Home / Romansa / Adik Ipar Malang / bab 2 Dirawat di Rumah Sakit

Share

bab 2 Dirawat di Rumah Sakit

Author: Nefertari
last update Last Updated: 2022-05-13 09:45:27

# Bab 2

POV Lilis

Aku terbangun di sebuah tempat dengan nuansa serba putih. Bau obat-obatan menyengat menusuk hidung.

Kepalaku terasa berdenyut. Saat hendak memijat kepalaku, seketika tersadar tanganku sebelah kiri dipasang selang infus. Sudah jelas saat ini aku berada di rumah sakit.

Samar aku dengar, seorang wanita dan pria sedang berbicara di balik pintu yang sedikit terbuka.

"Mungkin karena menyembunyikan kondisinya, sehingga kesehatan tubuhnya dan janin tidak terpantau. Yang dibutuhkan putri bapak saat ini, ialah dukungan moril dari orang terdekatnya. Nanti saya juga akan berikan vitamin untuk menguatkan janinnya. Saya permisi dulu," kata seorang wanita, yang sepertinya seorang dokter.

"Baik, Dok. Terimakasih." Itu suara Ayah yang menjawab.

Aku mengusap perut yang masih rata. Apa iya aku sudah lalai terhadap janin di dalam perutku? Bagaimanapun janin ini tidak berdosa. Aku tidak akan menggugurkannya, karena aku bukan pemb*nuh.

"Maafkan Ibu ya, Sayang. Ibu janji, akan lebih memperhatikan makanan yang Ibu makan. Supaya kamu tercukupi asupan nutrisi dan gizinya." Aku bergumam lirih sambil mengusap perutku.

Bunyi pintu terbuka membuatku mengalihkan pandanganku ke arah pintu.

"Kamu sudah sadar?" Ayah bergegas menghampiriku.

Aku mengangguk. "Haus." Aku mencoba berbicara, walau tenggorokan terasa sakit.

Ayah menyodorkan segelas air minum yang ada sedotannya, supaya aku mudah meminumnya.

"Apa sudah baikan? Apa ada yang sakit?" tanya Ayah. Ada sedikit nada khawatir yang kudengar, meski wajahnya masih datar. Ayah pasti masih kecewa.

"Aku udah enggak apa-apa, Ayah." Aku sungguh merasa tidak enak hati dengan Ayah.

"Apa Ayah masih marah padaku?" tanyaku hati-hati.

"Ayah tidak marah padamu. Ayah hanya kecewa. Kamu tidak bisa menjaga kehormatan yang paling berharga bagi seorang wanita." Wajah Ayah masih nampak gores kekecewaan di sana.

"Apa kau sudah siap bercerita?" tanya Ayah pelan.

Aku hanya bisa diam saja sambil menundukkan kepala.

"Lis, Ayah tahu kamu masih belum siap untuk berbicara. Tapi kamu tidak akan bisa melakukannya sendiri. Masalah tidak akan selesai kalau kamu hanya diam saja. Meskipun mulutmu diam, tapi perutmu yang akan berbicara nantinya." Ayah menjelaskan dengan pelan.

Inilah Ayah, beliau orang yang bijak. Ayah lebih suka menyelesaikan masalah dengan dipikir dan dibicarakan dahulu, bukannya langsung dengan tindakan.

"Apa kamu masih ingin diam? Apa kamu tak ingin menuntut keadilan untukmu dan janin dalam perutmu?" tanya Ayah beruntun.

Aku menggigit bibirku. Merasa sangat rapuh seketika. Sadar diri kalau aku belum bisa berdiri di atas kaki sendiri. Masih butuh penopang untukku bisa meraih cita-cita.

Aku akan memberitahukan kebenarannya kepada Ayah. Mencari keadilan untukku dan anak yang di perutku.

"Ayah, apa ... Ibu dan Kak Laras sudah tau kondisiku?" Seketika aku teringat dengan Ibu dan Kak Laras. Mereka sudah tau atau belum mengenai kehamilanku.

