Setelah bertengkar dengan Tia aku memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit, menenangkan diri terlebih dahulu sebelum kembali menjenguk Febri yang aku tau sekarang pasti hanya dijaga oleh Nara, hadis baik-baik yang dikejar-kejar oleh sahabat baikku itu.
Aku tau dia cinta mati kepada gadis itu, karena dulu sekali sebelum kami sedekat sekarang dia pernah menolak cewek tercantik disekolah dengan alasan sudah punya cewek yang dia sukai, awalnya aku kira itu hanyalah omong kosong Febri untuk menjauhi cewek itu tapi saat dia diam-diam menatap seorang gadis biasa dari kejauhan setiap saat aku jadi mengerti kalau gadis itu adalah ornagnya.
Sayangnya Febri saat itu tidak berani mendekat dan lebih memilih bersembunyi dengan segala perasaan yang dia miliki tapi entah apa yang merasuki laki-laki itu sehingga dengan gilanya membuat sang wanita putus dengan pacarnya yang ternyata sangat berengsek itu, lebih gila dari Febri tapi dia berkedok menjadi laki-laki baik didepan Nara.
Setelah akhir aku telah baik-baik saja aku segera menuju ke rumah sakit lagi, membawakan beberapa makanan dan cemilan untuk dua manusia disana dan tau-tunya anak-anak yang lain juga ikut menjenguk Febri jadilah kami bercanda tawa saja.
Nara gadisnya cukup baik, tidak memandang kami sebelah mata, berbeda sekali dengan sahabatnya. Ooh sial aku kembali mengingat gadis itu. Segera menghilangkan fikiran dari Tia aku kembali bergurau bersama yang lain dan akan menghabiskan malam disini kalau bisa.
Saat jarum jam menunjukkan pukul 10 lewat tiba-tiba saja bartender bar yang cukup akrab denganku dan Febri menghubungi, mengabarkan kalau dia melihat cewek yang waktu itu aku jemput saat pertama kali dia mabuk dan salah satunya adalah kekasihnya Febri dan aku tau itu adalah Tia.
"Aku akan kesana, kau tolong awasi dia," kataku dan menutup panggilan kami. Kembali masuk kedalam kamar dan mendapati anak-anak menatap kearahku.
"Gw cabut dulu," uajrku dan meraih jaket yang tadi sempat aku buka dan taruh diatas sofa.
"Apa ada maslah?" Tanya anak-anak menghentikan langkah kakiku.
"Tidak cuma mau menjemput gadis nakal," gumamku dan segera berlalu menuju kebar, tidak ingin membiarkan Tia semakin lama ditempat sialan itu.
Langsung masuk kedalam bar dan menatap sekeliling lalu mendapatkan kode dari bartender yang tadi menghubungiku. Menatap kearah dimana ternyata Tia masih sibuk bergoyang dengan gaya yang membuat orang-orang disana bersiul dengan kurang ajarnya.
Tidak ingin menunggu lebih lama lagi aku segera mendekat menatap tajam gadis itu yang sepertinya sudah cukup mabuk berat.
"Adit?" Gumamnya yang aku tidak tau apakah dia sadar atau tidak.
"Laki-laki berengsek, aku membencimu, kau hanya ingin mempermainkan aku kan?" Katanya marah dan memukuli diriku.
Tidak ambil pusing aku segera memapah Tia untuk pergi dari tempat ini karena mata-mata sialan itu masih saja menatap gadisku dengan penuh minat.
"Lepas sialan," kata Tia dan mendorongku dengan kuat. Memakiku dan mengata-ngataiki yang tidak-tidak yang lebih parahnya lagi dia menyuruhku mempermalukan dirinya dan me jadikannya sebagai barang taruhan.
"Apa yang kau bicarakan," kataku dan mendekatinya.
"Hah laki-laki seperti kalian itu sama saja, taunya hanya menyakiti hati perempuan," kata Tia yang aku abaikan dan masukkan gadis itu kedalam mobilku dan meninggalkan tempat sialan ini yang sudah membuat gadisku menjadi seperti sekarang ini.
"Berhenti," teriak Tia yang aku abaikan.
"Hentakan mobilnya sialan," kata Tia dan marah lalu kembali meracau tidak jelas.
