Home / Romansa / Adik Ipar Malang / bab 3 Devan Mahendra Putra

Share

bab 3 Devan Mahendra Putra

Author: Nefertari
last update Last Updated: 2022-05-13 09:45:42

# Part3

POV Lilis

"Lilis!"

Ibu tiba-tiba masuk sambil berteriak memanggil namaku dan langsung memeluk..

"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa bisa sampai dirawat di rumah sakit? Kamu sakit apa?" tanya Ibu beruntun.

Kulihat di belakang Ibu, Kak Laras berjalan mengikuti. Sepertinya Kak Laras ke sini bersama Ibu. Ayah langsung merubah raut wajahnya yang tadinya mengeras, menjadi biasa saja.

"Sudah dibilangin supaya jangan terlalu banyak kegiatan sekolah, masih saja ngeyel," ejek Kak Laras.

Untungnya mereka belum tahu mengenai kondisiku. Berarti Ayah belum memberi tahu mereka. Biarlah mereka tahunya aku kecapaian karena banyak kegiatan sekolah. Ini lebih baik.

"Laras, adeknya lagi sakit, bukannya di perhatiin malah diejek." Ibu menepuk bahu Kak Laras.

"Iya, Ibu." Kak Laras memutar bola matanya malas. "Kamu sudah makan belum? Obatnya sudah diminum?" tanya Kak Laras padaku.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Makanan dari rumah sakit belum datang. Mungkin sebentar lagi. Sekalian dokter akan periksa keadaan Lilis," terang Ayah.

Tidak lama datang dokter bersama dua perawat, yang satu membawa makanan pasien dan yang satunya lagi membawakan catatan pasien.

Aku melihat Ayah sekilas memberi kode lewat mata kepada dokter, untuk tak mengatakan apa pun perihal kesehatanku. Sepertinya Ibu dan Kak Laras tak menyadarinya.

Ibu sibuk mengelus dan memijat punggung tanganku yang tak dipasang selang infus, sedang Kak Laras langsung mengambil makanan pasien yang dibawakan perawat.

"Bagaimana keadaan anak saya, dok?" tanya Ibu merusak acara kode-kode mereka.

"Putri Ibu sudah lebih baik. Jaga pola makannya, dan banyak makan-makanan bergizi. Terpenting jangan sampai telat makan!" ucap dokter menasihati.

"Kalau begitu, saya permisi dulu." Dokter dan kedua perawat itu keluar ruangan.

"Sini Kakak suapin! Ayok, dibuka mulutnya!" Kak Laras menyodorkan sendok berisi makanan lembek di depan mulutku. Yang jadi masalah itu mau nyuapin, tapi cara ngomongnya kaya tukang kredit panci lagi nagih. Untung saja Kak Laras bukan jadi dokter. Seandainya jadi dokter, pasti banyak pasien yang kabur.

Sifatnya yang cuek dan dingin, tapi sebenarnya sangat perhatian dan baik, membuat orang segan kepadanya. Hanya sifat usil dan keras kepalanya yang sangat melekat dalam dirinya. Sehingga agak susah diatur.

Usia Kakakku itu 23 tahun, beda tujuh tahun denganku. Kak Laras sudah menikah dengan Kak Evan selama dua tahun. Sampai sekarang, mereka belum dititipi anak oleh Allah.

"Laras, apa Evan sudah diberitahu tentang kondisi Lilis?" tanya Ibu.

Tubuhku menegang mendengar nama suami Kak Laras disebut. Aku masih belum siap bertemu dia.

"Aku udah kasih tahu Evan, Bu. Tapi kata Evan, dia harus menyelesaikan pekerjaannya dulu. Nanti dia akan mengajak Papa dan Mama juga buat jenguk Lilis," terang Kak Laras.

Ayah sepertinya menyadari gelagatku yang tidak tenang. Kemudian Ayah berdehem.

"Biarkan saja, kalau memang suamimu masih sibuk. Ayah takut kalau mereka menjenguk Lilis, nanti kamar Lilis berubah jadi pasar malam." Ayah berusaha menenangkan perasaanku.

