Mereka keluar dari unit itu, dan hanya berdiam di ujung lorong. Alice menatap Justin dengan tatapan yang seolah mengatakan sesuatu, tapi ia tidak bisa menjelaskannya. Justin sepenuhnya tak paham, mengapa Alice menatapnya begitu dalam, seperti sedang mengatakan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan."Pangeran, apa kamu merasakan apa yang aku rasakan?" tanya Alice pada Pangeran. Pangeran biru menunduk, matanya terpejam, ia seperti sedang mencoba menggali sesuatu yang ia ingin ketahui. Karena sejak sebelum Alice bertanya padanya, Pangeran lebih dulu merasakan itu. Ia merasakan adanya energi terburuk dari sosok iblis di sekitarnya.Auranya mengerikan dan membuat siapapun yang merasakannya akan bergiding merinding. Alice juga bisa merasakan aura itu dalam sekelebatannya. Sementara Justin yang masih bingung, belum bisa merasakan aura ini. Ia terlarut dalam emosinya, karena tiba-tiba saja ia teringat ia sedang meninggalkan Karina di unit. Karena Justin melihat Alice dan Pangeran yang sepertiny
Mereka benar-benar tidak bisa mendeteksi ke mana perginya Karina dan Norman. Justin dan kedua makhluk galaksi putih itu nampaknya mulai menyerah, karena mereka mengerahkan segala kekuatannya sejak dua jam yang lalu untuk mendeteksi keberadaan Karina dan Norman.Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua pagi. Incheon yang tak pernah tidur malam ini menyimpan seribu misteri. Dunia memang memiliki sisi yang tersembunyi, sebagian besar dari mereka menganggap bahwa semakin sedikit yang kita tau, maka semakin baik. Tapi hal itu nyatanya tidak berlaku untuk Justin, ia menggila karena belum bisa menemukan Karina.Di unit itu, Alice memanggil satu-satunya orang yang bisa membantu mereka, yakni Dave. Tapi Dave tidak mau datang karena ia sedang melakukan penyucian untuk beberapa iblis yang sudah menemukan jalan terang. Meski Alice memohon, Dave tidak akan turun tangan, karena sejak awal ini adalah tugas Justin dan Alice. Bahkan Pangeran Biru sebenarnya bukan bagian dari misi ini, ia hanya orang y
"Justin, awas!" Pangeran menarik Justin dari tempatnya, dan keduanya tersungkur di lantai. Sementara Alice sudah merasakan bahwa itu jebakan dari awal, ia sudah was-was dan siap menghindar tapi tak sempat memberi tahu Pangeran dan Justin.Pangeran menarik Justin karena ada sosok yang muncul dari belakang Justin dan melesat mendekati Justin. Sosok itu gagal mengenai Justin."Siapa kau?" Pangeran bangkit dan merubah wujudnya agar leluasa mengeluarkan kekuatannya tanpa hambatan.Mereka bisa melihat punggung orang tersebut. Seorang pria dengan wujud iblis. Tapi, kepalanya bukan seperti kepala manusia, hanya gumpalan aura hitam yang menyatu dengan energi gelap. Perlahan sosok itu memutar badannya, kemudian tertawa. Meski tanpa wajah, sosok itu nampaknya mamu berkomunikasi dengan jelas.Dari suaranya, mereka yakin kalau itu adalah orang yang mereka cari, Norman."Kak Justin! Karina!" katanya dengan nada mengejek, lalu tertawa sangat lepas, seperti begitu puas melihat orang-orang di hadapann
