Home / Romansa / Adikku Ingin Jadi Artis / Bab 4: Harta Yang Paling Berharga

Share

Bab 4: Harta Yang Paling Berharga

Author: Izza Maryam
last update Last Updated: 2021-09-06 13:54:05

"Harta yang paling berharga adalah keluarga

Istana yang paling indah adalah keluarga

Puisi yang paling bermakna adalah keluarga

Mutiara tiada tara adalah keluarga

Selamat pagi Emak

Selamat pagi Abah

Mentari hari ini berseri indah

Terima kasih Emak

Terima kasih Abah

Untuk tampil perkasa bagi kami putra putri yang siap berbakti "

Lirik lagu harta berharga yang dinyanyikan oleh artis Bunga Citra Lestari itu, terngiang di kepalaku, padahal lagu itu baru saja kudengar beberapa hari ini, ketika tetanggaku menyalakan musik dengan suara yang nyaring bunyinya sampai menggema di rumahku.

Setelah pulang dari bank untuk mengambil uang transferan konsumen kemarin, dan mengurus pembuatan ATM, aku singgah sebentar di toko Bu Minah, untuk membeli roti kesukaan ibu.

"Eh Dinda, mau beli apa?" sapa Bu Minah dengan ramah.

"Beli roti coklat ini Bu," kataku sambil menunjukkan roti coklat yang kupegang, aku mengambil 3 roti coklat kesukaan ibu dan Lula, mereka pasti senang.

"Oh itu, satunya  Rp.3500 Din, biar untuk kamu ibu kasih 3, Rp.10.000 aja," sahut Bu Minah

"Jangan Bu, nanti Ibu gak ada untungnya."

"Gak papa, sekali-kali aja boleh tuh." Senyum Bu Minah.

"Terima kasih banyak Bu, oh ya sekalian, aku mau beli tepung, gula, margarin, telur sama perisa pandan dan coklat Bu." 

"Wah banyak banget Din, kamu mau bikin kue ya."

"Iya Bu, alhamdulillah, pesanan Uminya Dimas, katanya mau ada acara besok."

"Ibu kagum sama kamu Din, sudah cantik, pekerja keras, baik hati pula, andai ibu punya anak cowok yang dewasa udah ibu jodohkan sama kamu," goda Bu Minah.

"Ah Ibu bisa aja," sahutku dengan senyuman.

"Jadi semuanya totalnya berapa Bu?"

"Semuanya jadinya 80 ribu Din."

"Ini Bu uangnya." Aku menyerahkan uang 100 ribu satu lembar, kemudian Bu Minah memberikan uang 20 ribu sebagai kembaliannya.

Kucek semua barang yang telah kubeli, setelah kurasa cukup aku kembali mengayuh sepedaku menuju ke rumah.

"Assalamualaikum," sapa ku, setelah beberapa kali mengetuk pintu depan. Tak ada yang menyahut, aku menengok ke jendela Lula yang terbuka. Ternyata Lula tertidur di kamarnya, dengan headset yang masih terpasang di telinga. Aku berusaha membangunkannya dari balik jendela kamarnya, beberapa kali kupanggil namanya namun ia tak bangun juga. Rumah tampak sepi, aku jadi khawatir dengan keadaan ibu.

"Lula … Lula bangun," teriakku dari balik jendela.

Rupanya suaraku sama sekali tak dapat membangunkannya, akhirnya aku berinisiatif mengambil batu kecil dan kulempar hingga mengenai kayu ranjang tidurnya, Lula terkejut mendengar bunyi itu, ia bangun dan mencari asal bunyi yang membangunkannya. Aku memanggilnya langsung.

"Lula buka pintunya!"

Matanya menatap ke arah jendela di mana aku berada, tatapannya tajam, ada warna kemerahan di sana, ia tampak kesal dan marah mengetahui bahwa akulah yang telah membangunkan tidur siangnya.

"Ganggu Lula tidur aja, iya sebentar!" sahutnya dengan wajah ketidaksenangan.

