bab 6 (Jamuan Makan Malam 2)POV Lilis"Lilis!"Deg!Suara bariton rendah ini ... kenapa dia ada di sini? Badan ini membeku, tapi kaki gemetar. Ingin rasanya lari, namun seakan ada paku di kaki yang menancap ke bumi. Aku tak tau kalau bisa se-trauma ini dengan dia."Berhenti di sana!" teriakku sambil mengangkat tangan.Dia langsung berhenti dengan mata terbelalak. Sekarang kami berjarak tiga meter. Aku menatap sekeliling dan ternyata ada beberapa siswa yang sedang menatap kami, kemudian berlalu pergi. Langsung saja aku mengubah ekspresi di wajah ini, agar tak ada yang kepo."Lis, aku ..." katanya dengan lirih.Aku masih memerhatikan apa yang akan dia lakukan, meskipun masih merasa takut. Kemudian dia membuka tas kerjanya, mengeluarkan sebuah kotak bekal berwarna kuning polos dan menyodorkannya padaku."Ini ... terimalah." Aku masih diam saja.Saat dia hendak melangkah, aku langsung mengangkat tangan lagi, agar dia berhenti melangkah. "Tetap di sana!" desisku."Lis, ini bekal dari Ibu,
bab7 (Awal)POV LilisSuasana langsung hening dan senyap. Wajah Kak Evan tegang dan pucat. Kak Laras memicingkan matanya menatap Kak Evan. Om Rifan dan Tante Maya saling berpandangan. Ibu memandang Ayah dengan tatapan seolah bertanya. Sedang Kak Devan, memandangku dengan pandangan yang sulit diartikan.Bagaimana denganku? Jangan tanyakan lagi. Tentu saja keringat dingin sudah mengalir di dahi dan di telapak tangan. Dudukku sudah gelisah tak menentu.Tiba-tiba Ayah terkekeh sambil duduk di kursi yang sebelumnya ditempati. Semua orang memandang Ayah dengan heran, termasuk aku."Aku hanya bercanda. Lilis memang tak suka buah apel. Tak suka buah apel, bukan berarti alergi, bukan? Boleh saja, kan, kalau Lilis makan buah apel untuk kesehatan 'dia'?" ucap Ayah dengan menekankan kata 'dia'. Pernyataan Ayah barusan membuat beberapa orang di ruangan ini memasang raut wajah lega."Pak Arif ini, bercandanya ada-ada saja. Tentu saja boleh, dong. Malah itu bagus juga untuk kulit," ucap Tante Maya
POV Lilis"Milik siapa testpack itu? Apa itu punya kamu, Laras?" tanya Tante Maya dengan mata berbinar. Mungkin melihat dua buah garis di testpack itu. Semua tahu kalau Tante Maya sangat menunggu kehadiran cucu pertamanya."Bukan. Itu bukan punyaku," jawab Kak Laras dengan lesu."Oh." Wajah Tante Maya langsung berubah kecut. Mungkin sangat berharap benda pipih bergaris dua itu milik menantunya.Kasihan sekali Kak Laras. Apa setelah janin ini lahir, aku berikan saja pada kakak kandungku? Tapi, apa Kak Laras bersedia merawat dengan senang hati? Sedang dia saja bukan wanita mandul. Hanya belum saja dititipi anak oleh Allah.Astaghfirullah. Bagaimana bisa aku berpikiran seperti itu? Ini anakku sendiri, mana mungkin diberikan seenaknya pada orang lain. Menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran yang bukan-bukan."Lalu ini punya siapa?" tanya Ibu sambil mengacungkan testpack yang lebih ditujukan ke Ayah. "Apa ada anggota keluarga kita yang sedang ha-""Itu milik Lilis." Perkataan Ibu langs
Bab 9 (Bertanggung Jawab)POV LilisMeski wajahnya tetap datar, tapi dari matanya memancarkan penyesalan. Aku menangis dengan perasaan antara lega dan bersalah. Lega, karena dia telah mengakui perbuatannya dan merasa bersalah, kepada Kak Laras.Ibu dan Tante Maya mendadak lemas. Ibu dipapah oleh Kak Devan, sedang Tante Maya dibantu oleh Om Rifan untuk kembali duduk.Kak Laras berteriak dengan histeris dan kalap, tak terima dengan pernyataan suaminya. "Tega kamu, Evan. Kamu tega hianati aku!" Wajahnya yang cantik dengan polesan make up, kini bercampur dengan air mata. "Kamu pasti dijebak oleh Lilis, kan, Evan? Cepat bilang saja!" Sungguh bucinnya Kak Laras, sudah jelas suaminya salah, masih menyalahkan orang lain."Apa benar sepeti itu, kalau kamu dirayu atau dijebak oleh Lilis?" tanya Ayah memastikan."Aku melakukan itu karena kekhilafanku sendiri. Lilis sama sekali tak menggoda atau merayuku. Aku ... memang menginginkan tubuh Lilis saat itu."Tubuhku bergetar mendengar pengakuannya.
