'Kak, cepat pulang, aku lapar !' Bunyi pesan yang dikirim adikku lewat aplikasi hijau.
'Sebentar lagi ya, ini masih antri, kamu bisa masak sendiri kan' jawabku balik.
Aku yang masih dalam posisi berdiri melihat ke arah meja depan, dimana salah satu karyawan masih sibuk mencatat barang konsumen yang harus dikirimkan lewat jasa ekspedisi ini.
Di luar cuaca panas, matahari terasa menampakkan dirinya dengan gagah, namun tak membuatku takut jika kulit ini terbakar atau hitam dibuatnya. Panas dan hujan sudah menjadi temanku dalam menjemput Rezeki yang telah Allah berikan. Aku menghitung antrian dari depan, tinggal 5 orang lagi baru giliranku, sebenarnya bisa saja paket ini kutinggalkan dan meminta pihak ekspedisi untuk mengirimkan nomor resinya, tapi rasanya aku kurang percaya nomor resi itu akan cepat dikirimkan, sedangkan konsumenku meminta sesegera mungkin. Apalagi buat aku yang masih baru mencoba berjualan online. Mencari kepercayaan pembeli adalah hal yang utama.
'Pokoknya aku gak mau tau, Kaka harus pulang cepat dan masak buat aku, kalau tidak aku tidak mau jaga ibu lagi, capek tau !' Pesan balasan dari Lula.
Aku menghela nafas panjang, Lula selalu saja mengancamku dengan tidak mau menjaga ibu, jika keinginannya tidak dipenuhi. Aku tidak mungkin membiarkan ibu sendirian, apalagi dengan kondisi mental ibu yang mengalami gangguan jiwa. Pernah sekali aku lalai menjaga ibu, ia pergi keluar rumah dan berlari ke arah lapangan sambil bernyanyi-nyanyi, kadang ia menangis, kemudian tertawa terbahak-bahak, membuat ia dikerumuni anak-anak yang meneriaki nya dengan sebutan "ada orang gila … orang gila …".
Aku yang melihat itu langsung berlari menuju ibu, dengan air mata yang hampir pecah kupegang ibu, dan kuajak ia pulang kerumah.
Kejadian itu selalu saja mampu membuatku menetes. Aku menyeka air yang ternyata sudah melebur di bagian sudut mata, aku segera melap wajah ini dengan jilbab yang kupakai, agar tak ada orang lain yang melihatnya.
'Iya, sebentar lagi Kakak pulang, tolong jaga ibu.' Kukirim pesan itu kepada adikku Lula, berharap ia mengerti akan keadaanku sekarang.
Tak ada balasan dari Lula, semoga saja Lula bisa menjaga ibu dengan baik. Meski sifatnya yang kasar, aku yakin ada kebaikan hati yang masih tersimpan di dalam jiwa Lula. Mungkin suatu saat nanti ia akan menyadarinya.
Akhirnya, setelah lumayan lama berdiri, tiba giliranku untuk maju ke bagian depan, aku memberikan paket kepada pegawai ekspedisi yang bertugas untuk mencatat.
"Ini isi paketnya apa Bu?" tanya mba yang memakai seragam Kirim.com
"Isinya baju dan jilbab, Mba."
"Ini bayar ongkirnya di sini, atau di sana aja Bu ?"
"Disini aja Mba, berapa?" tanyaku langsung.
"Ke daerah Kalimantan Tengah ya Bu, ongkirnya 25 ribu Bu"
Aku menyodorkan uang pas 25 ribu, lalu tak lama kemudian nomor resinya di cetak, dan di berikan kepadaku.
"Terima kasih Bu sudah menggunakan jasa Kirim.com, sebagai informasi kami sekarang mempunyai layanan jemput dan antar paket, sehingga jika Ibu ada kesibukan, Ibu tidak perlu kesini, nanti kurir kami yang akan mengambilnya" jelas karyawati yang bertugas melayaniku tadi.
"Iya, terima kasih banyak."
