Joya bersandar di jok mobil, matanya melirik ke arah lampu lalu lintas yang masih berwarna merah. Joya sedikit beranjak saat suara ponsel milik Agha yang ada di sakunya berbunyi, “Lalita,” ucap Joya sembari mengangkat layar ponsel yang berdering itu ke samping Agha.
“Matikan saja panggilannya,” balas Agha dengan tetap mengarahkan pandangannya ke depan.
Joya melakukan apa yang Agha perintahkan. Ponsel itu kembali berdering saat Joya baru saja hendak menyimpannya kembali ke dalam saku, “dia lagi,” sambung Joya sambil menatap nama Lalita di layar ponsel.
“Apa kau membutuhkan uang?”
Joya membesarkan pandangannya ke arah Agha, “apa maksudmu? Walaupun aku gila uang, tapi aku … Tidak akan menjual tubuhku sendiri,” cibir Joya diikuti pandangan matanya yang melirik tajam ke arah Agha.
“Aku bahkan tidak tertarik pada tubuhmu,” balas Agha sambil membalas lirikan Joya.
“Seseorang yang membutuhkan waktu lama hanya untuk membayar 500 ribu, berkata seperti itu … Apa, kaca yang ada di dekatnya itu kurang luas?”
“Aku akan membayar dua kali lipat, jika kau bisa membuat perempuan itu berhenti menelepon tanpa memblokirnya,” tukas Agha diikuti mobil yang dia kendarai mulai kembali bergerak.
“Apa kau yakin?” Agha menganggukkan kepalanya menjawab perkataan Joya tanpa menoleh.
“Baiklah,” sambung Joya dengan menarik napas panjang menatapi layar ponsel, “halo?” ungkap Joya mengeluarkan suara lembut yang terdengar.
“Siapa kau?”
“Harusnya aku yang bertanya, siapa kau?” Joya balik bertanya kepadanya.
“Di mana Agha?”
“Agha,” Joya melirik ke arah Agha yang telah terlebih dahulu melirik padanya, “Sayang, My Boo, Calon Suamiku,” Mobil yang dikendarai Agha berhenti tiba-tiba saat Joya mengatakannya.
Joya mengangkat tangan kanannya ke depan saat Agha telah menatap penuh kesal padanya, “dianya sedang fokus menyetir. Apa ada yang ingin kau sampaikan?” tanya Joya, dia kembali menarik tangannya yang terangkat sebelumnya.
“Berikan ponselnya pada Agha!” bentakan perempuan bernama Lalita di telepon membuat Joya sedikit memejamkan kedua matanya.
Joya mengambil ponsel miliknya, jari jemarinya mengetik satu per satu huruf di aplikasi catatan, ‘siapa dia?’ tanya Joya di ketikan itu, diangkatnya layar ponselnya tadi ke arah Agha.
Agha meraih ponsel yang ada di tangan Joya, “tu-tunangan?” bisik Joya saat matanya membaca ketikan yang ada di sana.
Joya dengan sigap memutuskan panggilan, “apa kau gila?” tanya Joya sembari meraih ponsel miliknya yang masih berada di genggaman Agha. “Seharusnya, kau mengatakan jika dia tunanganmu. Apa kau ingin menjadikanku seorang pelakor?” ungkap Joya kembali padanya.
Pandangan Joya teralihkan ketika ponsel milik Agha kembali berdering, “Mama,” ungkap Joya, dia memberikan ponsel yang ada di tangannya itu kepada Agha saat dia telah membaca nama yang tertulis di sana.
Agha meraih ponsel tersebut, wajahnya tampak serius ketika ponsel itu semakin bergerak mendekatinya. Joya terperanjat saat Agha tiba-tiba melempar ponsel yang ada di tangannya tadi ke desk mobil. Agha menggenggam kuat setir mobil yang ada di hadapannya itu, berulang kali sebelah tangannya bergerak memukul-mukul bagian atas setir.
Joya menunduk, berusaha meraih ponsel yang sebelumnya terjatuh oleh lemparan Agha. “Apa ini, karena kesalahan bodoh yang aku lakukan?” Agha melirik ke arah Joya yang tiba-tiba berkata seperti itu.