Ibu dan Kak Laras tertawa. Aku juga ikut tertawa, meski dengan dibuat-buat. Agar tak membuat mereka curiga.

Selama di rumah sakit, Ibu dan Kak Laras yang bergantian menjagaku. Ayah akan menjenguk saat dia pulang dari pabrik.

Ayah memiliki pabrik minuman kemasan, yang dipasok ke perusahaan orang tua Kak Evan. Makanya, aku takut kalau masalahku ini akan merusak hubungan kerja sama antara Ayah dan orang tua Kak Evan.

Om Rifan dan Tante Maya, orang tua Kak Evan, datang menjenguk di hari kedua aku dirawat. Mereka sangat baik. Bahkan, menganggap aku putri bungsu mereka sendiri.

Kak Elan, kakaknya Kak Evan juga datang. Dia membawa bunga matahari, bunga kesukaanku.

Selama tiga hari aku dirawat di rumah sakit. Hari ini aku sudah diizinkan pulang. Selama itu pula, Ibu dan Kak Laras masih belum tahu tentang kehamilanku.

Ayah mengantarkanku ke kamar dan membawakan tas berisi pakaian yang dipakai saat di rumah sakit. Ibu akan memasak untuk makan malam, sedang Kak Laras kembali ke tempat kerjanya.

"Kamu istirahat saja dulu. Jangan memikirkan hal berat." Ayah mencium keningku, kemudian menarik selimut sampai batas leher.

Aku menarik tangan Ayah ketika Ayah hendak beranjak.

"Terima kasih, Ayah."

Ayah memberikan senyum hangat, dan berlalu ke luar kamar. Aku berusaha memejamkan mataku. Aku harus banyak istirahat agar kondisiku segera pulih dan janinku selalu sehat. Tak lama kemudian aku larut ke dalam mimpi.

*****

Aku terbangun saat hari menjelang sore. Mandi mungkin bisa membuat tubuh ini lebih segar. Selesai berpakaian, gegas aku ke ruang tamu. Tadi Ibu bilang kalau ada seseorang sedang menungguku, tapi Ibu tidak mau kasih tau siapa orangnya Membuat penasaran saja.

Di ruang tamu, berdiri seorang laki-laki yang membelakangiku. Dari posturnya, aku sedikit kenal, tapi siapa, ya? Aku masih mengira-ngira siapa orang yang sedang membelakangi ini.

Saat dia berbalik menghadapku, mulutku terbuka saking terkejutnya. Dia ....

"Kak Devan!"

Aku langsung berlari memeluknya. Menumpahkan semua rindu di dalam dada. Ingin bercerita tentang pahitnya hidupku akhir-akhir ini.

Tanpa terasa aku menangis kencang, masih sambil memeluknya. Aku merasa seperti menemukan tempat yang pas untuk meluapkan sakit hati ini.

Ya, Kak Devan Mahendra Putra, anak dari Paman Hisyam dan Bibi Desi, sepupu jauh dari Ayah. Dulu sempat dititipkan di sini oleh orang tuanya saat akan masuk SMA, karena tak sanggup menghadapi tingkah anaknya yang seperti preman.

Berkat didikan Ayah, Kak Devan mulai berubah sedikit demi sedikit. Yang tadinya suka berkelahi seperti preman, mulai berkurang, kecuali terdesak. Meski pun pakaian masih urakan, tapi dia sudah tidak bersikap bar-bar lagi dan juga mulai rajin belajar.

Setelah lulus SMA, Kak Devan melanjutkan kuliah di luar negeri. Terakhir yang aku dengar, Kak Devan meneruskan perusahaan orang tuanya sehingga menjadi perusahaan yang maju dan terkenal.

Menyadari posisi yang ambigu, aku langsung melepas pelukan dan mundur beberapa langkah. Pipi ini memanas, rasa malu sudah tak bisa kutahan. Aku menunduk dengan menghapus air mata di wajah.