"Belum. Ayah tak tega pada ibumu. Biar nanti kita bicarakan pelan-pelan padanya. Supaya bisa menerima dengan lapang."

Aku langsung bernafas lega mendengarnya. Kemarin Ibu sempet drop karena darah rendah. Aku takut beliau drop lagi.

"Jadi, bisa kamu katakan siapa laki-laki yang sudah menghamilimu?" tanya Ayah tak sabar.

"Dia ... kakak ipar, Yah. Kak Evan." Aku menunduk. Perasaanku sungguh tak karuan. Perasaan takut, marah, bersalah dan cemas, tercampur aduk dalam diri ini.

Kulihat rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal. Aku takut keluarga kami akan hancur tercerai berai.

"Kamu yakin dengan ucapanmu, Lis?" tanya Ayah ingin memastikan lagi.

"Yakin, Yah." Aku mengangguk mantap. Aku sudah bertekad tidak akan diam terus.

"Kapan dan di mana dia melakukan itu padamu?"

"Ayah ingat saat Ayah, Ibu dan Kak Laras ke tempat Budhe Rara untuk menjenguk suaminya, Pakdhe Riyanto yang sedang sakit?"

Ayah mengangguk. Wajah Ayah semakin serius mendengarkan aku bercerita. Mataku sudah berembun, tapi aku harus tetap kuat agar masalah ini tidak berlarut-larut.

"Saat itu Kak Evan datang karena dihubungi oleh Kak Laras untuk datang ke rumah dan menjagaku. Karena cuaca sedang hujan lebat dan ada petir. Ayah, Ibu dan Kak Laras terpaksa menunda kepulangan dan menginap di sana."

Aku berhenti sejenak karena masih merasa takut bercerita tentang itu kembali. Tanpa terasa air mata sudah membasahi pipi. Aku hanya berharap semoga aku kuat untuk menyelesaikan ceritaku.

"Saat itulah Kak Evan melakukannya. Di kamarku, di atas kasurku, tempat yang menjadi privasiku, Yah. Setiap malam aku harus teringat kejadian yang sangat menjijikan itu. Hiks ..." Aku sudah tidak sanggup bercerita.

Ayah langsung memelukku. Saat itulah aku langsung menumpahkan semua tangisku. Aku menangis sepenuhnya dengan perut Ayah kugunakan untuk menutup mulutku, agar suaranya tidak sampai keluar kamar inap ini. Aku tetap bisa mengeluarkan semua perasaan yang ada di hati ini.

Setelah puas menangis dan merasa sedikit lega, aku melepaskan diri dari pelukan Ayah.

Kulihat wajah Ayah yang biasanya lembut, menjadi datar. "Evan ..." geram Ayah dengan suara rendah. "Tak kusangka, ternyata aku membawa serigala masuk ke dalam rumah." Mata Ayah berkilat. Wajahnya mengeras dan memerah. Nafasnya sedikit memburu.

"Ayah percaya padaku?" Aku takut Ayah masih belum yakin dengan pernyataanku. Atau malah berpikir kalau aku yang menggoda kakak ipar.

Aku akui kalau kakak ipar memang tampan. Kata Kak Laras, Kak Evan dulu menjadi incaran banyak wanita. Bahkan banyak yang bersedia merendahkan diri, hanya demi bisa kencan satu malam dengannya.

Sungguh kekagumanku padanya bukan berarti aku menyukainya lebih. Aku hanya menganggapnya kakakku sendiri karena dia baik, penyayang, dan perhatian. Dia bahkan membantuku mengerjakan PR saat Ayah sedang sibuk dengan pekerjaannya.

"Ayah percaya dengan putri Ayah sendiri. Ayah jauh lebih mengenal putri Ayah dibanding orang lain." Wajah Ayah sedikit melembut, matanya seperti sedang menerawang.

"Ayah masih ingat, dulu Ayah yang mengganti popokmu, memandikanmu, dan menemanimu bermain. Dari kamu baru bisa tengkurap, sampai bisa berjalan sendiri, karena ibumu harus meluangkan lebih banyak waktu untuk kakakmu di rumah sakit."