“Aku akan membantumu untuk menjelaskannya, jika kau ingin,” sambung Joya lagi padanya.
“Tidak perlu, tidak akan ada yang percaya,” ucap Agha, dia kembali duduk tegap sembari menyalakan mobilnya.
“Lurus, lalu belok ke kiri,” ungkap Joya diikuti jari telunjuknya yang bergerak mengikuti arah yang ia tunjukkan, “ikuti saja,” sambungnya ketika Agha mengernyitkan kening menatapnya.
Mobil tersebut, berjalan perlahan menyusuri jalan, “berhenti di sini,” ucap Joya, “berhenti di sini,” ucap Joya lagi dengan memegang lengan Agha.
Joya tertunduk, dia bergerak melepaskan sabuk pengaman sebelum berjalan keluar mobil. “Kau juga keluar!” perintah Joya sambil menggerakkan tangannya ketika dia telah berdiri di depan mobil tersebut.
Agha turun lalu berjalan mendekatinya, “kemarilah, ikuti aku!” Perintah Joya sambil melirik ke arah Agha yang telah berdiri di sampingnya.
Joya terus berjalan dengan Agha yang juga berjalan di belakangnya, Mereka berdua terus melangkah menyusuri sisi jalan, “ikuti aku!” Joya meminta Agha melakukan hal yang sama saat dia telah beranjak menaiki jembatan.
“Jika kau punya masalah, berteriaklah di sini,” ujar Joya kembali, dia bergerak maju, menyandarkan kedua lengannya di samping jembatan penyeberangan.
“Masalah tidak akan terselesaikan dengan berteriak.”
“Jika benar begitu, selesaikan semuanya dengan uang,” timpal Joya kepadanya.
“Uang, uang, uang! Sebenarnya, apa bagusnya uang?!”
Joya melemparkan ponsel Agha ke atas jalanan aspal hingga ponsel itu hancur saat sebuah mobil melindasnya, “apa yang-” perkataan Agha terhenti saat dia menangkap mata Joya yang menatapnya seakan dia merupakan makhluk yang menjijikan.
“Apa kau tidak tahu? Sesuatu yang tidak kau syukuri itu, mungkin menjadi suatu berkah untuk orang lain. Apa kau pernah merasakan, tak dihargai karena tidak memiliki uang? Apa kau pernah merasakan kelaparan, tapi tidak punya uang hanya untuk membeli sebuah mie instan seharga ribuan Rupiah?!”
“Kau, seorang manusia yang sudah disuapi sendok emas sejak kecil, bukan? Orang sepertimu, tidak akan mengerti kesusahan kami,” sambung Joya berbalik meninggalkannya.
“Tarik ucapanmu itu!” Langkah kaki Joya terhenti, dia berbalik menatap Agha yang telah melangkahkan kaki mendekatinya.
“Kau, tidak tahu apa-apa! Apa kau pernah dikhianati keluargamu sendiri?!”
“Aku pernah, rasanya … Sangat menyakitkan, bukan?” Mata Agha terbelalak saat Joya mengatakannya.
“Aku, beberapa kali telah mencoba untuk menghilangkan nyawaku sendiri. Aku, paham benar akan kekecewaan yang diberikan oleh keluarga. Aku tahu betul rasanya, ketika kita ingin bergantung kepada keluarga, sedang di sisi yang sama, keluarga itu juga yang menghancurkan kita.”
“Aku paham benar, dan aku paham betul rasa sakitnya,” sambung Joya kembali padanya.
Agha bergerak ke samping jembatan diikuti kedua tangannya yang bersandar di sana, “aku ditunangkan dengan teman masa kecilku. Sedangkan tunanganku itu, tertarik pada Kakakku yang sekarang disebut-sebut akan menjadi calon pewaris yang sah,” ungkapnya dengan menatap mobil yang berlalu lalang.
“Jadi, apa kau … Sakit hati, karena tunanganmu itu lebih memilih kakakmu?”