Bab 10 (keputusan Lilis)POV LilisApa dia pikir aku ini pencetak anak untuknya? Seenaknya berkata tanpa disaring dulu. Cukup sudah aku membiarkan dia menjelek-jelekkanku dari tadi."Aku tidak mau! Cukup, Kak! Dari tadi kamu menghinaku. Mengatakan kalau aku menggoda dan merayu suamimu, menyuruh untuk meng*g*rkan kandunganku, mengatakan aku aib keluarga. Kakak pikir aib ini ulah siapa? Ulah suamimu yang tak bermoral. Andai suamimu bisa menahan n*fsunya pada adik iparnya sendiri, aib ini nggak akan ada. Sekarang, kamu ingin aku menikah dengan suamimu, kemudian setelah anak dalam kandunganku lahir, aku harus bercerai dan memberikan anakku pada kalian? Aku tak sudi. Lebih baik aku diasingkan, membesarkan anakku sendiri, tanpa campur tangan kalian." Aku mengatakan dengan berapi-api. Hancur hatiku ketika mereka ingin mengatur hidupku."Sebaiknya pikir-pikir lagi, Lis. Kalau mau mengikuti saran Kakak, kamu masih bisa melanjutkan sekolah, kuliah, dan meraih cita-cita yang diimpikan. Banyak ha
Bab 11POV EvanAku Evan Pramudya Sakti, anak bungsu dari dua bersaudara. Mempunyai kakak bernama Elan Fadil Firdaus, hanya beda lima tahun denganku. Aku sudah menikah dengan Laras, adik tingkatku dulu saat kuliah.Awal aku mengenal Laras adalah saat dia magang di kantor perusahaan orang tuaku. Ternyata kita satu divisi dan dia menjadi bawahanku. Aku kagum dengan apa yang ada pada dirinya. Dia cantik, cerdas, mandiri, pemberani, tidak cerewet, dan tidak terlalu agresif pada laki-laki.Akhirnya aku menjatuhkan pilihanku pada Laras, untuk ke jenjang pernikahan. Dia sangat sesuai dengan kriteriaku. Jauh dari definisi wanita yang sering disebut dengan kata 'merepotkan'.Sampai aku bertemu dengan Lilis, adik iparku sendiri. Dia kebalikan dari Laras. Manja, cerewet, penurut, sangat peduli dengan sekitar, tingkahnya juga sangat menggemaskan.Lilis memang manja, tapi dia sangat perhatian. Perhatian yang tidak dia buat-buat, murni dari hatinya. Mampu menggeser sedikit pribadiku yang sangat din
bab 12POV Evan 2Aku menepati janji, membawa Lilis ke rumah Mama. Laras tidak ikut. Dia bilang ingin mencari ide yang lebih brilian, supaya lebih dekat dengan tujuannya. Tipe wanita pejuang sekali. Tapi sayang, aku jadi semakin tak dihiraukan.Melihat Mama tertawa lepas bersama dengan Lilis, membuat hatiku menghangat. Ada rasa iri di dalam hati, kenapa Mama tidak bisa seperti itu dengan Laras.Setelah bersuka ria di dapur, Lilis kini berada di halaman samping rumah. Dia menemani Papa bermain catur. Pembawaan Lilis yang ramah dan mudah berbaur dengan orang di sekelilingnya, membuat dia dipuji banyak orang. Entah dari kalangan muda maupun yang tua.Seperti yang pernah Mama dan Papa bilang, mereka mendambakan anak perempuan. Kini Lilis hadir di antara mereka. Menjadi anak bungsu tersayang.Bahkan Kak Elan yang sangat dingin terhadap perempuan, semenjak kekasihnya tiada pun menjadi sangat memanjakan Lilis. Memberikan kasih sayang bak kakak laki-laki terhadap adik perempuannya."Andai Tan