Aku ingat saat usiaku empat tahun, Ayah mengajariku cara memakai baju sendiri, memakai sepatu sendiri, dan menasehatiku agar bisa mandiri. Karena Ibu harus menjaga kakak yang kondisinya masih belum stabil.

Apa aku cemburu? Pasti cemburu dan iri. Tapi Ayah menguatkanku, dengan berkata bahwa itu juga untuk kebaikanku. Kalau kakak sembuh, nanti aku jadi ada teman bermain. Aku tentu saja langsung setuju.

Benar saja, setelah kakak sembuh aku jadi ada teman bermain selain Ayah. Kakak selalu bersamaku kecuali saat sedang bersekolah. Dari situ aku jadi yakin kalau ayah dan ibu membagi rata sayangnya untukku dan kakak.

"Kamu tenang saja. Ayah akan memikirkan jalan keluarnya. Bagaimanapun banyak hati yang harus dijaga. Ini menyangkut dengan kedua putri Ayah," ucap Ayah membuyarkan lamunanku tentang masa lalu.

"Terima kasih Ayah. Lilis nggak tahu harus bagaimana kalau tidak ada Ayah. Lilis pikir Ayah nggak akan percaya denganku. Mungkin Lilis-"

"Ssssttt! Putri Ayah kuat. Putri Ayah harus bisa menatap ke depan. Ingat, Nak! Kamu tidak sendiri." Ayah mengelus kepalaku. "Untuk Evan, Ayah akan buat dia mengaku." Wajah Ayah berubah menjadi keras lagi.

"Lilis!"

Aku dan Ayah langsung menengok ke arah suara.

*****

Related chapters

  • Adik Ipar Malang   bab 3 Devan Mahendra Putra

    # Part3 POV Lilis"Lilis!"Ibu tiba-tiba masuk sambil berteriak memanggil namaku dan langsung memeluk.."Kamu kenapa, Sayang? Kenapa bisa sampai dirawat di rumah sakit? Kamu sakit apa?" tanya Ibu beruntun.Kulihat di belakang Ibu, Kak Laras berjalan mengikuti. Sepertinya Kak Laras ke sini bersama Ibu. Ayah langsung merubah raut wajahnya yang tadinya mengeras, menjadi biasa saja."Sudah dibilangin supaya jangan terlalu banyak kegiatan sekolah, masih saja ngeyel," ejek Kak Laras.Untungnya mereka belum tahu mengenai kondisiku. Berarti Ayah belum memberi tahu mereka. Biarlah mereka tahunya aku kecapaian karena banyak kegiatan sekolah. Ini lebih baik."Laras, adeknya lagi sakit, bukannya di perhatiin malah diejek." Ibu menepuk bahu Kak Laras."Iya, Ibu." Kak Laras memutar bola matanya malas. "Kamu sudah makan belum? Obatnya sudah diminum?" tanya Kak Laras padaku.Aku menggelengkan kepalaku."Makanan dari rumah sakit belum datang. Mungkin sebentar lagi. Sekalian dokter akan periksa keada

    Last Updated : 2022-05-13
  • Adik Ipar Malang   bab 4 Pelaku Sebenarnya

    # Bab4POV Ayah (Pak Arifin)Akhir-akhir ini, aku merasa Lilis, putri bungsuku sedikit aneh. Dia jadi pendiam, murung dan lebih suka menyendiri di kamar. Perasaan ini mengatakan ada yang tidak baik.Dari kecil Lilis paling dekat denganku dari pada ibunya. Tentu saja tahu perubahan sekecil apa pun dari Lilis. Aku harus segera mencari tahu penyebab perubahan dari putri bungsuku ini.Setelah menyelesaikan pekerjaan yang terpaksa dibawa pulang, aku menengok putri bungsuku itu di kamarnya. Saat pintu kamar terbuka, kudapati anakku duduk dengan kepala menelungkup di atas meja belajarnya. Ternyata dia tertidur saat sedang belajar.Aku mengangkat Lilis untuk dipindahkan ke kasur. Tak sengaja menyenggol beberapa buku sampai jatuh. Saat hendak membereskannya, ada benda putih panjang yang menyembul dari salah satu buku. Ternyata dari sebuah buku diary.Aku tarik benda putih itu. Mataku melebar, jantungku tiba-tiba berdebar kencang, pikiranku sudah kemana-mana. Bagaimana bisa Lilis mempunyai bend