“Tentu saja tidak, aku bahkan tidak tertarik padanya.”
“Lalu, apa masalahnya?” tanya Joya yang telah berdiri di samping Agha.
“Kakakku, iri akan kepandaian yang aku miliki. Dia menjebakku dibalik status keluarga … Dia, membuatku kehilangan kepercayaan Ayahku,” ucap Agha sedikit mendongakkan kepalanya ke atas.
“Dengan kata lain, manusia yang naif. Jika aku dapat membantumu meraih kembali semua yang telah kakakmu itu curi, berapa bayaran yang akan kau berikan?”
“Apa maksudmu?” Agha balik bertanya kepadanya.
“Menikahlah denganku,” jawab Joya singkat yang langsung dibalas oleh respon tidak percaya dari Agha.
“Apa kau ingat akan tunanganmu yang bernama Lalita itu? Dia akan menjadi penghalang terbesar rencanamu kedepannya. Jika kita menikah, aku akan membantumu menyingkirkan hama pengganggu itu.”
“Apa kau masih tidak mengerti apa yang aku maksudkan?" sambung Joya kembali padanya.
“Tadi saja, dia langsung mengadu pada Ibumu, bukan? Dan saat itu terjadi, kau langsung tidak bisa mengendalikan diri. Terlebih, dia tertarik dengan kakakmu … Entah, drama macam apa yang akan dia lakukan nanti."
“Karena itu, sebelum dia memulainya,” ungkap Joya sambil menyandarkan tangan kirinya bertumpu di samping jembatan, “bagaimana jika kita duluan yang memulainya? Bayar aku, untuk menjadi Istrimu. Aku akan membuat perempuan itu tak berkutik, dengan begitu … Kau, akan lebih fokus untuk menghancurkan kakakmu.”
“Keinginanmu tercapai, dan keinginanku untuk mengumpulkan uang yang banyak juga tercapai. Sama-sama menguntungkan, bukan?” tukas Joya lagi sambil tersenyum menatapnya.
Joya dan Agha berjalan berdampingan menuruni tangga jembatan, sesekali Agha mengangkat telapak tangannya mengusap keningnya yang banjir akan keringat. “Oi,” tukas Agha ketika Joya telah berjalan melewatinya, “bagaimana, kau akan menjelaskan tentang ponselku yang kau lempar itu?” Agha kembali bersuara sambil melirik ke arah sisa-sisa serpihan ponselnya yang telah hancur lebur di tengah jalan.Joya yang menghentikan langkah kaki karena ucapan Agha, dia hanya dapat menggigit kuat bibirnya lalu berbalik menatap Agha sebelum berjalan mendekatinya, “aku tidak memiliki uang,” ungkapnya sambil meraih ponsel miliknya yang ada di saku, “aku tahu, jika ponselku ini … Tidak akan pernah sebanding dengan ponsel milikmu. Tapi, kau bisa memilikinya jika memang aku harus menggantinya. Dan juga-”Joya menghentikan ucapann
“Berhenti di sana,” tukas Joya sembari menunjuk ke sebuah rumah kosan besar yang ada di sebelah kanan mereka.Agha melirik ke arah yang Joya tuju, dia menghentikan mobilnya di depan pagar rumah tersebut. “Terima kasih,” ucap Joya kembali ketika dia telah membuka pintu mobil.“Aku pikir, kau manusia yang tidak tahu berterima kasih,” sindir Agha, dia menoleh ke arah Joya sambil menyandarkan tubuhnya ke jok.Joya menoleh ke belakang, “apa kau pikir, aku manusia yang tidak tahu berterima kasih, Sultan? Jaga bicaramu, atau setelah kita menikah … Entah racun apa, yang akan aku berikan di makananmu,” ungkapnya seraya kembali menutup pintu mobil.