"Hueeekk," suara muntahan Tia yang membuat aku terpaku. Ini pertama kalinya ada orang yang muntah didalam mobilku. Bahkan Febri pun tidak pernah aku biarkan.
"Kau hanya bisa membuat maslah saja," gumamku dan segera berhenti ditepi jalan yang lumayan sepi.
"Hueeekk," kata Tia lagi dan kali ini untunglah aku berhasil membuatnya turun dari dalam mobilku.
Mengambil karet pelindung yang tadi dia beri tanda tidak sedap dan menyiramnya dengan air mineral yang memang selalu tersedia dialami mobilku.
"Dasar," gumamku dan menatap Tia yang masih sibuk mengeluarkan isi perutnya.
"Sudah baikan?" Tanyaku dan mendekati gadis itu.
"Haus," gumamnya dan aku segera menyerahkan air untuk dia minum.
"Apakah sudah lebih baik?" Tanyaku dan gadis itu hanya menyegerakan kepadanya didada bidangku.
"Aya kau baik-baik saja?" Tanyaku lagi dan memeluk dirinya yang hampir saja terjatuh.
"Tidur," gumamku saat melihat gadis itu yang ternyata sudah jatuh tertidur.
Akhirnya aku memutuskan untuk kembali memasukan dia kedalam mobil, menyampingkan jaketku ketubuhnya dan aku segera kembali melanjutkan mobilku.
"Kenapa aku bisa menyukai gadis seperti ini?" Gumamku dan sesekali menatap Tia yang benar-benar sudah terlelap.
Sesampainya dikosanya aku segera mengetuk pintu, berharap akan ada yang membukakan pintu meskipun aku tau ini sudah bukan lagi waktunya untuk orang bertamu.
Sialnya sudah berkali-kali aku mengetuk tidak seorangpun yang membukakan pintu, entah mereka yang tidurnya terlalu nyenyak atau mereka yang enggan membukakan pintu.
Tidak punya pilihan lain akhirnya aku membawa Tia keapartemenku, menaruhnya diatas kasur kesayanganku. Ini kali pertama aku membawa wanita kesini kecuali Mama atau pekerja rumah tangga yang akan datang sekali seminggu dan Tia adalah orang pertama.
"Kenapa kau selalu jadi uang pertama?" Kataku dan segera mengambil selimut, menyelimutinya tubuh gadis itu yang takutnya akan membuat aku hilang akal.
"Tidurlah dengan nyenyak," gumamku dan meninggalkan kamar, memilih untuk tidur diruang tengah agar kewarasanku dapat aku pertahankan.
Entah ada apa dengan hari ini, bertengkar dirumah sakit dan setelahnya mendapat kabar gila seperti tadi dan lihatlah gadis itu saat ini sedang menguasai kamarku dan itu benar-benar membuat aku tidak habis fikir.
"Kau memang gila Adit," kataku dan menutup wajah dengan bantal. Mengembalikan kewarasanku yang entah kemana perginya.
Mencoba untuk tertidur aku malah terus-menerus memikirkan Tia yang sedang tertidur didalam kamarku.
Karena aku yang terus gelisah akhirnya aku memutuskan untuk melihat gadis itu, mendekatinya dan menatapnya dengan dalam. Memperhatikan setiap gerakan yang dia buat.
"Sedang seperti inipun kau masih saja terlihat cantik dimataku," gumaku dan mengesampingkan rambut yang menutupi wajah cantiknya itu.
"Apakah aku benar-benar sudah gila?" Gumamku lagi.
Mengecup keningnya dan kembali menatap wajahnya berlama-lama, kalau dia bangun maka aku tidak akan memiliki kesempatan seperti ini lagi.
"Selamat tidur cantik," gumamku dan kembali keluar dan kali ini tidak akan kembali kekamar meskipun keinginan gilaku masih saja menggerogoti fikiranku.
Akhirnya lambat laun aku bisa tertidur juga meskipun itu hampir dini hari dan terbangun dengan teriakan suara Tia didalam kamar.
"Ada apa?" Tanyaku yang langsung meloncat dan memasuki kamar.
"Laki-laki sialan," kata Tia dan melemparkan bantal kearahku.