Alice membutuhkan beberapa detik untuk memahami maksud Justin. Tapi Pangeran sudah paham bahkan sebelum Alice menampar Justin. Pangeran percaya bahwa Justin tidak akan terpengaruh hanya dengan iming-iming itu. Iblis tetaplah iblis, penuh ingkar dan kebohongan. Saat mereka mati, belum tentu Norman akan mengembalikan Karina ke bumi, malah bisa saja Karina juga dimusnahkan oleh Norman tanpa belas kasih."Jangan coba-coba untuk membohongi aku," Norman berdiri, melangkah lenggang mendekati mereka."Aku tau, kalian sedang merencanakan untuk menghianatiku, kan?" imbuhnya dengan mengubah wujudnya seperti Norman asli, yang memiliki wajah, ia kemudian membuat ekspresi sedih yang dibuat-buat, Justin sangat muak dengan wajah penuh penghianatan itu."Mending wajah kamu itu gak usah dilihatin, bikin aku pengen muntah," Alice membuang pandangannya yang semula ia pusatkan pada Norman."Ohh, kamu lebih suka aku yang gini, ya?" balas Norman kembali ke wujud aslinya."Aku sih, lebih suka kalo kamu mati,
"Rin? Kamu bisa denger aku?" Justin merasa Karina ada pergerakan dan mulai sadar, tapi belum membuka matanya. Justin menunggu respon dari wanita yang ia gendong, namun Karina tidak kembali bergerak. Justin terpaksa menggunakan kekuatannya untuk menyadarkan Karina, karena jika terlalu lama Karina dalam pengaruh dimensi hampa, Karina bisa mati, karena ia manusia biasa.Justin mendudukkan Karina di kursi kristal milik Norman, kemudian ia memusatkan cakra kekuatannya pada telapak tangan, dan mentransfer energi baik agar pengaruh dimensi hampa hilang dari tubuh Karina. Beberapa saat kemudian, Karina mulai sadar, matanya mengerjap-ngerjap karena baru saja menerima cahaya terang dari alam fana. Sesuatu yang pertama kali Karina lihat saat membuka matanya adalah Justin, wajahnya hanya berjarak beberapa centimeter saja dari wajah Karina.Saat Karina sadar bahwa itu adalah Justin, ia membelalak dan langsung memeluk Justin. Yang dipeluk tentu saja terkejut, Karina seperti baru saja mengalami hal
Ketiganya mematung, matanya menatap sebuah tubuh yang tak lagi terbentuk karena sebagian sudah sirna. Justin benar-benar merasa ini adalah pertempuran terbesarnya sepanjang ia memburu makhluk jahat di bumi. Meski pertempurannya dengan Ruin, Sin Rose, dan juga rubah ekor sembilan adalah pertempuran besar, Justin merasa perlawanannya dengan Norman adalah perlawanan terbesar. Ia tidak tahu mengapa ia merasa demikian, apa karena Norman menggunakan Karina sebagai tamengnya?Mereka masih hening, bahkan saat makhluk itu sudah benar-benar tiada, musnah dari hadapan mereka. Pangeran membuyarkan lamunan mereka dengan menghilangkan dimensi persempitan ruangan. Mereka bisa melihat ada cahaya biru yang sedang melindungi seseorang di dalamnya, Karina.Mata Justin tertuju pada wanita yang tengah tergeletak itu, ia berlari menghampirinya karena takut Karina terluka. Mendengar langkah yang jelas, Karina membuka matanya, melihat ada Justin yang mendekat, benteng itu kemudian musnah saat Justin menembus
Keesokan paginya, Karina terbangun, dan pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah wajah Justin."Kamu kalau tidur meskipun ngiler begini, tetep ganteng," Karina menoel hidung Justin."Kamu kalau tidur ngorok juga tetep cantik," balas Justin yang masih memejamkan mata."Ih Kak! Kamu boongin aku, ya!" Karina menggeplak lengan Justin."Aku gak boongin kamu, aku cuma pura-pura tidur, biar kamu liatin.""Kamu tuh narsis banget ya? Gak cocok banget jadi Justin yang tinggal di galaksi putih," Karina mengatakan itu dengan nada manja."Yang penting kamu suka sama aku.""Gak tau deh, kamu kepedean banget!" Karina menyingkirkan tangan Justin dari tubuhnya, dan beranjak dari kasur."Mau ke mana, sayang?"Karina terhenyak, menoleh ke arah Justin. Ia terpaku dan pipinya memerah karena Justin memanggilnya demikian."Ih apa sih kok manggilnya gitu!" Karina berkacak pinggang."Emang gak boleh?""Nanti kalau aku baper gimana?""Ya gak apa-apa dong, biar bukan aku aja yang baper.""Berisik ih!' Kari
