Beranda / Romansa / Adikku Ingin Jadi Artis / Bab 2: Bungkusan Dari Dimas

Share

Bab 2: Bungkusan Dari Dimas

Penulis: Izza Maryam
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-06 13:53:49

Lula memandangku dengan mata menyipit, rupanya pertanyaanku membuatnya sedikit jengkel.

"Ibu tadi merengek minta makan, kukasih nasi sama garam saja, kusuruh langsung makan, eh malah dilempar" jawabnya seolah tak bersalah sama sekali.

"Kenapa tidak kamu bersihkan? Kan kamu sudah tau kalau ngasih Ibu makan jangan pakai piring kaca!"

"Ngapain membersihkan, Ibu yang salah, Kakak aja sana yang bersihkan, satu lagi masakan lauk untuk aku makan !" perintahnya bak seorang raja.

"Astaghfirullah, ini Ibu kamu juga Lula, kan Kakak sudah masak tempe sama telur, kenapa tidak dimakan? Ibu kenapa kamu kasih nasi sama garam aja, kasian Ibu," sahutku, sambil mengelus dada atas perlakukan adikku.

"Siapa juga yang mau jadi anak orang gila, dan satu lagi Kak, aku bosan makan telur sama tempe, aku mau ayam goreng!" bentaknya dengan setengah berteriak.

Lula beranjak pergi dan masuk ke kamarnya sambil membanting pintu. Aku yang melihat ibu yang tertawa melihat kami lalu memainkan jari-jari di tangannya sambil berkata "lapar … lapar."

Sungguh pemandangan yang membuat hatiku terasa teriris. Khawatir jika ibu terkena pecahan kaca piring, aku langsung membersihkannya dengan keadaan baju yang masih basah karena belum sempat menggantinya. Setelah kurasa sudah bersih, aku menghampiri ibu, mencium punggung tangannya yang begitu kasar. Mungkin dulu ibu seorang perempuan pekerja keras.

"Bu tunggu Dinda ganti baju dulu ya, nanti Dinda suapin," aku mengelus rambut ibu yang tampak urak urakan, rupanya Lula tidak menyisir rambut ibu hari ini. Tak ada jawaban dari ibu atas pernyataanku. 

Setelah mengganti pakaian, aku menyiapkan makanan untuk ibu, menu sederhana nasi dengan lauk telur dan ditambah satu potong tempe.

Ggruuukk.

Perutku berbunyi, rupanya ia juga meminta haknya untuk diisi. Aku mengelus perut seolah berbicara padanya untuk bersabar.

Kusuapi ibu, ia tampak lahap mengunyah tiap suapan yang aku berikan. Setelah selesai makan, ibu bertepuk tangan dan tertawa, seakan ia ingin mengabarkan ia senang karena perutnya sudah kenyang.

Suara musik terdengar nyaring dari kamar Lula, aku menghampiri kamarnya, dan berbicara di balik pintu. Aku memintanya untuk mengecilkan bunyi musiknya, supaya ibu bisa istirahat. Namun perkataanku tak di dengar, semua hanya lewat begitu saja.

Aku berjalan ke dapur untuk mengambil makanan mengganjal perut yang sudah mulai demo sejak tadi. Sambil mengecek handphone siapa tau ada konsumen baru yang mau membeli barang daganganku.

Mataku lalu tertuju pada status Lula di akun aplikasi hijaunya.

"Punya saudara tidak bisa diandalkan, ingin segera jauh dari rumah yang seperti neraka ini," bunyi status Lula.

Kata-katanya mampu menusuk ke dalam relung hati, sakit tapi tak berdarah, hanya karena aku tak mampu memberikan menu makanan ayam goreng dia tega membuat status seperti itu. Dadaku begitu sesak, nasi di piringku kini bercampur dengan air mata yang sudah menetes.

