Hari ini adalah hari yang istimewa untuk keluarga Bu Maysaroh. Karena hari ini adalah hari perayaan pesta ulang tahun untuk cucunya, Zahra. Karena rumah Bu Maysaroh cukup besar, ulang tahun Zahra akhirnya di rayakan di rumah saja. Kondisi Naya yang sedang hamil muda pun tak memungkinkan untuk bolak-balik ke sana-sini jika harus dirayakan di luar.Karena kondisi Naya saat ini belum stabil, kelelahan sedikit saja membuat tubuhnya lemah. Semua persiapan pesta ulang tahun untuk Zahra pun, Bu Maysaroh yang menyiapkan segalanya. Bu Maysaroh pun mengerti dengan kondisi menantu kesayangannya itu. Tak masalah baginya, sebab mengurus segala sesuatu bisa dibantu oleh anak buah dan juga asisten rumah tangga di rumahnya."Wah, kamu cantik sekali, Sayang," puji Naya pada Zahra, putri kecilnya itu."Terima kasih, Mama." Zahra yang mendapat pujian dari Mamanya itu pun tersipu malu.Hati Zahra benar-benar bahagia saat ini, karena impiannya untuk merayakan pesta ulang tahun bersama Mamanya pun akhirnya
Disisi lain, Bu Hanin sedang menangis sesenggukan. Entah sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan setelah kecelakaan yang menimpa putri satu-satunya itu. Bu Hanin tak menyangka, karena ucapannya dalam hati bahwa Anggun akan berubah setelah mendapat teguran dari Tuhan, kini Tuhan benar-benar memberi teguran untuk Anggun.Dan Bu Hanin berharap, setelah kecelakaan yang menimpa Anggun saat ini bisa merubah sifat buruk putrinya nanti. Karena kondisi Anggun saat ini benar-benar sangat memprihatinkan. Bukan hanya luka fisik yang Anggun dapatkan, tapi juga batinnya yang saat ini sedang butuh disembuhkan.Bu Hanin saat ini sedang duduk menatap Anggun yang sedang berbaring dengan pandangan kosong. Setelah dua hari koma, Anggun kini sudah tersadar. Matanya terbuka, tapi mulutnya sama sekali tak mau mengeluarkan sepatah katapun. Diajak bicara pun, ia seperti tak merespon. Karena matanya hanya memandang kosong ke arah langit-langit kamar perawatan tempatnya di rawat saat ini."Bagaimana kond
"Kamu belum tidur, Nay?" tanya Sony yang tiba-tiba terbangun. Ia tak sengaja melihat istrinya Naya yang sedang berbaring tapi matanya belum terpejam."Belum, Mas, aku gak bisa tidur," jawab Naya pelan."Kenapa? Apa ada sesuatu yang lagi kamu pikirin?""Enggak ada sih, Mas. Mungkin bawaan hamil, jadi susah tidur, Mas."Sony membelai rambut Naya dengan lembut. Selama hamil, Naya memang sulit tidur di malam hari. Apalagi mendengar kabar tentang kecelakaan Anggun, membuat Naya menjadi gelisah."Mas, kira-kira gimana ya keadaan Anggun sekarang?""Untuk apa kamu mikirin Anggun, Nay?" Seperti dugaan Sony, Naya pasti sedang memikirkan Anggun."Gak tahu, Mas. Tiba-tiba kepikiran aja. Kasian juga kalau dia kenapa-kenapa.""Nay, kamu gak perlu mikirin keadaan wanita itu. Coba seandainya keadaan dibalik, apa dia mau memikirkan keadaan kamu? Pasti enggak, Nay. Jadi biarkan saja, untuk apa kita mikirin dia lagi," kata Sony."Iya, Mas, maaf.""Aku gak marah sama kamu, Nay. Kenapa kamu harus minta ma