"Apakah kau baik-baik saja?" Tanyaku yang mengabaikannya kemarahannya.
"Apa yang sudah kau lakukan kepadaku?" Teriaknya dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Haaaah, aku fikir apa," gumaku dan bernafas dengan lega.
"Kenapa aku bisa berada disini?" Tanyanya dan menatapku dengan tajam.
"Gadis nakal," kataku dan membiarkan Tia berteriak semaunya sedangkan aku kembali merebahkan tubuhku diatas sofa, mencoba untuk mengabaikan amukan gadis itu.
"Aku akan melaporkanmu," ujar Tia tiba-tiba.
"Laporkan saja," jawabku acuh dan memutar tubuhku membelakangi Tia.
"Kauuu," teriaknya.
"Memangnya aku melakukan apa sehingga kau ingin melaporkan aku?" Tanyaku dan segera duduk.
"Kau kau kau," kata Tia gugup dan terhenti.
"Sudahlah, lebih baik kau bersih-bersih saja," kataku dan kembali tidur.
"A aa aku akan membuat laporan penculikan," ujar Tia dan aku menatapnya dengan malas.
"Memangnya ini bisa dikatakan penculikan?" Tanyaku dengan alis terangkat.
"Tentu saja," kata Tia lagi.
"Terserah kau saja," kataku malas dan tidak memperdulikan Tia lagi.
Entah apa yang difikirkan oleh gadis itu dan setelahnya aku hanya mendengaran suara pintu yang tertutup dengan kuat dan aku tau gadis itu sudah meninggal apartemen ini.
"Aku benar-benar akan gila," ujaraku dan memutuskan untuk pindah kedalam kamar. Melanjutkan tidurku yang terganggu karena ulah gadis bar-bar itu.
Memang benar-benar gila aku tidur sampai sore, yah senyenyak itu lah aku tertidur, entah karena semalam bergadang atau efek wangi Tia yang masih melekat erat di kasurku. Entahlah aku tidak tau yang mana, tapi yang pasti aku terbangun karena perutku sudah minta diisi. "Perut yang malang," gumamku dan bergegas membersihkan diri sebelum keluar untuk mencari makan. Entah makan apa namanya ini, yang pasti aku hanya butuh mengisi perut saja. "Kak Adit," panggil seorang wanita saat aku masih asik makan di salah satu restoran mewah langgananku. "Kamu?" Gumamku bingung melihat gadis itu masih tersenyum cantik. "Aku Tiara masa kak Adit lupa?" Katanya dan mengambil tempat. "Tiara?" Gumamku bingung. Benar-benar tidak ingat siapa wanita yang ada didepanku ini. "Itu loh kak, yang waktu ketemu di bar yang kakak peluk!" Ingatkannya kepadaku. "Oohhh, maaf yah aku memang suka lupa," kataku padahal sebenarnya aku juga tidak ingat. Bukannya apa-ap
Entah kenapa aku merasa agak aneh dengan laki-laki yang bernama Adit itu, merasa sedikit marah saat melihat dia dengan wanita lain, padahal kami tidak memiliki hubungan apapun dan aku juga membangun dinding tebal untuk melarang laki-laki seperti dia masuk kembali kedalam kehidupanku. Rasa sakit itu masih terlalu membekas erat didalam hatiku, tidak ingin kembali kecewa karena laki-laki yang berjenis yang sama, laki-laki rusak dan tidak jelas melakukannya, tidak bisa dipercaya kesetiaannya. Hari ini seperti biasanya aku berangkat kekampus dengan tumpukan kertas didalam gendongan tanganku, sudah seberat seperti menggendong seorang bayi saja saking banyaknya kertas yang harus aku bawa. Skirpiku tidak lah sesedikit yang lainnya, saat mereka mungkin hanya memiliki sekitar 60 dari ban satu sampai bab tiga, sedangkan aku untuk bab tiga saja sudah ada 80 lembar dan itu semuanya adalah teori, yah beginilah nasipku dalam membuat skripsi. Yang lain akan tuntas de
