Hari itu, seorang remaja dengan penampilan lusuh dan eskpresi malas baru saja memasuki gerbang sekolah. Padahal, ini adalah hari pertama sekolah setelah liburan semester. Seperti biasa, tidak ada seorang pun yang menganggap kehadirannya di sekolah ini.
Meski sejatinya, ia memiliki rupa yang tampan. Hanya saja, ia terlalu cuek dengan penampilannya dan ditambah dengan ekspresinya yang terkesan pemalas, membuat orang yang menatapnya akan langsung merendahkannya tanpa terkecuali.
Cowok tersebut bernama, Awan.
Naman lengkapnya? Ya, Awan!
Bukankah itu nama yang terlalu singkat? Tapi, memang itu nama yang diberikan oleh orang tuanya.
Tiga semester berada di sekolah ini, Awan sudah terbiasa dengan tatapan acuh semua orang terhadap dirinya dan tidak pernah mempedulikan semua itu. Hari itu, ia merasakan perasaan yang sangat aneh.
TIba-tiba saja, semua orang memperhatikan dirinya. Bahkan, orang yang tidak dikenalnya sekalipun, juga ikut-ikutan memandangnya. Tapi, bukan pandangan baik layaknya seorang artis populer yang banyak mendapat sanjungan dan tatapan kagum di manapun mereka berada.
Awan sangat familiar dengan tatapan seperti ini. Tatapan ini? Itu adalah tatapan yang penuh hinaan dan memandang rendah dirinya. Seolah-olah dirinya adalah makhluk hina yang dapat diinjak dan tidak pantas dipandang seperti manusia.
Lagian, bagaimana mungkin Awan tidak familiar dengan tatapan seperti ini? Di rumah, setiap hari ia mendapatkan tatapan yang sama dari ibu tirinya dan bahkan lebih dari itu.
Awan yang seharusnya menjadi pangeran di rumahnya sendiri. Tapi, semenjak kematian ibunya dan ayahnya menikah lagi dengan Silvi, ibu tirinya saat ini. Setiap hari Awan mendapat perlakuan tidak manusiawi.
Dibilang sebagai pembantu, tidak tepat! Karena Awan diperlakukan jauh lebih buruk dari itu.
Jika seorang pembantu masih mendapat gaji bulanan dan mereka masih memiliki jam istirahat. Awan justru diperlakukan sebagai budak di rumahnya sendiri. Setiap harinya, ia harus bekerja dua kali lebih berat dari pembantu pada umumnya.
Apa Awan tidak memberontak atau ayahnya tidak pernah membelanya?
Tentu saja ada keinginan seperti itu. Hanya saja, ia tidak 'bisa' melakukannya.
Semua itu terjadi setelah ayahnya, Cipta Mahendra mengungkapkan sebuah rahasia besar sebelum ia memutuskan untuk menikahi ibu tirinya yang sekarang. Kalau sebenarnya, Awan bukanlah anak kandungnya.
Ibunya ternyata sudah hamil ketika menikah dengan Cipta Mahendra. Tidak diketahui siapa sosok pria yang telah menghamili ibunya. Namun, karena cintanya pada ibu Awan, Cipta Mahendra menerima kondisi ibu Awan dengan lapang dada.
Kehidupan mereka begitu harmonis. Hingga kecelakaan tragis empat tahun lalu yang telah merenggut nyawa ibunya.
Cipta Mahendra begitu depresi, kehilangan sosok wanita yang ia cintai.
Begitupun dengan Awan. Semenjak kematian ibunya, Awan perlahan berubah menjadi sosok yang dingin dan tidak peduli dengan apapun.
Kehidupan harmonis dan penuh kebahagiaan dalam keluarga yang kini hanya terdiri dari dua orang ini, berubah muram!
Sampai akhirnya, ayah Awan bertemu dengan Silvi yang berhasil membangkitkan gairah hidup Cipta Mahendra kembali.
Setelah beberapa waktu menjalin hubungan, membuat keduanya mantab memutuskan untuk menikah.
Hanya saja, rencana tersebut sempat ditentang oleh Awan awalnya. Sejak perkenalan pertama, Awan langsung tidak suka dengan Silvi, meskipun calon ibu tirinya itu begitu cantik dan memiliki tubuh yang sangat indah.