    Last Updated : 2022-05-13
  • Adik Ipar Malang   bab 5 Undangan Makan Malam

    bab 5 POV LilisPagi ini aku bersiap untuk sarapan, supaya bisa fokus mengikuti pelajaran di sekolah. Sudah ada Ibu dan Ayah di ruang makan. Ayah masih membaca koran, belum memulai sarapannya. Sedang Ibu, menyiapkan sarapan di atas meja.Terlihat Kak Devan berjalan mendekat. Aku baru ingat kalau rumah ini kedatangan anggota baru. Pipiku merona melihat pemandangan segar di pagi hari. Kak Devan mengenakan kemeja baby blue yang dimasukkan dalam celana hitam formal pas badan, dan rambut hitam yang disisir ke belakang rapi, menambah kesan maskulin dan dewasa.Wajahku berubah terkejut dan menegang melihat siapa yang berada di belakang Kak Devan, Kak Laras dan suaminya. Mereka ikut sarapan di sini. Tumben sekali. Aku langsung menunduk enggan untuk menatap, melirik pun tak sanggup.Ayah yang mengetahui gerak-gerikku, mencairkan suasana dengan berdehem. "Cepat duduk dan sarapan! Ada yang ingin Ayah sampaikan pada Laras dan Evan setelah sarapan."Ketiga orang tersebut langsung duduk. Ayah dudu

    Last Updated : 2022-05-13
  • Adik Ipar Malang   bab 6 Jamuan Makan Malam 2

    bab 6 (Jamuan Makan Malam 2)POV Lilis"Lilis!"Deg!Suara bariton rendah ini ... kenapa dia ada di sini? Badan ini membeku, tapi kaki gemetar. Ingin rasanya lari, namun seakan ada paku di kaki yang menancap ke bumi. Aku tak tau kalau bisa se-trauma ini dengan dia."Berhenti di sana!" teriakku sambil mengangkat tangan.Dia langsung berhenti dengan mata terbelalak. Sekarang kami berjarak tiga meter. Aku menatap sekeliling dan ternyata ada beberapa siswa yang sedang menatap kami, kemudian berlalu pergi. Langsung saja aku mengubah ekspresi di wajah ini, agar tak ada yang kepo."Lis, aku ..." katanya dengan lirih.Aku masih memerhatikan apa yang akan dia lakukan, meskipun masih merasa takut. Kemudian dia membuka tas kerjanya, mengeluarkan sebuah kotak bekal berwarna kuning polos dan menyodorkannya padaku."Ini ... terimalah." Aku masih diam saja.Saat dia hendak melangkah, aku langsung mengangkat tangan lagi, agar dia berhenti melangkah. "Tetap di sana!" desisku."Lis, ini bekal dari Ibu,

    Last Updated : 2022-06-10
  • Adik Ipar Malang   bab 7 Baru Awalan

    bab7 (Awal)POV LilisSuasana langsung hening dan senyap. Wajah Kak Evan tegang dan pucat. Kak Laras memicingkan matanya menatap Kak Evan. Om Rifan dan Tante Maya saling berpandangan. Ibu memandang Ayah dengan tatapan seolah bertanya. Sedang Kak Devan, memandangku dengan pandangan yang sulit diartikan.Bagaimana denganku? Jangan tanyakan lagi. Tentu saja keringat dingin sudah mengalir di dahi dan di telapak tangan. Dudukku sudah gelisah tak menentu.Tiba-tiba Ayah terkekeh sambil duduk di kursi yang sebelumnya ditempati. Semua orang memandang Ayah dengan heran, termasuk aku."Aku hanya bercanda. Lilis memang tak suka buah apel. Tak suka buah apel, bukan berarti alergi, bukan? Boleh saja, kan, kalau Lilis makan buah apel untuk kesehatan 'dia'?" ucap Ayah dengan menekankan kata 'dia'. Pernyataan Ayah barusan membuat beberapa orang di ruangan ini memasang raut wajah lega."Pak Arif ini, bercandanya ada-ada saja. Tentu saja boleh, dong. Malah itu bagus juga untuk kulit," ucap Tante Maya