Aku fikir semalam semuanya sudah baik-baik saja, bisa tenang dan tidak ada gangguan lagi tapi ternyata aku salah, Adit tubuh menyerah dan tinggal diam, dia menghubungiku berkali-kali sampai aku memutuskan untuk mematikan hp ku saja, bahkan mengirimkan bertubi-tubi SMS yang kembali aku abaikan. Pahitnya aku bertemu lagi dengan laki-laki itu, dia tidak menyerah dan hal itu yang membuat aku malas luar biasa. "Kau bisa tidak, tidak usah menggangguku," gerutuku saat melihat Adit didepan pintu rumahku. "Jelaskan," pintanya lagi. "Sudah aku bilang kami tidak membicarakan apapun," kataku yang tidak habis fikir. "Jangan bohong," katanya yang membuat aku marah. "Kalau kamu tidak percaya itu urusanmu, jangan ganggu aku lagi," kataku dan segera meninggalkan Adit begitu saja. "Tia," katanya dengan nada tinggi dan aku tetap mengabaikan laki-laki itu. "Apa-apaan sih," gerutu dan menaiki angkot untuk menuju kekampus. Kali ini u
Sudah hampir satu bulan ini aku menjauhi Tia dan berharap aku bisa melupakannya tapi ternyata aku salah, setiap saat aku malah semakin merindukan gadis itu, merindukan kemarahannya yang kadang kala membuat aku gemas dan sebal, sebal saat dia sangat keras kepala sekali. Tia merupakan wanita yang keras dan tidak gampang dan hal ini membuat aku merasa tertantang, tertantang untuk menaklukkan dan mendapatkan gadis itu, urusan Papa itu bisa berlakangan sekarang yang aku lakukan adalah urusan hatiku yang selalu merindukan gadis itu dan hal ini tidak bisa aku remehkan. Sebenarnya aku benar-benar ingin menjauhinya, tapi melihat bagaimana perjuangannya Febri untuk mendapatkan wanita yang dia cintai membuat aku termotivasi dan sekarang aku tidak akan melepaskannya lagi dan akan semakin gencar untuk melakukan pendekatan. "Kemana Lo?" Tanya Febri saat aku baru saja berdiri dari tempat dudukku. "Keluar." Kataku dan mengabaikan pertanyaan lainnya yang datang dari teman-temanku. Saat ini tujuank
"Lo mau maling yah," kataku dan memegang tangan laki-laki urakan yang sedang memegang dompetku."Maling-maling," teriakku dan sialnya dia segera menutup mulutku dengan tangannya."Jangan asal nuduh," katanya lagi."Lepas berengsek," gerakku dan berusaha melepaskan tangannya yang menutup mulutku."Gw cuma mau ngembaliin dompet Lo yang jatuh," katanya dan melepaskan bekapan mulutku."Alasan aja," geramku dan merampas dompetku yang ada ditangan laki-laki itu."Terserah mbak kalau gak percaya," jawabnya cuek."Anak jalanan dan rusak seperti kalian kalau bukan maling yah pasti preman," gumamku lagi."Sembarangan," katanya lagi."Lihat tato satu badan, rambut gak keurus, meskipun tampang tidak terlalu menyeramkan saya sudah bisa tebak," gumamku sewot."Mbak ditolongin bukanya terimakasih," gumamnya."Ngapain terimakasih, kalau gak ketahuan sama saya sudah hilang ini dompet," jawabku sewot."Susah ngomong sama embak,"
"malas banget sama Nara yang sekarang hobinya pacaran Mulu," gerutuku memilih belanjaan.Bagaimana tidak menggerutu kalau biasanya akan ada Nara menemani aku berbelanja kebutuhan dan kaki ini aku terpaksa jalan sendiri karena gadis satu itu sedang disandera oleh cowok modelan oppa-oppa yang bikin meleleh kalau gak tau gimana kelakuannya yang urakan."Mana belanjanya banyak lagi," kembali aku mendumel."Mbak hati-hati dong," kata ibu-ibu yang trolinya gak sengaja ketabrak sama troliku."Maaf buk," kataku sungkan."Anak gadis zaman sekarang," ujarnya mendumel dan aku hanya bisa meringis saja."Malangsekalih nasipmu mainmunah," gumamku didalam hati."Udah ah, malas gw," kataku dan ngantri ditempat kasir."Ini lama banget deh," gerutuku tidak henti-hentinya."Mbak jangan dorong-dorong dong," kataku melotot kebelakang dan melihat seorang remaja asik bercanda ria dengan kekasihnya."Sirik," gumamnya dan aku kembali melo