Aku berdiri dan berjalan keluar, kuletakkan nomor resi tadi di dalam tas. Setelah berada di luar, cuaca yang tadinya panas, kini berubah menjadi mendung, aku bergegas mengambil sepeda yang terparkir di deretan motor, lalu mengayuhnya secepat mungkin agar aku tak kehujanan, dan segera sampai rumah.
Namun takdir berkata lain, hujan turun dengan derasnya, aku terus mengayuh sepeda, setiap air nya jatuh membasahi tidak hanya jilbab dan baju namun seluruhnya.
Sebenarnya bisa saja aku berhenti dan berteduh, namun aku khawatir dengan keadaan ibu, dan jika aku lebih lama lagi sampai rumah Lula bisa marah besar, dan aku tak ingin hal itu terjadi. Biarlah hujan ini menjadi saksi tiap butir keringat dan air mata yang menetes ke bumi, setidaknya saat aku menangis di atas deretan hujan yang jatuh, tak ada seorangpun yang tau kalau aku sedang menangis.
Dari kejauhan, aku sudah melihat rumahku yang kecil, namun di sanalah aku dan adikku dibesarkan. Rumah pemberian dari nenek sebelum ia meninggal dunia menjadi satu-satunya harta yang kami miliki. Namun bagiku ibu dan Lula lah harta yang paling berharga di dunia ini.
Aku meletakkan sepeda di samping rumah, dan bergegas masuk. Kuketuk pintu yang terbuat dari kayu, warnanya yang kusam termakan usia dan cat yang pudar mendominasi pandangan saat melihatnya.
"Assalamualaikum," sapaku.
Tak ada jawaban dari dalam rumah, lalu terdengar suara piring yang terjatuh, dan membuat bunyi seperti kaca yang pecah. Kekhawatiranku semakin besar, aku mengetuk pintu secara beruntun dan keras, agar terdengar oleh Lula.
Trik itu ternyata berhasil, pintu langsung dibuka, nampak wajah Lula yang begitu kesal, mukanya masam dan cemberut. Aku langsung masuk ke rumah, dan betapa terkejutnya aku ketika melihat pecahan piring kaca berserakan di sekitar tempat tidur ibu.
"Lula, ini kenapa?"
Lula memandangku dengan mata menyipit, rupanya pertanyaanku membuatnya sedikit jengkel."Ibu tadi merengek minta makan, kukasih nasi sama garam saja, kusuruh langsung makan, eh malah dilempar" jawabnya seolah tak bersalah sama sekali."Kenapa tidak kamu bersihkan? Kan kamu sudah tau kalau ngasih Ibu makan jangan pakai piring kaca!""Ngapain membersihkan, Ibu yang salah, Kakak aja sana yang bersihkan, satu lagi masakan lauk untuk aku makan !" perintahnya bak seorang raja."Astaghfirullah, ini Ibu kamu juga Lula, kan Kakak sudah masak tempe sama telur, kenapa tidak dimakan? Ibu kenapa kamu kasih nasi sama garam aja, kasian Ibu," sahutku, sambil mengelus dada atas perlakukan adikku."Siapa juga yang mau jadi anak orang gila, dan
Lula adalah adik perempuanku, usianya lebih muda 5 tahun dari usiaku. Selagi kecil ia sering sekali dimanja oleh ayah, semua keinginannya pasti dituruti.Kebiasaannya yang sering malas-malasan dan berkata kasar terjadi ketika ayah sakit-sakitan dan meninggal dunia. Kami semua terpukul atas kepergian ayah, apalagi ibu, ia menangis seharian. Rupanya setelah ayah pergi Lula masih tak terima, ia selalu menyalahkan ibu kenapa tidak membawa ayah ke rumah sakit, padahal ayah sendiri yang tidak mau dibawa saat itu, mungkin karena kondisi keuangan kami yang sangat kekurangan.Kebiasaan hangout dengan teman-temannya waktu SMA menjadikan Lula mempunyai gengsi yang cukup tinggi, ia lebih mementingkan perawatan wajah dan pakaiannya dibandingkan dengan kondisi ibu.Sebulan setelah kepergian ayah, ibu masih dalam keadaan normal da
