Agha mengejar Joya keluar dari ruang rapat, tangannya meraih dan menggenggam pergelangan Joya ke atas, “berikan ponselmu itu!” perintah Agha sambil melirik ke arah ponsel Joya yang bersembunyi di balik saku seragamnya.
“Cobalah ambil sendiri, dan sekaligus … Cobalah lihat ke sekitar, kau akan menggali kuburanmu sendiri jika melakukannya,” jawab Joya sembari tersenyum membalas tatapan Agha.
Agha melirik ke atas, dia kembali mengarahkan pandangannya kepada Joya setelah matanya menangkap beberapa buah CCTV yang ada di sekitar. “Berapa harganya? Berapa yang harus aku bayar?” tanyanya setengah berbisik.
“Lima ratus ribu,” jawab Joya dengan tetap berusaha melepaskan cengkeraman tangan Agha di tangannya.
Agha melepaskan cengkeramannya di pergelangan tangan Joya, “aku tidak memiliki uang tunai sekarang,” ungkapnya sambil melepaskan jam tangan yang ia kenakan, “bawa ini sebagai jaminan,” sambungnya kembali seraya mengarahkan jam tangan hitam yang ia pegang kepada Joya.
Joya melirik ke arah jam tangan tersebut, “apa kau bercanda? Aku menginginkan uang tunai, bukan jam yang harganya tidak aku ketahui berapa,” tukas Joya ketika dia mengangkat kembali pandangannya.
“Jam itu, memiliki harga yang berkali-kali lipat dari harga makananmu,” sambung Agha kepadanya.
Joya mengerutkan keningnya, “aku hanya mengetahui nilai mata uang tunai,” ucap Joya sedikit menekan kata-katanya, “aku tidak mengerti nilai sebuah jam,” lanjutnya sambil menggelengkan kepalanya.
Agha menghela napas sembari mendongakkan kepalanya ke atas, “ambil ini, dan bawa semua kotak makanan itu keluar,” ucapnya dengan mengarahkan ponsel miliknya ke arah Joya.
Joya meraih ponsel tersebut, “tunggu aku di bawah, selesai rapat … Aku akan memberikan semua uangnya kepadamu,” ungkap Agha berjalan berlalu meninggalkan Joya.
Joya beralih menatap punggung laki-laki itu sebelum dia kembali berjalan memasuki ruang rapat. Joya meletakkan ponsel milik Agha di dalam saku seragamnya sebelum dia mengangkat satu per satu kantung itu keluar mendekati tangga darurat. Joya terduduk di salah satu anak tangga, dia meraih salah satu kotak nasi tersebut lalu memakannya.
‘Dia memintaku untuk membawa semua ini, bukan? Dengan kata lain, semua ini milikku, bukan?’ gumam Joya di dalam hati sambil tetap mengunyah makanan yang ada di mulutnya.
Dia beranjak berdiri setelah perutnya kenyang terisi, Joya bergerak bolak-balik naik-turun tangga membawa kantung berisi kotak nasi itu keluar gedung. Dia tak mengindahkan keringat yang telah menghujani tubuhnya, yang hanya Joya pikirkan … Bagaimana dia bisa memanfaatkan ini semua?
Di lain tempat, Agha meminta cleaning service untuk membersihkan ruangan rapat sebelum rapat perusahaan dimulai. Dia juga telah memesan cemilan dari restoran yang ia maksudkan, Agha berjalan mendekati sofa yang ada di sekitar lalu mendudukinya. Agha mendongakkan kepalanya diikuti helaan napas yang berkali-kali keluar.
‘Perbuatan siapa ini?’ pikirnya dalam hati sambil membayangkan wajah orang-orang terdekatnya. ‘Papa, pasti tidak akan mempercayaiku lagi jika aku membuat suatu kesalahan,’ sambungnya dengan kembali menghela napas panjang.
Agha dengan sigap beranjak dari sofa yang ia duduki saat bayangan Papanya berserta jejeran orang di belakangnya memasuki gedung. Agha membungkukkan tubuhnya di samping pegawai yang lainnya ketika barisan orang berjas itu berjalan melewati mereka. Kepala Agha terangkat ke atas ketika dia merasakan sesuatu menyentuh kepalanya tersebut.
“Kau sudah berkerja semaksimal mungkin. Kerja bagus, Adikku,” tukas laki-laki bernama Tomi yang berdiri di hadapannya itu.