"Kenapa dilepas? Bukannya kamu kangen banget sama aku, sampai-sampai nangis kencang seperti itu?" Kak Devan berkata sambil menaik turunkan alisnya.

Astaga! Kenapa dengan tingkah tengil seperti itu malah membuat dia semakin tampan. Di usianya yang kedua puluh lima tahun, laki-laki yang dulunya urakan dan bar-bar, kini menjelma menjadi laki-laki yang tampan, mempesona dan berkharisma. Kulit putih bersih, rahang tegas tanpa jambang, hidung mancung dan mata yang menatap dengan tegas.

"Aku tahu, aku tampan. Bisa nggak, kamu hapus air liur kamu?" kata Kak Devan dengan seringai mengejek.

Lupakan apa yang tadi aku bilang tentang dia. Aku langsung mengambil bantal sofa dan melempar ke arah Kak Devan. Sayangnya tak kena.

Sejenak aku melupakan masalah yang terjadi. Aku tertawa lepas meski badan masih agak lemas. Berlanjutlah kegiatan kami dengan ngobrol dan bercerita pengalaman masing-masing. Tidak berselang lama, Ibu memanggil untuk makan malam.

Selesai makan malam aku langsung masuk ke kamar dan belajar. Karena besok sudah harus berangkat ke sekolah lagi dan tak ingin tertinggal banyak pelajaran. Kak Dinar sendiri katanya akan tinggal di sini untuk sementara waktu. Lebih tepatnya aku kurang tau.

Related chapters

  • Adik Ipar Malang   bab 4 Pelaku Sebenarnya

    # Bab4POV Ayah (Pak Arifin)Akhir-akhir ini, aku merasa Lilis, putri bungsuku sedikit aneh. Dia jadi pendiam, murung dan lebih suka menyendiri di kamar. Perasaan ini mengatakan ada yang tidak baik.Dari kecil Lilis paling dekat denganku dari pada ibunya. Tentu saja tahu perubahan sekecil apa pun dari Lilis. Aku harus segera mencari tahu penyebab perubahan dari putri bungsuku ini.Setelah menyelesaikan pekerjaan yang terpaksa dibawa pulang, aku menengok putri bungsuku itu di kamarnya. Saat pintu kamar terbuka, kudapati anakku duduk dengan kepala menelungkup di atas meja belajarnya. Ternyata dia tertidur saat sedang belajar.Aku mengangkat Lilis untuk dipindahkan ke kasur. Tak sengaja menyenggol beberapa buku sampai jatuh. Saat hendak membereskannya, ada benda putih panjang yang menyembul dari salah satu buku. Ternyata dari sebuah buku diary.Aku tarik benda putih itu. Mataku melebar, jantungku tiba-tiba berdebar kencang, pikiranku sudah kemana-mana. Bagaimana bisa Lilis mempunyai bend

    Last Updated : 2022-05-13
  • Adik Ipar Malang   bab 5 Undangan Makan Malam

    bab 5 POV LilisPagi ini aku bersiap untuk sarapan, supaya bisa fokus mengikuti pelajaran di sekolah. Sudah ada Ibu dan Ayah di ruang makan. Ayah masih membaca koran, belum memulai sarapannya. Sedang Ibu, menyiapkan sarapan di atas meja.Terlihat Kak Devan berjalan mendekat. Aku baru ingat kalau rumah ini kedatangan anggota baru. Pipiku merona melihat pemandangan segar di pagi hari. Kak Devan mengenakan kemeja baby blue yang dimasukkan dalam celana hitam formal pas badan, dan rambut hitam yang disisir ke belakang rapi, menambah kesan maskulin dan dewasa.Wajahku berubah terkejut dan menegang melihat siapa yang berada di belakang Kak Devan, Kak Laras dan suaminya. Mereka ikut sarapan di sini. Tumben sekali. Aku langsung menunduk enggan untuk menatap, melirik pun tak sanggup.Ayah yang mengetahui gerak-gerikku, mencairkan suasana dengan berdehem. "Cepat duduk dan sarapan! Ada yang ingin Ayah sampaikan pada Laras dan Evan setelah sarapan."Ketiga orang tersebut langsung duduk. Ayah dudu