Dua hari kemudian ...."Astaghfirullah ..." ucap Pak Abu sambil memegangi dadanya yang sebelah kiri. Jantungnya tiba-tiba terasa berdenyut sakit."Pak, Bapak gak papa?" tanya Ardi cemas.Pak Abu benar-benar terkejut mendengar informasi tentang Anggun yang baru saja di sampaikan oleh Ardi. Pak Abu tak menyangka, ketiga anak yang dilahirkan oleh Anggun memiliki ayah yang berbeda-beda. Bahkan, selama ini, Anggun hidup menjadi wanita simpanan para pria yang telah beristri. Pantas saja Anggun bisa terkena penyakit kelamin. Mungkin itu efek dari Anggun yang suka berganti-ganti pasangan. Pikir Pak Abu.Dan yang membuat jantung Pak Abu bertambah sakit, ternyata, istri Sony saat ini adalah wanita yang pernah Anggun sakiti hatinya. Pak Abu tak habis pikir, dengan takdir rumit yang dijalani putrinya itu. Memikirkannya saja membuat jantung Pak Abu semakin sakit."Saya gak papa, Ar. Tolong, ambilkan obat saya di dalam tas itu," kata Pak Abu sambil menunjuk tas yang biasa ia bawa bekerja.Pak Abu m
POV Kenzie["Jadi gue denger, si Mayang itu meninggal karena sakit kelamin. Gue bener-bener takut, Ken. Gue takut ketularan penyakitnya Mayang. Lo sendiri gimana, Ken? Apa Lo juga masih suka berhubungan dengan Mayang?"]Pertanyaan dari Edo membuat jantungku semakin berpacu lebih cepat, seluruh tulang dalam tubuh pun tiba-tiba melemas. Ternyata, penyakit yang aku derita saat ini karena tertular dari Mayang. Selama menjalani pengobatan, kondisi ku memang sudah mulai sedikit membaik. Tapi, mendengar kabar Mayang meninggal, aku jadi takut dan juga cemas. Bagaimana jika aku sampai meninggal seperti Mayang?["Ken, Lo masih dengerin gue gak?"] tanya Edo dari seberang telepon yang seketika membuyarkan lamunanku."Eh, i ... iya, Do. Gue masih denger kok," jawabku terbata.["Gimana, Ken, apa Lo masih berhubungan sama Mayang?"] tanya Edo lagi.Aku bingung harus jawab apa. Malu rasanya jika aku mengaku pada Edo bahwa aku tertular penyakit dari Mayang. Yang ada, aku akan jadi bahan ghibahan anggot
"Kamu sudah pulang, Ken?" tanya Ibu dengan wajah terlihat cerah."Iya, Bu. Oh ya, kok warung pecelnya udah tutup, Bu? Apa gak laku ya?" tanyaku merasa heran. Karena biasanya, Ibu menutup warung sebelum magrib. Jam di dinding baru menunjukkan pukul 16.00 sore."Siapa bilang? Warung Ibu laris banget malah, jam dua siang tadi sudah tutup. Sayang, Ibu gak punya persediaan sayur dan bahan pecel. Kalau ada kan lumayan tadi, buat nambahin penghasilan," jawab Ibu, sambil mengulas senyuman di bibirnya.Melihat wajah Ibu yang terlihat senang, akupun ikut merasa senang. Apalagi mendengar dagangan Ibu laris, rasa lelah sepulang dari bekerja seketika menghilang."Alhamdulillah, ya, Bu. Aku senang dengernya.""Iya, Ken. Ibu jadi bisa nabung dikit-dikit. Oh ya, Ken, tadi Bu Rini tetangga depan rumah itu nawarin rumahnya buat di sewakan. Gimana kalau kita sewa aja, Ken? Halamannya lumayan luas, Ibu bisa buka warung di depan rumahnya. Kalau disini kan sempit, Ken, mau lewat saja susah," jelas Ibu.Kon
Aku menggeleng cepat, menyadarkan diri dari lamunan. Aku tak ingin berpikir yang tidak-tidak, aku harus berusaha untuk bersikap tetap tenang. Meskipun dalam hati, aku benar-benar takut, jika kenyataan itu benar adanya. Bahwa aku mandul.Aku kembali melanjutkan pekerjaanku. Berita tentang kehamilan Naya barusan benar-benar mengganggu konsentrasiku bekerja. Rasa sesal di masa lalu kembali hadir. Jika memang benar aku mandul, aku benar-benar bodoh karena dulu telah mengkhianati Naya. Aku yakin, meskipun dulu Naya tahu bahwa aku mandul, pastilah ia akan tetap menerima diriku apa adanya.Karena yang kutahu, Naya adalah tipe wanita yang setia. Tapi sekarang, kenyataan ini justru seolah-olah baru terkuak. Jika sudah begini, siapa wanita yang mau menjadi istriku? Andai saja, aku tak bodoh dan bisa menahan nafsuku, pastilah hidupku bersama dengan Naya masih baik-baik saja hingga kini. Meskipun kami belum diberikan kepercayaan keturunan.Tapi, semua sudah berlalu. Wanita yang masih sangat aku c
