Adelia menghembuskan nafasnya kasar. Ia membawa nampan berisi pesanannya ke salah satu meja yang telah dipenuhi oleh teman-temannya. Ia meletakkan nampannya ke meja dengan keras, membuat sebagian kuah baksonya tertumpah. Teman-temannya dibuat terkejut olehnya.
"Apaan sih Del, dateng-dateng ngamuk!" Kesal salah seorang temannya, Aura.
Daffa dapat memahami raut kekesalan yang tercetak jelas di wajah Adelia.
"Udah gua bilang kan, Del. Kelas XII IPS III, adalah area terlarang yang gak semestinya kita ganggu. Lu belum tau aja Geng ATALIYON kalau udah murka, gimana." Suara Daffa terdengar samar di tengah keramaian namun masih dapat terdengar jelas oleh Aura dan Adelia, sengaja agar murid lain tak mendengar percakapan sakral mereka."Gimana emangnya?" Aura mulai tertarik dengan topik pembicaraan yang disuguhkan Daffa.
Yang mereka bicarakan pun muncul melalui keramaian. Seakan sudah tau, para murid meluaskan jalan untuk para Geng ATALIYON. Namun sayangnya, murid keterbelakangan yang tidak tahu menau aturan mereka, akan menjadi imbasnya.
"Lo liat sendiri aja. Sepuluh menit lagi bel masuk, tapi mereka malah baru masuk ke area kantin buat makan." Ucapan Daffa membuat kedua teman gadisnya berbalik tatap ke arah objek pembicaraan mereka.
"Ada beberapa aturan terlarang, yang wajib di ketahui semua murid SMA Abdi Bangsa. Pertama, Jangan coba-coba duduk di area khusus berlogo tengkorak hitam milik Geng ATALIYON. Kalau di langgar, lu liat sendiri akibatnya."
Seorang murid lelaki dengan kacamata berlensa tebal yang bertengger di batang hidungnya sedang melahap makanannya dengan khidmat. Semua para siswa menatap iba padanya, karna mengetahui kesialan akan menimpanya hari ini. Hari di mana ia telah melewati batasan-batasan yang dibuat oleh ATALIYON.
Dan detik itu pula, suasana tak lagi ramai, tak lagi gaduh, semua seketika hening. Lelaki malang itu tak terusik oleh keadaan apapun dan melanjutkan makan siangnya tanpa mengetahui ada Geng ATALIYON di belakang tubuhnya.
Adipati. Ketua Geng ATALIYON Maju selangkah paling depan di antara para sahabatnya. Dengan cepat lengannya mendorong masuk kepala lelaki malang itu hingga wajahnya tertelungkup di mangkuk yang dipenuhi bakso. Selang beberapa detik, Adipati menarik rambut lelaki itu, membuatnya megap-megap karna kehabisan pasokan oksigen selama wajahnya dicelupkan di mangkuk berisi kuah bakso yang tercampur beberapa sendok sambal pedas.
Wajah lelaki malang itu memerah, matanya perih, hidungnya tak kalah merah dari wajahnya. Rasa pedis kini menyerang seluruh wajahnya, membuatnya ingin menangis.
Adipati menunjuk logo tengkorak hitam di atas meja nomor tujuh, tempat lelaki berkacamata itu duduk.
"Lain kali, kalo ada logo kayak gini, mending ambil jarak sejauh mungkin. Kan, jadinya kayak gini, gua jadi gak enak sama lu, bro." Adipati merangkul tubuh gemetar lelaki bernasib buruk itu.
Adelia sudah tak tahan melihat tingkah Adipati yang semena-mena. Baru saja gadis itu hendak beranjak dari tempatnya, lengannya di tarik oleh Daffa.
"Lo belum denger aturan kedua, Del!""Gua gak peduli Daff! Mereka udah kelewata--"
PRANGGG!!
Perkataan Adelia terputus saat mendengar pecahan piring yang berbunyi nyaring, ia melihat ke sumber suara. Salah satu antek Geng ATALIYON mendorong tubuh lelaki yang bersikap heroik ingin menyelamatkan lelaki cupu yang menjadi bahan bully-an mereka.