Andai Aku punya uang lebih, aku pasti membelikan ayam goreng keinginannya, tapi hari ini aku hanya mendapatkan uang 15 ribu itupun dari hasil aku membantu Bu Minah mengangkat belanjaannya dari pasar pagi tadi. Sedangkan uang dari hasil jualan online masih belum bisa kuambil, karena aku belum punya ATM. Membuka rekening bank pun baru beberapa hari yang lalu.

Tiba-tiba Lula datang menghampiriku ke dapur, ia berdiri dengan tatapan tajam ke arahku.

"Kak, besok aku minta uang 50 ribu, buat beli skincareku habis"

Aku tak langsung menjawab, bagaimana mungkin aku mengiyakan, sedangkan uangnya belum ada di tanganku.

"Jika Kak Dinda tak mau mengasih, besok aku gak mau jaga Ibu," ancam nya.

Lagi-lagi ancaman itu yang kudengar, lelah rasanya fisik dan jiwa ini.

"Insya Allah, nanti Kakak usahakan jika ada"

"Harus ada !" Lula membuang muka dan langsung pergi meninggalkanku dengan pikiran yang begitu kalut.

"Ya Allah kuatkan hambaMu ini, hamba yakin Kau tak kan menguji hamba di atas kesanggupan hamba, hamba percaya setelah kesulitan pasti ada kemudahan," batinku seolah memotivasi diri untuk terus kuat meski tak sekuat batu karang, aku pun kadang bisa tumbang.

Hujan tampak reda, tak ada bunyi air jatuh lagi yang terdengar di atas seng rumah. Sembari menemani ibu, aku belajar bisnis jualan online dengan cara menjadi reseller hijab dan gamis merk Zafina yang lagi trend.

Terdengar suara ketukan pintu dari luar, aku beranjak pergi untuk membukakan pintu, kuputar gagang yang sudah tak terkunci, suara salam yang khas dari seorang yang kukenal.

"Waalaikumussalam," sahutku dari balik pintu.

Setelah pintu terbuka, dugaanku benar pemilik suara itu adalah Dimas.

"Mas Dimas," kataku dengan ekspresi setengah terpana.

"Maaf mengganggu Dinda, ini ada oleh-oleh dari Mekkah titipan Umi," tuturnya dengan santun sambil memberikan bungkusan plastik yang ada di tangannya. Ia berbicara dengan tatapan mata menunduk. 

Melihat Dimas di depanku, dadaku terasa bergemuruh, jantungku berdetak semakin kencang dan tak berirama. Mataku tak sanggup untuk menatapnya terlalu lama, wajahnya yang teduh membuatku tak mampu berkata banyak.

Dimas lelaki yang sempat kukagumi, karena kesholehannya, ia seorang Hafizh Qur'an, lulusan terbaik salah satu universitas terkenal di Jakarta, dan sekarang bekerja sebagai pengajar di pesantren Nurul Jannah, siapa yang tak suka dia, lelaki yang sopan, berkata lemah lembut, dan bijak. Bak langit dan bumi denganku, seorang perempuan miskin, Lulusan SMA, dan tidak hafal Al-Qur'an kecuali baru juz Amma. Aku sadar levelku dan Dimas sangat jauh, jadi tak seharusnya aku menginginkannya, kubuang jauh pikiran itu, Dimas tentu memilih istri yang sebanding dengan dirinya.

"I … iya Mas terima kasih, titip salam buat Umi," sahutku hampir tergagap.

"Insya Allah, aku pamit pulang Din, Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Setelah Dimas tak terlihat lagi dari pandangan mata. Kututup kembali pintu dan membuka bungkusan plastik yang tadi diberikannya, ternyata berisi kurma, kismis, air zam-zam, kacang Arab, coklat, dan tasbih, serta siwak.

"Alhamdulillah, Ibu pasti suka kurma," suara batinku.

"Siapa tadi?" Celetuk Lula yang ternyata sudah berdiri di depan kamarnya.

"Mas Dimas," sahutku spontan.

"Kenapa gak bilang kalau Mas Dimas ke sini, kan biar Lula yang bukain," gerutu Lula dengan wajah sedikit kesal.