    Last Updated : 2022-05-13
  • Adik Ipar Malang   bab 6 Jamuan Makan Malam 2

    bab 6 (Jamuan Makan Malam 2)POV Lilis"Lilis!"Deg!Suara bariton rendah ini ... kenapa dia ada di sini? Badan ini membeku, tapi kaki gemetar. Ingin rasanya lari, namun seakan ada paku di kaki yang menancap ke bumi. Aku tak tau kalau bisa se-trauma ini dengan dia."Berhenti di sana!" teriakku sambil mengangkat tangan.Dia langsung berhenti dengan mata terbelalak. Sekarang kami berjarak tiga meter. Aku menatap sekeliling dan ternyata ada beberapa siswa yang sedang menatap kami, kemudian berlalu pergi. Langsung saja aku mengubah ekspresi di wajah ini, agar tak ada yang kepo."Lis, aku ..." katanya dengan lirih.Aku masih memerhatikan apa yang akan dia lakukan, meskipun masih merasa takut. Kemudian dia membuka tas kerjanya, mengeluarkan sebuah kotak bekal berwarna kuning polos dan menyodorkannya padaku."Ini ... terimalah." Aku masih diam saja.Saat dia hendak melangkah, aku langsung mengangkat tangan lagi, agar dia berhenti melangkah. "Tetap di sana!" desisku."Lis, ini bekal dari Ibu,

    Last Updated : 2022-06-10
  • Adik Ipar Malang   bab 7 Baru Awalan

    bab7 (Awal)POV LilisSuasana langsung hening dan senyap. Wajah Kak Evan tegang dan pucat. Kak Laras memicingkan matanya menatap Kak Evan. Om Rifan dan Tante Maya saling berpandangan. Ibu memandang Ayah dengan tatapan seolah bertanya. Sedang Kak Devan, memandangku dengan pandangan yang sulit diartikan.Bagaimana denganku? Jangan tanyakan lagi. Tentu saja keringat dingin sudah mengalir di dahi dan di telapak tangan. Dudukku sudah gelisah tak menentu.Tiba-tiba Ayah terkekeh sambil duduk di kursi yang sebelumnya ditempati. Semua orang memandang Ayah dengan heran, termasuk aku."Aku hanya bercanda. Lilis memang tak suka buah apel. Tak suka buah apel, bukan berarti alergi, bukan? Boleh saja, kan, kalau Lilis makan buah apel untuk kesehatan 'dia'?" ucap Ayah dengan menekankan kata 'dia'. Pernyataan Ayah barusan membuat beberapa orang di ruangan ini memasang raut wajah lega."Pak Arif ini, bercandanya ada-ada saja. Tentu saja boleh, dong. Malah itu bagus juga untuk kulit," ucap Tante Maya

    Last Updated : 2022-06-11
  • Adik Ipar Malang   bab 8 Pengakuan

    POV Lilis"Milik siapa testpack itu? Apa itu punya kamu, Laras?" tanya Tante Maya dengan mata berbinar. Mungkin melihat dua buah garis di testpack itu. Semua tahu kalau Tante Maya sangat menunggu kehadiran cucu pertamanya."Bukan. Itu bukan punyaku," jawab Kak Laras dengan lesu."Oh." Wajah Tante Maya langsung berubah kecut. Mungkin sangat berharap benda pipih bergaris dua itu milik menantunya.Kasihan sekali Kak Laras. Apa setelah janin ini lahir, aku berikan saja pada kakak kandungku? Tapi, apa Kak Laras bersedia merawat dengan senang hati? Sedang dia saja bukan wanita mandul. Hanya belum saja dititipi anak oleh Allah.Astaghfirullah. Bagaimana bisa aku berpikiran seperti itu? Ini anakku sendiri, mana mungkin diberikan seenaknya pada orang lain. Menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran yang bukan-bukan."Lalu ini punya siapa?" tanya Ibu sambil mengacungkan testpack yang lebih ditujukan ke Ayah. "Apa ada anggota keluarga kita yang sedang ha-""Itu milik Lilis." Perkataan Ibu langs