    Last Updated : 2022-06-11
  • Adik Ipar Malang   bab 8 Pengakuan

    POV Lilis"Milik siapa testpack itu? Apa itu punya kamu, Laras?" tanya Tante Maya dengan mata berbinar. Mungkin melihat dua buah garis di testpack itu. Semua tahu kalau Tante Maya sangat menunggu kehadiran cucu pertamanya."Bukan. Itu bukan punyaku," jawab Kak Laras dengan lesu."Oh." Wajah Tante Maya langsung berubah kecut. Mungkin sangat berharap benda pipih bergaris dua itu milik menantunya.Kasihan sekali Kak Laras. Apa setelah janin ini lahir, aku berikan saja pada kakak kandungku? Tapi, apa Kak Laras bersedia merawat dengan senang hati? Sedang dia saja bukan wanita mandul. Hanya belum saja dititipi anak oleh Allah.Astaghfirullah. Bagaimana bisa aku berpikiran seperti itu? Ini anakku sendiri, mana mungkin diberikan seenaknya pada orang lain. Menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran yang bukan-bukan."Lalu ini punya siapa?" tanya Ibu sambil mengacungkan testpack yang lebih ditujukan ke Ayah. "Apa ada anggota keluarga kita yang sedang ha-""Itu milik Lilis." Perkataan Ibu langs

    Last Updated : 2022-06-12
  • Adik Ipar Malang   bab 9 Bertanggung Jawab

    Bab 9 (Bertanggung Jawab)POV LilisMeski wajahnya tetap datar, tapi dari matanya memancarkan penyesalan. Aku menangis dengan perasaan antara lega dan bersalah. Lega, karena dia telah mengakui perbuatannya dan merasa bersalah, kepada Kak Laras.Ibu dan Tante Maya mendadak lemas. Ibu dipapah oleh Kak Devan, sedang Tante Maya dibantu oleh Om Rifan untuk kembali duduk.Kak Laras berteriak dengan histeris dan kalap, tak terima dengan pernyataan suaminya. "Tega kamu, Evan. Kamu tega hianati aku!" Wajahnya yang cantik dengan polesan make up, kini bercampur dengan air mata. "Kamu pasti dijebak oleh Lilis, kan, Evan? Cepat bilang saja!" Sungguh bucinnya Kak Laras, sudah jelas suaminya salah, masih menyalahkan orang lain."Apa benar sepeti itu, kalau kamu dirayu atau dijebak oleh Lilis?" tanya Ayah memastikan."Aku melakukan itu karena kekhilafanku sendiri. Lilis sama sekali tak menggoda atau merayuku. Aku ... memang menginginkan tubuh Lilis saat itu."Tubuhku bergetar mendengar pengakuannya.