"Mana Kaka tau kalau itu Mas Dimas."

"Apa itu?" Lula menunjuk bungkusan plastik yang tadi diberikan oleh Dimas.

"Ini oleh-oleh dari Mekkah, yang tadi diberikan Mas Dimas."

"Pasti buat Lula kan," sambungnya dengan percaya diri.

"Bukan, buat kita semua."

"Ah … itu kata Kaka kan, sini buat Lula." Ia mencoba mengambil isi bungkusan plastik itu dari tanganku secara paksa.

"Kita makan sama-sama ya, Ibu juga suka kurma," sahut ku dengan pelan.

"Malas ah makan sama kalian, ya sudah buat kalian aja, aku gak jadi."

"Kenapa gitu Lula, kita kan keluarga."

"Itu menurut Kaka, menurut aku bukan," jawabnya ketus sambil memalingkan muka.

________

Bab terkait

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 3: Sekedar Mengagumi

    Lula adalah adik perempuanku, usianya lebih muda 5 tahun dari usiaku. Selagi kecil ia sering sekali dimanja oleh ayah, semua keinginannya pasti dituruti.Kebiasaannya yang sering malas-malasan dan berkata kasar terjadi ketika ayah sakit-sakitan dan meninggal dunia. Kami semua terpukul atas kepergian ayah, apalagi ibu, ia menangis seharian. Rupanya setelah ayah pergi Lula masih tak terima, ia selalu menyalahkan ibu kenapa tidak membawa ayah ke rumah sakit, padahal ayah sendiri yang tidak mau dibawa saat itu, mungkin karena kondisi keuangan kami yang sangat kekurangan.Kebiasaan hangout dengan teman-temannya waktu SMA menjadikan Lula mempunyai gengsi yang cukup tinggi, ia lebih mementingkan perawatan wajah dan pakaiannya dibandingkan dengan kondisi ibu.Sebulan setelah kepergian ayah, ibu masih dalam keadaan normal da

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 4: Harta Yang Paling Berharga

    "Harta yang paling berharga adalah keluargaIstana yang paling indah adalah keluargaPuisi yang paling bermakna adalah keluargaMutiara tiada tara adalah keluargaSelamat pagi EmakSelamat pagi AbahMentari hari ini berseri indahTerima kasih EmakTerima kasih AbahUntuk tampil perkasa bagi kami putra putri yang siap berbakti "Lirik l

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 5: Mengantar Kue

    Mataku masih tajam memperhatikan obat yang sudah tidak ada isinya itu. Karena penasaran, aku membuka handphoneku, lalu searching ke internet mencari tahu jenis obat apa ini, dan digunakan untuk siapa?.Tangan ini mulai mengetik di tombol pencarian, setelah menunggu beberapa detik akhirnya informasi tentang obat triazolam ini muncul, mataku melotot sempurna di depan layar handphone."Obat tidur … "Kecurigaan ku mulai timbul, apa mungkin ibu tertidur seperti tadi karena diberikan obat tidur oleh Lula. Kubuang pikiran negatif yang menyerang kepalaku, bisa saja Lula sendiri yang mengkonsumsinya, tadi Lula juga tertidur nyenyak.Pikiranku mengembang entah ke mana, hidup ini terasa begitu berat, mungkin jika aku ingin mengumpulkan air mata, sudah penuh tong kosong yang sering dipakai sebagai penampung air d

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-06
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 6: Sapu Tangan dari Dimas

    Aku memandangi wajah perempuan yang bercadar itu, meski wajahnya tertutup tapi aku melihat aura kecantikan terpancar dari Sinar matanya. Alis yang tebal, bulu mata lentik seolah menggambarkan secantik apa perempuan yang sekarang sudah berada di hadapan kami ini."Aisyah, mari duduk." Ibunya Dimas menghampiri Aisyah sambil merangkul pundaknya, mereka terlihat akrab."Iya Umi, tadi Aisyah datang dari pondok, ini ada hadiah buat Umi." ia memberikan bungkusan plastik berwarna hitam. Entah apa isinya, aku pun tak tahu.Perempuan yang dipanggil Aisyah itu duduk bersebrangan denganku, ia tersenyum meski tak terlihat dari bibirnya namun dari matanya yang berkerut menandakan senyum tulus dari wajahnya.Sesekali aku memperhatikannya, mencuri pandang, ia tampak begitu anggun dari b