Agha melirik tajam ke arah Tomi yang berjalan melaluinya, “aku, akan membalas semua perbuatanmu,” lirih Agha sambil berbalik melangkahkan kakinya mendekati sofa.
Agha kembali bersandar, dia baru tersadar saat ponsel miliknya tidak lagi berada di saku celananya. Dengan sigap, dia berlari keluar gedung, berusaha mencari sosok Joya yang entah ada di mana. Agha menghentikan langkah kakinya, tubuhnya terpaku saat dia menatap lima orang yang berbaris di hadapan Joya.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Agha saat dia telah berdiri di dekat Joya.
Joya meraih uang pemberian perempuan paruh baya yang ada di depannya, “aku, sedang menjual nasi-nasi ini. Dibanding mereka terbuang percuma karena korban PHP,” ucapnya sambil memberikan kantung berisi kotak nasi pada lima orang perempuan yang ada di hadapannya.
Joya berbalik menatap Agha ketika lima orang tersebut melenggang pergi. “apa kau, telah membawa uangnya?”
“Berikan saja nomor rekeningmu, aku akan mentransfernya,” jawab Agha kepadanya.
“Uangku sedikit, jika aku menyimpannya di Bank, bukannya mendapat bunga, yang ada akan selalu dipotong oleh biaya-”
“Jadi?” tukas Agha memotong perkataannya.
“Aku tidak memiliki rekening,” ungkap Joya singkat sambil tertunduk memasukkan uang yang didapatkannya berjualan ke dalam saku.
“Tunggulah di sini, aku akan mengambil mobil,” ucap Agha berbalik meninggalkan Joya.
Joya kembali duduk di bangku batu yang ada sedikit jauh dari parkiran, dia tertunduk sambil meraih ponselnya lalu membuka sosmed yang ia gunakan untuk berjualan, Joya menghapus postingan nasi yang ia upload sebelum wajahnya kembali mendongak ke atas.
Joya beranjak berdiri ketika mobil bercat hitam berhenti di dekatnya, “masuklah!” perintah Agha ketika kaca jendela mobil itu terbuka.
“Apa yang kau lakukan? Aku bukan supirmu, duduk di depan,” ucapnya lagi saat Joya telah membuka pintu belakang mobil miliknya.
Joya mendecakkan lidah sebelum dia menutup kembali pintu mobil tersebut. Dia bergerak membuka pintu depan lalu masuk dan duduk di dalamnya, “pakai sabuk pengaman!" ucap Agha dengan melirik ke arah kaca spion yang ada di sampingnya.
Joya masih terdiam, ‘aku selalu menghindar duduk di depan karena tidak mengerti caranya memakai sabuk pengaman. Bagaimana ini? Laki-laki ini akan mengolokku jika dia menyadarinya,’ lirih Joya di dalam hati sambil melirik ke arah Agha.
“Apa kau tidak mendengar apa yang aku katakan? Pasang sabuk pengaman, sekarang juga!” Agha kembali menatap Joya yang telah bersandar di pintu mobil menatapnya.
“Memakai sabuk pengaman hanya mengganggu pergerakanku. Aku tidak ingin memakainya,” jawab Joya dengan melambaikan tangan kanan di hadapannya.
Agha melepaskan sabuk pengaman yang ada di tubuhnya, dia bergerak mendekati Joya diikuti sebelah tangannya menyentuh kaca jendela yang ada di samping Joya, “kau, ingin memakainya? Atau lupakan tentang uang itu?” ancam Agha saat wajah mereka saling berhadapan satu dengan lainnya.
“Jika kau benar-benar ingin memaksa,” ungkap Joya terhenti, dia melirik ke samping berusaha menghindari tatapan Agha, “kenapa tidak memasangnya sendiri,” sambungnya kembali sambil menggerakkan tubuhnya bersandar pada Jok mobil.
Agha menggenggam kuat tangannya, dia menghela napas sebelum meraih sabuk pengaman yang ada di dekat Joya lalu memasangkannya. ‘Oh, jadi seperti itu memasang sabuk pengaman,” Joya berbisik di dalam hati ketika matanya memperhatikan Agha yang membantunya memasang sabuk pengaman.
Agha kembali duduk di tempatnya, dia menoleh ke kanan, meraih dan memasang sabuk pengaman tersebut di tubuhnya, “jangan mengeluarkan suara apa pun, aku benci keributan saat mengemudi,” ucapnya ketika mobil yang ia kendarai itu mulai berjalan.