Akhirnya pintu dibukakan, aku masuk dan mengucap salam namun tak ada jawaban.

"Salam itu wajib dibalas Lula, karena itu hak seorang muslim untuk muslim lainnya" 

"Kaka ini baru datang udah ceramah, Lula ngantuk !" bantah nya dengan mulut yang menganga akibat menguap.

"Ko sepi, Ibu mana?" tanyaku langsung.

"Tu tidur dikamarnya," sahut Lula.

"Mana uang 50 ribunya Kak, kan aku sudah jaga Ibu." Ia mengulurkan tangannya, sambil mendesak.

"Iya tunggu sebentar, aku mau liat Ibu dulu."

Aku beranjak pergi ke kamar ibu yang bersebrangan dengan kamar Lula, tampak ibu tertidur lelap dengan posisi duduk.

"Tumben Ibu tidur jam segini, biasanya ia pasti meminta makan atau berbicara sendiri kalau tidak ia bernyanyi dan bersenandung," Batinku.

Aku merogoh kantong yang ada di jaket pemberian ayah dulu, mengambil uang 50 ribu, dan memberikannya kepada Lula.

"Dari tadi kek uangnya di kasih, jadi kan aku bisa cepat beli skincare," sahut Lula, bukannya berterima kasih ia malah mengumpat.

"Ini aku bawakan roti coklat kesukaan kamu dan Ibu"

"Iya, taruh aja disana, nanti aku bisa ambil sendiri."

"Kamu mau kemana?"

"Mau keluarlah, beli skincare, aku gak mau wajahku kusam kayak wajah Kaka, mana ada nanti orang yang suka kalau wajah gak terawat."

"Wajah cantik karena make up dan skincare banyak Lula, tapi hati yang cantik itu susah dicari, apalagi wajah cantik ditambah hati cantik langka itu"

Lula tak merespon ucapanku, ia kembali ke kamar. Tak lama kemudian ia keluar dengan menggunakan kaos lengan pendek dan celana jeans pendek sampai lutut, rambut yang terurai, serta bau parfum yang sangat menyengat.

"Aku pergi dulu keluar Kak."

"Tunggu!"

"Ada apa lagi?"

"Pakai jilbab Lula, sebagai seorang muslimah jilbab wajib dipakai, itu perintah Allah bukan perintah Kaka."

"Malas ah … gerah, panas."

"Jangan begitu, kalau kamu sayang ayah, setiap kamu keluar rumah pakai pakaian tertutup dan jilbab, karena jika seorang anak perempuannya menutup aurat maka berkurang beban ayah saat ditanya dihadapan Allah nanti."

"Kaka bawel banget sih, pakai bawa ayah segala lagi," jawabnya dengan tatapan penuh kekesalan, pergi berlalu begitu saja, apa yang kuucapkan bak angin yang menerbangkan kapas begitu ringan dan tak berguna baginya.

Aku menghela nafas panjang dan berat, kapan Lula bisa berubah, aku rindu Lula kecil yang sopan, berkata lemah lembut, rupanya kemiskinan mampu membuatnya berubah sedemikian rupa.

Suara ibu membuatku tersadar, ia mengamuk sambil berucau dengan kata-kata yang tidak bisa kumengerti.

"Ibu… ibu ini Dinda." Aku mencoba menenangkan ibu dengan mengusap lembut rambutnya.

"Lapar … lapar !" Teriaknya.

"Ada roti kesukaan ibu." Aku mengambil roti yang kubelikan di warung Bu Minah tadi, berusaha menenangkan ibu.

Ibu langsung mengambil roti yang ada di tanganku, dan memakannya begitu lahap, seperti orang yang tidak diberi makan selama sehari.

Aku ke dapur mencek makanan yang ada di sana, ternyata masih ada telur dan mie goreng yang masih tertata seperti pagi tadi, seakan tak ada yang menyentuh untuk memakannya, utuh seperti semula sebelum ku pergi. apakah ibu tidak dikasih makan sama Lula?.

