"Kalian mau jelasin apa? Jelasin kalau kalian bukan manusia? Atau jelasin tentang kenapa kalian gak jujur sama aku?""Kami jelasin semuanya, semua yang perlu kamu tau," jawab Alice."Kalian ini apa?" tanya Karina kemudian."Kami, orang yang dikirim oleh dewa buat memburu iblis sekaligus monster yang datang ke bumi buat menyesatkan manusia. Dan, kami bukan makhluk jahat, kami gak akan nyakitin kamu," Justin mendekat."Jangan mendekat!" Karina masih takut dengan orang-orang ini, orang-orang yang ia sangka adalah makhluk jahat."Gimana aku bisa percaya ke kalian kalau kalian bukan makhluk jahat? Apa buktinya?""Mau ikut kita ke galaksi kita? Tempat di mana semua pemburu monster dan iblis diciptakan," Alice menggenggam jemari Karina, berusaha meyakinkan bahwa dirinya bukan orang jahat."Gak, aku gak mau ikut kalian! Kalian keluar aja dari kamar!" Karina terus menentang kepercayaannya tentang kebenaran yang sedang ia hadapi."Rin, kamu ingat waktu kita terbangun di semak-semak? Waktu itu a
Justin menghela nafasnya, ia lupa kalau Karina wanita keras kepala. Lantas ia tergerak untuk membuka pintu. Saat pintu terbuka, Karina berdiri tepat di depan Justin, bahkan jarak antara keduanya hanya sepanjang penggaris kecil. Karina sedikit mendongak untuk melihat wajah Justin."Kamu kenapa jauhin aku?" tanyanya."Aku gak jauhin kamu, aku cuma lagi pengen sendiri aja, Rin.""Bohong!""Kalau gak percaya ya terserah kamu sih," Justin memalingkan wajahnya.Karina mendengus, kemudian menjatuhkan palu yang sedari tadi ia pegang di tangan kanannya. Palu itu jatuh tepat di kaki kiri Justin. Justin langsung berteriak seraya mengangkat kakinya dan mengaduh. Karina tidak merubah ekspresinya, ia kemudian meninggalkan Justin yang kesakitan. Alice dan Liam saling menatap, memberi ekspresi senyum paksa pada Justin."Kalian kenapa diem aja?! Ini sakit, loh!" protes Justin."Itu juga salah kamu, harusnya kamu ngomong baik-baik sama dia.""Dia itu keras kepala, gak mungkin dia mau dengerin aku. Liha
"Maaf, Kak.""Kamu nampar pakai kekuatan apa sih? Kenceng banget!" Norman mengusap pipinya. Karina mengusap pipi Norman yang memerah akibat tamparannya barusan."Ya habisnya kamu nyerocos mulu!""Tapi aku beneran gak bermaksud buat mainin perasaan kamu, Kak.""Iya, aku paham. Udah gak usah ngotot lagi, itu urat kamu pada keluar semua," Norman menunjuk pelipis Karina."Ih, enak aja!""Rin, aku masih nunggu jawaban kamu.""Jawaban apa?""Aku cinta sama kamu. Kamu ngerasain hal yang sama atau enggak?""Kak, jangan bahas itu dulu ya?"Norman menyanggupi kemauan Karina, untuk tidak membahas hal itu lagi. Norman akan menunggu sampai Karina mau mengatakan dengan keinginannya sendiri bahwa Karina juga memiliki perasaan yang sama, seperti yang Norman rasakan sekarang. Norman benar-benar tidak keberatan jika harus menunggu lama hanya untuk jawaban itu."Kak, aku mau beli itu dulu, ya?" Karina menunjuk kedai ice cream."Kamu kan baru aja makan ice cream, Rin?""Aku pengen yang rasa strawberry,"
"Apa itu tadi!" Justin terengah-engah."Lucivher!" Alice melihat sosok berbaju kobaran api di ujung jalanan Myeongdong."Lucivher, kenapa dia ada di sini?" Justin dan Alice melesat menghampiri iblis tersebut. Lucivher ternyata memang berniat memanggil keduanya untuk mendekat, karena posisinya yang tidak berpindah."Lucivher, apa yang kamu lakukan di sini? Justin tidak memiliki rasa takut sama sekali dengan iblis itu. Lucivher tidak menjawab, ia hanya menoleh ke arah selatan, seperti sedang menunjukkan sesuatu."Kenapa kamu tidak menjawabku?" Justin mendekat. Semakin Justin mendekat, aura Lucivher yang jahat perlahan sirna, berganti dengan aura lain yang dominan jahat, namun juga dua puluh persennya positif."Berjalanlah sampai ke ujung jalanan ini, ke arah selatan. Kalian akan menemukan apa yang kalian cari," katanya, kemudian menghilang dalam sekejap mata."Lucivher memberi petunjuk ke kita? Buat apa?" Alice bertanya-tanya."Justin, kamu ngerasain aura yang sama kan, kayak apa yang a