    Last Updated : 2022-06-15
  • Adik Ipar Malang   bab 10 Keputusan Lilis

    Bab 10 (keputusan Lilis)POV LilisApa dia pikir aku ini pencetak anak untuknya? Seenaknya berkata tanpa disaring dulu. Cukup sudah aku membiarkan dia menjelek-jelekkanku dari tadi."Aku tidak mau! Cukup, Kak! Dari tadi kamu menghinaku. Mengatakan kalau aku menggoda dan merayu suamimu, menyuruh untuk meng*g*rkan kandunganku, mengatakan aku aib keluarga. Kakak pikir aib ini ulah siapa? Ulah suamimu yang tak bermoral. Andai suamimu bisa menahan n*fsunya pada adik iparnya sendiri, aib ini nggak akan ada. Sekarang, kamu ingin aku menikah dengan suamimu, kemudian setelah anak dalam kandunganku lahir, aku harus bercerai dan memberikan anakku pada kalian? Aku tak sudi. Lebih baik aku diasingkan, membesarkan anakku sendiri, tanpa campur tangan kalian." Aku mengatakan dengan berapi-api. Hancur hatiku ketika mereka ingin mengatur hidupku."Sebaiknya pikir-pikir lagi, Lis. Kalau mau mengikuti saran Kakak, kamu masih bisa melanjutkan sekolah, kuliah, dan meraih cita-cita yang diimpikan. Banyak ha

    Last Updated : 2022-06-16

Latest chapter

  • Adik Ipar Malang   bab 91 Senyum Bahagia (TAMAT)

    Bab 91 Senyum Bahagia Freya tidak tahu kalau Laras juga mencari bantuan saat pergi. Makanya dia berpikir kalau Laras merupakan orang yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang. Sedangkan nasib ketiga pemuda yang melecehkan Freya, mereka sudah tew4s di dalam sel sesaat setelah Freya keguguran. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Fero. Lilis melihat Devan sedang menunduk sambil mengepalkan kedua telapak tangannya. Tangannya segera merengkuh telapak yang mengepal itu. Devan mengangkat kepalanya dan melihat senyuman hangat Lilis. Semua yang ada di sana juga melihat ke arah Devan. Mereka tahu bagaimana perasaan bersalah yang Devan miliki. "Devan, kamu enggak sepenuhnya salah. Bagaimanapun, kamu punya pilihan sendiri. Apa lagi ini untuk seumur hidup. Jangan karena orang memintamu melakukan ini, kamu juga harus menurutinya. Kamu itu milik diri kamu sendiri. Kamu berhak menentukan yang terbaik untuk dirimu." Pak Arifin selaku mertua Devan ber

  • Adik Ipar Malang   bab 90 Elan di Rumah Sakit

    Bab 90Fero memberi kode pada anak buahnya untuk tetap menangkap Freya. Kemudian terjadilah perkelahian antara Meisya dengan kedua anak buah Fero. Meski Meisya menguasai bela diri pun kalau harus melawan dua laki-laki yang ilmunya jauh di atasnya, dia akan kalah. Tidak sampai lima menit, Meisya bisa dikalahkan. Kemudian Fero membawa Freya kembali bersama dengan Meisya juga. Setelah mereka pergi, Devan menyuruh anak buahnya untuk segera membereskan preman-preman bayaran Freya dibantu oleh anak buah Evan.Evan menghubungi orang tuanya untuk segera pergi ke rumah sakit di mana Elan dirawat. Siska yang mendengar tentang Elan pun langsung mendekati Evan. "Tuan Evan, bolehkah saya bertemu dengan Tuan Elan?" tanyanya dengan nada memohon. Matanya berkaca-kaca. Evan mengangguk begitu saja. Sebenarnya dia merasa tak enak sudah mencurigai Siska kemarin. Sudah seharusnya dia meminta maaf. Tetapi suaranya tetap tidak bisa keluar, kembali ditelannya lagi. "Siska, ayo kita ke rumah sakit jengu

  • Adik Ipar Malang   bab 89 Tukar Kebebasan Siska

    Bab 89 Tukar Kebebasan SiskaSemua yang ada di dalam ruangan itu terkejut. Terutama Freya. Padahal dia sudah membayar orang-orang untuk melindungi tempat ini. Lagi pula rumah ini berada jauh di dalam karena dibangun di belakang kebun. Lilis yang melihat Devan datang segera berlari ke arahnya. Freya yang melihat itu langsung berteriak, "Cepat tangkap dia! Jangan sampai dia berlari ke sana!"Semua preman itu langsung berlari ke arah Lilis. Bukannya menangkap Lilis, mereka malah berdiri di sisi kanan, kiri, dan di belakang Devan. Freya langsung tercengang. Bagaimana bisa orang bayarannya malah berdiri di pihak Devan? Tubuhnya tiba-tiba gemetar. Sepertinya dia sudah tahu apa yang sudah terjadi. Jangan-jangan, Elan tidak dibawa ke tempat yang sudah dia rencanakan, melainkan sudah diselamatkan oleh mereka. Tetapi Freya masih mencari cara untuk menyelamatkan dirinya. Devan memandang Freya dengan pandangan yang sulit. Dulu mereka bertiga—dengan Fero—sangat akrab. Devan sudah menganggap F