    Last Updated : 2022-06-12
  • Adik Ipar Malang   bab 9 Bertanggung Jawab

    Bab 9 (Bertanggung Jawab)POV LilisMeski wajahnya tetap datar, tapi dari matanya memancarkan penyesalan. Aku menangis dengan perasaan antara lega dan bersalah. Lega, karena dia telah mengakui perbuatannya dan merasa bersalah, kepada Kak Laras.Ibu dan Tante Maya mendadak lemas. Ibu dipapah oleh Kak Devan, sedang Tante Maya dibantu oleh Om Rifan untuk kembali duduk.Kak Laras berteriak dengan histeris dan kalap, tak terima dengan pernyataan suaminya. "Tega kamu, Evan. Kamu tega hianati aku!" Wajahnya yang cantik dengan polesan make up, kini bercampur dengan air mata. "Kamu pasti dijebak oleh Lilis, kan, Evan? Cepat bilang saja!" Sungguh bucinnya Kak Laras, sudah jelas suaminya salah, masih menyalahkan orang lain."Apa benar sepeti itu, kalau kamu dirayu atau dijebak oleh Lilis?" tanya Ayah memastikan."Aku melakukan itu karena kekhilafanku sendiri. Lilis sama sekali tak menggoda atau merayuku. Aku ... memang menginginkan tubuh Lilis saat itu."Tubuhku bergetar mendengar pengakuannya.

    Last Updated : 2022-06-15
  • Adik Ipar Malang   bab 10 Keputusan Lilis

    Bab 10 (keputusan Lilis)POV LilisApa dia pikir aku ini pencetak anak untuknya? Seenaknya berkata tanpa disaring dulu. Cukup sudah aku membiarkan dia menjelek-jelekkanku dari tadi."Aku tidak mau! Cukup, Kak! Dari tadi kamu menghinaku. Mengatakan kalau aku menggoda dan merayu suamimu, menyuruh untuk meng*g*rkan kandunganku, mengatakan aku aib keluarga. Kakak pikir aib ini ulah siapa? Ulah suamimu yang tak bermoral. Andai suamimu bisa menahan n*fsunya pada adik iparnya sendiri, aib ini nggak akan ada. Sekarang, kamu ingin aku menikah dengan suamimu, kemudian setelah anak dalam kandunganku lahir, aku harus bercerai dan memberikan anakku pada kalian? Aku tak sudi. Lebih baik aku diasingkan, membesarkan anakku sendiri, tanpa campur tangan kalian." Aku mengatakan dengan berapi-api. Hancur hatiku ketika mereka ingin mengatur hidupku."Sebaiknya pikir-pikir lagi, Lis. Kalau mau mengikuti saran Kakak, kamu masih bisa melanjutkan sekolah, kuliah, dan meraih cita-cita yang diimpikan. Banyak ha

    Last Updated : 2022-06-16
  • Adik Ipar Malang   bab 11 Awal Mula

    Bab 11POV EvanAku Evan Pramudya Sakti, anak bungsu dari dua bersaudara. Mempunyai kakak bernama Elan Fadil Firdaus, hanya beda lima tahun denganku. Aku sudah menikah dengan Laras, adik tingkatku dulu saat kuliah.Awal aku mengenal Laras adalah saat dia magang di kantor perusahaan orang tuaku. Ternyata kita satu divisi dan dia menjadi bawahanku. Aku kagum dengan apa yang ada pada dirinya. Dia cantik, cerdas, mandiri, pemberani, tidak cerewet, dan tidak terlalu agresif pada laki-laki.Akhirnya aku menjatuhkan pilihanku pada Laras, untuk ke jenjang pernikahan. Dia sangat sesuai dengan kriteriaku. Jauh dari definisi wanita yang sering disebut dengan kata 'merepotkan'.Sampai aku bertemu dengan Lilis, adik iparku sendiri. Dia kebalikan dari Laras. Manja, cerewet, penurut, sangat peduli dengan sekitar, tingkahnya juga sangat menggemaskan.Lilis memang manja, tapi dia sangat perhatian. Perhatian yang tidak dia buat-buat, murni dari hatinya. Mampu menggeser sedikit pribadiku yang sangat din

