"Astaga, Zahra ... kenapa makanannya bisa tumpah begini, lihat tuh baju kamu kotor semua. Papa kan udah bilang, kalau mau ambil makanan bilang!" Sebuah bentakan suara seorang pria mengundang perhatianku. Aku yang sedang duduk menikmati hidangan di acara pernikahan Siska langsung menoleh ke arah sumber suara itu."Maaf papa, tadi Zahra gak sengaja. Zahra udah panggil-panggil papa, tapi papa gak denger," ujar seorang anak kecil cantik dengan berlinang air mata."Terus gimana coba? Papa gak mungkin ngajak kamu pulang, gak enak sama teman-teman Papa yang lain.""Ada apa ya, Mas? Mas jangan bentak-bentak anak kecil, kasihan kan?" tanyaku pada pria yang sedang memarahi anaknya. Karena merasa iba dengan anak itu, aku menghampiri mereka.Pria itu mendengkus kesal, lalu menarik nafas seolah menenangkan amarahnya. " Maaf, Sayang. Papa kebawa emosi," ucap pria itu lalu berjongkok menyeimbangi tubuh putrinya. Ia tersenyum dan menghapus air mata di pipi putrinya."Iya papa, gak papa," kata anak ya
"Nay, kamu lagi ngapain?" tanya Ayah lembut.Aku yang sedang sibuk menulis sambil duduk di teras belakang rumah, langsung menghentikan aktivitasku. Ayah ikut duduk bersama ku sambil membawa dua cangkir teh hangat dengan aroma melati."Aku lagi list data booking jasa WO aku bulan ini, Yah," jawabku tersenyum."Apa usaha WO kamu berjalan lancar, Nay?""Alhamdulillah, Yah. Berkat rekomendasi dari Siska job aku makin banyak. Bulan ini saja sudah full," jawabku."Alhamdulillah, Ayah senang dengarnya. Semoga usaha kamu selalu lancar ya, Nay?""Iya, Yah. Aamiin ...."Setelah acara pernikahan Siska dua bulan yang lalu, kini jasa WO milikku sudah dikenal banyak orang. Semua berkat Siska yang mengaploud foto-foto pernikahannya di media sosial sambil merekomendasikan jasa WO milikku. Aku bersyukur, usaha yang aku rintis ini bisa berkembang cukup baik. Meskipun awalnya, aku sedikit ragu apakah bisa menjalankan usaha ini dengan baik atau tidak. Karena ini adalah pengalaman pertama bagiku menekuni
Hari ini adalah hari yang begitu melelahkan, karena aku harus mondar-mandir mengurus acara pernikahan dan juga acara ulang tahun yang menggunakan jasaku secara bersamaan. Selain paket pernikahan, aku juga menyediakan paket dekorasi untuk acara ulang tahun.Tepat pukul 19.30 malam, aku baru tiba di rumah. Aku sudah memberi tahu Ayah bahwa aku akan pulang sedikit terlambat. Tepat di depan rumahku, terparkir sebuah mobil Pajero sport berwana putih. Aku bingung, siapa pemilik mobil ini. Setahuku, teman ataupun keluarga tak ada yang memiliki mobil jenis ini. Apakah pemilik mobil ini adalah teman Ayah?Setelah turun dari mobilku, aku berjalan menuju ke dalam rumah. Suara seorang wanita sayup-sayup terdengar dari depan teras rumahku."Assalamualaikum ..." ucapku."Waalaikumsalam," jawab Ayah dan seorang wanita paruh baya yang duduk di ruang tamu bersebrangan dengan Ayah.Wanita paruh baya itu tersenyum. Wajahnya teduh, lalu menyuruhku untuk duduk di sampingnya."Kamu baru pulang, Nay?" tanya
"Maaf Bu, apa aku boleh bertanya?" kataku pada Bu Maysaroh."Boleh, Nak Nay. Bertanya banyak pun boleh, dengan senang hati, Ibu akan menjawab. Ibu tahu kamu masih ragu kan? Ibu mengerti, gak akan mudah bagi kamu untuk menerima perjodohan ini begitu saja," jawab Bu Maysaroh lembut.Yang dikatakan Bu Maysaroh memang benar. Beliau seperti bisa membaca isi hatiku saat ini. Tak mungkin bagiku untuk menerima perjodohan ini begitu saja tanpa tahu seluk beluk calon pria yang akan dijodohkan denganku."Bu, anak Ibu seorang duda. Apa saya boleh tahu alasannya, kenapa dia bisa menduda?"Bu Maysaroh menghela nafas dalam. "Mantan istri Sony kabur dengan selingkuhannya. Bahkan dengan tega meninggalkan anaknya Zahra, yang waktu itu baru berumur dua tahun," jawab Bu Maysaroh sendu. Matanya menerawang seolah mengingat peristiwa itu.Aku sedikit terkejut dengan pengakuan Bu Maysaroh. Aku pikir, hanya pria saja yang begitu mudahnya selingkuh dan menyakiti hati seorang wanita. Tapi ternyata tidak, ada ju
