatku. Pasti Cinta yang menyediakannya. Tanpa banyak berpikir aku memakainya. Perasaanku aku siapkan dengan baik.Perlahan aku keluar. Semua mata memandangku. Aku melangkah ke tengah tepat di hadapan Minah. “Minah, apa kau mau menerimaku atau tidak?” tanyaku memastikan.Minah menatap Rahman yang menggelengkan kepala. Dia masih tidak menjawab semuanya. “Minah! Jawab!” ucapku keras sekali lagi.“Agus! Apa kau memang benar mencintainya?” Cinta menyela semakin membuatku marah. Aku menolehkan pandanganku ke arahnya, membalas tatapan tajamnya. “Cinta! Diam, dan jangan menyela! Ini semua gara-gara kamu. Kau s
Di hotel, Minah merasa kebingungan dengan pertanyaan yang diajukan Agus. Dia menatap Rahman yang masih saja menggelengkan kepalanya. Apalagi Cinta dengan tatapan tajam terus menyorot Agus yang sama sekali tidak menganggap dia ada di hadapannya.“Minah! Jawab!” bentak Agus sekali lagi.“Aku … aku … ma-u …”“Minah! Terima saja lamarannya!” Cinta dengan tiba-tiba mengatakan hal yang sangat mengejutkan semua orang terutama Agus. Dia berjalan ke depan Minah dan memegang pundaknya. “Cinta? Tapi …” Minah menggelengkan kepalanya. “Aku tidak mungkin menerima lamaran itu. Bagaimana dengan Rahman? Kami … kami saling mencintai.” Minah memeluk Rahman dengan erat.“Mbak, ini tidak baik. Hatiku nanti pecah kayak piring yang terlempar di lantai. Mbak kudu mengerti,” sela Rahman terus meyakinkan Cinta.“Cinta! Are you okey?” Ben segera menarik leng
Cinta datang tanpa aku duga. Dia masih sibuk dengan kedua anak itu. Aku hanya diam menatapnya. Wajah itu terbayang. Aku menggeleng cepat. Sepertinya aku sudah mengenalnya sejak lama.“Pegang satu. Aku akan menyusui satunya. Dia Nantha. Ini Laga. Mereka anak-anakku.” Cinta menatapku. Aku diam menurutinya. Tidak aku percaya melakukan itu. Menurut. Itulah yang tanpa sadar aku lakukan.“Loh, kok kelihatan itu?” tanyaku sembari menunjukkan jariku ke gundukan indah. Anak itu enak sekali. Aku menelan saliva melihatnya. Kok bisa aku memikirkan hal tidak jelas ini. Sangat aneh.“Kenapa berpaling? Bukannya kamu sudah pernah melihatnya?” Cinta terkekeh menatapku. Aku masih saja berpaling membelakanginya. Kenapa aku selalu saja khilaf ya sama dia? Seharusnya aku tidak bisa melakukan ini.“Cinta, aku mau pergi.” Cinta menatapku dengan sendu. “Tidak baik berada di dalam rumah tanpa ada siapapun. Kita bukan sepasang