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 7:Hujan

    Rasa penasaran yang besar membuatku mencari video viral Lula, aku membuka aplikasi yang bergambar kamera itu, mengklik link yang diberikan oleh Annisa lewat aplikasi hijau.Kali ini mataku melotot sempurna, video yang berdurasi 7 menit itu berseliweran di beberapa story' penghuni dunia maya. Tak sabar melihat video viral itu, aku langsung mengkliknya. Video itu berisi Lula dengan pakaian seksinya sedang berjoget di trotoar jalan, kemudian seorang wanita menghampirinya dan mencaci makinya dengan sebutan wanita jalang, hingga mereka akhirnya berkelahi, yang kemudian dilerai oleh seorang laki-laki. Video itu hanya sampai di situ dengan caption "Pelakor vs Istri sah".Tunggu dulu, aku menstop video di bagian wajah laki-laki yang datang di bagian akhir video, sepertinya aku pernah melihat orang ini. Tapi di mana?Aku men

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-14
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 8: Payung untuk Dinda

    Mencintai adalah seni hati. Setiap insan pasti pernah menjumpai, ketika tidur tak karuan, rindu yang terus meluap, dan perasaan bersatu menjadi sebuah ambisi kuat untuk memiliki. Namun tidak, mencintai tak harus memiliki, karena cinta datang dengan sendirinya dan mungkin saja ia akan pulang dengan sendiri.Mencintaimu adalah logika yang mampu dikalahkan hati…Mencintaimu adalah candu yang kadang membuatku tak sadar diri…Percayalah aku akan berusaha agar cinta ini tak ternodai, sebelum waktu yang akan bersimpati.Waktu terasa berhenti saat mata ini tak sengaja menatap wajah teduhnya membuat kedua manik mata kami saling beradu. Tapi tak lama, mungkin 3 menit, karena akhirnya aku tersadar bahwa apa yang kulakukan s

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-22
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 9: Kenapa dengan Intan?

    Aku menghampiri Tante Maya yang saat ini masih berdiri di depan pintu kamar ibu dengan tangan berpegangan di salah satu sudutnya."Tenang dulu Tante, coba tarik nafas dari hidung dan keluarkan perlahan dari mulut," ucapku sembari mengusap pundaknya."Intan Din.""Kenapa dengan Intan Tante?""Tubuhnya demam, dan ia kesakitan perut, Tante bingung harus ngapain, sedangkan Mas Firman belum pulang dari kerjaannya, handphone nya juga gak bisa di hubungi," tutur Tante Maya dengan wajah begitu khawatir dan takut.Aku langsung memeluknya, lalu menyeka air mata yang masih tersisa di wajahnya."Sudah Tante kasih obat penurun demam?""Sudah Din, t

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 10: Nasi Bungkus di Rumah Sakit

    Kupandangi rumah Dimas dari jauh, ada sebuah mobil terparkir di depan pagar rumahnya, tapi itu bukan mobil yang sering kulihat di garasi rumahnya."Mobil siapa itu?". Kubuang rasa sungkan untuk sementara, mengetuk pintu rumah Dimas, mengucapkan salam, lalu menunggu beberapa detik sampai akhirnya pintu dibukakan."Dinda…ayo masuk." Ternyata Ibunya Dimas yang membukakan pintu itu, dengan ramah beliau mempersilahkan aku masuk.Setelah masuk ke dalam rumah Dimas, aku melihat seorang lelaki paruh baya menggunakan sorban di kepala, dan jenggot yang panjang menghias di dagunya, duduk di sofa tamu. Ia sedang berbicara dengan ayahnya Dimas. Lelaki paruh baya yang penampilannya seperti ustadz itu memiliki wajah yang teduh, pakaiannya rapi dan dari nada bicaranya sangat santun.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24