    Last Updated : 2022-06-18

Latest chapter

  • Adik Ipar Malang   bab 91 Senyum Bahagia (TAMAT)

    Bab 91 Senyum Bahagia Freya tidak tahu kalau Laras juga mencari bantuan saat pergi. Makanya dia berpikir kalau Laras merupakan orang yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang. Sedangkan nasib ketiga pemuda yang melecehkan Freya, mereka sudah tew4s di dalam sel sesaat setelah Freya keguguran. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Fero. Lilis melihat Devan sedang menunduk sambil mengepalkan kedua telapak tangannya. Tangannya segera merengkuh telapak yang mengepal itu. Devan mengangkat kepalanya dan melihat senyuman hangat Lilis. Semua yang ada di sana juga melihat ke arah Devan. Mereka tahu bagaimana perasaan bersalah yang Devan miliki. "Devan, kamu enggak sepenuhnya salah. Bagaimanapun, kamu punya pilihan sendiri. Apa lagi ini untuk seumur hidup. Jangan karena orang memintamu melakukan ini, kamu juga harus menurutinya. Kamu itu milik diri kamu sendiri. Kamu berhak menentukan yang terbaik untuk dirimu." Pak Arifin selaku mertua Devan ber

  • Adik Ipar Malang   bab 90 Elan di Rumah Sakit

    Bab 90Fero memberi kode pada anak buahnya untuk tetap menangkap Freya. Kemudian terjadilah perkelahian antara Meisya dengan kedua anak buah Fero. Meski Meisya menguasai bela diri pun kalau harus melawan dua laki-laki yang ilmunya jauh di atasnya, dia akan kalah. Tidak sampai lima menit, Meisya bisa dikalahkan. Kemudian Fero membawa Freya kembali bersama dengan Meisya juga. Setelah mereka pergi, Devan menyuruh anak buahnya untuk segera membereskan preman-preman bayaran Freya dibantu oleh anak buah Evan.Evan menghubungi orang tuanya untuk segera pergi ke rumah sakit di mana Elan dirawat. Siska yang mendengar tentang Elan pun langsung mendekati Evan. "Tuan Evan, bolehkah saya bertemu dengan Tuan Elan?" tanyanya dengan nada memohon. Matanya berkaca-kaca. Evan mengangguk begitu saja. Sebenarnya dia merasa tak enak sudah mencurigai Siska kemarin. Sudah seharusnya dia meminta maaf. Tetapi suaranya tetap tidak bisa keluar, kembali ditelannya lagi. "Siska, ayo kita ke rumah sakit jengu

  • Adik Ipar Malang   bab 89 Tukar Kebebasan Siska

    Bab 89 Tukar Kebebasan SiskaSemua yang ada di dalam ruangan itu terkejut. Terutama Freya. Padahal dia sudah membayar orang-orang untuk melindungi tempat ini. Lagi pula rumah ini berada jauh di dalam karena dibangun di belakang kebun. Lilis yang melihat Devan datang segera berlari ke arahnya. Freya yang melihat itu langsung berteriak, "Cepat tangkap dia! Jangan sampai dia berlari ke sana!"Semua preman itu langsung berlari ke arah Lilis. Bukannya menangkap Lilis, mereka malah berdiri di sisi kanan, kiri, dan di belakang Devan. Freya langsung tercengang. Bagaimana bisa orang bayarannya malah berdiri di pihak Devan? Tubuhnya tiba-tiba gemetar. Sepertinya dia sudah tahu apa yang sudah terjadi. Jangan-jangan, Elan tidak dibawa ke tempat yang sudah dia rencanakan, melainkan sudah diselamatkan oleh mereka. Tetapi Freya masih mencari cara untuk menyelamatkan dirinya. Devan memandang Freya dengan pandangan yang sulit. Dulu mereka bertiga—dengan Fero—sangat akrab. Devan sudah menganggap F