Tiba-tiba mataku tertuju pada salah satu sudut dapur dekat dengan tempat aku menaruh bumbu-bumbu masakan, di sana tampak satu bungkus obat yang sudah terbuka. Aku mengambil bungkus obat itu, mengamati bungkusnya yang tertera nama "triazolam".

"Obat apa ini," pekik ku dalam hati.

Bersambung...

Related chapters

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 5: Mengantar Kue

    Mataku masih tajam memperhatikan obat yang sudah tidak ada isinya itu. Karena penasaran, aku membuka handphoneku, lalu searching ke internet mencari tahu jenis obat apa ini, dan digunakan untuk siapa?.Tangan ini mulai mengetik di tombol pencarian, setelah menunggu beberapa detik akhirnya informasi tentang obat triazolam ini muncul, mataku melotot sempurna di depan layar handphone."Obat tidur … "Kecurigaan ku mulai timbul, apa mungkin ibu tertidur seperti tadi karena diberikan obat tidur oleh Lula. Kubuang pikiran negatif yang menyerang kepalaku, bisa saja Lula sendiri yang mengkonsumsinya, tadi Lula juga tertidur nyenyak.Pikiranku mengembang entah ke mana, hidup ini terasa begitu berat, mungkin jika aku ingin mengumpulkan air mata, sudah penuh tong kosong yang sering dipakai sebagai penampung air d

    Last Updated : 2021-09-06
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 6: Sapu Tangan dari Dimas

    Aku memandangi wajah perempuan yang bercadar itu, meski wajahnya tertutup tapi aku melihat aura kecantikan terpancar dari Sinar matanya. Alis yang tebal, bulu mata lentik seolah menggambarkan secantik apa perempuan yang sekarang sudah berada di hadapan kami ini."Aisyah, mari duduk." Ibunya Dimas menghampiri Aisyah sambil merangkul pundaknya, mereka terlihat akrab."Iya Umi, tadi Aisyah datang dari pondok, ini ada hadiah buat Umi." ia memberikan bungkusan plastik berwarna hitam. Entah apa isinya, aku pun tak tahu.Perempuan yang dipanggil Aisyah itu duduk bersebrangan denganku, ia tersenyum meski tak terlihat dari bibirnya namun dari matanya yang berkerut menandakan senyum tulus dari wajahnya.Sesekali aku memperhatikannya, mencuri pandang, ia tampak begitu anggun dari b

    Last Updated : 2021-09-13
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 7:Hujan

    Rasa penasaran yang besar membuatku mencari video viral Lula, aku membuka aplikasi yang bergambar kamera itu, mengklik link yang diberikan oleh Annisa lewat aplikasi hijau.Kali ini mataku melotot sempurna, video yang berdurasi 7 menit itu berseliweran di beberapa story' penghuni dunia maya. Tak sabar melihat video viral itu, aku langsung mengkliknya. Video itu berisi Lula dengan pakaian seksinya sedang berjoget di trotoar jalan, kemudian seorang wanita menghampirinya dan mencaci makinya dengan sebutan wanita jalang, hingga mereka akhirnya berkelahi, yang kemudian dilerai oleh seorang laki-laki. Video itu hanya sampai di situ dengan caption "Pelakor vs Istri sah".Tunggu dulu, aku menstop video di bagian wajah laki-laki yang datang di bagian akhir video, sepertinya aku pernah melihat orang ini. Tapi di mana?Aku men

    Last Updated : 2021-09-14
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 8: Payung untuk Dinda

    Mencintai adalah seni hati. Setiap insan pasti pernah menjumpai, ketika tidur tak karuan, rindu yang terus meluap, dan perasaan bersatu menjadi sebuah ambisi kuat untuk memiliki. Namun tidak, mencintai tak harus memiliki, karena cinta datang dengan sendirinya dan mungkin saja ia akan pulang dengan sendiri.Mencintaimu adalah logika yang mampu dikalahkan hati…Mencintaimu adalah candu yang kadang membuatku tak sadar diri…Percayalah aku akan berusaha agar cinta ini tak ternodai, sebelum waktu yang akan bersimpati.Waktu terasa berhenti saat mata ini tak sengaja menatap wajah teduhnya membuat kedua manik mata kami saling beradu. Tapi tak lama, mungkin 3 menit, karena akhirnya aku tersadar bahwa apa yang kulakukan s

    Last Updated : 2021-09-22
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 9: Kenapa dengan Intan?