Bab terbaru

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 12: Luka di Tangan Ibu

    Pikiranku semakin tidak menentu, kemana kaki ini harus kulangkahkan untuk mencari ibu dan Lula. Pertanyaanku terjawab ketika sebuah notifikasi pesan dari Lula masuk ke aplikasi hijauku.'Aku membawa ibu ke Pak Dodi.' jawaban singkat yang ku terima atas pertanyaanku, meski tak menjawab pertanyaan lainnya tentang setetes darah yang tercecer di lantai.Aku segera menuju rumah Pak Dodi, dia adalah perawat umum yang bertugas di kampungku, meski usianya yang tergolong muda, namun pengalamannya di dunia keperawatan tidak bisa diremehkan, karena ia adalah perawat andalan dan satu-satunya di kampungku ini.Lumayan jauh jarak antara rumahku dengan rumah Pak Dodi, sekitar 25 menit jika ditempuh dengan bersepeda."Alhamdulillah akhirny

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 11: Darah di Lantai

    Jika setiap daun yang jatuh sudah menjadi ketentuan dariNya.Maka kebersamaan kita hari ini adalah takdir.Tapi mungkinkah besok, atau lusa takdir masih berpihak kepadaku dan padamu.Bahkan sepercik rasa yg kau punya, aku pun tak tahu.Biar kesunyian dalam bait doa yang berbicaraAku akan menunggu, sampai waktu sendiri yang menjawabnya.Bersabarlah, karena kita tak dapat membaca semesta hanya lewat mata.Setelah menerima makanan dari Dimas, pikiranku melayang jauh, menembus setiap inci relung hati, membiarkan jiwaku menik

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 10: Nasi Bungkus di Rumah Sakit

    Kupandangi rumah Dimas dari jauh, ada sebuah mobil terparkir di depan pagar rumahnya, tapi itu bukan mobil yang sering kulihat di garasi rumahnya."Mobil siapa itu?". Kubuang rasa sungkan untuk sementara, mengetuk pintu rumah Dimas, mengucapkan salam, lalu menunggu beberapa detik sampai akhirnya pintu dibukakan."Dinda…ayo masuk." Ternyata Ibunya Dimas yang membukakan pintu itu, dengan ramah beliau mempersilahkan aku masuk.Setelah masuk ke dalam rumah Dimas, aku melihat seorang lelaki paruh baya menggunakan sorban di kepala, dan jenggot yang panjang menghias di dagunya, duduk di sofa tamu. Ia sedang berbicara dengan ayahnya Dimas. Lelaki paruh baya yang penampilannya seperti ustadz itu memiliki wajah yang teduh, pakaiannya rapi dan dari nada bicaranya sangat santun.

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 9: Kenapa dengan Intan?

    Aku menghampiri Tante Maya yang saat ini masih berdiri di depan pintu kamar ibu dengan tangan berpegangan di salah satu sudutnya."Tenang dulu Tante, coba tarik nafas dari hidung dan keluarkan perlahan dari mulut," ucapku sembari mengusap pundaknya."Intan Din.""Kenapa dengan Intan Tante?""Tubuhnya demam, dan ia kesakitan perut, Tante bingung harus ngapain, sedangkan Mas Firman belum pulang dari kerjaannya, handphone nya juga gak bisa di hubungi," tutur Tante Maya dengan wajah begitu khawatir dan takut.Aku langsung memeluknya, lalu menyeka air mata yang masih tersisa di wajahnya."Sudah Tante kasih obat penurun demam?""Sudah Din, t