  • Adik Ipar Malang   bab 88 Yang Sebenarnya

    Adik Ipar Malang Bab 88 Yang SebenarnyaBeberapa hari berikutnya, Freya mau mengeluarkan suaranya. Hal yang pertama kali dia ucapkan adalah meminta Fero mencari siapa perempuan yang berlibur juga di puncak pada saat itu.Akhirnya, setelah beberapa hari, Fero sudah menemukan keluarga mana yang pergi berlibur pada hari di mana Freya mengalami kejadian naas. Saat Fero ingin memberitahu Freya, dia malah mendapati adiknya sedang sekarat setelah meminum obat peng9u9ur kandungan lebih dari takaran. Hal itu membuat Fero syok karena ternyata Freya tiba-tiba mengalami pendarahan dan kemudian keguguran.Karena pendarahan terus menerus, membuat rahimnya menjadi infeksi. Untuk meminimalisir munculnya kanker dan kerusakan pada organ lainnya, dokter menyarankan agar Freya menjalani pengangkatan rahim.Freya jelas menolak. Baginya rahim adalah salah satu tanda perempuan sejati. Dari gadis saja dia tidak punya rahim, laki-laki mana yang mau men

  • Adik Ipar Malang   bab 87 Kamu Punya Sesuatu

    Adik Ipar Malang Bab 87 Kamu Punya Sesuatu "Kamu tidak percaya, kalau kamu punya sesuatu yang tidak aku punya?" tanya Freya dengan dingin. Lilis hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan.Freya berucap dengan lirih, "Devan."Mata Lilis melebar tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Mungkin telinganya sedang tidak berfungsi dengan baik.Freya paham melihat dari ekspresi Lilis. Pasti perempuan di depannya ini merasa sudah salah dengar."Kamu enggak salah dengar. Aku benar-benar menginginkan Devan.""Jangan macam-macam Freya! Kamu mendekati kak Elan untuk menghancurkan rumah tangga kak Evan dan kak Laras, kenapa kamu meminta kak Devan padaku? Aku pikir kamu menyukai kak Evan!" ucap Lilis dengan nada tinggi.Lilis merasa kalau Freya sudah terkena gangguan jiwa. Sebenarnya apa yang ada di pikirannya. Dengan wajah cantik dan kekayaan keluarganya, laki-laki mana yang akan menolak? Kenapa harus terobsesi dengan laki-laki yang sudah menikah,

  • Adik Ipar Malang   bab 86 Menghubungi Devan

    Adik Ipar Malang Bab 86 Menghubungi Devan Di tempat lain, Fero tiba-tiba penasaran dengan adiknya yang sedang cuti. Dia coba untuk menghubungi adiknya kembali. Namun, masih tidak tersambung.Tadinya dia ingin membuat kejutan untuk adiknya, dengan tidak memberitahukan kepulangannya ke Indonesia. Ternyata adiknya malah mengambil cuti, dan nomornya susah dihubungi."Ini sudah hampir tiga jam, tapi kenapa Freya masih susah dihubungi?" gumam Fero.Akhirnya Fero penasaran untuk apa adiknya itu mengambil cuti tanpa sepengetahuannya. Dia segera meminta bawahannya untuk mencari keberadaan adiknya.Setelah beberapa saat, Fero menerima laporan kalau Freya beberapa hari yang lalu memesan tiket pesawat ke Singapura, tetapi tidak pergi ke sana. Lalu, untuk apa?Setelah mengerti dengan situasi ini, Fero langsung bangkit dari duduknya. Dia membawa dua bawahannya untuk mengikutinya."Pergi ke lokasi di mana Freya sekarang berada!"