"Ken, saya tahu Anggun pernah menyakiti hati kamu. Maka dari itu, saya mewakili Anggun ingin meminta maaf sama kamu. Tolong, maafkan anak saya dengan tulus," ucap Pak Abu dengan tatapan memohon.Untuk pertama kalinya, aku mendengar Pak Abu berbicara. Bahkan, ia sampai mau memohon untuk memaafkan kesalahan Anggun padaku. Tapi, aku bingung, apa Pak Abu dan Bu Hanin sudah tahu tentang masalahku dengan Anggun?Tapi jika dipikir, pastilah mereka sudah tahu tentang masalahku dengan Anggun. Tak mungkin mereka tiba-tiba minta maaf jika tak tahu apa yang terjadi pada kami. Aku menghela nafas panjang, bingung harus menjawab apa. Karena sejujurnya, sulit bagiku untuk memaafkan Anggun. Tapi disisi lain, aku juga tak boleh egois. Aku sendiri memiliki banyak kesalahan di masa lalu. Jika aku tak bisa memaafkan kesalahan Anggun, lalu, bagaimana dengan Naya yang sudah aku sakiti hatinya?Aku tak ingin menjadi manusia kejam, apalagi, aku sudah berusaha untuk bertaubat. Pasti kedua orang tua Anggun akan
âď¸Dan hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba juga. Sony dan Naya memutuskan untuk merayakan ulang tahun Zahra di hotel bintang lima. Sebab, di acara ulang tahun Zahra kali ini, Sony dan Naya mengundang semua karyawan di perusahaannya tanpa terkecuali.Tema perayaan ulang tahun Zahra kali ini bernuansa Mickey mouse. Sesuai dengan tokoh Disney kesukaan Zahra. Zahra merasa sangat senang, sebab setiap keinginannnya selalu dipenuhi oleh Papa dan Mamanya. Dan yang lebih membuat Zahra bahagia, akhirnya ia bisa mengundang Anggun yaitu Mama kandung yang mulai ia sayangi itu."Selamat ulang tahun, cucu Oma dan Opa," ucap Bu Hanin yang didampingi oleh Pak Abu. Bu Hanin dan Pak Abu mencium Zahra secara bergantian."Terima kasih, Pak, Bu, karena kalian semua sudah datang," ucap Bu Maysaroh."Sama-sama, Bu. Kami sangat senang, karena kalian mau mengundang kami," ucap Bu Hanin.Ucapan Bu Hanin sebenarnya tulus. Tapi bagi keluarga Bu Maysaroh justru terdengar seolah sindiran bagi mereka. Mereka
âď¸POV AuthorSony memandang wajah Naya yang sedang tertidur pulas sambil memeluk kedua anaknya, Adam dan Aisyah. Di tangan kanan Naya ada Adam dan di tangan kirinya Aisyah. Belum lagi, ada Zahra yang ikut-ikutan tertidur pulas di samping adiknya, Aisyah. Naya tertidur pulas dengan wajah yang terlihat sangat kelelahan. Mulutnya terlihat sedikit terbuka, dan terdengar suara dengkuran halus keluar dari mulutnya. Membuat Sony terkekeh kecil melihat posisi tidur Naya yang menurutnya terlihat lucu itu.Sony mengabadikan momen tidur istri dan anak-anaknya dengan kamera ponsel miliknya. Foto itu akan Sony simpan sebagai kenangan jika di kantor Sony merasa rindu dengan keluarganya di rumah. Bagi Sony, Naya tetap terlihat cantik meskipun dalam kondisi jelek sekalipun.Pastilah tak mudah bagi Naya untuk mengurus ketiga buah hatinya. Seperti saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 malam. Tapi, ketiga anak Sony dan Naya baru tertidur setelah puas bermain. Dan tanpa sadar, Naya pun ikut keti