Namun, karena pandainya Silvi membujuk Cipta Mahendra, membuat sang ayah bersikeras dengan keputusannya dan akhirnya berhasil menekan Awan. Tentu saja, Cipta Mahendra menggunakan rahasia yang selama ini ia simpan.
Sebuah pengakuan yang membuat Awan sangat syok dan semakin terpuruk.
Ia tidak menyangka, telah hidup dengan kebohongan besar selama ini. Orang yang ia anggap sebagai ayah kandung, ternyata bukan ayahnya.
Seharusnya, ia sudah bisa menebak sedari awal. Kenapa ia tidak menyandang nama Mahendra seperti nama belakang ayahnya?
Bagaimanapun, Awan memiliki otak yang sangat encer. Hanya saja, ia terlalu mempercayai ucapan ibunya yang mengatakan, "Nama itu adalah nama lelaki yang ibu cintai."
Saat itu, ia masih kecil dan masih polos. Awan mengira, ibunya memberi namanya karena sangat menyayanginya. Sehingga, saat Cipta Mahendra mengungkapkan semua itu, dunia Awan seakan hancur. Selama ini, ia percaya bahwa Cipta Mahendra adalah ayah kandungnya dan akan selalu menjadi penyokongnya, meski tidak ada lagi sosok ibunya di tengah mereka.
Setelah mengetahui kenyataan sebenarnya, apa yang bisa dilakukan Awan? Ia tidak ubahnya seperti orang yang menumpang hidup dalam rumah Cipta Mahendra.
Awan merasa bahwa ia kini sendirian!
Awan pun tidak memiliki alasan lagi untuk menentang pernikahan 'ayah'nya dengan Silvi.
Adapun, alasan Awan menentang hubungan keduanya, karena sejak awal, Awan sudah memiliki firasat kalau ibu tirinya itu bukan wanita baik-baik yang cocok untuk mendampingi sosok ayahnya. Meskipun Silvi memiliki rupa yang cantik, semua itu hanya kedok untuk menyembunyikan karakter aslinya.
Jika digambarkan, sosok Silvi tidak ubahnya sebagai sosok wanita penggoda yang suka menaklukan laki-laki hidung belang dengan kecantikan dan keindahan tubuhnya.
Kecurigaan Awan terbukti, tidak lama setelah pernikahan mereka, Silvi mulai menunjukkan karakter aslinya.
Ibu tirinya itu mulai berlagak seperti nyonya rumah dan mengendalikan seisi rumah.
Yang membuat Awan sakit hati, Silvi bahkan juga menempati kamar yang dulu milik ibunya. Tidak berhenti sampai di situ, Silvi juga memaksa Awan pindah dari kamarnya dan tinggal di kamar pembantu yang ada di belakang rumah dan tentu saja, Silvi juga memperlakukan Awan tidak lebih sebagai pembantu rumah yang bisa diperintah sesuka hatinya.
Ayahnya? Tidak membela Awan sama sekali. Pria itu menjadi sosok yang sangat asing bagi Awan saat ini. Sepertinya, Cipta Mahendra sudah tunduk sepenuhnya di bawah kendali sang istri.
Ketika memikirkan semua itu, hati Awan menjadi sakit.
Tapi, ia tidak bisa melakukan apa-apa.
Bagaimana pun, ia masih bergantung pada mereka. Terutama untuk biaya pendidikannya. Awan masih teringat dengan pesan mendiang ibunya, bahwa ia harus menyelesaikan pendidikannya dan menjadi orang sukses di masa depan.
Selain itu, Awan tidak bisa pergi meninggalkan rumah yang menyimpan banyak kenangannya bersama sang ibu. Setiap kali, Awan hampir kehilangan kesabaran, ia selalu teringat dengan mendiang ibunya. Hampir di setiap sudut rumah ada kenangannya bersama sang ibu.
Jadi, bagaimana ia bisa pergi?
Jika tidak, Awan mungkin saja sudah kabur dari rumah yang sudah seperti neraka tersebut sejak lama.
Sekarang, Awan mendapatkan tatapan yang serupa dari setiap orang yang ia lewati. Bagaimana Awan tidak kesal!
"Apa berita itu benar? Jadi, dia adalah anak haram?"
"Serius? Pantas saja, penampilannya terlihat seperti gembel?"