"Kedua. Jangan ganggu saat mereka melancarkan aksi. Itu akan berakibat buruk."
Kini Alex yang turun tangan. Lelaki itu tersenyum sumringah melihat seorang pemberontak berada tepat di bawah kakinya. Alex menarik kerah baju tersebut dan melihat baik-baik namanya. "Bimo. Lu mau jadi pahlawan di sini?"
Lelaki bernama Bimo itu diam. Tidak ada perlawanan, bahkan jika ada, ia tak memiliki hak untuk melawan.
"Lu marah, karna sobat cupu lu gua kasarin? Gak terima?" Tanya Alex dengan tatapan mengintimidasi.
Perlahan nyali Bimo semakin tipis. Ia sempat yakin hal seperti ini akan terjadi. Awalnya lelaki itu hanya ingin berniat membantu, namun sepertinya ia tak tahu, bahwa tindakannya akan membahayakan dirinya sendiri.
"Sabar, Lex. Mungkin dia mau nemenin si cupu makan." Tukas Yoga.
Alex tersenyum simpul, lelaki itu menghempas Bimo dan juga menarik lelaki berkaca mata itu hingga terduduk di lantai.
"Boleh," Alex tersenyum menakutkan. "Tapi di lantai ya.. Tempat ini udah jadi hak paten Geng ATALIYON. Faham?"Kedua lelaki itu mengangguk patuh dan menikmati makan siangnya di lantai. Sedangkan para antek ATALIYON tertawa puas melihat kedua lelaki itu berada di bawah kuasa mereka. Tidak, ATALIYON bahkan telah membuat SMA Abdi Bangsa berada tepat di genggaman mereka.
Tatapan Adipati tak sengaja menangkap seorang gadis yang sedang menatap mereka dengan pandangan penuh kebencian. Ya, Adipati telah menguasai semuanya, termasuk gadis cantik bernama Adelia. Lelaki itu beranjak dari tempatnya dan berjalan melewati kerumunan siswa, melewati beberapa pasang mata yang memandangnya takjub, dan berhenti tepat di hadapan seorang gadis.
Dengan satu kali isyarat, Daffa yang duduk di kursi yang berhadapan dengan Adelia, seketika langsung berpindah di samping Adelia. Lelaki berpostur tinggi itu duduk di hadapan Adelia sambil menopang dagu menatap gadis di hadapannya yang sedang melahap makan siangnya dengan santai. Gadis itu mencoba bersikap biasa saja agar tak terlihat mencolok karna di datangi sosok yang dipuja puja para gadis Abdi Bangsa.
"Gua gak suka ditontonin pas lagi makan." Adelia menuturkan perkataannya tanpa menatap Adipati sedikipun.
Lelaki di hadapannya tersenyum, mengulurkan tangannya mengelus puncak kepala Adelia sambil berucap, "makan yang banyak.."
Para murid mejerit melihat dewa yang mereka dambakan melakukan hal yang tak terduga. Adipati memang terkenal sebagai penghancur hati para kaum hawa. Tapi, sepanjang sejarah, tak ada seorang gadis yang diperlakukan seperti yang Adipati lakukan pada Adelia. Terlebih, tak ada seorang pun gadis yang mampu membuat Adipati tersenyum manis seperti sekarang. Daffa dan Aura yang melihatnya hampir tersedak. Lain hal dengan Adelia, wajah gadis itu merah padam karna menahan amarah agar tak meluap sekarang.
"Singkirin tangan lo dari kepala gue, brengsek." Sungut Adelia.
Daffa dan Aura semakin kaget mendengar kata terakhir yang terlontar dengan mulus dari mulut sahabatnya ini.
Adipati menghela nafas, menggeleng-gelengkan kepalanya dan kembali melipat kedua tangannya di atas meja. "Gua cuma sekedar ingetin lo supaya kasih asupan yang banyak buat tubuh lo. Karna setelah ini, lo akan banyak kekurangan ion di tubuh lo."
