Share

2. Dingin Sampai Ke Tulang

Dua  minggu berlalu, Ellaine masih tidak menghubungi Aaric. Sesungguhnya  sulit bagi Ellaine untuk tidak bicara dengan Aaric selama itu karena  biasanya hari-harinya selalu diisi dengan suara Aaric.

Namun,  ia juga tidak bisa begitu mudah. Ia harus membiarkan Aaric berpikir  bahwa apa yang terjadi terakhir kali benar-benar membuatnya marah dan  kecewa. Ia berharap Aaric tidak akan pernah mengulangi kesalahan yang  sama lagi.

Selama  satu minggu ini Ellaine menyibukan dirinya dengan bekerja. Wanita itu  pergi ke luar negeri untuk membahas pekerjaan dengan rekan bisnisnya  yang berada di luar negeri, lalu kemudian meninjau pembangunan hotel  terbarunya. Setelahnya ia akan menenggelamkan dirinya ke tumpukan berkas  yang perlu ia baca dan tanda tangani.

Pukul  delapan malam, setelah menghabiskan makan malamnya Ellaine kembali ke  ruang kerjanya. Berniat untuk melanjutkan pekerjaannya. Namun, dering  ponsel menghentikannya.

Aaric menghubunginya setelah dua minggu membiarkannya menenangkan diri.

"Ada apa?"

"Kau benar-benar kejam, Ell. Sudah dua minggu, tapi kau tidak menghubungiku. Sampai kapan kau akan mengabaikanku?"

"Aku tidak sedang mengabaikanmu, aku memiliki banyak pekerjaan."

"Aku sakit, bisakah kau datang menjengukku?"

Hati Ellaine melunak mendengar Aaric sedang sakit. "Aku akan ke sana."

"Baik, hati-hati di jalan, Ell."

Ellaine  meninggalkan pekerjaannya, wanita itu segera mengganti pakaiannya dan  pergi ke mansion Aaric. Kepedulian Ellaine terhadap Aaric masih sangat  tinggi, jadi ia tidak mungkin mengabaikan Aaric yang sedang sakit.  Lagipula ini sudah dua minggu, ia tidak boleh marah terlalu lama pada  Aaric.

Setelah dua  puluh menit, Ellaine sampai di kediaman Aaric. Wanita itu segera  melangkah menuju kamar Aaric. Namun, tubuhnya membeku ketika ia  mendapati Aaric sedang memeluk Shanon di atas ranjang.

Aaric yang menyadari kedatangan Ellaine segera melepaskan Shanon. "Ell, apa yang kau lihat tidak seperti yang kau pikirkan."

"Aku  benar-benar naif, aku pikir kau membutuhkanku, aku lupa jika kau  memiliki seseorang yang  bisa merawatmu." Ellaine menatap Shanon dingin.

Ellaine  segera memutar tubuhnya. Melihat Ellaine akan pergi, Shanon segera  menyusul Ellaine. Wanita itu meraih lengan Ellaine sehingga langkah  Ellaine terhenti.

"Ellaine, kau salah paham." Shanon mencoba untuk menjelaskan.

Kekesalan  Ellaine terhadap Shanon sudah bertumpuk-tumpuk, wanita itu merasa  tubuhnya kotor hanya karena disentuh oleh Shanon. Ia segera  menghempaskan tangan Shanon, dan berikutnya Shanon terjatuh ke lantai.

"Shanon!" Aaric segera turun dari ranjang dan menghampiri Shanon. Ia meraih bahu Shanon dan membantu wanita itu berdiri.

"Apakah kau terluka, Shanon?"

"Tidak, aku baik-baik saja."

"Ell, kau benar-benar kasar!" Aaric beralih pada Ellaine.

"Aaric, Ellaine tidak sengaja melakukannya."

Senyum  getir tampak di wajah Ellaine. Shanon benar-benar wanita ular. Ia  memang menghempaskan tangan Shanon cukup kuat, tapi itu tidak akan  sampai membuat Shanon terhempas ke lantai.

Tampaknya saat ini Shanon sudah mulai benar-benar bergerak ingin membuat ia terlihat jahat di depan Aaric.

"Benar, aku kasar dan kekanakan. Hanya Shanon yang tidak lembut dan penuh pengertian."

"Apa yang salah denganmu? Kenapa kau selalu memusuhi Shanon padahal ia tidak pernah menyakitimu!"

"Apakah kau berharap aku bersikap baik pada wanita yang mencoba menggoda tunanganku? Aaric, aku tidak begitu murah hati."