Hari semakin gelap, mereka masih di bibir pantai menikmati angin perpisahan. Karina ingin waktu berhenti, agar Justin tidak segera pergi. Justin yang sedari tadi sadar kalau Karina sedang diam, kini menangkup bahu Karina."Jangan diem aja, udah malem, ayo pulang," ajak Justin. Karina terlihat sangat berat hati, karena waktu untuk berpisah semakin dekat dan mungkin nanti malam Justin sudah kembali ke galaksinya.Karina berdiri setelah Justin mengulurkan tangannya. Mereka bangkit dari hamparan pasir di tepi pantai yang airnya semakin pasang. Mereka menuju tempat parkir, tapi Karina berjalan dengan sangat lambat, bahkan berkali-kali ia menoleh ke belakang, melihat apakah senja sudah benar-benar pergi.Karina mengibaratkan Justin seperti senja dan fajar, ia begitu indah tapi keindahannya tidak bisa dimiliki, karena ia harus pergi. Ketika senja pergi, keesokan harinya fajar akan tiba untuk menggantikan senja. Sepertinya siklus pertemuan manusia, jika siap bertemu maka harus siap berpisah.
Sepuluh tahun kemudian."Papa!"Suara nyaring ini memenuhi rumah hingga Karina menutup telinganya. "Jangan teriak-teriak, Papa lagi keluar," jawabnya dengan menyiapkan sarapan di meja makan. "Kakek! Lihat Mama, Mama marahin aku terus," katanya dengan berlari memeluk sang Kakek."Timothy! Mama gak marahin kamu kok, habisnya kamu teriak-teriak terus dari tadi. Makan dulu," Karina duduk di sebelah papanya, yang sekarang menjadi kakek dari putranya yang berusia sepuluh tahun.Timothy Kim, putra pertama keluarga kecil Justin dan Karina. Ia mewarisi kekuatan Justin yang bahkan lebih kuat dari Justin. Tanpa Timothy ketahui, ia bisa membuka segala dimensi hanya dengan memikirkannya saja. Di usianya yang kesepuluh, Timothy meraih juara lomba lari di sekolahnya. Karena pada dasarnya kecepatan lari itu ia warisi dari sang papa. Timothy belum bisa mengendalikan kekuatan yang ia miliki. Karena Justin juga belum memberi tahu putranya kalau putranya itu memiliki kekuatan, dan papanya bukan manusia.
Pernikahan sudah usai, malam ini bukan malam yang ditunggu, melainkan malam yang menegangkan, pasalnya tepat setelah pesta pernikahan selesai, Justin harus dengan berat hati bertarung dengan iblis. Iblis itu rupanya sejak tadi menunggu Justin dan Karina keluar dari Chapel. Dia mengincar Justin karena keberadaan Justin membahayakan iblis dan monster di muka bumi.Karina mondar-mandir di kamar menunggu Justin kembali, ia masih dalam balutan gaun pengantin yang indah, bahkan riasannya juga belum terhapus.Di sisi lain, Justin menghadapi iblis tingkat biasa, tapi cukup membahayakan manusia. Ia tidak memanggil Pangeran Biru maupun Alice. Ia ingin terbiasa melawan makhluk jahat sendirian. Karena ia juga tidak mungkin terus menerus memanggil Alice dan Pangeran Biru untuk membantunya.Untung saja iblis itu bisa disingkirkan oleh Justin secara mudah. Karena tingkat kekuatannya yang tergolong sebagai iblis biasa. Berbeda dengan Ruin, Sin Rose, Rubah ekor sembilan, ataupun iblis Norman yang ting
