"Ya aku tau sih, May. Tapi kan—""Tante ini sebenarnya punya hati atau enggak? Menurut saya, Tante ini sangat keterlaluan. Berbicara seolah-olah mempermasalahkan status calon istri saya. Memang Tante ini siapa? Kenapa nyinyir sekali mencampuri kehidupan orang lain?" kata Mas Sony yang tiba-tiba memotong pembicaraan Bu Maysaroh dan Tante Mona."Saya kan cuma memberi saran, apa salahnya? Kenapa kamu jadi marah?" ujar Tante Mona sinis seolah membela diri.Bu Maysaroh sendiri terlihat membuang nafas kasar. "Maaf, Mon, yang dikatakan Sony itu benar. Kamu memang keterlaluan, apa kamu gak sadar dengan apa yang kamu katakan itu bisa menyakiti hati calon menantu aku?" tanya Bu Maysaroh."Terserah kalian sajalah, yang penting aku sudah ingatkan kalian. Kalau aku sih, ogah punya mantu janda. Apa lagi janda cerai, pasti dulu pernikahannya bermasalah kan?" kata Tante Mona ketus lalu berdiri seperti ingin pergi."Kamu ini, Mon. Bisa-bisanya menghakimi orang lain dengan mulut pedasmu itu. Janda deng
Tak terasa, pernikahanku dengan Mas Sony akan dilangsungkan dua hari lagi. Meskipun, ini bukan pernikahan yang pertama bagiku, tapi rasanya, aku sedikit gugup. Hatiku juga selalu berdebar-debar jika bertemu dengan Mas Sony.Semakin lama mengenal Mas Sony, aku semakin kagum dengan sosoknya. Meskipun sedikit, aku bisa menilai sifat Mas Sony yang tak jauh berbeda dengan Ibunya, sama-sama penyayang. Terlihat, bagaimana cara Mas Sony memperlakukan Zahra dengan lembut. Mas Sony juga selalu memperlakukan aku dengan baik dan sopan. Hanya ada satu kekurangan pada diri Mas Sony, ia terlalu sibuk bekerja hingga jarang sekali memperhatikan aku. Menelponku pun bisa dihitung dengan jari.Mungkin, itu sebabnya, mantan istri Mas Sony meninggalkannya. Tapi, aku berjanji pada diriku sendiri, akan menerima semua kekurangan dan kelebihan Mas Sony. Karena saat ini, bagiku, kesetiaan adalah hal yang paling penting dalam sebuah pernikahan."Gak kerasa ya, Nay, dalam hitungan hari, kamu akhirnya akan menikah
"Iya lah, ini gue. Siapa lagi?" jawabku."Jadi gini ya, rasanya bakal jadi istri seorang CEO. Nikahan aja semewah ini, gimana nanti kalau udah jadi istrinya? Bakal jadi nyonya Sultan deh Lo, Nay.""Bismillah aja, Sis. Doain acara gue nanti lancar ya, Sis. Gue deg-degan banget nih," kataku."Gue dulu juga gitu, Nay, deg-degan banget. Nah, mana pas acara akad nikah si Aska ganteng banget lagi, mirip song Joong Ki, rasanya gue pengen pingsan liat ketampanan si Aska," cerita Siska sambil senyum-senyum sendiri."Dih, orang mah deg-degan karena gugup mau nikah, ini malah karena liat kegantengan Aska, lebay Lo!" kataku memutar bola mata malas."Hehe ... canda kali!""Nay, coba sini yey berdiri!" perintah Kak Rus padaku.Akupun menuruti perintah Kak Rus. Kak Rus memberikan sepasang sepatu cantik berwarna silver yang memang sengaja di desain untukku."Sempurna ..." ucap Kak Rus setelah melihatku berdiri mengenakan sepatu."Wah ... Lo cakep banget, Nay," puji Siska sambil memberikan 2 jempolnya
Aku melerai pelukan dari tubuh kecil Zahra, lalu mencium kening Zahra lembut. Dengan posisiku yang masih duduk di kursi depan penghulu, tubuhku kini sudah sejajar dengan tubuh kecil Zahra."Zahra ... mulai hari ini, panggil Tante dengan sebutan Mama ya, Sayang? Insya Allah, Tante akan jadi Mama yang baik dan sayang sama Zahra," kataku dengan suara parau.Air mata yang sedari tadi aku tahan, akhirnya tumpah sudah."Iya, Mama ..." kata Zahra tersenyum manis. Hatiku langsung terasa hangat, saat Zahra menyebutku dengan panggilan, Mama."Tapi ... kenapa Mama menangis? Mama gak suka ya, punya anak seperti Zahra?"Aku menggeleng cepat. "Enggak, Sayang. Mama suka sekali punya anak seperti Zahra. Mama menangis bukan karena sedih, tapi, karena Mama sangat bahagia punya anak seperti Zahra," kataku, masih dengan suara parau."Zahra juga bahagia. Mulai sekarang, Zahra udah punya Mama seperti teman-teman Zahra di sekolah. Kalau sekolah nanti, Mama anterin Zahra ya?" kata Zahra dengan suara memelas.