"Ell,  kau salah paham. Aku tadi tidak sengaja terjatuh. Aku tidak memiliki  niat sama sekali untuk menggoda Aaric." Shanon menjelaskan dengan  lembut.

Ellaine  mendengkus sinis. "Shanon, jangan bersandiwara di depanku karena aku  tidak sudi terlibat dalam sandiwaramu. Aku tahu kau menyukai Aaric, oleh  sebab itu kau mencoba untuk merusak hubunganku dengan Aaric melalui  sandiwara menjijikanmu ini."

"Cukup, Ell!" Aaric tidak tahan mendengar kata-kata tajam Ellaine.

"Ellaine,  aku benar-benar minta maaf jika aku membuatmu merasa tidak bahagia.   Sungguh aku tidak memiliki pemikiran seperti yang kau tuduhkan, tapi  jika kehadiranku membuatmu berpikir seperti itu maka aku akan menjauh  dari Aaric." Shanon berkata dengan menahan tangis. Lalu setelah itu ia  meninggalkan kamar Aaric dengan wajah sedih.

Aaric menatap Ellaine kecewa. Ia segera mengejar Shanon.

Cuaca  hari ini cukup hangat di luar, tapi yang dirasakan oleh  Ellaine adalah  dingin sampai ke tulang. Daripada menenangkannya, Aaric lebih memilih  untuk mengejar Shanon. Apakah mungkin jika saat ini ia meminta Aaric  untuk  memilih antara dirinya dan Shanon maka pria itu tidak akan ragu  untuk memilih Shanon seperti saat ini ketika ia pergi meninggalkannya  untuk mengejar Shanon tanpa berpikir panjang?

Sekali  lagi Ellaine mengetahui tempatnya, bahwa posisinya tidak akan pernah  bisa berada di atas Shanon. Ketika ia dan Shanon terluka, maka Aaric  akan datang untuk menghibur Shanon terlebih dahulu.

Baiklah, saat ini yang dibutuhkan oleh Aaric bukanlah dirinya. Untuk apa ia berada di kediaman tunangannya itu.

Sementara itu di luar, Aaric sedang meminta maaf pada Shanon atas sikap buruk Ellaine pada Shanon.

"Aku  mengerti kenapa Ellaine seperti itu. Dia sangat mencintaimu. Tidak  apa-apa, mulai sekarang aku akan menjaga jarak darimu agar tidak melukai  perasaannya." Shanon berkata dengan penuh pengertian.

Aaric merasa tidak berdaya, untungnya Shanon adalah wanita yang masuk akal yang bisa mengerti kecemburuan Ellaine.

"Jared akan mengantarmu pulang."

"Baik." Shanon membalas dengan patuh. Wanita itu kemudian pergi meninggalkan Aaric.

Aaric kembali ke kamarnya, tapi belum mencapai kamar ia bertemu dengan Ellaine yang melangkah menuju ke arahnya.

"Kau mau pergi ke mana, Ell?"

"Bukan urusanmu!"

"Ell, bisakah kau berhenti bersikap seperti ini? Aku benar-benar lelah menghadapi sikap tidak masuk akalmu."

Ellaine  mendengkus, sikap tidak masuk akal? Benar, di mata Aaric sikapnya  selalu tidak masuk akal jika itu berhubungan dengan Shanon.

"Bagian  mana dari sikapku yang tidak masuk akal, Aaric? Apakah aku tidak berhak  marah ketika aku melihat ada wanita lain di atas tubuh tunanganku?"

"Kau  salah paham. Shanon tersandung lalu jatuh di atasku. Dia tidak memiliki  maksud sama sekali untuk menggodaku. Hubunganku dengan Shanon tidak  seperti yang kau pikirkan, Ellaine. Aku hanya menganggap Shanon seperti  adikku sendiri, begitu juga dengan Shanon yang  menganggapku sebagai  kakaknya.

Ia datang ke sini hari ini karena tahu aku sakit. Beberapa waktu lalu aku menjaganya, jadi ia datang ke sini untuk menjagaku."

"Ah,  betapa romantis kalian. Shanon sepertinya lupa bahwa kau memiliki  tunangan yang bisa menjagamu." Ellaine membalas dengan sarkastik.

"Apa  yang salah denganmu akhir-akhir ini? Kau tidak seperti Ellaine yang aku  kenal." Aaric mulai lelah lagi. Ia sedang tidak enak badan sekarang,  harus menghadapi Ellaine yang seperti ini membuatnya semakin sakit  kepala.

Ellaine ingin  meneriakan semua yang ia pendam dalam hatinya selama bertahun-tahun  ini, tapi ia memilih untuk menahannya karena mungkin ia akan kehilangan  kendali atas emosinya. "Aku lelah, aku pergi."