Adelia terdiam sejenak menatap lurus ke Adipati, kemudian tawanya pecah membuat semua orang kaget. "Gaya lo ngomong ion-ion.. Gak usah sok biologis deh, lo! Kayak ngerti aja." Ledek Adelia terang-terangan. Daffa dan Aura menyikut Adelia yang berbicara seenak jidatnya.
Adipati tersenyum kecut, ia merasa sangat direndahkan oleh gadis di hadapannya. Ia bersumpah demi Bu Inem yang selalu memberikannya semangkuk bakso gratis karna ketampanannya, ia akan membuat Adelia menyesal telah meremehkannya.
"Adelia Shaphire Ardanta. Lo sadar, lo lagi bicara sama siapa?" Adipati tetap tersenyum manis pada gadis di hadapannya, sedangkan Aura dan Daffa sudah setengah tercekik melihat senyuman Adipati yang mematikan itu.
Dengan santai Adelia berkata, "murid kayak lo tau apa sih selain alkohol dan majalah dewasa? Apa yang lo banggain dari otak penuh kepulan asap rokok?" Gadis itu masih saja tertawa sambil menggelengkan kepalanya.
"Del, tarik omongan lo sekarang!" Cicit Aura yang berusaha menyadarkan Adelia agar tak melewati batasannya.
"Sadar, Del. Lo mau nyari mati?!" Daffa ingin sekali memelintir mulut pedas Adelia.
Adipati mendecih. "Kayaknya lo emang gak cocok gua lembutin." Lelaki itu menarik lengan Adelia dengan kasar, membuat gadis itu tersentak kaget. Adipati mencekal lengan Adelia dengan keras hingga mebuatnya merintih kesakitan.
Adelia ditarik oleh Adipati sampai ke tempat duduk Adipati di meja kantin dengan logo tengkorak hitam. Para Anggota ATALIYON bertanya-tanya, siapa gadis yang di bawa Adipati.
"Berikan gue pelayanan terbaik," tukas Adipati.Adelia mengernyit dalam, masih mencoba mencerna perkataan lelaki laknat yang satu ini.
Adipati menghela nafa gusar. Lelaki itu memegang bahunya, "Cepetan, pegel-pegel nih dari tadi!" Ujar Adipati, membuat Adelia melebarkan matanya.
"Gila! Cewe cantik gitu di jadiin tukang urut!" Yoga berseru, mengundang tawa seluruh anggota ATALIYON.
"Wahh!! Kufur nikmat lo Di!!" Cetus Alex. Sedangkan Novan masih berdiam diri menatap buku Geografi yang ia genggam, tak tertarik dengan pembahasan.
Adipati kembali menatap Adelia yang mematung. "Woi!! Gua gak lagi ngutuk lo buat jadi malin kundang! Cepetan urut punggung gua nihh."
Dengan berat hati, gadis itu berjalan ke balik tubuh Adipati dan mulai melakukan apa yang di perintahkan. Andaikan suasana Kantin sedang sepi, ia tak perlu membutuhkan waktu lama untuk mematahkan tulang leher Adipati.
"Ini anak, mukanya kok kayak familier ya?" Ujar Yoga.
"Iyaa juga ya, kayak pernah liat, tapi di mana ya?" Ujar Alex
"Dia Junior yang jadi Ketua OSIS di sekolah kita." Akhirnya Novan buka suara.
"Oiya bener! Gila, Di!! Sekarang tukang urut lo Ketua OSIS kita?" Pekik Yoga membuat semua tatapan tertuju pada Adelia dan Adipati. Mulut lebar Yoga benar-benar membuat harkat dan martabat Adelia jatuh ke dasar bumi. Nampaknya, sebentar lagi Adelia akan menjadi topik pembicaraan hangat seantero sekolah.
Tiba-tiba seorang lelaki berlari tergopoh-gopoh dari arah lapangan dengan keringat membasahi seluruh tubuhnya.
"Bang!! Gawat!! ALASKAR datang!!!" Pekik lelaki itu pada Komplotan ATALIYON. Jelas ini bukan berita bagus, tapi apapun itu, ATALIYON selalu siap turun ke medan perang.