"Tentu saja! Lihat saja, penampilannya lusuh dan tidak terurus. Selain itu, ia selalu berjalan kaki dan menyambung dengan angkot untuk bisa pulang pergi ke sekolah. Menyedihkan!"
"Eh, benar juga! Pantas saja, Clara tidak pernah membawanya bersamanya."
Clara adalah adik tiri Awan, anak Silvi.
"Siapa yang tahu, ibunya telah berzina dengan siapa sehingga hamil dirinya. Beruntung saja, ayah sambung Clara masih bersedia menerima mereka."
"Seharusnya, orang seperti Awan dan ibunya dibiarkan saja menjadi gelandangan dan hidup di jalanan!"
Telinga Awan menjadi panas mendengar sekelompok cewek yang sedang membicarakan dirnya. Entah siapa yang telah menyebar berita tentang kehidupan pribadinya, sehingga sekelompok cewek ini mengetahuinya.
Emosi Awan perlahan merambat naik dan membuat kepalanya panas. Ia masih bisa menerima jika dirinya yang dihina. Tapi, tidak dengan ibunya.
Tatapan Awan tajam dan menjadi sangat dingin. Namun, saat ia hendak menegur dan memarahi kelompok cewek ini, telinganya juga menangkap orang lain juga sedang bergosip tentang dirinya. Tidak hanya satu, tapi rata-rata setiap orang membicarakan dirinya dan menatap Awan dengan penuh hinaan.
Astaga! Apa semua orang sudah tahu tentang rahasia Awan?
Sekarang, kehidupan Awan seolah menjadi bahan tertawaan seisi sekolah.
"Cepat pergi! Dia sedang melihat ke arah kita. Ogah deh, berurusan sama anak haram seperti dia! Meski gue bisa aja menyuruh bokap gue untuk menekan sekolah dan mengeluarkannya. Tapi, ogah harus berurusan dengan cowok gak jelas seperti dia. Gak level!" Ucap cewek terakhir dan buru-buru mengajak teman-temannya untuk segera menjauh.
Baginya, Awan tidak selevel dengan mereka. Sehingga, mereka memilih untuk menjauh.
Melihat banyak orang sedang membicarakannya, Awan tidak terima masalah pribadinya menjadi konsumsi publik. Apalagi mereka membuat penilaian yang terkesan sangat merendahkan dan menghakimi kehidupan pribadinya. Jika satu atau dua orang saja, ia mungkin bisa membuat perhitungan dengan mereka. Tapi, sekarang yang membicarakannya hampir seluruh siswa di sekolahnya? Apa ia harus menghajar mereka semua untuk melampiaskan kemarahannya? Tidak! Awan cukup sadar diri dengan posisinya. "Nak, ibu ingin melihatmu meraih impianmu di masa depan." "Apapun cita-citamu, ibu ingin melihatmu menjadi orang yang sukses dan bahagia!" Ucapan ibunya masih terngiang di dalam kepalanya dan terasa masih hangat. Seolah, ibunya baru mengucapkan kalimat itu beberapa hari yang lalu. Karena mengingat pesan ibunya, Awan terpaksa harus menahan semua kemarahannya. Untuk itu, Awan menarik napas beberapa kali untuk meredam emosinya. Ia meyakinkan dirinya, bahwa orang-orang ini tidak layak untuk membuatnya emosi.