"Harta yang paling berharga adalah keluargaIstana yang paling indah adalah keluargaPuisi yang paling bermakna adalah keluargaMutiara tiada tara adalah keluargaSelamat pagi EmakSelamat pagi AbahMentari hari ini berseri indahTerima kasih EmakTerima kasih AbahUntuk tampil perkasa bagi kami putra putri yang siap berbakti "Lirik l
Mataku masih tajam memperhatikan obat yang sudah tidak ada isinya itu. Karena penasaran, aku membuka handphoneku, lalu searching ke internet mencari tahu jenis obat apa ini, dan digunakan untuk siapa?.Tangan ini mulai mengetik di tombol pencarian, setelah menunggu beberapa detik akhirnya informasi tentang obat triazolam ini muncul, mataku melotot sempurna di depan layar handphone."Obat tidur … "Kecurigaan ku mulai timbul, apa mungkin ibu tertidur seperti tadi karena diberikan obat tidur oleh Lula. Kubuang pikiran negatif yang menyerang kepalaku, bisa saja Lula sendiri yang mengkonsumsinya, tadi Lula juga tertidur nyenyak.Pikiranku mengembang entah ke mana, hidup ini terasa begitu berat, mungkin jika aku ingin mengumpulkan air mata, sudah penuh tong kosong yang sering dipakai sebagai penampung air d
Aku memandangi wajah perempuan yang bercadar itu, meski wajahnya tertutup tapi aku melihat aura kecantikan terpancar dari Sinar matanya. Alis yang tebal, bulu mata lentik seolah menggambarkan secantik apa perempuan yang sekarang sudah berada di hadapan kami ini."Aisyah, mari duduk." Ibunya Dimas menghampiri Aisyah sambil merangkul pundaknya, mereka terlihat akrab."Iya Umi, tadi Aisyah datang dari pondok, ini ada hadiah buat Umi." ia memberikan bungkusan plastik berwarna hitam. Entah apa isinya, aku pun tak tahu.Perempuan yang dipanggil Aisyah itu duduk bersebrangan denganku, ia tersenyum meski tak terlihat dari bibirnya namun dari matanya yang berkerut menandakan senyum tulus dari wajahnya.Sesekali aku memperhatikannya, mencuri pandang, ia tampak begitu anggun dari b
Rasa penasaran yang besar membuatku mencari video viral Lula, aku membuka aplikasi yang bergambar kamera itu, mengklik link yang diberikan oleh Annisa lewat aplikasi hijau.Kali ini mataku melotot sempurna, video yang berdurasi 7 menit itu berseliweran di beberapa story' penghuni dunia maya. Tak sabar melihat video viral itu, aku langsung mengkliknya. Video itu berisi Lula dengan pakaian seksinya sedang berjoget di trotoar jalan, kemudian seorang wanita menghampirinya dan mencaci makinya dengan sebutan wanita jalang, hingga mereka akhirnya berkelahi, yang kemudian dilerai oleh seorang laki-laki. Video itu hanya sampai di situ dengan caption "Pelakor vs Istri sah".Tunggu dulu, aku menstop video di bagian wajah laki-laki yang datang di bagian akhir video, sepertinya aku pernah melihat orang ini. Tapi di mana?Aku men