Mereka segera beranjak dari tempat mereka. Tak hanya itu, ALASKAR mulai menyerang kediaman ATALIYON dengan melempar batu dari luar gerbang. Lemparan-lemparan itu tak sedikit membuat jendela-jendela kelas pecah dan para murid berhamburan. Ketiga Satpam pun mulai kewalahan menahan gerbang yang hampir di trobos masuk.
"ATALIYON BERGERAK!! YANG LAIN CARI PERLINDUNGAN DAN JAGA JARAK AMAN DARI GERBANG SEKOLAH!!!" Teriak Adipati dengan lantang, detik itu juga seluruh siswa Abdi Bangsa berlari mencari tempat aman sejauh mungkin dari gerbang sekolah yang sepertinya akan roboh.
Tampak jelas ada Api yang membara di mata Adipati. Dan Adelia seperti sudah kehilangan sosok Adipati beberapa menit yang lalu. Ia kehilangan senyum Adipati yang kini tergantikan oleh wajah menakutkan lelaki itu.
Adipati sudah turun lapangan jika saja Adelia tak mencekal lengannya. Gadis itu menggeleng perlahan dengan tatapan nanar. Tanpa sepatah kata pun, Adipati tau bahwa itu adalah bentuk permohonan mutlak dari Adelia.
"Adelia. Inilah Dunia gue. Jika lo bertugas untuk mewujudkan ketertiban para siswa. Maka tugas gue adalah menjaga setiap sudut sekolah ini agar aman, dan gua gak akan biarin ada seorang pun yang terluka." Adipati mengelus puncak kepala Adelia, lalu berlari menyusul para anggotanya yang sudah turun ke medan perang.
Inilah dunia ATALIYON. Bukan hanya mencari kesenangan dengan menindas para murid lain, bukan hanya melanggar seluruh aturan, namun tugas mereka juga mengharuskan mereka melawan jika tak ingin tertindas.
**************************************************************************
Seorang lelaki bertubuh tegap dan tinggi, siap melancarkan aksi dengan kayu balok di genggamannya. Ia mencoba memanggil temannya untuk mengatur siasat yang strategis. Ke empat orang itu menepi ke sisi kanan gerbang yang cukup jauh dari kegaduhan. "Kita kalah jumlah, Di!" Gerutu Yoga sambil mengacak rambutnya kesal. "Tenang dulu, Yo. Kita gak boleh panik." Ujar Novan menenangkan. Adipati berfikir keras, sampai ada satu ide yang terlintas di fikirannya. "Kalau mereka nyerang kita dari depan, maka kita harus serang mereka dari belakang tanpa sepengetahuan mereka." Mereka mengagguk setuju. Ide Adipati selalu brilliant dan tak pernah mengecewakan. "Tapi, Di. Gua rasa kita perlu ngumpulin anak-anak buat bantu para satpam di sini buat nahan gerbang." Usul Alex. Mereka beralih tatap pada ketiga satpam yang berusaha menahan gerbang yang hampir roboh akibat dorongan brutal dari luar. "Yo. Kumpulin anak-anak, suruh jaga gerbang. Alex
Seorang gadis dengan rambut yang terurai rapih, berjalan masuk ke pintu gerbang SMA Abdi Bangsa. Sepertinya ia penghuni pertama pada pagi ini.Waktu telah menunjukkan 06:50. Sepertinya itu masih terlalu pagi bagi para murid kebanyakan.Pagi ini matahari pun masih malu menampakkan semburat cahayanya. Suara kicauan burung yang bersaut-sautan pun mengalun indah di telinga gadis itu, membuatnya tersenyum senang. Siapa lagi jika bukan Adelia?Adelia menapakan kakinya dan berlari kecil menaiki tangga karena letak kelasnya berada di lantai dua di pojok kanan koridor.Dan begitu terkejutnya dia saat melihat suguhan di pagi hari. Kelasnya yang begitu indah, dengan sampah pelastik sisa makanan yang berserakan, gumpalan tissue dan kertas, dan beberapa noda saus di lantai, menjadi alasan yang tepat penghancur mood nya di pagi hari. Apakah hanya Adelia yang memiliki rasa tanggung jawab dan kewajiban tinggi atas kebersihan kelasnya?Dengan helaan nap