Sudah beberapa hari sejak Agha dan Joya bertemu. Tidak ada kelanjutan yang jelas tentang perjanjian mereka, bahkan mereka berdua pun melakukan aktivitas seperti tidak terjadi apa pun. “Apa ada yang ingin kalian tanyakan, anak-anak?” tanya Akbar, guru matematika sekaligus wali kelas Joya.Akbar melempar pandangan ke arah murid-muridnya yang terdiam, “baiklah, kerjakan hal. 45 untuk tugas di rumah,” seru Akbar, dia merapikan buku-buku miliknya yang ada di atas meja sebelum melenggang keluar.Joya beranjak setelah merapikan buku-bukunya ke dalam tas, “oi Joya!” Joya mengangkat pandangannya ke arah kumpulan anak perempuan yang berjalan mendekat.“Ada apa?” tanya Joya sembari mengenakan tas miliknya itu ke punggun
Joya berkali-kali mencuri pandang ke arah Agha yang masih memfokuskan matanya ke depan, “ada apa? Apa kau memerlukan sesuatu?” tanya Agha tanpa sedikit pun membuang pandangannya.“Aku selalu memikirkannya dari kemarin, berapa usiamu?” Joya balik bertanya kepadanya.“Dua puluh lima,” jawab Agha singkat, “apa itu mengganggumu?” Dia balas bertanya dengan melirik ke arah Joya yang duduk di sampingnya.Joya menggeleng pelan, “tidak. Aku hanya bertanya, karena akan terdengar aneh jika aku tidak mengetahui apa pun mengenai seseorang yang akan menjadi pasanganku,” tukas Joya yang kembali melempar pandangannya ke depan.“Apa masih jau
Agha melirik ke arah Joya, “kau tinggal hitung saja semuanya,” ucapnya ketika menghentikan langkah kaki di samping sebuah pintu.Joya yang ikut menghentikan langkahnya, masih terdiam menatap Agha yang tengah memencet bel yang ada di samping pintu. Joya menarik napas dengan mencengkeram lengan pakaian Agha saat pintu yang ada di hadapan mereka itu terbuka.Seorang laki-laki berdiri di depan pintu, “Agha?” ucapnya dengan melirik ke arah Joya yang masih terdiam, seakan tak melihat lirikan yang dilakukan laki-laki tersebut.“Apa kau akan membiarkan kami berdiri di sini?!”Joya melirik ke arah Agha yang menatap tajam ke arah laki-laki di hadapan mereka. “Masuklah,” ucap laki-laki tersebut saat dia berjalan mundur, menyingkirkan dirinya dari pintu.Lirikan Joya berpaling ke depan, tatkala Agha sadar kalau Joya sedari tadi tak berpaling darinya. Agha berjalan masuk tanpa mengucapkan sepatah kata pun, disus
Joya melirik ke arah Agha yang meraih ponselnya, lama dia menatap Agha yang masih terfokus dengan ponsel di tangannya itu. “Ada apa?” tanya Joya, keningnya mengernyit saat Agha masih tidak menjawab pertanyaannya.Agha menoleh ke arah Joya, yang di mana semakin membuat Joya mengerutkan keningnya, “ada apa?” tanya Joya sekali lagi kepadanya.Agha menghela napas dengan menundukkan pandangannya, “ganti pakaianmu! Ikut aku pulang ke rumah!” perintahnya sambil beranjak berdiri dengan meraih jas yang sebelumnya ia lempar ke ranjang.“Ke- Ke mana?” tukas Joya gelagapan, mencoba untuk memastikan apa yang ia dengar.“Ikut aku pulang ke rumah! Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi Papaku meminta untuk pulang sekarang,” ucap Agha, dia kembali mengenakan jas miliknya seakan tak mengindahkan Joya.“Joya.”