Hari ini adalah hari pernikahan tanpa persiapan. Papa Karina membuka acara itu dengan membuka identitas Karina sebagai putrinya di depan semua pegawai kantornya. Hana sangat terkejut mendengar itu, karena ia pernah memarahi Karina saat Karina membuat Justin benjol tempo hari itu. Kalau tahu dia anak dari pemilik perusahaan, tentu saja Hana akan diam saja."Saya akan menjadikan Karina sebagai pemimpin, menggantikan saya di Moon interior ini. Saya menaikkan jabatan bukan karena dia putri saya, tapi karena keberhasilannya dalam bekerja yang luar biasa, peningkatan produk dan penambahan produk itu sangat mampu menarik perhatian dari para pecinta interior classic modern. Dan untuk Park Hana, saya ucapkan terima kasih karena telah membantu perkembangan perusahaan ini. Untuk semuanya, saya berterima kasih karena kalian bekerja dengan baik dan jujur, saya harap akan tetap seperti ini meski pemimpin Moon interior akan berganti. Akan ada beberapa orang yang naik jabatan karena memiliki potensi
Karina dan Papanya saling menatap, tak lama kemudian ada suara ketukan pintu yang membuat keduanya berhenti menatap. "Permisi," ujar seseorang dari luar ruangan. "Masuk," balas Karina. Ternyata itu adalah asisten dari papanya. Saat ia masuk, suasana sangat canggung karena raut wajah papanya sangat aneh."Ada apa?" tanya papanya pada sang asisten."Produksi interior jenis vintage dan classic sedang dalam peningkatan, bagaimana dengan kerja sama dengan perusahaan HS Eksterior? Apa perlu diberhentikan?""Tidak perlu, bahas ini di luar saja," balas papanya berjalan keluar dari ruangan, diikuti asistennya yang membawa sebuah dokumen berisi beberapa produk perusahaan yang akan mengalami peningkatan atau pembaruan.Karina langsung menutup pintu saat mereka pergi, lantas mondar-mandir di depan pintu dengan perasaan takut. Karina ingin menjelaskan semuanya saat nanti makan malam, karena ia tahu, kalau papanya akan marah jika tiba-tiba Justin kembali setelah meninggalkan Karina.***Sore datang
Karina masuk ke mobil, begitu juga dengan Martin. Ia membawa mobilnya ke tepi jalan. Karina masih dalam keadaan yang sama, ia terus menanyakan perihal identitas pria bermarga Kim itu."Rin," Martin menghela nafasnya."Apa?""Maaf aku udah bohongin kamu."Karina merasa dunia seperti sedang berhenti, meski tidak ada yang menghentikannya. Netranya menahan genangan air yang menumpuk di pelupuknya. "Jadi, kamu beneran Kak Justin?" tanya Karina, memastikan kalau apa yang ia dengar dari bibir Martin adalah kebenaran.Beberapa detik selanjutnya, pria itu mengangguk. Karina ingin pingsan sekarang. "Tega kamu Kak, bohongin aku kayak gini. Puas kamu?!" Karina membuka pintu, menutupnya dengan keras hingga mobil itu terguncang.Sosok Martin yang ternyata adalah Justin itu keluar, mengejar Karina, karena Karina berjalan dengan langkah cepat. "Rin!" Justin meneriaki Karina, tapi Karina tidak mau tahu, karena ia sudah merasa sedang dipermainkan.Setelah berlari mengejar Karina cukup jauh, Justin berh
Setelah suara misterius di kamar Karina, sontak Karina menyalakan lampu kamarnya, dan orang yang ada di kamarnya saat ini membuat Karina benar-benar terpaku karena kehadirannya yang sangat tidak mungkin."Kak Justin!!!" Karina tentu saja histeris. Ia melotot sampai matanya hampir terlepas. Bahkan Karina menampar pipinya sendiri.Mata Karina mencoba terbuka, dan Karina sadar, itu hanyalah mimpi. "Jadi, ini cuma mimpi?" Karina menyalakan lampu kamarnya, ia melihat ke arah di mana di dalam mimpi itu ia melihat Justin berdiri di sana.Dengan berat hati, Karina mematikan lagi lampunya, meratapi kenyataan yang benar-benar menyakitkan. Harapannya bertemu Justin dalam mimpi terwujud, tapi itu justru membuat hati Karina semakin terkoyak dan tersayat.Kenyataan macam apa ini? Di ambang keputusasaan yang membuatnya menggila. Sejauh tujuh hari ini, ia sudah bisa perlahan terbiasa, tapi sejak ia bertemu Martin, ia gagal lagi untuk melupakan Justin. Mungkin Karina memang membutuhkan waktu yang lama