Dekorasi dalam gedung hotel ini terlihat begitu mewah dan sempurna. Semua pernak-pernik tertata rapi dengan nuansa serba pink dan putih, sesuai dengan warna kesukaanku dan Mas Sony.Begitu banyak tamu undangan yang hadir, hingga memenuhi semua ruangan gedung hotel ini. Acara pesta pernikahan kami juga di meriahkan oleh salah satu penyanyi solo terbaik tanah air. Aku benar-benar tak menyangka, Bu Maysaroh mempersiapkan acara pesta yang begitu mewah luar biasa. Entah berapa kocek yang dikeluarkan oleh keluarga Bu Maysaroh, aku tak ingin menduga-duga, takut aku pingsan jika tahu nominalnya. Hihihi ...Tepat pukul 20.30 malam, pembawa acara pesta pernikahan ini yang juga pembawa acara paling terkenal di kotaku, menyuruh aku dan Mas Sony menaiki panggung. Aku sedikit gugup, karena ini kali pertama aku menaiki panggung di acara pesta pernikahan. Mas Sony menggenggam erat tanganku, dan mengangguk seolah memberi isyarat untuk ikut dengannya naik ke atas panggung.Dengan perasaan gugup, aku me
POV Kenzie"Aaarrrggghhh!" Aku berteriak frustasi, lalu memukul tembok dengan kuat menggunakan kepalan tanganku.Rasa sakit di kepalan tanganku saat ini tak sebanding dengan rasa sakit yang ada dalam hatiku. Sedih, muak, benci, dan juga jijik bercampur menjadi satu. Aku masih tak menyangka, wanita yang masih sah menjadi istriku itu begitu tega berkhianat di belakangku.Anggun yang selama ini aku pikir berasal dari keluarga baik-baik dan tak pernah berbuat macam-macam itu, ternyata sama murahannya dengan wanita-wanita yang biasa aku bayar untuk memuaskan nafsuku. Begitu bodohnya aku, bisa tertipu dengan seorang wanita seperti Anggun."Ma ... maafkan aku, Mas," lirih Anggun.Aku membalikkan tubuhku ke arah Anggun, tanpa aku sadari, ternyata kini Anggun telah berpakaian lengkap, tak seperti tadi."Ck! Maaf? Menjijikkan!" lirihku."Karena kamu sudah tahu semuanya, aku mau minta cerai dari kamu, Mas. Aku udah gak bisa untuk bertahan hidup sama kamu," kata Anggun dengan wajah takut-takut.A
Setelah sampai di rumah Ibu, ternyata Ibu juga baru sampai di depan rumah, setelah berkeliling berjualan pecel. Wajah lelah Ibu membuatku merasa iba. Di usia Ibu yang sudah cukup tua, harusnya Ibu bisa menikmati masa tua, bukan malah banting tulang untuk bekerja."Ken, kamu baru pulang kerja?" tanya Ibu setelah kami masuk ke dalam rumah."Iya, Bu," jawabku berbohong."Loh, tapi kok kamu bawa-bawa tas besar? Kamu ribut sama Anggun? Apa kamu diusir?" tanya Ibu seperti terkejut.Aku hanya mengangguk, aku belum bisa menceritakan tentang masalahku yang sebenarnya dengan Anggun saat ini. Takut Ibu kepikiran dan menambah beban untuk Ibu. Ibu terlihat mendesah pelan."Kalau kamu sudah gak kuat hidup sama Anggun, lebih baik kalian bercerai saja. Ibu kasihan lihat kamu, selalu terlihat tertekan hidup dengan Anggun," kata Ibu."Iya, Bu," jawabku pelan."Muka kamu pucat sekali, Ken? Kamu sakit?""Iya, Bu. Hanya demam aja," jawabku."Ya sudah. Kamu istirahat dulu, nanti Ibu bikinkan bubur untuk ka
Dengan langkah gontai, aku berjalan keluar dari klinik dokter spesialis kulit yang baru saja aku kunjungi. Sedih rasanya, menjalani hidup yang seperti tak ada artinya ini. Saat ini, istri aku tak punya. Bahkan, anak pun aku tak ada. Siapa lagi tempatku untuk berbagi kasih sayang? Kalau sudah begini, tak ada lagi semangat dalam hidupku.Ting!Bunyi satu pesan masuk di ponselku. Dengan lesu, aku mengambil ponsel dari saku celanaku. Ternyata pesan dari Ibu.["Ken, Ibu sudah buatkan bubur untukmu makan siang. Hari ini, Dini sudah mulai masuk sekolah. Kunci rumah Ibu titipkan pada tetangga sebelah. Ibu mau jualan pecel keliling dulu."] Bunyi pesan dari Ibu.Membaca pesan dari Ibu, seketika hatiku menghangat. Aku baru tersadar, aku masih memiliki Ibu dan juga Dini yang masih peduli dan menyayangiku. Jika aku tak ada, pastilah Ibu dan Dini akan sedih bukan? Karena hanya akulah yang bisa diandalkan untuk membantu biaya kehidupan Ibu dan juga Dini adikku.Tiba-tiba, semangat hidupku kembali la