Mobil yang Agha kendarai, berjalan masuk melewati sebuah pagar tinggi, setelah sebelumnya dia membunyikan klakson mobilnya itu beberapa kali hingga pagar tersebut terbuka. Joya sedikit memajukan tubuhnya, dengan lirikan matanya yang bergerak ke arah Taman yang ada di kanan dan kiri jalan yang dilalui mobil milik Agha.Jantungnya semakin berdegup kencang, saat mobil milik Agha itu berhenti. “Turunlah!” tukas Agha, Joya melirik ke arahnya yang tengah melepaskan sabuk pengaman di tubuhnya.Joya menarik napas sedalam mungkin, beberapa kali telapak tangannya bergerak mengusap dadanya sendiri, tatkala Agha sudah keluar dari mobil lalu membuka pintu belakang, meraih tas milik Joya yang tergeletak di jok belakang. “Apa kau tidak ingin turun?” ucap Agha, dia melirik ke arah Joya yang masih duduk dengan wajah tertunduk, sebelum ia menutup kembali pintu mobil.Embusan napas Joya, kuat keluar dari bibirnya, ketika ia sendiri menampar kedua pipi
Joya membuka kedua matanya, keningnya mengerut tatkala ia merasakan lengannya tengah merangkul sesuatu. Dengan sigap, ia beranjak duduk diikuti lirikan matanya yang menyebar ke sosok laki-laki yang berbaring lelap di ranjang yang sama dengannya. “A-apa kami?” tukas Joya gelagapan sambil menyingkap selimut yang menutupi kakinya.“Dia … Dia tidak melakukan apa pun padaku, bukan?” sambung Joya sekali lagi, dengan kedua tangannya yang meraba-raba tubuhnya sendiri.“Apa kau tahu, aku baru saja hendak tertidur.”Joya meneguk ludahnya, ia menarik napas sebelum menoleh ke arah Agha yang telah beranjak duduk di sampingnya. “Kenapa kau tidur di sampingku? Apa kau, mencoba untuk mencari keuntungan dengan tubuhku?” tukas Joya, yang membuat kedua mata Agha membesar menatapnya.“Aku sudah berulang kali membangunkanmu, tapi kau tidur seperti mayat … Lagi pula, ini ranjangku!” sahut Agha dengan memukul-mukul kasur.
Joya duduk di atas motor dengan masih menatap pundak Agha, pelukannya pada bungkusan plastik semakin erat saat Joya sendiri menunduk, untuk sekedar melihat isi dari bungkus plastik itu kembali. “Di komplek, ada masjid juga, kan? Mau coba ke sana nanti?” tukas Agha sambil mencoba untuk melihat Joya yang duduk di belakangnya.Joya mengangguk pelan dengan sebelah tangannya menggenggam pakaian Agha, “baiklah,” jawab Joya kepadanya, saat mereka sudah hampir mendekati rumah.Joya beranjak turun tatkala motor tersebut berhenti. Dia lanjut berjalan ke arah teras sambil berdiri menunggu Agha yang tengah mendorong motor tersebut ke teras rumah. Joya lanjut berjalan seraya membuka pintu rumah dengan kunci yang ia simpan di dalam tas sekolah, dia masuk lalu melepaskan sepatu sambil meletakan bungkusan di atas meja sebelum dia berjalan menuju dapur.“Joya, aku ingin memakan sesuatu yang berkuah hari ini.”Joya yang berdiri dengan membuka pintu kulkas, melirik ke arah Agha
Joya menyusuri lorong sekolah, langkahnya berhenti di depan ruang guru lalu mengetuk pintu dengan mengucapkan salam sebelum dia masuk ke dalam ruangan. Langkah Joya berlanjut, tatkala Akbar, Wali Kelasnya beranjak lalu berjalan sambil meminta Joya untuk mengikutinya. “Duduklah, Joya!” pinta Akbar dengan melirik ke arah Joya yang masih berdiri di depan pintu.“Duduklah!” saut seorang perempuan bertubuh gempal yang juga berada di dalam ruangan yang sama.Joya menarik napas, sebelum melangkah masuk ke dalam lalu duduk di salah satu sofa. “Kamu tahu kenapa Ibu memanggilmu?” tanya perempuan tersebut yang dibalas gelengan kepala Joya.“Ibu mendengar banyak sekali berita buruk tentangmu,” sambung perempuan paruh baya itu lagi kepada Joya.'Seperti yang sudah aku duga-'“Ibu mendengar, kalau kau tinggal satu rumah dengan laki-laki, Ibu juga mendengar kalau kau sering kali keluyuran dengan laki-laki. Kau tahu, apa yang kau lakukan ini akan membuat nama baik seko