Bab 13POV Evan warning 21+ harap bijak membacanya"Biar aku membantumu mengerjakan PR, supaya cepat selesai. Waktu sudah lumayan larut.""Eh, benarkah? Kak Evan mau membantuku?" Matanya berbinar seperti mendapat keberuntungan. Aku jadi bertambah gemas. "Kalau begitu kita mengerjakannya di ruang tamu saja, ya. Biar aku bawa buku-bukunya dulu.""Nggak perlu." Aku langsung mencegah Lilis. "Di sini saja. Biar nggak repot memindahkan buku dari sini ke ruang tamu."Sepanjang membantu dan mengajari dia mengerjakan PR, aku tak pernah melewatkan ekspresi dari wajahnya. Bibirnya mengerucut lucu saat menghadapi soal yang menurutnya susah.Berbeda dengan Laras yang jarang mengeluh. Dia tangguh dan mandiri untuk menghadapi masalah yang dimiliki. Aku jadi seperti merasa tidak terlalu berperan dalam hidupnya.Entah keberanian dari mana, aku mencoba untuk bisa mencium paksa bibirnya. Lilis menampar pipiku, berusaha untuk menyadarkan sesuatu yang salah.Bukannya sadar, aku malah menarik paksa dia da
Bab 91 Senyum Bahagia Freya tidak tahu kalau Laras juga mencari bantuan saat pergi. Makanya dia berpikir kalau Laras merupakan orang yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang. Sedangkan nasib ketiga pemuda yang melecehkan Freya, mereka sudah tew4s di dalam sel sesaat setelah Freya keguguran. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Fero. Lilis melihat Devan sedang menunduk sambil mengepalkan kedua telapak tangannya. Tangannya segera merengkuh telapak yang mengepal itu. Devan mengangkat kepalanya dan melihat senyuman hangat Lilis. Semua yang ada di sana juga melihat ke arah Devan. Mereka tahu bagaimana perasaan bersalah yang Devan miliki. "Devan, kamu enggak sepenuhnya salah. Bagaimanapun, kamu punya pilihan sendiri. Apa lagi ini untuk seumur hidup. Jangan karena orang memintamu melakukan ini, kamu juga harus menurutinya. Kamu itu milik diri kamu sendiri. Kamu berhak menentukan yang terbaik untuk dirimu." Pak Arifin selaku mertua Devan ber
Bab 90Fero memberi kode pada anak buahnya untuk tetap menangkap Freya. Kemudian terjadilah perkelahian antara Meisya dengan kedua anak buah Fero. Meski Meisya menguasai bela diri pun kalau harus melawan dua laki-laki yang ilmunya jauh di atasnya, dia akan kalah. Tidak sampai lima menit, Meisya bisa dikalahkan. Kemudian Fero membawa Freya kembali bersama dengan Meisya juga. Setelah mereka pergi, Devan menyuruh anak buahnya untuk segera membereskan preman-preman bayaran Freya dibantu oleh anak buah Evan.Evan menghubungi orang tuanya untuk segera pergi ke rumah sakit di mana Elan dirawat. Siska yang mendengar tentang Elan pun langsung mendekati Evan. "Tuan Evan, bolehkah saya bertemu dengan Tuan Elan?" tanyanya dengan nada memohon. Matanya berkaca-kaca. Evan mengangguk begitu saja. Sebenarnya dia merasa tak enak sudah mencurigai Siska kemarin. Sudah seharusnya dia meminta maaf. Tetapi suaranya tetap tidak bisa keluar, kembali ditelannya lagi. "Siska, ayo kita ke rumah sakit jengu
Bab 89 Tukar Kebebasan SiskaSemua yang ada di dalam ruangan itu terkejut. Terutama Freya. Padahal dia sudah membayar orang-orang untuk melindungi tempat ini. Lagi pula rumah ini berada jauh di dalam karena dibangun di belakang kebun. Lilis yang melihat Devan datang segera berlari ke arahnya. Freya yang melihat itu langsung berteriak, "Cepat tangkap dia! Jangan sampai dia berlari ke sana!"Semua preman itu langsung berlari ke arah Lilis. Bukannya menangkap Lilis, mereka malah berdiri di sisi kanan, kiri, dan di belakang Devan. Freya langsung tercengang. Bagaimana bisa orang bayarannya malah berdiri di pihak Devan? Tubuhnya tiba-tiba gemetar. Sepertinya dia sudah tahu apa yang sudah terjadi. Jangan-jangan, Elan tidak dibawa ke tempat yang sudah dia rencanakan, melainkan sudah diselamatkan oleh mereka. Tetapi Freya masih mencari cara untuk menyelamatkan dirinya. Devan memandang Freya dengan pandangan yang sulit. Dulu mereka bertiga—dengan Fero—sangat akrab. Devan sudah menganggap F