"Nay, maaf kalau Ayah bikin kamu tertekan. Ayah gak maksa kamu, kalau seandainya nanti kamu gak cocok dengan anak Bu Maysaroh itu, kamu bisa tolak perjodohan ini. Ayah hanya ingin kamu menemukan kebahagiaan kamu, Nay," kata Ayah setelah kepergian Bu Maysaroh."Iya, Yah. Aku gak papa kok, lagian apa salahnya membuka hati. Jodoh kan gak ada yang tahu, Yah," kataku berusaha tersenyum. Meskipun dalam hati belum bisa menerima perjodohan ini sepenuhnya.Saat ini, aku justru merasa seperti wanita yang kesulitan untuk mendapatkan jodoh. Hingga harus menjalani perjodohan yang mendadak seperti ini. Aku bukannya tak ingin membuka hatiku untuk orang lain, tapi aku memang belum bisa menemukan laki-laki yang cocok untukku.Bukan cocok dalam hal kepribadian dan juga sifat ataupun latar belakang. Tapi, lebih ke keluarga laki-laki itu sendiri. Beberapa kali aku dekat dengan seorang pria, tapi begitulah, orang tua mereka selalu memandang rendah statusku yang seorang janda. Karena hampir semua pria yang
"Tapi ... gue masih gak yakin, Sis. Rasanya berat untuk menikah lagi. Gue takut gagal untuk yang kedua kalinya," kataku."Nay, sesuatu kalau gak dicoba dulu mana tahu? Buktinya gue. Awalnya gue juga ragu mau nikah sama Aska, secara umur Aska dibawah gue. Mana tampangnya masih imut-imut lagi. Pasti tuh ya, banyak cewek yang ngiri sama gue dapetin brondong cakep, tajir pula," ujar Siska antusias."Percaya diri banget sih Lo. Tapi memang sih meskipun umur Lo tua, tapi muka Lo masih keliatan muda tuh, jadi ya gak keliatan lah kalau Lo sama Aska beda umur. Malah kalian kayak seumuran," kataku."Makasih Naya ... Lo tau aja kalau gue awet muda. Lo emang sahabat gue yang paling baik hati. Hari ini kita makan di luar yuk, gue traktir deh, Lo pesen apa aja yang Lo mau entar gue yang bayar," kata Siska tersenyum genit sambil memainkan kedua alisnya."Yaelah, cuma ditraktir doang nih. Katanya udah jadi Nyonya Aska, harusnya Lo ajakin gue shopping lah," kataku."Wah ... ide bagus tuh, yoklah gaske
"Hah!" Mataku membulat saat Zahra menyebut bahwa aku akan menjadi Mamanya. Bu Maysaroh tertawa kecil mendengar pertanyaan dari Zahra untukku, sedangkan Mas Sony wajahnya tampak datar, terkesan biasa saja."Iya, Za. Itupun kalau Tante Naya nya mau," kata Bu Maysaroh lalu melirik ke arahku."Mau ya Tante ... Zahra mau punya Mama. Papa sibuk kerja, gak pernah ada waktu buat main sama Zahra," ucap Zahra dengan tatapan memohon ke arahku.Pertanyaan Zahra membuatku salah tingkah. Aku bingung harus bagaimana cara menjawab pertanyaan dari bocah kecil seperti Zahra ini."Zahra ..." Mas Sony memanggil Zahra pelan, seolah menyuruh anaknya untuk diam."Maaf, Pa," lirih Zahra."Tidak apa-apa, Nak. Namanya juga anak kecil," tukas Ayah terkekeh kecil melihat tingkah polos Zahra yang lucu."Khmm ... bagaimana Pak Danu, apa Bapak menerima perjodohan Sony dan Naya?" tanya Bu Maysaroh. Pak Danu adalah nama Ayahku."Hmm ... untuk masalah itu saya serahkan semua pada Naya. Oh ya, bagaimana dengan Nak Sony
"Bu, Yah, maaf sebelumnya, tapi ... aku mau mengenal Mas Sony lebih dalam dulu. Aku menerima perjodohan ini, tapi bukan berarti kami langsung akan menikah bukan? Aku harap Bu Maysaroh dan Ayah mengerti," kataku pelan.Jujur saja, mendengar kata menikah aku jadi merasa cemas. Bayang-bayang kegagalan selalu menghantui hatiku."Nak Naya tenang saja, Ibu kan hanya mendoakan yang terbaik buat kalian. Gak ada salahnya 'kan? Ibu mengerti, jika kamu ingin mengenal Sony lebih dalam, ya monggo ... ibu manut saja. Yang penting gak akan ada penyesalan seandainya kalian menikah nanti," ujar Bu Maysaroh lembut."Bu Maysaroh benar, Nay. Ayah pun setuju kalau kalian mau saling mengenal dulu, itu lebih baik," kata Ayah ikut menimpali."Terima kasih, Bu, Yah.""Iya, Nay. Sebagai orang tua kami hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaan anak-anaknya," kata Bu Maysaroh bijak."Saya senang mengenal Bu Maysaroh dan juga keluarga. Kalian sangat terbuka, tidak memaksa dengan keinginan kalian," kata