Dua hari ini aku disibukkan dengan gadis yang bermulut tajam itu, gadis yang menuduhku sebagai pencopet dan mengata-ngataiki sesuka hatinya.Tidak ada gadis seperti ini sebelumnya. Meskipun tidak setenar Febri tapi jangan salah aku juga digilai banyak cewek. Bahkan dengan mengedipkan mata saja semuanya akan bertekuk lutut di bawahku.Tapi dia berbeda, tidak tertarik dengan cowok sepertiku, yang biasanya menjadi rebutan cewek-cewek dikampus."Woi lu ngapain bengong," kata teman laknatku saat aku masih asik memperhatikan gadis bermulut pedas itu dari kejauhan."Merusak," gumamku dan meninggalkan mereka semua."Sarap tuh anak," ujar mereka yang aku abaikan."Adit," panggil seorang wanita saat aku berniat untuk nyaperin cewek bermulut tajamku yang sepertinya sedang banyak tugas itu."Ada apa?" Tanyaku saat melihat Risa diujung koridor."Mau kemana?" Tanyanya dan mendekat."Ada apa?" Ulangku."Temenin aku nanti malam bisa?" Kata
"Gw gak suka cara seperti ini," kataku saat sampai di ruangan laki-laki menyebalkan yang sukanya ngatur hidup gw."Yang sopan kalau bicara," katanya santai."Gw cabut," kataku malas meladeni dia yang pasti ada maunya."Duduk," katanya dingin.Tetap saja aku tidak terpengaruh dan sialnya saat membuka pintu para begundal itu sudah berdiri dengan siaga."Mau Lo apasih?" Kata gw dan menghempaskan pintu sekuat yang gw bisa"Semakin hari kamu semakin tidak sopan," gerutunya lagi."Gw malas bicara sopan santun sama orang yang bahkan juah lebih tidak sopan," kataku malas."Aku ini tetap palamu," jawabnya marah."Baru ngakuin gw sekarang?" Jawabku sarkatis."Sudahlah, percuma bicara basa basi dengan mu," jawabnya lagi yang membuatku memutuar bolamata dengan malas."Segera selesaikan kuliahmu," katanya memula
Sudah hampir satu bulan ini aku menjauhi Tia dan berharap aku bisa melupakannya tapi ternyata aku salah, setiap saat aku malah semakin merindukan gadis itu, merindukan kemarahannya yang kadang kala membuat aku gemas dan sebal, sebal saat dia sangat keras kepala sekali. Tia merupakan wanita yang keras dan tidak gampang dan hal ini membuat aku merasa tertantang, tertantang untuk menaklukkan dan mendapatkan gadis itu, urusan Papa itu bisa berlakangan sekarang yang aku lakukan adalah urusan hatiku yang selalu merindukan gadis itu dan hal ini tidak bisa aku remehkan. Sebenarnya aku benar-benar ingin menjauhinya, tapi melihat bagaimana perjuangannya Febri untuk mendapatkan wanita yang dia cintai membuat aku termotivasi dan sekarang aku tidak akan melepaskannya lagi dan akan semakin gencar untuk melakukan pendekatan. "Kemana Lo?" Tanya Febri saat aku baru saja berdiri dari tempat dudukku. "Keluar." Kataku dan mengabaikan pertanyaan lainnya yang datang dari teman-temanku. Saat ini tujuank