Waktu berlalu begitu cepat, dan jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Karina menutup laptopnya dan bersiap pulang untuk beristirahat. Karina melihat ada Martin yang sedang berjalan menuju basement, lantas ia berlari untuk menghampiri Martin."Martin!" teriak Karina, Martin berhenti dan menoleh ke arahnya. Tapi ia langsung kembali pergi setelah tahu yang memanggilnya adalah Karina. Pelipis Martin terlihat sedang diperban, dan itu sepertinya akibat benjolan tadi pagi yang dibuat Karina. Karina berlari dengan kekuatan Naruto untuk mengejar Martin."Stop!" Karina kembali menutup pintu mobil Martin saat Martin baru saja membukanya dan akan masuk. "Martin, boleh saya ngobrol sama kamu?"Martin menghela nafasnya dan mengangguk pasrah. "Mau ngobrol di mana?""Di sana," Karina menunjuk sebuah cafe yang terletak di depan kantor. Martin berjalan mendahului Karina setelah meletakkan tasnya di dalam mobil. Karina mengekori Martin menuju cafe tersebut.Setelah memesan makan dan minum, Karina tidak
Sudah sejak tujuh hari lalu, Justin pergi dari dunia Karina. Kini Karina sudah merasa ia bisa hidup meski tanpa Justin. Karena Justin ada di hatinya, untuk ia kenang sebagai mimpi yang terindah. Kemampuan Karina untuk merasakan adanya kehadiran iblis juga semakin sirna. Tidak lagi seperti saat ia bersama Justin, ia bisa melihat makhluk jahat dan merasakan energinya dengan jelas.Hari ini ia pergi ke kantor, tapi terlambat karena taxi yang biasa ia tumpangi, sekarang tidak lewat di depan jalan rumahnya. Karina terpaksa menunggu taxi lebih lama karena tidak ada kendaraan lain. Meski ia memiliki mobil papanya, Karina tidak mau menggunakan itu, ia ingin suatu saat Karina bisa membeli mobilnya sendiri.Selang beberapa menit, ada taxi yang dari kejauhan mendekat ke arah Karina. Karina menghentikannya. Ia lega karena ada taxi yang lewat, bukan apa-apa, ini hari Minggu, jadi sangat jarang taxi yang lewat."Pak, ke kantor Moon interior, ya?""Baik. Minggu-minggu begini kerja, mbak?""Sebenarny
Karina melepas kedua earphone di telinganya. Ia terdiam untuk sesaat, mencoba mendengarkan lagi suara yang memanggil namanya. Suara itu benar-benar tidak asing, lantas ia tergerak untuk keluar kamar, dan melihat siapa yang datang. Saat membuka pintu, Karina agak terkejut karena suara itu memang suara papanya. "Papa? Papa kenapa? Tumben banget," Karina membuka jalan agar papanya masuk."Rin, papa minta maaf," papa Karina menunduk setelah duduk di sofa, tangannya tergerak menyatukan telapak tangan. "Papa kenapa minta maaf?" Karina mendekat. "Selama ini papa udah jahat sama kamu, papa cuman mikirin uang, uang dan uang. Papa gak mikirin kamu sama sekali. Papa minta maaf," katanya dengan nada tersendat karena menahan tangis. "Pa, jangan minta maaf gitu," Karina meraih tangan papanya, dan memeluk pria itu."Papa menyesal lakuin itu semua, papa minta maaf, Rin.""Papa itu papa Karina, papa gak perlu minta maaf sampai kayak gini.""Kamu gak benci sama papa?""Karina emang pernah benci sama pa