"Cepet bergerak! Kita cuma punya waktu 2 Jam!" Titah seorang gadis dengan rambut terurai rapih. Mendengar perkataannya, beberapa murid segera berhambur menyusuri setiap sudut ruangan kelas XII IPS III.Dengan gerakan yang cepat, mereka menggeledah setiap tas di dalam ruangan itu. Hal ajaibnya adalah, mereka banyak menemukan barang-barang terlarang yang tak semestinya berada di sekolah. Mereka menyita beberapa alat make up, majalah dan kaset dewasa, bahkan mereka mendapat beberapa barang tumpul berbahaya yang biasa digunakan sebagai alat tawuran antar sekolah."Ayo, pindah ke kelas sebelah lagi! Upacara hampir selesai, waktu kita gak banyak!"Jam upacara adalah waktu yang tepat untuk menggeledah tas semua murid-muridteladanSMA Abdi Bangsa. Karna bagaimanapun bentuk teguran dan ancaman yang diberikan, tak akan memberikan efek jera pada mereka.Ketika pembina upacara meninggalkan lapangan upcara, maka w
Pria tua itu membenarkan letak kaca matanya. Masa mudanya telah berlalu, dan sepertinya ia membutuhkan waktu untuk beristirahat sejenak dari penat yang ia emban selaku kepala sekolah. Di hadapannya sudah ada seorang murid yang memandangnya dengan tatapan tak percaya. Wajahnya memerah dan emosinya membuncah sampai di ubun-ubun, namun hebatnya ia masih dapat menahan itu semua di hadapannya.Pria tua itu menautkan jarinya, berfikir keras."Maaf, Adelia. Saya tak bisa berbuat banyak dalam hal ini."Adelia mengusap wajahnya kasar, "pak, ini gak bisa dibiarin. Kejadian ini gak boleh berlanjut. Kami selaku Tim OSIS banyak dirugikan! Lagi pula, akibat ulah mereka banyak juga sarana dan prasarana sekolah rusak.""Iya.. Saya mengerti. Tapi saya selaku kepala sekolah juga bisa apa? Orang tua mereka adalah donatur tetap di sekolah ini. Begitu pula Orang tua Adipati, beliau adalah pemilik Yayasan SMA Abdi Bangsa. Mereka memiliki hak istimewa di sekolah ini, jadi u
Seorang gadis dengan rambut yang terurai rapih, berjalan masuk ke pintu gerbang SMA Abdi Bangsa. Sepertinya ia penghuni pertama pada pagi ini.Waktu telah menunjukkan 06:50. Sepertinya itu masih terlalu pagi bagi para murid kebanyakan.Pagi ini matahari pun masih malu menampakkan semburat cahayanya. Suara kicauan burung yang bersaut-sautan pun mengalun indah di telinga gadis itu, membuatnya tersenyum senang. Siapa lagi jika bukan Adelia?Adelia menapakan kakinya dan berlari kecil menaiki tangga karena letak kelasnya berada di lantai dua di pojok kanan koridor.Dan begitu terkejutnya dia saat melihat suguhan di pagi hari. Kelasnya yang begitu indah, dengan sampah pelastik sisa makanan yang berserakan, gumpalan tissue dan kertas, dan beberapa noda saus di lantai, menjadi alasan yang tepat penghancur mood nya di pagi hari. Apakah hanya Adelia yang memiliki rasa tanggung jawab dan kewajiban tinggi atas kebersihan kelasnya?Dengan helaan nap