Joya bersandar di jok mobil, matanya melirik ke arah lampu lalu lintas yang masih berwarna merah. Joya sedikit beranjak saat suara ponsel milik Agha yang ada di sakunya berbunyi, “Lalita,” ucap Joya sembari mengangkat layar ponsel yang berdering itu ke samping Agha.“Matikan saja panggilannya,” balas Agha dengan tetap mengarahkan pandangannya ke depan.Joya melakukan apa yang Agha perintahkan. Ponsel itu kembali berdering saat Joya baru saja hendak menyimpannya kembali ke dalam saku, “dia lagi,” sambung Joya sambil menatap nama Lalita di layar ponsel.“Apa kau membutuhkan uang?”Joya membesarkan pandangannya ke arah Agha, “ap
Joya dan Agha berjalan berdampingan menuruni tangga jembatan, sesekali Agha mengangkat telapak tangannya mengusap keningnya yang banjir akan keringat. “Oi,” tukas Agha ketika Joya telah berjalan melewatinya, “bagaimana, kau akan menjelaskan tentang ponselku yang kau lempar itu?” Agha kembali bersuara sambil melirik ke arah sisa-sisa serpihan ponselnya yang telah hancur lebur di tengah jalan.Joya yang menghentikan langkah kaki karena ucapan Agha, dia hanya dapat menggigit kuat bibirnya lalu berbalik menatap Agha sebelum berjalan mendekatinya, “aku tidak memiliki uang,” ungkapnya sambil meraih ponsel miliknya yang ada di saku, “aku tahu, jika ponselku ini … Tidak akan pernah sebanding dengan ponsel milikmu. Tapi, kau bisa memilikinya jika memang aku harus menggantinya. Dan juga-”Joya menghentikan ucapann
“Berhenti di sana,” tukas Joya sembari menunjuk ke sebuah rumah kosan besar yang ada di sebelah kanan mereka.Agha melirik ke arah yang Joya tuju, dia menghentikan mobilnya di depan pagar rumah tersebut. “Terima kasih,” ucap Joya kembali ketika dia telah membuka pintu mobil.“Aku pikir, kau manusia yang tidak tahu berterima kasih,” sindir Agha, dia menoleh ke arah Joya sambil menyandarkan tubuhnya ke jok.Joya menoleh ke belakang, “apa kau pikir, aku manusia yang tidak tahu berterima kasih, Sultan? Jaga bicaramu, atau setelah kita menikah … Entah racun apa, yang akan aku berikan di makananmu,” ungkapnya seraya kembali menutup pintu mobil.
Sudah beberapa hari sejak Agha dan Joya bertemu. Tidak ada kelanjutan yang jelas tentang perjanjian mereka, bahkan mereka berdua pun melakukan aktivitas seperti tidak terjadi apa pun. “Apa ada yang ingin kalian tanyakan, anak-anak?” tanya Akbar, guru matematika sekaligus wali kelas Joya.Akbar melempar pandangan ke arah murid-muridnya yang terdiam, “baiklah, kerjakan hal. 45 untuk tugas di rumah,” seru Akbar, dia merapikan buku-buku miliknya yang ada di atas meja sebelum melenggang keluar.Joya beranjak setelah merapikan buku-bukunya ke dalam tas, “oi Joya!” Joya mengangkat pandangannya ke arah kumpulan anak perempuan yang berjalan mendekat.“Ada apa?” tanya Joya sembari mengenakan tas miliknya itu ke punggun
Joya berkali-kali mencuri pandang ke arah Agha yang masih memfokuskan matanya ke depan, “ada apa? Apa kau memerlukan sesuatu?” tanya Agha tanpa sedikit pun membuang pandangannya.“Aku selalu memikirkannya dari kemarin, berapa usiamu?” Joya balik bertanya kepadanya.“Dua puluh lima,” jawab Agha singkat, “apa itu mengganggumu?” Dia balas bertanya dengan melirik ke arah Joya yang duduk di sampingnya.Joya menggeleng pelan, “tidak. Aku hanya bertanya, karena akan terdengar aneh jika aku tidak mengetahui apa pun mengenai seseorang yang akan menjadi pasanganku,” tukas Joya yang kembali melempar pandangannya ke depan.“Apa masih jau