Mencintai adalah seni hati. Setiap insan pasti pernah menjumpai, ketika tidur tak karuan, rindu yang terus meluap, dan perasaan bersatu menjadi sebuah ambisi kuat untuk memiliki. Namun tidak, mencintai tak harus memiliki, karena cinta datang dengan sendirinya dan mungkin saja ia akan pulang dengan sendiri.Mencintaimu adalah logika yang mampu dikalahkan hati…Mencintaimu adalah candu yang kadang membuatku tak sadar diri…Percayalah aku akan berusaha agar cinta ini tak ternodai, sebelum waktu yang akan bersimpati.Waktu terasa berhenti saat mata ini tak sengaja menatap wajah teduhnya membuat kedua manik mata kami saling beradu. Tapi tak lama, mungkin 3 menit, karena akhirnya aku tersadar bahwa apa yang kulakukan s
Aku menghampiri Tante Maya yang saat ini masih berdiri di depan pintu kamar ibu dengan tangan berpegangan di salah satu sudutnya."Tenang dulu Tante, coba tarik nafas dari hidung dan keluarkan perlahan dari mulut," ucapku sembari mengusap pundaknya."Intan Din.""Kenapa dengan Intan Tante?""Tubuhnya demam, dan ia kesakitan perut, Tante bingung harus ngapain, sedangkan Mas Firman belum pulang dari kerjaannya, handphone nya juga gak bisa di hubungi," tutur Tante Maya dengan wajah begitu khawatir dan takut.Aku langsung memeluknya, lalu menyeka air mata yang masih tersisa di wajahnya."Sudah Tante kasih obat penurun demam?""Sudah Din, t
Pikiranku semakin tidak menentu, kemana kaki ini harus kulangkahkan untuk mencari ibu dan Lula. Pertanyaanku terjawab ketika sebuah notifikasi pesan dari Lula masuk ke aplikasi hijauku.'Aku membawa ibu ke Pak Dodi.' jawaban singkat yang ku terima atas pertanyaanku, meski tak menjawab pertanyaan lainnya tentang setetes darah yang tercecer di lantai.Aku segera menuju rumah Pak Dodi, dia adalah perawat umum yang bertugas di kampungku, meski usianya yang tergolong muda, namun pengalamannya di dunia keperawatan tidak bisa diremehkan, karena ia adalah perawat andalan dan satu-satunya di kampungku ini.Lumayan jauh jarak antara rumahku dengan rumah Pak Dodi, sekitar 25 menit jika ditempuh dengan bersepeda."Alhamdulillah akhirny
Jika setiap daun yang jatuh sudah menjadi ketentuan dariNya.Maka kebersamaan kita hari ini adalah takdir.Tapi mungkinkah besok, atau lusa takdir masih berpihak kepadaku dan padamu.Bahkan sepercik rasa yg kau punya, aku pun tak tahu.Biar kesunyian dalam bait doa yang berbicaraAku akan menunggu, sampai waktu sendiri yang menjawabnya.Bersabarlah, karena kita tak dapat membaca semesta hanya lewat mata.Setelah menerima makanan dari Dimas, pikiranku melayang jauh, menembus setiap inci relung hati, membiarkan jiwaku menik
Kupandangi rumah Dimas dari jauh, ada sebuah mobil terparkir di depan pagar rumahnya, tapi itu bukan mobil yang sering kulihat di garasi rumahnya."Mobil siapa itu?". Kubuang rasa sungkan untuk sementara, mengetuk pintu rumah Dimas, mengucapkan salam, lalu menunggu beberapa detik sampai akhirnya pintu dibukakan."Dinda…ayo masuk." Ternyata Ibunya Dimas yang membukakan pintu itu, dengan ramah beliau mempersilahkan aku masuk.Setelah masuk ke dalam rumah Dimas, aku melihat seorang lelaki paruh baya menggunakan sorban di kepala, dan jenggot yang panjang menghias di dagunya, duduk di sofa tamu. Ia sedang berbicara dengan ayahnya Dimas. Lelaki paruh baya yang penampilannya seperti ustadz itu memiliki wajah yang teduh, pakaiannya rapi dan dari nada bicaranya sangat santun.