Aaric  sangat ingin ditemani oleh Ellaine, tapi melihat Ellaine yang keras  kepala dan menjengkelkan ia lebih memilih untuk membiarkan Ellaine  pergi.

Ellaine sudah  melangkah, ia berharap Aaric akan mengejarnya seperti pria itu mengejar  Shanon, tapi sekali lagi ia dikecewakan oleh harapannya sendiri. Aaric  tidak mengejarnya sama sekali.

Mata  Ellaine sudah perih, ia sangat ingin menangis sekarang. Namun, sisi  tangguhnya tidak mengizinkannya untuk menjatuhkan air matanya.

"Ke L Bar." Ellaine tidak memiliki niat untuk kembali ke penthousenya. Wanita itu memilih untu pergi ke bar.

Di L bar, wanita itu bertemu kembali dengan Kylian. Ia duduk di depan Kylian dan memesan minuman.

Seperti  yang dikatakan oleh Ellaine sebelumnya, mereka bersikap seolah tidak  saling mengenal padahal satu minggu sebelumnya mereka begitu dekat  bahkan tidak terhalang oleh satu benang pun.

"Temani aku malam ini." Ellaine bicara pada Kylian.

Kylian menatap Ellaine sejenak. "Baik."

Ellaine sudah cukup banyak minum,  Kylian segera menghentikannya. "Sudah cukup, jangan mengkonsumsi alkohol terlalu banyak."

"Kau  mungkin akan dimarahi oleh atasanmu jika dia tahu  bahwa kau  menghentikan orang lain minum padahal tugasmu adalah menjual minuman."

"Apakah Anda sedang ada masalah?"

"Aku tidak membicarakan masalahku dengan orang asing."

Kylian mengerti di mana tempatnya, jadi ia tidak bertanya lebih banyak.

"Aku akan membayarmu untuk malam ini, tinggalkan pekerjaanmu."

"Aku akan berbicara dengan atasanku terlebih dahulu."

Ellaine memberikan isyarat menggunakan tangannya membiarkan Kylian pergi.

Beberapa saat kemudian Kylian kembali. Pria itu kemudian keluar dari bar bersama dengan Ellaine.

Ellaine memerintahkan sopirnya untuk kembali menggunakan taksi, sementara mobil pribadinya dikemudikan oleh Kylian.

"Ke mana?"

"Tempatmu."

"Baik."

Kylian  segera mengemudikan mobil Ellaine menuju ke apartemennya. Sesekali  Kylian memandangi Ellaine yang saat ini melemparkan pandangan ke luar  jendela.

Selama satu  minggu ini ia tidak bisa berhenti memikirkan tentang Ellaine, tapi ia  juga tidak berniat untuk mencari tahu siapa wanita ini meski itu bukan  sesuatu yang sulit untuk ia lakukan.

Siapa yang menyangka jika ternyata wanita itu akan mendatanginya lagi.

Mobil  sampai di parkiran gedung apartemen Kylian. Pria itu segera keluar lalu  membukakan pintu untuk Ellaine. Tangannya bergerak di atas kepala  Ellaine melindungi agar kepala wanita itu agar tidak terbentur bagian  atas mobil.

Malam itu keduanya kembali mengulang apa yang mereka lakukan di pertemuan pertama mereka.

Ellaine  tahu bahwa apa yang ia lakukan ini salah, ia telah mengkhianati Aaric.  Alasan kecewa tidak cukup dibenarkan untuk pengkhianatan yang ia  lakukan, tapi dengan cara ini ia telah membuktikan pada dirinya sendiri  bahwa meski ia sangat mencintai Aaric, ia tidak akan terus diam saja  ketika hatinya terluka.

Jika Aaric bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan Shanon, maka ia juga bisa melakukan hal yang sama dengan pria lain.

Sebelumnya  Ellaine pikir bahwa ia tidak akan tertarik dengan pria lain ketika ia  sudah bersama dengan Aaric, selama ini ia selalu berpikir bahwa Aaric  adalah satu-satunya yang ia inginkan. Aaric adalah pusat dunianya.

Namun,  ternyata ia salah. Masih ada pria lain yang bisa mengalihkan dirinya  dari Aaric, dan itu adalah pria yang saat ini sedang berada di atasnya,  menyentuh tubuhnya dengan penuh pemujaan.

Sekarang Aaric bukan satu-satunya lagi, sama seperti dirinya yang bukan satu-satunya wanita di dalam hidup Aaric.

tbc

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status