    Aku menghampiri Tante Maya yang saat ini masih berdiri di depan pintu kamar ibu dengan tangan berpegangan di salah satu sudutnya."Tenang dulu Tante, coba tarik nafas dari hidung dan keluarkan perlahan dari mulut," ucapku sembari mengusap pundaknya."Intan Din.""Kenapa dengan Intan Tante?""Tubuhnya demam, dan ia kesakitan perut, Tante bingung harus ngapain, sedangkan Mas Firman belum pulang dari kerjaannya, handphone nya juga gak bisa di hubungi," tutur Tante Maya dengan wajah begitu khawatir dan takut.Aku langsung memeluknya, lalu menyeka air mata yang masih tersisa di wajahnya."Sudah Tante kasih obat penurun demam?""Sudah Din, t

    Last Updated : 2021-09-24
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 10: Nasi Bungkus di Rumah Sakit

    Kupandangi rumah Dimas dari jauh, ada sebuah mobil terparkir di depan pagar rumahnya, tapi itu bukan mobil yang sering kulihat di garasi rumahnya."Mobil siapa itu?". Kubuang rasa sungkan untuk sementara, mengetuk pintu rumah Dimas, mengucapkan salam, lalu menunggu beberapa detik sampai akhirnya pintu dibukakan."Dinda…ayo masuk." Ternyata Ibunya Dimas yang membukakan pintu itu, dengan ramah beliau mempersilahkan aku masuk.Setelah masuk ke dalam rumah Dimas, aku melihat seorang lelaki paruh baya menggunakan sorban di kepala, dan jenggot yang panjang menghias di dagunya, duduk di sofa tamu. Ia sedang berbicara dengan ayahnya Dimas. Lelaki paruh baya yang penampilannya seperti ustadz itu memiliki wajah yang teduh, pakaiannya rapi dan dari nada bicaranya sangat santun.

    Last Updated : 2021-09-24
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 11: Darah di Lantai

    Jika setiap daun yang jatuh sudah menjadi ketentuan dariNya.Maka kebersamaan kita hari ini adalah takdir.Tapi mungkinkah besok, atau lusa takdir masih berpihak kepadaku dan padamu.Bahkan sepercik rasa yg kau punya, aku pun tak tahu.Biar kesunyian dalam bait doa yang berbicaraAku akan menunggu, sampai waktu sendiri yang menjawabnya.Bersabarlah, karena kita tak dapat membaca semesta hanya lewat mata.Setelah menerima makanan dari Dimas, pikiranku melayang jauh, menembus setiap inci relung hati, membiarkan jiwaku menik

    Last Updated : 2021-10-29
  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 12: Luka di Tangan Ibu

    Pikiranku semakin tidak menentu, kemana kaki ini harus kulangkahkan untuk mencari ibu dan Lula. Pertanyaanku terjawab ketika sebuah notifikasi pesan dari Lula masuk ke aplikasi hijauku.'Aku membawa ibu ke Pak Dodi.' jawaban singkat yang ku terima atas pertanyaanku, meski tak menjawab pertanyaan lainnya tentang setetes darah yang tercecer di lantai.Aku segera menuju rumah Pak Dodi, dia adalah perawat umum yang bertugas di kampungku, meski usianya yang tergolong muda, namun pengalamannya di dunia keperawatan tidak bisa diremehkan, karena ia adalah perawat andalan dan satu-satunya di kampungku ini.Lumayan jauh jarak antara rumahku dengan rumah Pak Dodi, sekitar 25 menit jika ditempuh dengan bersepeda."Alhamdulillah akhirny

