Setelah mampir ke kontrakan Ibu, tepat pukul 18.00, aku tiba di rumah. Tapi, rumah terlihat sangat sepi. Mobil Anggun pun belum terlihat ada di garasi rumah. Itu artinya, Anggun dan anak-anakku belum pulang ke rumah. Aku segera bergegas masuk untuk membersihkan diri dan mengistirahatkan tubuh yang terasa sangat lelah.Baru saja kaki ini tiba di depan pintu ruang tamu, mataku membulat sempurna melihat isi rumah yang begitu sangat berantakan. Rumah rasanya seperti kapal pecah, dari mulai mainan hingga sampah betebaran di ruang tamu rumahku.Aku memasuki bagian dalam ruang tengah, namun tak beda jauh kondisinya dari ruang tamu, sama-sama berantakan. Sampai di dapur pun, kondisinya lebih parah. Semua peralatan masak hingga piring dan gelas kotor bertumpukan di atas wastafel. Aku menghela nafas kasar, melihat pemandangan yang memekakkan mata seperti ini.Aku tahu Anggun sibuk mengurus butik miliknya, tapi, apakah ia tidak bisa meluangkan sedikit waktu saja untuk membersihkan rumah? Ah, dar
"Kenzie, kamu kenapa?" tanya Pak Ahmad menghampiriku."Kepala saya pusing, Pak," jawabku."Astaga, badan kamu panas sekali. Lebih baik kamu pulang saja, istirahat di rumah," kata Pak Ahmad setelah memegang keningku yang memang terasa sangat panas."Memangnya gak papa, Pak?""Gak, papa. Saya kasih izin kamu pulang. Muka kamu pucat sekali loh. Nanti kalau kamu pingsan disini, malah repot juga kan?""Iya, Pak. Ya sudah, saya izin pulang ya, Pak. Terima kasih," ucapku.Pak Ahmad hanya mengangguk dan tersenyum. Aku bersyukur, memiliki atasan kepala cleaning servis seperti Pak Ahmad yang baik dan tak pernah marah. Beliau akan marah jika ada karyawan cleaning servis yang kerjanya asal-asalan. Karena selama ini aku bekerja dengan baik, beliau tak pernah marah padaku.Dengan langkah lemah, aku segera pulang ke rumah. Rasanya, aku ingin sekali cepat tiba di rumah, dan segera tidur untuk mengistirahatkan tubuhku sejenak. Waktu masih menunjukkan pukul 13.00 siang, jam segini, biasanya Anggun dan
POV NayaPrang!Gelas minuman yang Mas Kenzie pegang, jatuh ke lantai dan pecah berhamburan. Membuat semua orang yang ada di ruangan ini, seketika menoleh ke arah Mas Kenzie.Untung saja, gelas yang di jatuhkan oleh Mas Kenzie jaraknya cukup jauh dari kami, hingga kami tak terkena pecahan gelas ataupun tumpahan minuman itu.Dengan wajah tegang dan tubuh bergetar, Mas Kenzie menatap wajahku seolah terkejut. Wajah Mas Kenzie berubah pucat, seolah-olah sedang melihat hantu saat ini.Aku yakin, Mas Kenzie sangat terkejut melihat penampilanku yang berubah drastis ini. Mas Sony saja sampai tak berkedip saat melihat perubahan diriku, apa lagi Mas Kenzie? Apalagi jika Mas Kenzie tahu aku adalah calon istri dari Mas Sony, pastilah ia akan semakin terkejut bukan?Saat Mas Sony dan Bu Maysaroh menegur Mas Kenzie, aku pura-pura tak melihat. Biarlah, aku sudah malas berurusan dengan Mas Kenzie. Meskipun dalam hati, ada sedikit rasa iba melihat nasib Mas Kenzie yang kini hanya menjadi seorang clean
"Ya aku tau sih, May. Tapi kan—""Tante ini sebenarnya punya hati atau enggak? Menurut saya, Tante ini sangat keterlaluan. Berbicara seolah-olah mempermasalahkan status calon istri saya. Memang Tante ini siapa? Kenapa nyinyir sekali mencampuri kehidupan orang lain?" kata Mas Sony yang tiba-tiba memotong pembicaraan Bu Maysaroh dan Tante Mona."Saya kan cuma memberi saran, apa salahnya? Kenapa kamu jadi marah?" ujar Tante Mona sinis seolah membela diri.Bu Maysaroh sendiri terlihat membuang nafas kasar. "Maaf, Mon, yang dikatakan Sony itu benar. Kamu memang keterlaluan, apa kamu gak sadar dengan apa yang kamu katakan itu bisa menyakiti hati calon menantu aku?" tanya Bu Maysaroh."Terserah kalian sajalah, yang penting aku sudah ingatkan kalian. Kalau aku sih, ogah punya mantu janda. Apa lagi janda cerai, pasti dulu pernikahannya bermasalah kan?" kata Tante Mona ketus lalu berdiri seperti ingin pergi."Kamu ini, Mon. Bisa-bisanya menghakimi orang lain dengan mulut pedasmu itu. Janda deng