Joya duduk dengan memangku wajahnya sendiri, matanya masih menatap ke arah papan tulis dengan tangannya yang bergerak mengetuk ujung pulpen miliknya ke atas lembaran kertas di atas meja, ‘sebenarnya apa yang terjadi kepadaku? Kenapa, aku bertindak kekanakan seperti semalam?’ Joya membatin, dengan masih menyimak pelajaran yang sedang dijelaskan gurunya.“Jadi anak-anak, kerjakan halaman 68 dengan menggunakan jalan yang Bapak jelaskan, dan untuk Joya … Temui Bapak di ruang Kepala Sekolah selepas jam istirahat,” ucap laki-laki tersebut setelah dia merapikan barang-barang miliknya yang ada di atas meja lalu berjalan keluar meninggalkan kelas.Joya masih terdiam, walau lirikan mata dari teman sekelasnya … Serempak mengarah kepadanya. Bibir Joya semakin terkatup, ketika lirikan tersebut telah bergabung dengan bisikan-bisikan yang juga turut terdengar. “Joya, kabarnya kamu tinggal serumah dengan laki-laki?” suara laki-laki yang menyeletuk, membuat Joya mengalihkan pandangan kep
“Ujung-ujungnya, kita masih harus pergi menemui mereka,” Agha menggerutu sambil melirik ke arah Joya yang menyisir rambutnya.“Mood-ku sudah kembali baik, jadi aku pikir tidak ada salahnya kalau kita menemui mereka-”“Aku pikir, kita akan melakukannya satu hari penuh,” sahutnya memotong perkataan Joya.“Lagi pula, ini sudah malam. Kenapa kita harus merepotkan mereka di malam hari,” sambung Agha kembali padanya.Joya beranjak lalu berjalan mendekati Agha yang berdiri sambil mengenakan kaos berwarna putih, “ini baru jam 7 malam, kita cuma pergi ke rumah Pak RT saja untuk melapor. Setelahnya, kita pulang … Dan juga, kau benar-benar menakjubkan hingga membuatku tak berkutik hari ini,” bisik Joya di telinga Agha, dengan jarinya bergerak mengusap dada Agha yang bersembunyi di balik kaos yang ia pakai.“Joya, kau menggodaku lalu pergi begitu saja!” panggil Agha, sembari matanya
Joya berjalan masuk ke kamar, dengan sehelai handuk yang membalut tubuh sintalnya, “apa kau tidur? Apa kau lupa, kita berniat untuk melapor ke Pak RT?” tanya Joya, sambil duduk di samping Agha yang terlelap.“Agha!” Joya kembali untuk mencoba membangunkannya, beberapa kali telapak tangannya itu bergerak menepuk wajah Agha, “aku tidak tahu bagaimana orang kaya berhubungan satu sama lain. Namun, mulut tetangga itu sadis … Jadi, ayo cepatlah bangun! Aku tidak ingin, mencari masalah dengan mereka,” sambung Joya kembali padanya.‘Dia tidur seperti orang mati setiap sudah selesai melakukannya. Padahal sudah aku peringatkan untuk jangan tidur,’ batin Joya dengan kembali beranjak berdiri menatapi Agha.“Apa di komplek ini memiliki laki-laki tampan? Aku berharap menemukannya, saat pergi ke rumah Pak RT. Kenapa setelah menikah, aku jadi semakin tergila-gila pada laki-laki tampan dan juga mapan,” ucap Joya, dia melirik ke arah Agha sebelum kak