    Last Updated : 2021-10-29

Latest chapter

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 12: Luka di Tangan Ibu

    Pikiranku semakin tidak menentu, kemana kaki ini harus kulangkahkan untuk mencari ibu dan Lula. Pertanyaanku terjawab ketika sebuah notifikasi pesan dari Lula masuk ke aplikasi hijauku.'Aku membawa ibu ke Pak Dodi.' jawaban singkat yang ku terima atas pertanyaanku, meski tak menjawab pertanyaan lainnya tentang setetes darah yang tercecer di lantai.Aku segera menuju rumah Pak Dodi, dia adalah perawat umum yang bertugas di kampungku, meski usianya yang tergolong muda, namun pengalamannya di dunia keperawatan tidak bisa diremehkan, karena ia adalah perawat andalan dan satu-satunya di kampungku ini.Lumayan jauh jarak antara rumahku dengan rumah Pak Dodi, sekitar 25 menit jika ditempuh dengan bersepeda."Alhamdulillah akhirny

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 11: Darah di Lantai

    Jika setiap daun yang jatuh sudah menjadi ketentuan dariNya.Maka kebersamaan kita hari ini adalah takdir.Tapi mungkinkah besok, atau lusa takdir masih berpihak kepadaku dan padamu.Bahkan sepercik rasa yg kau punya, aku pun tak tahu.Biar kesunyian dalam bait doa yang berbicaraAku akan menunggu, sampai waktu sendiri yang menjawabnya.Bersabarlah, karena kita tak dapat membaca semesta hanya lewat mata.Setelah menerima makanan dari Dimas, pikiranku melayang jauh, menembus setiap inci relung hati, membiarkan jiwaku menik

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 10: Nasi Bungkus di Rumah Sakit

    Kupandangi rumah Dimas dari jauh, ada sebuah mobil terparkir di depan pagar rumahnya, tapi itu bukan mobil yang sering kulihat di garasi rumahnya."Mobil siapa itu?". Kubuang rasa sungkan untuk sementara, mengetuk pintu rumah Dimas, mengucapkan salam, lalu menunggu beberapa detik sampai akhirnya pintu dibukakan."Dinda…ayo masuk." Ternyata Ibunya Dimas yang membukakan pintu itu, dengan ramah beliau mempersilahkan aku masuk.Setelah masuk ke dalam rumah Dimas, aku melihat seorang lelaki paruh baya menggunakan sorban di kepala, dan jenggot yang panjang menghias di dagunya, duduk di sofa tamu. Ia sedang berbicara dengan ayahnya Dimas. Lelaki paruh baya yang penampilannya seperti ustadz itu memiliki wajah yang teduh, pakaiannya rapi dan dari nada bicaranya sangat santun.

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 9: Kenapa dengan Intan?

    Aku menghampiri Tante Maya yang saat ini masih berdiri di depan pintu kamar ibu dengan tangan berpegangan di salah satu sudutnya."Tenang dulu Tante, coba tarik nafas dari hidung dan keluarkan perlahan dari mulut," ucapku sembari mengusap pundaknya."Intan Din.""Kenapa dengan Intan Tante?""Tubuhnya demam, dan ia kesakitan perut, Tante bingung harus ngapain, sedangkan Mas Firman belum pulang dari kerjaannya, handphone nya juga gak bisa di hubungi," tutur Tante Maya dengan wajah begitu khawatir dan takut.Aku langsung memeluknya, lalu menyeka air mata yang masih tersisa di wajahnya."Sudah Tante kasih obat penurun demam?""Sudah Din, t