Adik Ipar Malang Bab 88 Yang SebenarnyaBeberapa hari berikutnya, Freya mau mengeluarkan suaranya. Hal yang pertama kali dia ucapkan adalah meminta Fero mencari siapa perempuan yang berlibur juga di puncak pada saat itu.Akhirnya, setelah beberapa hari, Fero sudah menemukan keluarga mana yang pergi berlibur pada hari di mana Freya mengalami kejadian naas. Saat Fero ingin memberitahu Freya, dia malah mendapati adiknya sedang sekarat setelah meminum obat peng9u9ur kandungan lebih dari takaran. Hal itu membuat Fero syok karena ternyata Freya tiba-tiba mengalami pendarahan dan kemudian keguguran.Karena pendarahan terus menerus, membuat rahimnya menjadi infeksi. Untuk meminimalisir munculnya kanker dan kerusakan pada organ lainnya, dokter menyarankan agar Freya menjalani pengangkatan rahim.Freya jelas menolak. Baginya rahim adalah salah satu tanda perempuan sejati. Dari gadis saja dia tidak punya rahim, laki-laki mana yang mau men
Adik Ipar Malang Bab 87 Kamu Punya Sesuatu "Kamu tidak percaya, kalau kamu punya sesuatu yang tidak aku punya?" tanya Freya dengan dingin. Lilis hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan.Freya berucap dengan lirih, "Devan."Mata Lilis melebar tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Mungkin telinganya sedang tidak berfungsi dengan baik.Freya paham melihat dari ekspresi Lilis. Pasti perempuan di depannya ini merasa sudah salah dengar."Kamu enggak salah dengar. Aku benar-benar menginginkan Devan.""Jangan macam-macam Freya! Kamu mendekati kak Elan untuk menghancurkan rumah tangga kak Evan dan kak Laras, kenapa kamu meminta kak Devan padaku? Aku pikir kamu menyukai kak Evan!" ucap Lilis dengan nada tinggi.Lilis merasa kalau Freya sudah terkena gangguan jiwa. Sebenarnya apa yang ada di pikirannya. Dengan wajah cantik dan kekayaan keluarganya, laki-laki mana yang akan menolak? Kenapa harus terobsesi dengan laki-laki yang sudah menikah,
Adik Ipar Malang Bab 86 Menghubungi Devan Di tempat lain, Fero tiba-tiba penasaran dengan adiknya yang sedang cuti. Dia coba untuk menghubungi adiknya kembali. Namun, masih tidak tersambung.Tadinya dia ingin membuat kejutan untuk adiknya, dengan tidak memberitahukan kepulangannya ke Indonesia. Ternyata adiknya malah mengambil cuti, dan nomornya susah dihubungi."Ini sudah hampir tiga jam, tapi kenapa Freya masih susah dihubungi?" gumam Fero.Akhirnya Fero penasaran untuk apa adiknya itu mengambil cuti tanpa sepengetahuannya. Dia segera meminta bawahannya untuk mencari keberadaan adiknya.Setelah beberapa saat, Fero menerima laporan kalau Freya beberapa hari yang lalu memesan tiket pesawat ke Singapura, tetapi tidak pergi ke sana. Lalu, untuk apa?Setelah mengerti dengan situasi ini, Fero langsung bangkit dari duduknya. Dia membawa dua bawahannya untuk mengikutinya."Pergi ke lokasi di mana Freya sekarang berada!"