Aku fikir semalam semuanya sudah baik-baik saja, bisa tenang dan tidak ada gangguan lagi tapi ternyata aku salah, Adit tubuh menyerah dan tinggal diam, dia menghubungiku berkali-kali sampai aku memutuskan untuk mematikan hp ku saja, bahkan mengirimkan bertubi-tubi SMS yang kembali aku abaikan. Pahitnya aku bertemu lagi dengan laki-laki itu, dia tidak menyerah dan hal itu yang membuat aku malas luar biasa. "Kau bisa tidak, tidak usah menggangguku," gerutuku saat melihat Adit didepan pintu rumahku. "Jelaskan," pintanya lagi. "Sudah aku bilang kami tidak membicarakan apapun," kataku yang tidak habis fikir. "Jangan bohong," katanya yang membuat aku marah. "Kalau kamu tidak percaya itu urusanmu, jangan ganggu aku lagi," kataku dan segera meninggalkan Adit begitu saja. "Tia," katanya dengan nada tinggi dan aku tetap mengabaikan laki-laki itu. "Apa-apaan sih," gerutu dan menaiki angkot untuk menuju kekampus. Kali ini u
Entah kenapa aku merasa agak aneh dengan laki-laki yang bernama Adit itu, merasa sedikit marah saat melihat dia dengan wanita lain, padahal kami tidak memiliki hubungan apapun dan aku juga membangun dinding tebal untuk melarang laki-laki seperti dia masuk kembali kedalam kehidupanku. Rasa sakit itu masih terlalu membekas erat didalam hatiku, tidak ingin kembali kecewa karena laki-laki yang berjenis yang sama, laki-laki rusak dan tidak jelas melakukannya, tidak bisa dipercaya kesetiaannya. Hari ini seperti biasanya aku berangkat kekampus dengan tumpukan kertas didalam gendongan tanganku, sudah seberat seperti menggendong seorang bayi saja saking banyaknya kertas yang harus aku bawa. Skirpiku tidak lah sesedikit yang lainnya, saat mereka mungkin hanya memiliki sekitar 60 dari ban satu sampai bab tiga, sedangkan aku untuk bab tiga saja sudah ada 80 lembar dan itu semuanya adalah teori, yah beginilah nasipku dalam membuat skripsi. Yang lain akan tuntas de
Memang benar-benar gila aku tidur sampai sore, yah senyenyak itu lah aku tertidur, entah karena semalam bergadang atau efek wangi Tia yang masih melekat erat di kasurku. Entahlah aku tidak tau yang mana, tapi yang pasti aku terbangun karena perutku sudah minta diisi. "Perut yang malang," gumamku dan bergegas membersihkan diri sebelum keluar untuk mencari makan. Entah makan apa namanya ini, yang pasti aku hanya butuh mengisi perut saja. "Kak Adit," panggil seorang wanita saat aku masih asik makan di salah satu restoran mewah langgananku. "Kamu?" Gumamku bingung melihat gadis itu masih tersenyum cantik. "Aku Tiara masa kak Adit lupa?" Katanya dan mengambil tempat. "Tiara?" Gumamku bingung. Benar-benar tidak ingat siapa wanita yang ada didepanku ini. "Itu loh kak, yang waktu ketemu di bar yang kakak peluk!" Ingatkannya kepadaku. "Oohhh, maaf yah aku memang suka lupa," kataku padahal sebenarnya aku juga tidak ingat. Bukannya apa-ap
Setelah bertengkar dengan Tia aku memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit, menenangkan diri terlebih dahulu sebelum kembali menjenguk Febri yang aku tau sekarang pasti hanya dijaga oleh Nara, hadis baik-baik yang dikejar-kejar oleh sahabat baikku itu. Aku tau dia cinta mati kepada gadis itu, karena dulu sekali sebelum kami sedekat sekarang dia pernah menolak cewek tercantik disekolah dengan alasan sudah punya cewek yang dia sukai, awalnya aku kira itu hanyalah omong kosong Febri untuk menjauhi cewek itu tapi saat dia diam-diam menatap seorang gadis biasa dari kejauhan setiap saat aku jadi mengerti kalau gadis itu adalah ornagnya. Sayangnya Febri saat itu tidak berani mendekat dan lebih memilih bersembunyi dengan segala perasaan yang dia miliki tapi entah apa yang merasuki laki-laki itu sehingga dengan gilanya membuat sang wanita putus dengan pacarnya yang ternyata sangat berengsek itu, lebih gila dari Febri tapi dia berkedok menjadi laki-laki baik didepan Nara.