  • Adik Ipar Malang   bab 88 Yang Sebenarnya

    Adik Ipar Malang Bab 88 Yang SebenarnyaBeberapa hari berikutnya, Freya mau mengeluarkan suaranya. Hal yang pertama kali dia ucapkan adalah meminta Fero mencari siapa perempuan yang berlibur juga di puncak pada saat itu.Akhirnya, setelah beberapa hari, Fero sudah menemukan keluarga mana yang pergi berlibur pada hari di mana Freya mengalami kejadian naas. Saat Fero ingin memberitahu Freya, dia malah mendapati adiknya sedang sekarat setelah meminum obat peng9u9ur kandungan lebih dari takaran. Hal itu membuat Fero syok karena ternyata Freya tiba-tiba mengalami pendarahan dan kemudian keguguran.Karena pendarahan terus menerus, membuat rahimnya menjadi infeksi. Untuk meminimalisir munculnya kanker dan kerusakan pada organ lainnya, dokter menyarankan agar Freya menjalani pengangkatan rahim.Freya jelas menolak. Baginya rahim adalah salah satu tanda perempuan sejati. Dari gadis saja dia tidak punya rahim, laki-laki mana yang mau men

  • Adik Ipar Malang   bab 87 Kamu Punya Sesuatu

    Adik Ipar Malang Bab 87 Kamu Punya Sesuatu "Kamu tidak percaya, kalau kamu punya sesuatu yang tidak aku punya?" tanya Freya dengan dingin. Lilis hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan.Freya berucap dengan lirih, "Devan."Mata Lilis melebar tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Mungkin telinganya sedang tidak berfungsi dengan baik.Freya paham melihat dari ekspresi Lilis. Pasti perempuan di depannya ini merasa sudah salah dengar."Kamu enggak salah dengar. Aku benar-benar menginginkan Devan.""Jangan macam-macam Freya! Kamu mendekati kak Elan untuk menghancurkan rumah tangga kak Evan dan kak Laras, kenapa kamu meminta kak Devan padaku? Aku pikir kamu menyukai kak Evan!" ucap Lilis dengan nada tinggi.Lilis merasa kalau Freya sudah terkena gangguan jiwa. Sebenarnya apa yang ada di pikirannya. Dengan wajah cantik dan kekayaan keluarganya, laki-laki mana yang akan menolak? Kenapa harus terobsesi dengan laki-laki yang sudah menikah,

  • Adik Ipar Malang   bab 86 Menghubungi Devan

    Adik Ipar Malang Bab 86 Menghubungi Devan Di tempat lain, Fero tiba-tiba penasaran dengan adiknya yang sedang cuti. Dia coba untuk menghubungi adiknya kembali. Namun, masih tidak tersambung.Tadinya dia ingin membuat kejutan untuk adiknya, dengan tidak memberitahukan kepulangannya ke Indonesia. Ternyata adiknya malah mengambil cuti, dan nomornya susah dihubungi."Ini sudah hampir tiga jam, tapi kenapa Freya masih susah dihubungi?" gumam Fero.Akhirnya Fero penasaran untuk apa adiknya itu mengambil cuti tanpa sepengetahuannya. Dia segera meminta bawahannya untuk mencari keberadaan adiknya.Setelah beberapa saat, Fero menerima laporan kalau Freya beberapa hari yang lalu memesan tiket pesawat ke Singapura, tetapi tidak pergi ke sana. Lalu, untuk apa?Setelah mengerti dengan situasi ini, Fero langsung bangkit dari duduknya. Dia membawa dua bawahannya untuk mengikutinya."Pergi ke lokasi di mana Freya sekarang berada!"