Seorang lelaki bertubuh tegap dan tinggi, siap melancarkan aksi dengan kayu balok di genggamannya. Ia mencoba memanggil temannya untuk mengatur siasat yang strategis. Ke empat orang itu menepi ke sisi kanan gerbang yang cukup jauh dari kegaduhan. "Kita kalah jumlah, Di!" Gerutu Yoga sambil mengacak rambutnya kesal. "Tenang dulu, Yo. Kita gak boleh panik." Ujar Novan menenangkan. Adipati berfikir keras, sampai ada satu ide yang terlintas di fikirannya. "Kalau mereka nyerang kita dari depan, maka kita harus serang mereka dari belakang tanpa sepengetahuan mereka." Mereka mengagguk setuju. Ide Adipati selalu brilliant dan tak pernah mengecewakan. "Tapi, Di. Gua rasa kita perlu ngumpulin anak-anak buat bantu para satpam di sini buat nahan gerbang." Usul Alex. Mereka beralih tatap pada ketiga satpam yang berusaha menahan gerbang yang hampir roboh akibat dorongan brutal dari luar. "Yo. Kumpulin anak-anak, suruh jaga gerbang. Alex
Adelia menghembuskan nafasnya kasar. Ia membawa nampan berisi pesanannya ke salah satu meja yang telah dipenuhi oleh teman-temannya. Ia meletakkan nampannya ke meja dengan keras, membuat sebagian kuah baksonya tertumpah. Teman-temannya dibuat terkejut olehnya."Apaan sih Del, dateng-dateng ngamuk!" Kesal salah seorang temannya, Aura.Daffa dapat memahami raut kekesalan yang tercetak jelas di wajah Adelia."Udah gua bilang kan, Del. Kelas XII IPS III, adalah area terlarang yang gak semestinya kita ganggu. Lu belum tau aja Geng ATALIYON kalau udah murka, gimana." Suara Daffa terdengar samar di tengah keramaian namun masih dapat terdengar jelas oleh Aura dan Adelia, sengaja agar murid lain tak mendengar percakapan sakral mereka."Gimana emangnya?" Aura mulai tertarik dengan topik pembicaraan yang disuguhkan Daffa.Yang mereka bicarakan pun muncul melalui keramaian. Seakan sudah tau, para murid meluaskan jalan untuk para Geng ATALIYON. Namun sayangnya, m
Pria tua itu membenarkan letak kaca matanya. Masa mudanya telah berlalu, dan sepertinya ia membutuhkan waktu untuk beristirahat sejenak dari penat yang ia emban selaku kepala sekolah. Di hadapannya sudah ada seorang murid yang memandangnya dengan tatapan tak percaya. Wajahnya memerah dan emosinya membuncah sampai di ubun-ubun, namun hebatnya ia masih dapat menahan itu semua di hadapannya.Pria tua itu menautkan jarinya, berfikir keras."Maaf, Adelia. Saya tak bisa berbuat banyak dalam hal ini."Adelia mengusap wajahnya kasar, "pak, ini gak bisa dibiarin. Kejadian ini gak boleh berlanjut. Kami selaku Tim OSIS banyak dirugikan! Lagi pula, akibat ulah mereka banyak juga sarana dan prasarana sekolah rusak.""Iya.. Saya mengerti. Tapi saya selaku kepala sekolah juga bisa apa? Orang tua mereka adalah donatur tetap di sekolah ini. Begitu pula Orang tua Adipati, beliau adalah pemilik Yayasan SMA Abdi Bangsa. Mereka memiliki hak istimewa di sekolah ini, jadi u
"Cepet bergerak! Kita cuma punya waktu 2 Jam!" Titah seorang gadis dengan rambut terurai rapih. Mendengar perkataannya, beberapa murid segera berhambur menyusuri setiap sudut ruangan kelas XII IPS III.Dengan gerakan yang cepat, mereka menggeledah setiap tas di dalam ruangan itu. Hal ajaibnya adalah, mereka banyak menemukan barang-barang terlarang yang tak semestinya berada di sekolah. Mereka menyita beberapa alat make up, majalah dan kaset dewasa, bahkan mereka mendapat beberapa barang tumpul berbahaya yang biasa digunakan sebagai alat tawuran antar sekolah."Ayo, pindah ke kelas sebelah lagi! Upacara hampir selesai, waktu kita gak banyak!"Jam upacara adalah waktu yang tepat untuk menggeledah tas semua murid-muridteladanSMA Abdi Bangsa. Karna bagaimanapun bentuk teguran dan ancaman yang diberikan, tak akan memberikan efek jera pada mereka.Ketika pembina upacara meninggalkan lapangan upcara, maka w