Tak terasa, pernikahanku dengan Mas Sony akan dilangsungkan dua hari lagi. Meskipun, ini bukan pernikahan yang pertama bagiku, tapi rasanya, aku sedikit gugup. Hatiku juga selalu berdebar-debar jika bertemu dengan Mas Sony.Semakin lama mengenal Mas Sony, aku semakin kagum dengan sosoknya. Meskipun sedikit, aku bisa menilai sifat Mas Sony yang tak jauh berbeda dengan Ibunya, sama-sama penyayang. Terlihat, bagaimana cara Mas Sony memperlakukan Zahra dengan lembut. Mas Sony juga selalu memperlakukan aku dengan baik dan sopan. Hanya ada satu kekurangan pada diri Mas Sony, ia terlalu sibuk bekerja hingga jarang sekali memperhatikan aku. Menelponku pun bisa dihitung dengan jari.Mungkin, itu sebabnya, mantan istri Mas Sony meninggalkannya. Tapi, aku berjanji pada diriku sendiri, akan menerima semua kekurangan dan kelebihan Mas Sony. Karena saat ini, bagiku, kesetiaan adalah hal yang paling penting dalam sebuah pernikahan."Gak kerasa ya, Nay, dalam hitungan hari, kamu akhirnya akan menikah
"Iya lah, ini gue. Siapa lagi?" jawabku."Jadi gini ya, rasanya bakal jadi istri seorang CEO. Nikahan aja semewah ini, gimana nanti kalau udah jadi istrinya? Bakal jadi nyonya Sultan deh Lo, Nay.""Bismillah aja, Sis. Doain acara gue nanti lancar ya, Sis. Gue deg-degan banget nih," kataku."Gue dulu juga gitu, Nay, deg-degan banget. Nah, mana pas acara akad nikah si Aska ganteng banget lagi, mirip song Joong Ki, rasanya gue pengen pingsan liat ketampanan si Aska," cerita Siska sambil senyum-senyum sendiri."Dih, orang mah deg-degan karena gugup mau nikah, ini malah karena liat kegantengan Aska, lebay Lo!" kataku memutar bola mata malas."Hehe ... canda kali!""Nay, coba sini yey berdiri!" perintah Kak Rus padaku.Akupun menuruti perintah Kak Rus. Kak Rus memberikan sepasang sepatu cantik berwarna silver yang memang sengaja di desain untukku."Sempurna ..." ucap Kak Rus setelah melihatku berdiri mengenakan sepatu."Wah ... Lo cakep banget, Nay," puji Siska sambil memberikan 2 jempolnya
Aku melerai pelukan dari tubuh kecil Zahra, lalu mencium kening Zahra lembut. Dengan posisiku yang masih duduk di kursi depan penghulu, tubuhku kini sudah sejajar dengan tubuh kecil Zahra."Zahra ... mulai hari ini, panggil Tante dengan sebutan Mama ya, Sayang? Insya Allah, Tante akan jadi Mama yang baik dan sayang sama Zahra," kataku dengan suara parau.Air mata yang sedari tadi aku tahan, akhirnya tumpah sudah."Iya, Mama ..." kata Zahra tersenyum manis. Hatiku langsung terasa hangat, saat Zahra menyebutku dengan panggilan, Mama."Tapi ... kenapa Mama menangis? Mama gak suka ya, punya anak seperti Zahra?"Aku menggeleng cepat. "Enggak, Sayang. Mama suka sekali punya anak seperti Zahra. Mama menangis bukan karena sedih, tapi, karena Mama sangat bahagia punya anak seperti Zahra," kataku, masih dengan suara parau."Zahra juga bahagia. Mulai sekarang, Zahra udah punya Mama seperti teman-teman Zahra di sekolah. Kalau sekolah nanti, Mama anterin Zahra ya?" kata Zahra dengan suara memelas.
Dekorasi dalam gedung hotel ini terlihat begitu mewah dan sempurna. Semua pernak-pernik tertata rapi dengan nuansa serba pink dan putih, sesuai dengan warna kesukaanku dan Mas Sony.Begitu banyak tamu undangan yang hadir, hingga memenuhi semua ruangan gedung hotel ini. Acara pesta pernikahan kami juga di meriahkan oleh salah satu penyanyi solo terbaik tanah air. Aku benar-benar tak menyangka, Bu Maysaroh mempersiapkan acara pesta yang begitu mewah luar biasa. Entah berapa kocek yang dikeluarkan oleh keluarga Bu Maysaroh, aku tak ingin menduga-duga, takut aku pingsan jika tahu nominalnya. Hihihi ...Tepat pukul 20.30 malam, pembawa acara pesta pernikahan ini yang juga pembawa acara paling terkenal di kotaku, menyuruh aku dan Mas Sony menaiki panggung. Aku sedikit gugup, karena ini kali pertama aku menaiki panggung di acara pesta pernikahan. Mas Sony menggenggam erat tanganku, dan mengangguk seolah memberi isyarat untuk ikut dengannya naik ke atas panggung.Dengan perasaan gugup, aku me