"Maaf Bu, apa aku boleh bertanya?" kataku pada Bu Maysaroh."Boleh, Nak Nay. Bertanya banyak pun boleh, dengan senang hati, Ibu akan menjawab. Ibu tahu kamu masih ragu kan? Ibu mengerti, gak akan mudah bagi kamu untuk menerima perjodohan ini begitu saja," jawab Bu Maysaroh lembut.Yang dikatakan Bu Maysaroh memang benar. Beliau seperti bisa membaca isi hatiku saat ini. Tak mungkin bagiku untuk menerima perjodohan ini begitu saja tanpa tahu seluk beluk calon pria yang akan dijodohkan denganku."Bu, anak Ibu seorang duda. Apa saya boleh tahu alasannya, kenapa dia bisa menduda?"Bu Maysaroh menghela nafas dalam. "Mantan istri Sony kabur dengan selingkuhannya. Bahkan dengan tega meninggalkan anaknya Zahra, yang waktu itu baru berumur dua tahun," jawab Bu Maysaroh sendu. Matanya menerawang seolah mengingat peristiwa itu.Aku sedikit terkejut dengan pengakuan Bu Maysaroh. Aku pikir, hanya pria saja yang begitu mudahnya selingkuh dan menyakiti hati seorang wanita. Tapi ternyata tidak, ada ju
"Nay, maaf kalau Ayah bikin kamu tertekan. Ayah gak maksa kamu, kalau seandainya nanti kamu gak cocok dengan anak Bu Maysaroh itu, kamu bisa tolak perjodohan ini. Ayah hanya ingin kamu menemukan kebahagiaan kamu, Nay," kata Ayah setelah kepergian Bu Maysaroh."Iya, Yah. Aku gak papa kok, lagian apa salahnya membuka hati. Jodoh kan gak ada yang tahu, Yah," kataku berusaha tersenyum. Meskipun dalam hati belum bisa menerima perjodohan ini sepenuhnya.Saat ini, aku justru merasa seperti wanita yang kesulitan untuk mendapatkan jodoh. Hingga harus menjalani perjodohan yang mendadak seperti ini. Aku bukannya tak ingin membuka hatiku untuk orang lain, tapi aku memang belum bisa menemukan laki-laki yang cocok untukku.Bukan cocok dalam hal kepribadian dan juga sifat ataupun latar belakang. Tapi, lebih ke keluarga laki-laki itu sendiri. Beberapa kali aku dekat dengan seorang pria, tapi begitulah, orang tua mereka selalu memandang rendah statusku yang seorang janda. Karena hampir semua pria yang
"Tapi ... gue masih gak yakin, Sis. Rasanya berat untuk menikah lagi. Gue takut gagal untuk yang kedua kalinya," kataku."Nay, sesuatu kalau gak dicoba dulu mana tahu? Buktinya gue. Awalnya gue juga ragu mau nikah sama Aska, secara umur Aska dibawah gue. Mana tampangnya masih imut-imut lagi. Pasti tuh ya, banyak cewek yang ngiri sama gue dapetin brondong cakep, tajir pula," ujar Siska antusias."Percaya diri banget sih Lo. Tapi memang sih meskipun umur Lo tua, tapi muka Lo masih keliatan muda tuh, jadi ya gak keliatan lah kalau Lo sama Aska beda umur. Malah kalian kayak seumuran," kataku."Makasih Naya ... Lo tau aja kalau gue awet muda. Lo emang sahabat gue yang paling baik hati. Hari ini kita makan di luar yuk, gue traktir deh, Lo pesen apa aja yang Lo mau entar gue yang bayar," kata Siska tersenyum genit sambil memainkan kedua alisnya."Yaelah, cuma ditraktir doang nih. Katanya udah jadi Nyonya Aska, harusnya Lo ajakin gue shopping lah," kataku."Wah ... ide bagus tuh, yoklah gaske
"Hah!" Mataku membulat saat Zahra menyebut bahwa aku akan menjadi Mamanya. Bu Maysaroh tertawa kecil mendengar pertanyaan dari Zahra untukku, sedangkan Mas Sony wajahnya tampak datar, terkesan biasa saja."Iya, Za. Itupun kalau Tante Naya nya mau," kata Bu Maysaroh lalu melirik ke arahku."Mau ya Tante ... Zahra mau punya Mama. Papa sibuk kerja, gak pernah ada waktu buat main sama Zahra," ucap Zahra dengan tatapan memohon ke arahku.Pertanyaan Zahra membuatku salah tingkah. Aku bingung harus bagaimana cara menjawab pertanyaan dari bocah kecil seperti Zahra ini."Zahra ..." Mas Sony memanggil Zahra pelan, seolah menyuruh anaknya untuk diam."Maaf, Pa," lirih Zahra."Tidak apa-apa, Nak. Namanya juga anak kecil," tukas Ayah terkekeh kecil melihat tingkah polos Zahra yang lucu."Khmm ... bagaimana Pak Danu, apa Bapak menerima perjodohan Sony dan Naya?" tanya Bu Maysaroh. Pak Danu adalah nama Ayahku."Hmm ... untuk masalah itu saya serahkan semua pada Naya. Oh ya, bagaimana dengan Nak Sony