Agha melirik ke arah Joya, “kau tinggal hitung saja semuanya,” ucapnya ketika menghentikan langkah kaki di samping sebuah pintu.Joya yang ikut menghentikan langkahnya, masih terdiam menatap Agha yang tengah memencet bel yang ada di samping pintu. Joya menarik napas dengan mencengkeram lengan pakaian Agha saat pintu yang ada di hadapan mereka itu terbuka.Seorang laki-laki berdiri di depan pintu, “Agha?” ucapnya dengan melirik ke arah Joya yang masih terdiam, seakan tak melihat lirikan yang dilakukan laki-laki tersebut.“Apa kau akan membiarkan kami berdiri di sini?!”Joya melirik ke arah Agha yang menatap tajam ke arah laki-laki di hadapan mereka. “Masuklah,” ucap laki-laki tersebut saat dia berjalan mundur, menyingkirkan dirinya dari pintu.Lirikan Joya berpaling ke depan, tatkala Agha sadar kalau Joya sedari tadi tak berpaling darinya. Agha berjalan masuk tanpa mengucapkan sepatah kata pun, disus
Joya melirik ke arah Agha yang meraih ponselnya, lama dia menatap Agha yang masih terfokus dengan ponsel di tangannya itu. “Ada apa?” tanya Joya, keningnya mengernyit saat Agha masih tidak menjawab pertanyaannya.Agha menoleh ke arah Joya, yang di mana semakin membuat Joya mengerutkan keningnya, “ada apa?” tanya Joya sekali lagi kepadanya.Agha menghela napas dengan menundukkan pandangannya, “ganti pakaianmu! Ikut aku pulang ke rumah!” perintahnya sambil beranjak berdiri dengan meraih jas yang sebelumnya ia lempar ke ranjang.“Ke- Ke mana?” tukas Joya gelagapan, mencoba untuk memastikan apa yang ia dengar.“Ikut aku pulang ke rumah! Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi Papaku meminta untuk pulang sekarang,” ucap Agha, dia kembali mengenakan jas miliknya seakan tak mengindahkan Joya.“Joya.”
Mobil yang Agha kendarai, berjalan masuk melewati sebuah pagar tinggi, setelah sebelumnya dia membunyikan klakson mobilnya itu beberapa kali hingga pagar tersebut terbuka. Joya sedikit memajukan tubuhnya, dengan lirikan matanya yang bergerak ke arah Taman yang ada di kanan dan kiri jalan yang dilalui mobil milik Agha.Jantungnya semakin berdegup kencang, saat mobil milik Agha itu berhenti. “Turunlah!” tukas Agha, Joya melirik ke arahnya yang tengah melepaskan sabuk pengaman di tubuhnya.Joya menarik napas sedalam mungkin, beberapa kali telapak tangannya bergerak mengusap dadanya sendiri, tatkala Agha sudah keluar dari mobil lalu membuka pintu belakang, meraih tas milik Joya yang tergeletak di jok belakang. “Apa kau tidak ingin turun?” ucap Agha, dia melirik ke arah Joya yang masih duduk dengan wajah tertunduk, sebelum ia menutup kembali pintu mobil.Embusan napas Joya, kuat keluar dari bibirnya, ketika ia sendiri menampar kedua pipi
Joya duduk di atas motor dengan masih menatap pundak Agha, pelukannya pada bungkusan plastik semakin erat saat Joya sendiri menunduk, untuk sekedar melihat isi dari bungkus plastik itu kembali. “Di komplek, ada masjid juga, kan? Mau coba ke sana nanti?” tukas Agha sambil mencoba untuk melihat Joya yang duduk di belakangnya.Joya mengangguk pelan dengan sebelah tangannya menggenggam pakaian Agha, “baiklah,” jawab Joya kepadanya, saat mereka sudah hampir mendekati rumah.Joya beranjak turun tatkala motor tersebut berhenti. Dia lanjut berjalan ke arah teras sambil berdiri menunggu Agha yang tengah mendorong motor tersebut ke teras rumah. Joya lanjut berjalan seraya membuka pintu rumah dengan kunci yang ia simpan di dalam tas sekolah, dia masuk lalu melepaskan sepatu sambil meletakan bungkusan di atas meja sebelum dia berjalan menuju dapur.“Joya, aku ingin memakan sesuatu yang berkuah hari ini.”Joya yang berdiri dengan membuka pintu kulkas, melirik ke arah Agha