Joya menghela napas dengan menepuk-nepuk punggungnya, lama dia menatap kasur busa yang sudah ia selimuti menggunakan seprai berwarna kebiruan. Joya berjalan ke luar dari kamar, mendekati Agha yang tidur dengan posisi duduk di kursi, “Agha,” panggil Joya pelan dengan menepuk lembut pundaknya beberapa kali.“Agha, bangunlah!” panggil Joya sekali lagi kepadanya.Agha sedikit terperanjat, matanya beberapa kali berkedip pelan membalas tatapan Joya kepadanya, “tidurlah di kamar! Aku sudah membungkus kasurnya dengan seprai yang sudah aku cuci, semuanya sudah aku rapikan, jadi tidurlah di kamar! Pinggangmu akan sakit kalau tidur seperti itu,” ucap Joya kembali dengan mengusap punggung Agha yang beranjak berdiri sambil menundukkan kepalanya.“Kau akan tidur di kamar yang sama denganku, kan?”Helaan Joya keluarkan, diikuti kedua tangannya yang mendorong punggung Agha dari belakang, “menurutmu, ada berapa banyak kamar yang ada
"Kau ingin membawa kita ke mana?" tanya Agha dengan melirik ke arah Joya yang masih sibuk menatapi ponselnya."Ke sebuah komplek perumahan, aku sudah menghubungi mbak-mbak yang mengiklankan komplek perumahan itu ... Lagi pula, mau kita titip ke mana tas tersebut, tempat yang aku tahu hanya rumah bibi Mira dan mustahil aku mengajakmu ke sana dalam keadaan kita yang seperti ini," ungkap Joya sambil membalas tatapan Agha sebelum menjatuhkan kembali pandangan ke layar ponsel miliknya.Joya membuka pintu mobil saat mobil tersebut akhirnya berhenti. Dia membalas kembali pesan di ponselnya sambil melirik ke arah Agha yang mengeluarkan tas berserta koper sambil dibantu oleh supir Wo-Car yang mereka pesan. "Bu Joya, benar?" Joya sedikit terhentak saat suara perempuan tiba-tiba terdengar di telinganya.'Bu?' batin Joya sambil membalas tatapan perempuan itu."Ah, iya benar. Mbak Nindi, ya?" Joya balas bertanya yang dibalas sen
Joya masih terdiam, dengan melirik ke arah Agha yang juga turut menutup mulutnya di depan keluarganya. Pandangan Joya, enggan ia angkat ... Bahkan, roti tawar yang sebelumnya telah ia oleskan dengan selai, sulit rasanya untuk ia sentuh kembali. Hal itu, bukan tanpa alasan ... Hanya saja, suasana ruang makan memang terasa lebih mencekam dari sebelumnya."Tuan, saya sudah menyiapkan semua yang Tuan perintahkan."Tatapan Agha yang memandang malas makanan di meja makan, ikut terangkat ke arah seorang laki-laki dengan sebuah amplop besar kecokelatan di tangannya. "Berikan benda itu kepadanya!" perintah Bagaskara, hingga laki-laki yang menjadi asistennya itu melangkah mendekati Agha.Agha meraih amplop yang diberikan laki-laki tersebut kepadanya, "apa ini?" tanya Agha dengan kembali mengarahkan pandangannya ke arah Bagaskara."Semua hutang yang harus kau bayarkan.""Hutang?" Kening Agha mengernyit, berusa
Joya melirik ke samping saat wajah Agha bergerak menjauhinya, "apa yang kau lakukan? Bagaimana jika ada yang melihat apa yang kita lakukan?" bisik Joya dengan kembali menatap Agha.Agha menunduk dengan meraih sendok dan juga garpu di dekatnya, "biarkan saja. Kita sudah menikah, apa yang salah?" sahut Agha enteng dengan mengunyah makanan yang Joya buat untuknya."Inilah kenapa, Mamamu semakin tidak menyukaiku-""Kau, akan menyerah?" tanya Agha memotong perkataan Joya.Joya menghela napasnya sambil wajahnya bergerak mendekati pundak Agha, "Sayang, jangan menyisakan makanan yang aku buat. Aku, sudah bersusah-payah memasakkannya untukmu," ucap Joya dengan mencium pundak Agha.Agha terdiam dengan melirik ke arah Joya, ia terkejut dengan perlakuan Joya yang tiba-tiba kepadanya, "apa yang kau lakukan?" tukas Agha, saat tangan Joya bergerak merangkul lengannya."Dengarkan baik-baik! Ada ses