Aku menghampiri Tante Maya yang saat ini masih berdiri di depan pintu kamar ibu dengan tangan berpegangan di salah satu sudutnya."Tenang dulu Tante, coba tarik nafas dari hidung dan keluarkan perlahan dari mulut," ucapku sembari mengusap pundaknya."Intan Din.""Kenapa dengan Intan Tante?""Tubuhnya demam, dan ia kesakitan perut, Tante bingung harus ngapain, sedangkan Mas Firman belum pulang dari kerjaannya, handphone nya juga gak bisa di hubungi," tutur Tante Maya dengan wajah begitu khawatir dan takut.Aku langsung memeluknya, lalu menyeka air mata yang masih tersisa di wajahnya."Sudah Tante kasih obat penurun demam?""Sudah Din, t
Mencintai adalah seni hati. Setiap insan pasti pernah menjumpai, ketika tidur tak karuan, rindu yang terus meluap, dan perasaan bersatu menjadi sebuah ambisi kuat untuk memiliki. Namun tidak, mencintai tak harus memiliki, karena cinta datang dengan sendirinya dan mungkin saja ia akan pulang dengan sendiri.Mencintaimu adalah logika yang mampu dikalahkan hati…Mencintaimu adalah candu yang kadang membuatku tak sadar diri…Percayalah aku akan berusaha agar cinta ini tak ternodai, sebelum waktu yang akan bersimpati.Waktu terasa berhenti saat mata ini tak sengaja menatap wajah teduhnya membuat kedua manik mata kami saling beradu. Tapi tak lama, mungkin 3 menit, karena akhirnya aku tersadar bahwa apa yang kulakukan s
Rasa penasaran yang besar membuatku mencari video viral Lula, aku membuka aplikasi yang bergambar kamera itu, mengklik link yang diberikan oleh Annisa lewat aplikasi hijau.Kali ini mataku melotot sempurna, video yang berdurasi 7 menit itu berseliweran di beberapa story' penghuni dunia maya. Tak sabar melihat video viral itu, aku langsung mengkliknya. Video itu berisi Lula dengan pakaian seksinya sedang berjoget di trotoar jalan, kemudian seorang wanita menghampirinya dan mencaci makinya dengan sebutan wanita jalang, hingga mereka akhirnya berkelahi, yang kemudian dilerai oleh seorang laki-laki. Video itu hanya sampai di situ dengan caption "Pelakor vs Istri sah".Tunggu dulu, aku menstop video di bagian wajah laki-laki yang datang di bagian akhir video, sepertinya aku pernah melihat orang ini. Tapi di mana?Aku men
Aku memandangi wajah perempuan yang bercadar itu, meski wajahnya tertutup tapi aku melihat aura kecantikan terpancar dari Sinar matanya. Alis yang tebal, bulu mata lentik seolah menggambarkan secantik apa perempuan yang sekarang sudah berada di hadapan kami ini."Aisyah, mari duduk." Ibunya Dimas menghampiri Aisyah sambil merangkul pundaknya, mereka terlihat akrab."Iya Umi, tadi Aisyah datang dari pondok, ini ada hadiah buat Umi." ia memberikan bungkusan plastik berwarna hitam. Entah apa isinya, aku pun tak tahu.Perempuan yang dipanggil Aisyah itu duduk bersebrangan denganku, ia tersenyum meski tak terlihat dari bibirnya namun dari matanya yang berkerut menandakan senyum tulus dari wajahnya.Sesekali aku memperhatikannya, mencuri pandang, ia tampak begitu anggun dari b
Mataku masih tajam memperhatikan obat yang sudah tidak ada isinya itu. Karena penasaran, aku membuka handphoneku, lalu searching ke internet mencari tahu jenis obat apa ini, dan digunakan untuk siapa?.Tangan ini mulai mengetik di tombol pencarian, setelah menunggu beberapa detik akhirnya informasi tentang obat triazolam ini muncul, mataku melotot sempurna di depan layar handphone."Obat tidur … "Kecurigaan ku mulai timbul, apa mungkin ibu tertidur seperti tadi karena diberikan obat tidur oleh Lula. Kubuang pikiran negatif yang menyerang kepalaku, bisa saja Lula sendiri yang mengkonsumsinya, tadi Lula juga tertidur nyenyak.Pikiranku mengembang entah ke mana, hidup ini terasa begitu berat, mungkin jika aku ingin mengumpulkan air mata, sudah penuh tong kosong yang sering dipakai sebagai penampung air d
"Harta yang paling berharga adalah keluargaIstana yang paling indah adalah keluargaPuisi yang paling bermakna adalah keluargaMutiara tiada tara adalah keluargaSelamat pagi EmakSelamat pagi AbahMentari hari ini berseri indahTerima kasih EmakTerima kasih AbahUntuk tampil perkasa bagi kami putra putri yang siap berbakti "Lirik l