Joya menyusuri lorong sekolah, langkahnya berhenti di depan ruang guru lalu mengetuk pintu dengan mengucapkan salam sebelum dia masuk ke dalam ruangan. Langkah Joya berlanjut, tatkala Akbar, Wali Kelasnya beranjak lalu berjalan sambil meminta Joya untuk mengikutinya. “Duduklah, Joya!” pinta Akbar dengan melirik ke arah Joya yang masih berdiri di depan pintu.“Duduklah!” saut seorang perempuan bertubuh gempal yang juga berada di dalam ruangan yang sama.Joya menarik napas, sebelum melangkah masuk ke dalam lalu duduk di salah satu sofa. “Kamu tahu kenapa Ibu memanggilmu?” tanya perempuan tersebut yang dibalas gelengan kepala Joya.“Ibu mendengar banyak sekali berita buruk tentangmu,” sambung perempuan paruh baya itu lagi kepada Joya.'Seperti yang sudah aku duga-'“Ibu mendengar, kalau kau tinggal satu rumah dengan laki-laki, Ibu juga mendengar kalau kau sering kali keluyuran dengan laki-laki. Kau tahu, apa yang kau lakukan ini akan membuat nama baik seko
Joya duduk dengan memangku wajahnya sendiri, matanya masih menatap ke arah papan tulis dengan tangannya yang bergerak mengetuk ujung pulpen miliknya ke atas lembaran kertas di atas meja, ‘sebenarnya apa yang terjadi kepadaku? Kenapa, aku bertindak kekanakan seperti semalam?’ Joya membatin, dengan masih menyimak pelajaran yang sedang dijelaskan gurunya.“Jadi anak-anak, kerjakan halaman 68 dengan menggunakan jalan yang Bapak jelaskan, dan untuk Joya … Temui Bapak di ruang Kepala Sekolah selepas jam istirahat,” ucap laki-laki tersebut setelah dia merapikan barang-barang miliknya yang ada di atas meja lalu berjalan keluar meninggalkan kelas.Joya masih terdiam, walau lirikan mata dari teman sekelasnya … Serempak mengarah kepadanya. Bibir Joya semakin terkatup, ketika lirikan tersebut telah bergabung dengan bisikan-bisikan yang juga turut terdengar. “Joya, kabarnya kamu tinggal serumah dengan laki-laki?” suara laki-laki yang menyeletuk, membuat Joya mengalihkan pandangan kep
“Ujung-ujungnya, kita masih harus pergi menemui mereka,” Agha menggerutu sambil melirik ke arah Joya yang menyisir rambutnya.“Mood-ku sudah kembali baik, jadi aku pikir tidak ada salahnya kalau kita menemui mereka-”“Aku pikir, kita akan melakukannya satu hari penuh,” sahutnya memotong perkataan Joya.“Lagi pula, ini sudah malam. Kenapa kita harus merepotkan mereka di malam hari,” sambung Agha kembali padanya.Joya beranjak lalu berjalan mendekati Agha yang berdiri sambil mengenakan kaos berwarna putih, “ini baru jam 7 malam, kita cuma pergi ke rumah Pak RT saja untuk melapor. Setelahnya, kita pulang … Dan juga, kau benar-benar menakjubkan hingga membuatku tak berkutik hari ini,” bisik Joya di telinga Agha, dengan jarinya bergerak mengusap dada Agha yang bersembunyi di balik kaos yang ia pakai.“Joya, kau menggodaku lalu pergi begitu saja!” panggil Agha, sembari matanya
Joya berjalan masuk ke kamar, dengan sehelai handuk yang membalut tubuh sintalnya, “apa kau tidur? Apa kau lupa, kita berniat untuk melapor ke Pak RT?” tanya Joya, sambil duduk di samping Agha yang terlelap.“Agha!” Joya kembali untuk mencoba membangunkannya, beberapa kali telapak tangannya itu bergerak menepuk wajah Agha, “aku tidak tahu bagaimana orang kaya berhubungan satu sama lain. Namun, mulut tetangga itu sadis … Jadi, ayo cepatlah bangun! Aku tidak ingin, mencari masalah dengan mereka,” sambung Joya kembali padanya.‘Dia tidur seperti orang mati setiap sudah selesai melakukannya. Padahal sudah aku peringatkan untuk jangan tidur,’ batin Joya dengan kembali beranjak berdiri menatapi Agha.“Apa di komplek ini memiliki laki-laki tampan? Aku berharap menemukannya, saat pergi ke rumah Pak RT. Kenapa setelah menikah, aku jadi semakin tergila-gila pada laki-laki tampan dan juga mapan,” ucap Joya, dia melirik ke arah Agha sebelum kak