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 8: Payung untuk Dinda

    Mencintai adalah seni hati. Setiap insan pasti pernah menjumpai, ketika tidur tak karuan, rindu yang terus meluap, dan perasaan bersatu menjadi sebuah ambisi kuat untuk memiliki. Namun tidak, mencintai tak harus memiliki, karena cinta datang dengan sendirinya dan mungkin saja ia akan pulang dengan sendiri.Mencintaimu adalah logika yang mampu dikalahkan hati…Mencintaimu adalah candu yang kadang membuatku tak sadar diri…Percayalah aku akan berusaha agar cinta ini tak ternodai, sebelum waktu yang akan bersimpati.Waktu terasa berhenti saat mata ini tak sengaja menatap wajah teduhnya membuat kedua manik mata kami saling beradu. Tapi tak lama, mungkin 3 menit, karena akhirnya aku tersadar bahwa apa yang kulakukan s

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 7:Hujan

    Rasa penasaran yang besar membuatku mencari video viral Lula, aku membuka aplikasi yang bergambar kamera itu, mengklik link yang diberikan oleh Annisa lewat aplikasi hijau.Kali ini mataku melotot sempurna, video yang berdurasi 7 menit itu berseliweran di beberapa story' penghuni dunia maya. Tak sabar melihat video viral itu, aku langsung mengkliknya. Video itu berisi Lula dengan pakaian seksinya sedang berjoget di trotoar jalan, kemudian seorang wanita menghampirinya dan mencaci makinya dengan sebutan wanita jalang, hingga mereka akhirnya berkelahi, yang kemudian dilerai oleh seorang laki-laki. Video itu hanya sampai di situ dengan caption "Pelakor vs Istri sah".Tunggu dulu, aku menstop video di bagian wajah laki-laki yang datang di bagian akhir video, sepertinya aku pernah melihat orang ini. Tapi di mana?Aku men

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 6: Sapu Tangan dari Dimas

    Aku memandangi wajah perempuan yang bercadar itu, meski wajahnya tertutup tapi aku melihat aura kecantikan terpancar dari Sinar matanya. Alis yang tebal, bulu mata lentik seolah menggambarkan secantik apa perempuan yang sekarang sudah berada di hadapan kami ini."Aisyah, mari duduk." Ibunya Dimas menghampiri Aisyah sambil merangkul pundaknya, mereka terlihat akrab."Iya Umi, tadi Aisyah datang dari pondok, ini ada hadiah buat Umi." ia memberikan bungkusan plastik berwarna hitam. Entah apa isinya, aku pun tak tahu.Perempuan yang dipanggil Aisyah itu duduk bersebrangan denganku, ia tersenyum meski tak terlihat dari bibirnya namun dari matanya yang berkerut menandakan senyum tulus dari wajahnya.Sesekali aku memperhatikannya, mencuri pandang, ia tampak begitu anggun dari b

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 5: Mengantar Kue

    Mataku masih tajam memperhatikan obat yang sudah tidak ada isinya itu. Karena penasaran, aku membuka handphoneku, lalu searching ke internet mencari tahu jenis obat apa ini, dan digunakan untuk siapa?.Tangan ini mulai mengetik di tombol pencarian, setelah menunggu beberapa detik akhirnya informasi tentang obat triazolam ini muncul, mataku melotot sempurna di depan layar handphone."Obat tidur … "Kecurigaan ku mulai timbul, apa mungkin ibu tertidur seperti tadi karena diberikan obat tidur oleh Lula. Kubuang pikiran negatif yang menyerang kepalaku, bisa saja Lula sendiri yang mengkonsumsinya, tadi Lula juga tertidur nyenyak.Pikiranku mengembang entah ke mana, hidup ini terasa begitu berat, mungkin jika aku ingin mengumpulkan air mata, sudah penuh tong kosong yang sering dipakai sebagai penampung air d

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 4: Harta Yang Paling Berharga

    "Harta yang paling berharga adalah keluargaIstana yang paling indah adalah keluargaPuisi yang paling bermakna adalah keluargaMutiara tiada tara adalah keluargaSelamat pagi EmakSelamat pagi AbahMentari hari ini berseri indahTerima kasih EmakTerima kasih AbahUntuk tampil perkasa bagi kami putra putri yang siap berbakti "Lirik l

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status