Adik Ipar Malang Bab 85 Memata-mataiSiska dan Lilis sedang duduk di ruang tamu. Mereka sedang menunggu sang Tuan Rumah keluar dari ruangannya. Lilis merasa was-was. Dia sedang memikirkan bagaimana kedepannya dengan Daffin kalau dirinya terjadi sesuatu di sini. Sedang Siska, dia malah merasa sangat gugup dan takut.Meisya segera menghampiri Siska dan Lilis. Dia membawa sebuah kotak berukuran tiga puluh sentimeter dan meletakkan di atas meja. "Silakan taruh ponsel Nona berdua di dalam kotak ini!" ujar Meisya dengan sopan. Siska dan Lilis saling memandang dan mengerutkan kening.Melihat keragu-raguan kedua perempuan itu, Meisya menambahkan, "Kami tidak akan mengambilnya. Hanya untuk mengantisipasi saja." Siska dan Lilis masih enggan untuk mengeluarkan ponsel mereka. Tidak disangka kalau Freya sangat berhati-hati. Padahal rencana Lilis adalah ingin merekam dan mencari bukti sebanyak-banyaknya untuk m
Adik Ipar Malang Bab 84 Dua Perempuan Sementara itu, Lilis sudah sampai di dekat gang besar yang dimaksud oleh Freya. Sebelumnya Freya memberitahu lagi, kalau mereka naik kendaraan umum, mereka harus turun di gang besar yang menuju ke rumah di mana Elan disembunyikan. Lalu, mereka harus berjalan kaki kurang lebih sejauh lima puluh meter lagi. Selama berjalan, Lilis memerhatikan keadaan tempat ini. Sepanjang jalan, di sisi kanan dan kiri hanya kebun yang ditanami pohon buah-buahan. Di antaranya pohon rambutan, mangga, dukuh, dan jambu air. "Lis, perasaanku agak kurang enak. Apa kita balik lagi saja?" Siska menggandeng lengan Lilis dengan kuat. Meski siang hari, tapi di sini sangat sunyi. Bahkan tidak ada orang yang lewat. Sepertinya lahan di sini adalah milik satu orang, sehingga orang-orang tidak berani lewat jalan ini sembarangan. "Jangan dulu! Kalau kita kembali, bagaimana dengan Kak Elan?" tolak Lilis."Tapi aku
Adik Ipar Malang Bab 83 Penyekapan Elan Di kantor Devan, tiba-tiba saja pikirannya mengarah ke Lilis. Entah kenapa hatinya sangat merindukan istri kecilnya itu.Devan menghentikan pekerjaannya sebentar, lalu mengambil ponsel dan menghubungi nomor Lilis. Panggilannya tersambung. Hanya saja tidak di angkat oleh istrinya itu. Sampai panggilan ketiga, Lilis tetap tidak mengangkat telfonnya. Kemudian Devan menghubungi nomor rumah Bu Maya. Tepat sekali beliau yang mengangkatnya. [Halo, kediaman Rifan di sini.]"Halo, Tante. Ini aku Devan."[Oh, Devan. Ada apa?]"Apa Lilisnya ada, Tante?"[Lilis? Dia sedang menemani Siska ke rumah sakit.]"Sejak kapan?"[Kurang lebih dari dua jam yang lalu. Mungkin sedang banyak pasien, jadi antreannya sedikit panjang.]"Apa Daffin juga ikut?"[Enggak. Daffin di rumah dengan Tante dan Laras. Ada apa, ya? Suara kamu kok terdengar cemas.]"Enggak apa-apa, kok, Tante. Terima kasih, ya. Mungkin L