Joya menghela napas dengan menepuk-nepuk punggungnya, lama dia menatap kasur busa yang sudah ia selimuti menggunakan seprai berwarna kebiruan. Joya berjalan ke luar dari kamar, mendekati Agha yang tidur dengan posisi duduk di kursi, “Agha,” panggil Joya pelan dengan menepuk lembut pundaknya beberapa kali.“Agha, bangunlah!” panggil Joya sekali lagi kepadanya.Agha sedikit terperanjat, matanya beberapa kali berkedip pelan membalas tatapan Joya kepadanya, “tidurlah di kamar! Aku sudah membungkus kasurnya dengan seprai yang sudah aku cuci, semuanya sudah aku rapikan, jadi tidurlah di kamar! Pinggangmu akan sakit kalau tidur seperti itu,” ucap Joya kembali dengan mengusap punggung Agha yang beranjak berdiri sambil menundukkan kepalanya.“Kau akan tidur di kamar yang sama denganku, kan?”Helaan Joya keluarkan, diikuti kedua tangannya yang mendorong punggung Agha dari belakang, “menurutmu, ada berapa banyak kamar yang ada
"Kau ingin membawa kita ke mana?" tanya Agha dengan melirik ke arah Joya yang masih sibuk menatapi ponselnya."Ke sebuah komplek perumahan, aku sudah menghubungi mbak-mbak yang mengiklankan komplek perumahan itu ... Lagi pula, mau kita titip ke mana tas tersebut, tempat yang aku tahu hanya rumah bibi Mira dan mustahil aku mengajakmu ke sana dalam keadaan kita yang seperti ini," ungkap Joya sambil membalas tatapan Agha sebelum menjatuhkan kembali pandangan ke layar ponsel miliknya.Joya membuka pintu mobil saat mobil tersebut akhirnya berhenti. Dia membalas kembali pesan di ponselnya sambil melirik ke arah Agha yang mengeluarkan tas berserta koper sambil dibantu oleh supir Wo-Car yang mereka pesan. "Bu Joya, benar?" Joya sedikit terhentak saat suara perempuan tiba-tiba terdengar di telinganya.'Bu?' batin Joya sambil membalas tatapan perempuan itu."Ah, iya benar. Mbak Nindi, ya?" Joya balas bertanya yang dibalas sen
Joya masih terdiam, dengan melirik ke arah Agha yang juga turut menutup mulutnya di depan keluarganya. Pandangan Joya, enggan ia angkat ... Bahkan, roti tawar yang sebelumnya telah ia oleskan dengan selai, sulit rasanya untuk ia sentuh kembali. Hal itu, bukan tanpa alasan ... Hanya saja, suasana ruang makan memang terasa lebih mencekam dari sebelumnya."Tuan, saya sudah menyiapkan semua yang Tuan perintahkan."Tatapan Agha yang memandang malas makanan di meja makan, ikut terangkat ke arah seorang laki-laki dengan sebuah amplop besar kecokelatan di tangannya. "Berikan benda itu kepadanya!" perintah Bagaskara, hingga laki-laki yang menjadi asistennya itu melangkah mendekati Agha.Agha meraih amplop yang diberikan laki-laki tersebut kepadanya, "apa ini?" tanya Agha dengan kembali mengarahkan pandangannya ke arah Bagaskara."Semua hutang yang harus kau bayarkan.""Hutang?" Kening Agha mengernyit, berusa
Joya melirik ke samping saat wajah Agha bergerak menjauhinya, "apa yang kau lakukan? Bagaimana jika ada yang melihat apa yang kita lakukan?" bisik Joya dengan kembali menatap Agha.Agha menunduk dengan meraih sendok dan juga garpu di dekatnya, "biarkan saja. Kita sudah menikah, apa yang salah?" sahut Agha enteng dengan mengunyah makanan yang Joya buat untuknya."Inilah kenapa, Mamamu semakin tidak menyukaiku-""Kau, akan menyerah?" tanya Agha memotong perkataan Joya.Joya menghela napasnya sambil wajahnya bergerak mendekati pundak Agha, "Sayang, jangan menyisakan makanan yang aku buat. Aku, sudah bersusah-payah memasakkannya untukmu," ucap Joya dengan mencium pundak Agha.Agha terdiam dengan melirik ke arah Joya, ia terkejut dengan perlakuan Joya yang tiba-tiba kepadanya, "apa yang kau lakukan?" tukas Agha, saat tangan Joya bergerak merangkul lengannya."Dengarkan baik-baik! Ada ses