"Bu, Yah, maaf sebelumnya, tapi ... aku mau mengenal Mas Sony lebih dalam dulu. Aku menerima perjodohan ini, tapi bukan berarti kami langsung akan menikah bukan? Aku harap Bu Maysaroh dan Ayah mengerti," kataku pelan.Jujur saja, mendengar kata menikah aku jadi merasa cemas. Bayang-bayang kegagalan selalu menghantui hatiku."Nak Naya tenang saja, Ibu kan hanya mendoakan yang terbaik buat kalian. Gak ada salahnya 'kan? Ibu mengerti, jika kamu ingin mengenal Sony lebih dalam, ya monggo ... ibu manut saja. Yang penting gak akan ada penyesalan seandainya kalian menikah nanti," ujar Bu Maysaroh lembut."Bu Maysaroh benar, Nay. Ayah pun setuju kalau kalian mau saling mengenal dulu, itu lebih baik," kata Ayah ikut menimpali."Terima kasih, Bu, Yah.""Iya, Nay. Sebagai orang tua kami hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kebahagiaan anak-anaknya," kata Bu Maysaroh bijak."Saya senang mengenal Bu Maysaroh dan juga keluarga. Kalian sangat terbuka, tidak memaksa dengan keinginan kalian," kata
Siang ini, aku masih bingung memilah-milih baju untuk aku pakai saat pergi bersama Mas Sony nanti. Aku bukannya ingin terlihat cantik, hanya saja, aku memang sedikit tidak percaya diri. Dan akhirnya, aku memilih menggunakan kemeja motif bunga-bunga berwarna pink yang aku padukan dengan celana kulot hitam panjang. Tak lupa, aku menggunakan blezer hitam agar serasi dengan dengan celana kulot panjang yang aku pakai.Aku ingin menjaga penampilanku di depan Mas Sony nanti agar terlihat lebih sopan dan elegan. Karena ini adalah kali pertama kami jalan keluar bersama. Tepat pukul 13.00 suara mobil berhenti tepat di depan halaman rumahku. Aku yakin, itu pasti mobil Mas Sony.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu membuatku semakin gugup. Aku membuang nafas panjang, untuk menetralkan degup jantungku. Setelah sedikit tenang, barulah aku melangkah menuju ke depan untuk membuka pintu."Tante Naya ..." Aku yang baru membuka pintu langsung di kejutkan dengan kedatangan Zahra yang tiba-tiba saja memeluk
Setelah hampir setengah hari mengelilingi pusat perbelanjaan bersama Mas Sony dan juga Zahra, kami memutuskan untuk pulang. Kami juga menyempatkan waktu untuk makan siang bersama Siska dan juga Aska.Selama perjalanan menuju pulang ke rumah, aku dan Mas Sony sama-sama diam. Zahra sendiri saat ini sudah tertidur lelap di pangkuanku. Setelah mengetahui bahwa Mas Sony adalah seorang CEO di PT. Wijaya Kusuma, aku jadi rendah diri dan merasa segan. Rasanya, aku masih tak menyangka bahwa Mas Sony adalah seorang CEO di perusahaan besar.Jujur saja, seketika nyali ini menciut dengan rencana perjodohan ini. Aku yang hanya seorang janda dan dari kalangan keluarga biasa, rasanya tak sepadan apabila bersanding dengan Mas Sony."Nay, kamu kenapa, kok dari tadi diem aja?" tanya Mas Sony membuyarkan lamunanku. Mas Sony berbicara sambil tangannya tetap fokus memegang setir mobil."Eh, aku gak papa kok, Mas," jawabku salah tingkah."Oh ya, Nay. Kita mampir sebentar ya ke rumahku. Aku mau antar Zahra d
"Nay," panggil Mas Sony membuyarkan lamunanku.Karena sibuk memandang kagum rumah ini, aku sampai tak sadar jika Mas Sony kini sudah di luar mobil dan membukakan pintu mobil untukku."Eh, iya, Mas.""Ayo turun, aku gendong Zahra dulu," kata Mas Sony sambil memindahkan Zahra dari pangkuanku ke dalam gendongannya.Aku berjalan mengikuti langkah Mas Sony di belakang. Perasaan gugup tiba-tiba saja mulai mendera hatiku."Loh, kalian udah pulang?" tanya Ibu setelah kami sampai di ruang tamu. Lagi-lagi, mata ini kembali takjub melihat isi rumah Mas Sony yang tak kalah mewahnya dari luar."Iya, Bu, aku mau antar Zahra ke kamarnya dulu. Kayaknya dia kecapean," kata Mas Sony lalu pergi meninggalkan aku dan ibunya."Ya ampun ... saking senengnya itu Zahra sampai ketiduran. Pasti kalian abis bersenang-senang ya? Ayo sini duduk, Nay," ujar Ibu sambil menyuruhku duduk disampingnya."Mbok, buatkan minum untuk kami ya?" kata Ibu menyuruh seorang wanita paruh baya yang sedari tadi berdiri diantara kam