âď¸Hari ini, adalah hari putusan sidang tentang kasus meninggalnya Maryam. Aku datang didampingi oleh Bapak mertua. Beberapa kali sidang, kami sempat membawa Ibu mertua. Tapi, beliau sering mengamuk jika bertemu dengan pelaku. Setiap jalannya sidang, orang tua Maryam memang selalu menyempatkan untuk hadir di persidangan.Mereka sama denganku, ingin tahu tentang perkembangan kasus Maryam. Berulang kali, Ibu dan Bapak mengucapkan terima kasih padaku setelah mengetahui tentang fakta bahwa Maryam pernah mengalami pemerkosaan oleh pelaku. Mereka mengucapkan terima kasih sebab aku telah menerima Maryam apa adanya. Sebab selama ini, aku dan Maryam memang menutup rapat tentang aib itu.Saat sidang sebelumnya, aku membeberkan tentang kasus perkosaan yang diterima Maryam di masa lalu, untuk menambah berat masa hukuman yang diterima oleh pelaku. Itulah sebabnya orang tua Maryam bisa mengetahui fakta yang sesungguhnya. Karena hanya akulah saksi kunci. Aku juga menyerahkan buku diary milik Maryam
âď¸Mataku tertuju pada lembar halaman tulisan Maryam yang terakhir. Sebab pada catatan itu, tertulis jelas namaku. Mataku langsung memanas, membaca tulisan Maryam yang ditujukan untukku.Ungkapan hatiku untuk Mas KenzieMas Kenzie, aku mencintaimu dengan segala kekuranganmu.Terima kasih telah mencintaiku.Terima kasih telah menyayangiku.Terima kasih telah menjagaku.Terima kasih telah menjadi pelindung untukku.Terima kasih telah menjadi penyelamat hidupku.Terima kasih telah menerima segala kekuranganku.Terima kasih atas cinta tulusmu.Dan masih banyak ucapan terima kasih lainnya yang tak bisa aku ungkapkan untukmu.Kamu lelaki kedua yang ada di dalam hatiku setelah Bapak.Aku memintamu, Mas.Dan cinta ini, akan aku bawa sampai mati ....Begitulah isi cacatan terakhir Maryam di buku diary miliknya. Membuat air mataku seketika mengalir deras. Dada ini semakin sesak dibuatnya. Dan ternyata, bukan hanya itu saja. Masih banyak catatan lain yang berisi tentang diriku. Semua Maryam ceri
âď¸"Pak, Bu, maafkan saya. Sebab saya tidak bisa menjaga Maryam dengan baik," ucapku menunduk.Saat ini, kami semua sudah berada di rumah. Kami semua saat ini sedang berkumpul di ruang tamu."Sudah, Ken. Ini sudah jadi takdir Tuhan. Meskipun saya kecewa, tapi semua tak akan merubah keadaan," ucap Bapak."Lalu, bagaimana dengan pelaku yang sudah mencelakai Maryam? Apa sudah tertangkap?" tanya Bapak."Sudah, Pak. Kemarin, pelaku sudah diamankan oleh pihak kepolisian," jawabku."Syukurlah, setidaknya, pelakunya harus dihukum sesuai dengan perbuatannya pada anak kami," ucap Bapak."Kami sangat berterima kasih sama kamu, Ken. Karena selama ini sudah bertanggung jawab membahagiakan anak kami. Hampir setiap hari, Maryam telepon kami. Maryam selalu menceritakan tentang kamu," ucap Bapak dengan suara serak."Benarkah?" tanyaku lirih.Aku tak menyangka, Maryam selalu menceritakan tentang aku pada Bapak dan Ibu. Padahal, selama ini Maryam sama sekali tak pernah bercerita padaku. Bahkan, Maryam h
âď¸Aku masih menunggu di luar ruangan ICU dengan cemas. Perasaanku bercampur aduk. Dalam hati tak henti-hentinya melantukan doa untuk kekasih hatiku yang saat ini sedang berjuang nyawa.Dini yang berada di sampingku mengusap pundakku pelan. Seolah memberikan aku dukungan agar tetap kuat. Tak sengaja aku melirik ke arah Dini, ternyata adikku itu sudah menitikkan air mata."Kenzie!" panggil suara yang sepertinya tak asing. Lalu aku menoleh ke arah sumber suara itu."Bapak, Ibu," ucapku. Ternyata orang tua Maryam baru tiba di rumah sakit.Semalam, aku telah menceritakan perihal kejadian ini pada kedua mertuaku. Dan malam ini, sepertinya mereka baru tiba. Karena memang jarak dari kampung halaman mereka untuk sampai di kota ini cukup jauh."Gimana keadaan Maryam, Ken?" tanya Ibu yang terlihat sudah berlinang air mata.Aku menundukkan kepala, tak sanggup untuk menceritakan tentang kondisi Maryam saat ini. Pastilah perasaan mereka sama hancurnya denganku jika tahu bagaimana keadaan Maryam sa