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 8: Payung untuk Dinda

    Mencintai adalah seni hati. Setiap insan pasti pernah menjumpai, ketika tidur tak karuan, rindu yang terus meluap, dan perasaan bersatu menjadi sebuah ambisi kuat untuk memiliki. Namun tidak, mencintai tak harus memiliki, karena cinta datang dengan sendirinya dan mungkin saja ia akan pulang dengan sendiri.Mencintaimu adalah logika yang mampu dikalahkan hati…Mencintaimu adalah candu yang kadang membuatku tak sadar diri…Percayalah aku akan berusaha agar cinta ini tak ternodai, sebelum waktu yang akan bersimpati.Waktu terasa berhenti saat mata ini tak sengaja menatap wajah teduhnya membuat kedua manik mata kami saling beradu. Tapi tak lama, mungkin 3 menit, karena akhirnya aku tersadar bahwa apa yang kulakukan s

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 7:Hujan

    Rasa penasaran yang besar membuatku mencari video viral Lula, aku membuka aplikasi yang bergambar kamera itu, mengklik link yang diberikan oleh Annisa lewat aplikasi hijau.Kali ini mataku melotot sempurna, video yang berdurasi 7 menit itu berseliweran di beberapa story' penghuni dunia maya. Tak sabar melihat video viral itu, aku langsung mengkliknya. Video itu berisi Lula dengan pakaian seksinya sedang berjoget di trotoar jalan, kemudian seorang wanita menghampirinya dan mencaci makinya dengan sebutan wanita jalang, hingga mereka akhirnya berkelahi, yang kemudian dilerai oleh seorang laki-laki. Video itu hanya sampai di situ dengan caption "Pelakor vs Istri sah".Tunggu dulu, aku menstop video di bagian wajah laki-laki yang datang di bagian akhir video, sepertinya aku pernah melihat orang ini. Tapi di mana?Aku men

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 6: Sapu Tangan dari Dimas

    Aku memandangi wajah perempuan yang bercadar itu, meski wajahnya tertutup tapi aku melihat aura kecantikan terpancar dari Sinar matanya. Alis yang tebal, bulu mata lentik seolah menggambarkan secantik apa perempuan yang sekarang sudah berada di hadapan kami ini."Aisyah, mari duduk." Ibunya Dimas menghampiri Aisyah sambil merangkul pundaknya, mereka terlihat akrab."Iya Umi, tadi Aisyah datang dari pondok, ini ada hadiah buat Umi." ia memberikan bungkusan plastik berwarna hitam. Entah apa isinya, aku pun tak tahu.Perempuan yang dipanggil Aisyah itu duduk bersebrangan denganku, ia tersenyum meski tak terlihat dari bibirnya namun dari matanya yang berkerut menandakan senyum tulus dari wajahnya.Sesekali aku memperhatikannya, mencuri pandang, ia tampak begitu anggun dari b

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 5: Mengantar Kue

    Mataku masih tajam memperhatikan obat yang sudah tidak ada isinya itu. Karena penasaran, aku membuka handphoneku, lalu searching ke internet mencari tahu jenis obat apa ini, dan digunakan untuk siapa?.Tangan ini mulai mengetik di tombol pencarian, setelah menunggu beberapa detik akhirnya informasi tentang obat triazolam ini muncul, mataku melotot sempurna di depan layar handphone."Obat tidur … "Kecurigaan ku mulai timbul, apa mungkin ibu tertidur seperti tadi karena diberikan obat tidur oleh Lula. Kubuang pikiran negatif yang menyerang kepalaku, bisa saja Lula sendiri yang mengkonsumsinya, tadi Lula juga tertidur nyenyak.Pikiranku mengembang entah ke mana, hidup ini terasa begitu berat, mungkin jika aku ingin mengumpulkan air mata, sudah penuh tong kosong yang sering dipakai sebagai penampung air d

  • Adikku Ingin Jadi Artis   Bab 4: Harta Yang Paling Berharga

    "Harta yang paling berharga adalah keluargaIstana yang paling indah adalah keluargaPuisi yang paling bermakna adalah keluargaMutiara tiada tara adalah keluargaSelamat pagi EmakSelamat pagi AbahMentari hari ini berseri indahTerima kasih EmakTerima kasih AbahUntuk tampil perkasa bagi kami putra putri yang siap berbakti "Lirik l

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status