Justin memusnahkan mantra Chrosnostasis penghenti waktunya. Waktu telah kembali berjalan, dan semua terlihat baik-baik saja, kecuali Justin, Alice dan juga Karina. Norman menoleh ke belakang, mendapati Karina yang seperti baru saja berbincang dengan Justin dan Alice. Raut wajah Alice sangat marah, lalu meninggalkan mereka."Loh, Alice mau ke mana?" tanya Norman yang entah ia tujukan untuk siapa."Ayo pulang," ajak Justin."Kamu gak salah ngajakin kita pulang?" Karina memastikan bahwa apa yang ia dengar tidaklah salah.Justin diam, ia lupa kalau ia sedang berusaha menjauh dari Karina."Norman, elo inget kata-kata gue tadi. Gue gak mau elo sampai jadi target mereka buat ngejalanin projek palsu!" Justin menatap Norman, tapi Norman tidak menghiraukannya, dan Justin pergi, berlari mengejar Alice.Karina sadar bahwa Justin sangat menyayangi Alice, bahkan saat Alice marah, Justin nampak merasa sangat bersalah dan berusaha memperbaikinya."Kak, emangnya tadi Kak Justin ngomongin apa?""Justin
"Jangan-jangan apa?" tanya Justin."Jangan-jangan iblis itu Karina!" imbuh Alice sembari memelototkan mata. Justin dan Dave memasang wajah datar bersamaan."Loh, aku kan hanya berasumsi aja! Karina bisa liat monster rubah ekor sembilan waktu itu loh!"Saat Alice belum selesai memberikan alasan ia menyangka Karina adalah iblis, Justin dan Dave sudah menghilang dari hadapannya, menimbulkan perasaan kesal pada kedua orang tersebut. Alice tahu bahwa Justin tidak akan ke apartemen karena iblis itu sedang memancing Justin agar Justin merasa sedang dipermainkan.Tapi ternyata, Alice salah, Justin menuju apartemen dengan Pangeran Biru yang sudah menunggunya di depan gedung apartemen. Sementara Dave sudah kembali ke galaksi putih. Di apartemen, Justin bisa melihat ada garis polisi di depan unitnya, dengan beberapa tanda yang terdapat nomor, pertanda barang bukti. Padahal pelaku sudah tertangkap, tapi polisi masih ragu, karena pelaku itu bersikeras ia tidak melakukan itu dengan kesadarannya.Me
Mereka keluar dari unit itu, dan hanya berdiam di ujung lorong. Alice menatap Justin dengan tatapan yang seolah mengatakan sesuatu, tapi ia tidak bisa menjelaskannya. Justin sepenuhnya tak paham, mengapa Alice menatapnya begitu dalam, seperti sedang mengatakan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan."Pangeran, apa kamu merasakan apa yang aku rasakan?" tanya Alice pada Pangeran. Pangeran biru menunduk, matanya terpejam, ia seperti sedang mencoba menggali sesuatu yang ia ingin ketahui. Karena sejak sebelum Alice bertanya padanya, Pangeran lebih dulu merasakan itu. Ia merasakan adanya energi terburuk dari sosok iblis di sekitarnya.Auranya mengerikan dan membuat siapapun yang merasakannya akan bergiding merinding. Alice juga bisa merasakan aura itu dalam sekelebatannya. Sementara Justin yang masih bingung, belum bisa merasakan aura ini. Ia terlarut dalam emosinya, karena tiba-tiba saja ia teringat ia sedang meninggalkan Karina di unit. Karena Justin melihat Alice dan Pangeran yang sepertiny
Mereka benar-benar tidak bisa mendeteksi ke mana perginya Karina dan Norman. Justin dan kedua makhluk galaksi putih itu nampaknya mulai menyerah, karena mereka mengerahkan segala kekuatannya sejak dua jam yang lalu untuk mendeteksi keberadaan Karina dan Norman.Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua pagi. Incheon yang tak pernah tidur malam ini menyimpan seribu misteri. Dunia memang memiliki sisi yang tersembunyi, sebagian besar dari mereka menganggap bahwa semakin sedikit yang kita tau, maka semakin baik. Tapi hal itu nyatanya tidak berlaku untuk Justin, ia menggila karena belum bisa menemukan Karina.Di unit itu, Alice memanggil satu-satunya orang yang bisa membantu mereka, yakni Dave. Tapi Dave tidak mau datang karena ia sedang melakukan penyucian untuk beberapa iblis yang sudah menemukan jalan terang. Meski Alice memohon, Dave tidak akan turun tangan, karena sejak awal ini adalah tugas Justin dan Alice. Bahkan Pangeran Biru sebenarnya bukan bagian dari misi ini, ia hanya orang y