"Bagaimana, Ken? Apa benar, polisi sudah menangkap pelakunya?" tanya Ibu tak sabar, saat aku baru tiba di rumah sakit."Benar, Bu. Pelakunya sudah tertangkap," jawabku lirih sambil duduk di kursi tunggu depan ruangan Maryam saat ini dirawat."Terus, siapa pelakunya?"Sulit rasanya, untuk menjawab pertanyaan dari Ibu. Aku tak mungkin menceritakan secara detail tentang kasus ini pada Ibu. Yang ada, Ibu akan berpikir macam-macam tentang Maryam. Biarlah, aib Maryam dimasa lalu cukup aku saja yang tahu."Ken, kok gak jawab pertanyaan Ibu?""Aku gak kenal dengan pelakunya, Bu.""Aneh, kalau gak kenal, kenapa bisa kejadian begini? Apa jangan-jangan, pelakunya itu selingkuhan Maryam?" tanya Ibu yang seketika membuatku terkejut sekaligus marah."Bu, bisa gak, Ibu gak menuduh Maryam yang aneh-aneh. Maryam sekarang lagi kritis, Bu. Lagi berjuang antara hidup dan mati, jadi tolong, jangan berpikir negatif dengan Maryam!" ucapku tak terima."Loh, Ibu kan cuma bertanya, apa salahnya? Lagian kamu it
âď¸"Arrghh ... !" Aku berteriak kesetanan saat para polisi memegangi tubuhku untuk menjauh dari dua orang biadab itu."Pak, tenang, Pak!" teriak salah seorang polisi yang sedang memegangi ku. Tapi, aku tetap berusaha ingin lepas dan maju untuk menghajar pelaku yang sudah membuat istriku terluka. Bahkan, saat ini istriku sedang bertaruh nyawa di ranjang rumah sakit. Itu semua akibat ulah pria biadab itu.Pak polisi menyeret tubuhku dengan paksa untuk menjauh dan keluar dari ruangan tadi. Aku benar-benar tak bisa mengendalikan amarahku. Bagaimana tidak, salah satu pria yang duduk itu wajahnya masih sangat aku kenali. Dia adalah Dion. Mantan pacar Maryam yang dulu pernah bertengkar denganku.Dan aku yakin, pria paruh baya yang duduk di samping Dion itu adalah Ayahnya. Pria bejat yang sudah memperkosa Maryam dulu. Hingga membuat Maryam depresi dan hampir bunuh diri.Aku terduduk di sebuah kursi dengan pikiran kacau balau. Antara emosi, marah, dan juga dendam. Rasanya belum puas, jika belu
âď¸"Ken, gimana keadaan Maryam?" tanya Ibu yang baru datang bersama Dini. Aku sendiri masih duduk di depan ruang ICU, karena kondisiku juga ikut melemah setelah melakukan pendonoran darah untuk Maryam."Maryam masih kritis, Bu," jawabku lemah.Hingga saat ini, keadaan Maryam memang belum menunjukkan kemajuan. Maryam masih kritis dan belum juga sadarkan diri."Memangnya, apa yang terjadi, Ken? Kenapa bisa seperti ini?""Ceritanya panjang, Bu. Intinya ada orang jahat yang mau mencelakakan kami. Maryam bisa seperti ini juga karena aku, Bu. Maryam ... sudah menyelamatkan nyawa aku, Bu," jelasku dengan suara serak. Tak lama, air mata keluar dari sudut mataku.Aku memang benar-benar tak bisa lagi menahan kesedihan. Aku benar-benar sangat takut. Takut jika Maryam meninggalkan aku. Kami belum lama menikah, tapi, begitu banyak cobaan yang datang silih berganti. Dan puncaknya, inilah cobaan terberat dan yang paling menakutkan untukku.Aku takut ....Takut jika Maryam sampai pergi meninggalkan k