  • Adik Ipar Malang   bab 85 Memata-matai

    Adik Ipar Malang Bab 85 Memata-mataiSiska dan Lilis sedang duduk di ruang tamu. Mereka sedang menunggu sang Tuan Rumah keluar dari ruangannya. Lilis merasa was-was. Dia sedang memikirkan bagaimana kedepannya dengan Daffin kalau dirinya terjadi sesuatu di sini. Sedang Siska, dia malah merasa sangat gugup dan takut.Meisya segera menghampiri Siska dan Lilis. Dia membawa sebuah kotak berukuran tiga puluh sentimeter dan meletakkan di atas meja. "Silakan taruh ponsel Nona berdua di dalam kotak ini!" ujar Meisya dengan sopan. Siska dan Lilis saling memandang dan mengerutkan kening.Melihat keragu-raguan kedua perempuan itu, Meisya menambahkan, "Kami tidak akan mengambilnya. Hanya untuk mengantisipasi saja." Siska dan Lilis masih enggan untuk mengeluarkan ponsel mereka. Tidak disangka kalau Freya sangat berhati-hati. Padahal rencana Lilis adalah ingin merekam dan mencari bukti sebanyak-banyaknya untuk m

  • Adik Ipar Malang   bab 84 Dua Perempuan

    Adik Ipar Malang Bab 84 Dua Perempuan Sementara itu, Lilis sudah sampai di dekat gang besar yang dimaksud oleh Freya. Sebelumnya Freya memberitahu lagi, kalau mereka naik kendaraan umum, mereka harus turun di gang besar yang menuju ke rumah di mana Elan disembunyikan. Lalu, mereka harus berjalan kaki kurang lebih sejauh lima puluh meter lagi. Selama berjalan, Lilis memerhatikan keadaan tempat ini. Sepanjang jalan, di sisi kanan dan kiri hanya kebun yang ditanami pohon buah-buahan. Di antaranya pohon rambutan, mangga, dukuh, dan jambu air. "Lis, perasaanku agak kurang enak. Apa kita balik lagi saja?" Siska menggandeng lengan Lilis dengan kuat. Meski siang hari, tapi di sini sangat sunyi. Bahkan tidak ada orang yang lewat. Sepertinya lahan di sini adalah milik satu orang, sehingga orang-orang tidak berani lewat jalan ini sembarangan. "Jangan dulu! Kalau kita kembali, bagaimana dengan Kak Elan?" tolak Lilis."Tapi aku

  • Adik Ipar Malang   bab 83 Penyekapan Elan

    Adik Ipar Malang Bab 83 Penyekapan Elan Di kantor Devan, tiba-tiba saja pikirannya mengarah ke Lilis. Entah kenapa hatinya sangat merindukan istri kecilnya itu.Devan menghentikan pekerjaannya sebentar, lalu mengambil ponsel dan menghubungi nomor Lilis. Panggilannya tersambung. Hanya saja tidak di angkat oleh istrinya itu. Sampai panggilan ketiga, Lilis tetap tidak mengangkat telfonnya. Kemudian Devan menghubungi nomor rumah Bu Maya. Tepat sekali beliau yang mengangkatnya. [Halo, kediaman Rifan di sini.]"Halo, Tante. Ini aku Devan."[Oh, Devan. Ada apa?]"Apa Lilisnya ada, Tante?"[Lilis? Dia sedang menemani Siska ke rumah sakit.]"Sejak kapan?"[Kurang lebih dari dua jam yang lalu. Mungkin sedang banyak pasien, jadi antreannya sedikit panjang.]"Apa Daffin juga ikut?"[Enggak. Daffin di rumah dengan Tante dan Laras. Ada apa, ya? Suara kamu kok terdengar cemas.]"Enggak apa-apa, kok, Tante. Terima kasih, ya. Mungkin L

DMCA.com Protection Status