Entah mengapa bisa ada Adit disini, aku benar-benar tidak menyangka kalau laki-laki itu adalah temannya Febri, selama ini aku tidak pernah melihat mereka bersama dan hal ini malah membuat aku semakin marah."Apa yang Lo lakukan disini?" Geram ku tapi dengan suara yang masih rendah, takut membangunkan Nara yang masih tertidur dengan pulas. Melihat Febri yang sepertinya juga masih tertidur membuat aku sedikit legah."Kita harus bicara," kata Adit yang kembali melotot, pasalnya dia sama sekali tida mengecilkan volume suaranya.Pelan-pelan sekali aku mengangkat kepala Nara dan menaruhnya diatas bantal sofa, memastikan gadis ini tetap tertidur."Keluar," gumamku dengan amarah yang sudah mulai berkobar."Kita harus membahas masalah ini," ujar Adit lagi."Keluar atau gw yang bakalan pergi," kataku dengan marah tidak perduli apakah suaraku mengganggu dua manusia yang masih tertidur itu."Aya," kata Adit yang membuat aku segera meninggalkan ru
Tidak bisa menghubungi Tia aku malah berakhir di dalam klab malam, menghabiskan berbotol-botol minuman yang membuat aku sejenak melupakan gadis keras kepala itu.Menikmati hingar-bingar suasana malam dan menggunakan barang terlarang sebagai pelengkap kebahagiaan ku malam ini.Melayang, merasa tanpa beban dan semuanya terasa sangat indah membuat aku terhanyut dan tersesat dalam lingkaran setan, lingkaran yang entah kapan akan mengejek dan membunuh ku."Gila nikmat banget broooo," teriakku dan menganggukkan kepala sesuai irama musik. Meneguk lagi minuman langsung dari botolnya."Pesta sampai pagi," teriak teman-teman ku yang basipnya hampir tidak beda jauh. Dilupakan keluarga, ditinggalkan kekasih dan bahkan dikhianati oleh saudaranya sendiri.Kami kumpulkan anak-anak tidak berguna menurut segelintir orang yang melihat hanya dari luarnya saja. Padahal mereka tidak tau bagaimana kami melawan rasa sakit disaat bahkan kami belum tau dan mengerti betapa ke
Dari kemarin aku sama sekali tidak bisa menghubungi Tia, gadis bar-bar yang akhir-akhir ini benar-benar sudah mencuri perhatian ku. Melihat sikapnya yang jutek dan dingin tapi juga diselingi oleh sikap manjanya malah membuat aku semakin suka melihat apapun mimik wajah yang ditampilkan, seperti menonton sebuah film kartu lucu yang selalu bisa mengocok perut.Makanya malam ini aku menjadi uring-uringan, telfon tidak diangkat dan bahkan pesan juga tidak dibalasnya. Meskipun memang biasanya aku juga sering diabaikan tapi untuk beberapa waktu ini dia sudah banyak berubah, menjawab telfon dariku meskipun dengan ogah-ogahan, membalas chat ku sesingkat yang dibisanya.Kali ini aku merasa lain, merasa Tia sedang marah, meskipun aku yakin sama sekali tidak membuat masalah kepadanya untuk beberapa hari ini, bahkan aku lebih cenderung mengikuti semua maunya."Ada apa lagi dengan gadis ini," gumamku karena entah untuk keberapa kali aku menghubunginya tapi masih tidak kunjung
Sudah hampir satu bulan aku mengenal Adit, laki-laki urakan yang penuh dengan tato, salah pergaulan dan tentu saja tidak masuk kedalam kriteria ku tapi buktinya kami sudah dekat akhir-akhir ini.Meskipun dia menyebalkan tapi kadang suka bikin kangen saat aku ada masalah, dia selalu ada dan datang tiba-tiba seperti jailangkung, membuat aku jantungan setiap gombalannya, bukan karena terpesona tapi lebih kepada mau muntah saja.Seperti yang sudah aku bilang akhir-akhir ini dia selalu ada saat aku membutuhkan, entah dalam keadaan susah, senang, bahkan saat mood aku buruk luar biasa. Dengan sabar dia selalu mengikuti semua mau ku, bahkan sudah seperti babi saja, menemaniku berbelanja saat nada sibuk dengan kekasihnya, membelikan minum saat aku haus dan malas ke kantin, pokoknya masih banyak lagi.Tidak ada hubungan antara kami tali sialnya dia selalu melarang ku jalan dengan cowok siapapun kecuali dia, posesif yang tidak bisa di ganggu gugat, dia akan berbuat nekat k