  • Adik Ipar Malang   bab 85 Memata-matai

    Adik Ipar Malang Bab 85 Memata-mataiSiska dan Lilis sedang duduk di ruang tamu. Mereka sedang menunggu sang Tuan Rumah keluar dari ruangannya. Lilis merasa was-was. Dia sedang memikirkan bagaimana kedepannya dengan Daffin kalau dirinya terjadi sesuatu di sini. Sedang Siska, dia malah merasa sangat gugup dan takut.Meisya segera menghampiri Siska dan Lilis. Dia membawa sebuah kotak berukuran tiga puluh sentimeter dan meletakkan di atas meja. "Silakan taruh ponsel Nona berdua di dalam kotak ini!" ujar Meisya dengan sopan. Siska dan Lilis saling memandang dan mengerutkan kening.Melihat keragu-raguan kedua perempuan itu, Meisya menambahkan, "Kami tidak akan mengambilnya. Hanya untuk mengantisipasi saja." Siska dan Lilis masih enggan untuk mengeluarkan ponsel mereka. Tidak disangka kalau Freya sangat berhati-hati. Padahal rencana Lilis adalah ingin merekam dan mencari bukti sebanyak-banyaknya untuk m

  • Adik Ipar Malang   bab 84 Dua Perempuan

    Adik Ipar Malang Bab 84 Dua Perempuan Sementara itu, Lilis sudah sampai di dekat gang besar yang dimaksud oleh Freya. Sebelumnya Freya memberitahu lagi, kalau mereka naik kendaraan umum, mereka harus turun di gang besar yang menuju ke rumah di mana Elan disembunyikan. Lalu, mereka harus berjalan kaki kurang lebih sejauh lima puluh meter lagi. Selama berjalan, Lilis memerhatikan keadaan tempat ini. Sepanjang jalan, di sisi kanan dan kiri hanya kebun yang ditanami pohon buah-buahan. Di antaranya pohon rambutan, mangga, dukuh, dan jambu air. "Lis, perasaanku agak kurang enak. Apa kita balik lagi saja?" Siska menggandeng lengan Lilis dengan kuat. Meski siang hari, tapi di sini sangat sunyi. Bahkan tidak ada orang yang lewat. Sepertinya lahan di sini adalah milik satu orang, sehingga orang-orang tidak berani lewat jalan ini sembarangan. "Jangan dulu! Kalau kita kembali, bagaimana dengan Kak Elan?" tolak Lilis."Tapi aku

  • Adik Ipar Malang   bab 83 Penyekapan Elan

    Adik Ipar Malang Bab 83 Penyekapan Elan Di kantor Devan, tiba-tiba saja pikirannya mengarah ke Lilis. Entah kenapa hatinya sangat merindukan istri kecilnya itu.Devan menghentikan pekerjaannya sebentar, lalu mengambil ponsel dan menghubungi nomor Lilis. Panggilannya tersambung. Hanya saja tidak di angkat oleh istrinya itu. Sampai panggilan ketiga, Lilis tetap tidak mengangkat telfonnya. Kemudian Devan menghubungi nomor rumah Bu Maya. Tepat sekali beliau yang mengangkatnya. [Halo, kediaman Rifan di sini.]"Halo, Tante. Ini aku Devan."[Oh, Devan. Ada apa?]"Apa Lilisnya ada, Tante?"[Lilis? Dia sedang menemani Siska ke rumah sakit.]"Sejak kapan?"[Kurang lebih dari dua jam yang lalu. Mungkin sedang banyak pasien, jadi antreannya sedikit panjang.]"Apa Daffin juga ikut?"[Enggak. Daffin di rumah dengan Tante dan Laras. Ada apa, ya? Suara kamu kok terdengar cemas.]"Enggak apa-apa, kok, Tante. Terima kasih, ya. Mungkin L

DMCA.com Protection Status