Hari itu, Awan tidak mood seharian di sekolah. Semua pelajaran hari ini, tidak satupun yang hinggap di kepalanya. Meski semua itu tidak masalah, karena Awan masih bisa belajar sendiri seperti kebiasaannya selama ini. Gosip tentang dirinya yang membuat seisi sekolah menertawakan dan mencemoohnya, membuat Awan tidak bisa berkonsentrasi belajar. Ia bahkan tidak bisa tidur siang seperti kebiasaannya selama ini. Kondisi ini sangat menganggunya. Saat ini, Awan tidak bisa berbuat apa-apa. Meski begitu, Awan bukan tipe orang yang akan berdiam diri selamanya ketika dia dihina. Ia bersumpah, begitu menemukan siapa pelaku yang telah menyebarkan fitnah tentang dirinya, ia akan membuat orang itu membayar mahal atas apa yang telah dilakukannya. "Awan, ini!" Seorang gadis cantik dengan lesung pipit tipis di sudut pipinya, menyerahkan sebotol minuman mineral ke tangan Awan, saat ia baru saja melewati sebuah warung di jalan samping sekolah. Itu bukan jalur utama dan jarang di lewati oleh siswa dan
Setelah bertemu teman-temannya, Awan langsung pulang ke rumah.Seperti alasan yang ia ucapkan pada Kirana dan Karina sebelumnya, ia harus segera pulang ke rumahnya. Jika tidak, ibu tirinya bisa mengamuk dan semakin mempersulitnya. Belum lagi masalah yang ia dapatkan di sekolahnya hari ini, semua itu semakin membuat kusut pikiran Awan.Awan bisa memastikan jika orang yang menyebarkan berita tentang dirinya dan penyebab kegaduhan hari ini bukanlah si kembar Kirana dan Karina.Begitupun dengan Teo dan dua temannya. Meski baru mengenal dekat ketiganya baru-baru ini dan mereka adalah tipe orang yang banyak akal dan nakal. Tapi, bukan berarti mereka licik dan suka menghalalkan cara kotor untuk menyerang dirinya. Teo dan dua rekannya adalah tipe orang yang gentel. Mereka bisa menerima kekalahan mereka dari Awan dan sikap ketiganya juga sangat menghargai Awan setelah pertarungan mereka.Bagaimanapun, pertarungan mereka dilakukan dengan adil.Sikap Teo dan dua rekannya hari ini yang menunjuk
Silvi masih uring-uringan di dalam kamarnya. Setelah melampiaskan kekesalannya terhadap Awan, nyatanya itu tidak mengurangi emosinya sama sekali. Ia masih belum puas untuk menghukum Awan dan kalau bisa, ia berharap dapat mengusir Awan dari rumah ini. Semua kebencian Silvi terhadap Awan, bermula dari penolakan Awan terhadap dirinya. Penolakan Awan sempat membuat rencana pernikahannya dengan Cipta Mahendra jadi tertunda. Semenjak itu, Silvi selalu memendam kebencian pada Awan. Ditambah, kenyataan bahwa Awan sebenarnya bukanlah anak biologis dari Cipta Mahendra, membuat Silvi semakin ingin untuk menyingkirkan Awan dan membuatnya bisa menguasai semua kekayaan Cipta Mahendra. Sekarang, setelah berhasil mengendalikan suaminya. Silvi bisa lebih leluasa menindas Awan. Hanya saja, sikap Awan yang tidak pernah membalas ataupun mengeluh, bukannya membuat Silvi senang, justru membuatnya malah semakin membenci Awan. Saat Silvi sedang memikirkan cara lain untuk menyiksa Awan, Cipta Mahendr
"Duduklah, nak! Kita sudah lama tidak ngobrol antara ayah dan anak. Selama ini, papa terlalu sibuk di perusahaan. Sehingga jarang memperhatikanmu." Ucap Cipta dengan nada lembut layaknya seorang ayah.Sementara Silvi bersikap seperti layaknya seorang istri penyayang suami dengan duduk di sebelahnya, sambil memeluk lengan Cipta.Sesuatu yang terasa aneh bagi Awan saat ini. Bagaimana tidak? Setelah pernikahan ayahnya dengan Silvi, ayahnya sudah berubah total. Awan bahkan merasa asing dengan sosok ayahnya sendiri. Bahkan, setelah kematian ibunya, Cipta sesekali masih menanyakan kabarnya. Meskipun hanya obrolan singkat, tapi itu masih bermakna dan membuktikan bahwa mereka masih satu keluarga. Namun, semenjak ayahnya menikah dengan ibu tirinya, Cipta tidak lagi pernah berinteraksi dengan Awan.Jangankan sekedar menanyakan kabar, bertemu pun hampir tidak pernah. Meskipun mereka tinggal satu rumah, mereka seperti berada di dunia yang berbeda.Sekarang, mendengar ucapan penuh perhatian ay
"Nak..."Cipta ingin membujuk Awan sekali lagi. Namun, Awan langsung menyelanya dengan kalimat yang lebih tegas, "Tidak, pa. Aku tidak akan pernah setuju untuk menjual rumah ini.""Kenapa kamu keras kepala begini? Papamu hanya meminta untuk menujual rumah bobrok ini. Lagian, rumah ini dibeli pakai uang papamu. Apa hakmu untuk menolaknya? Hah?""Kamu seharusnya berkaca, jika bukan karena papamu, kamu dan ibu pelacurmu itu, tidak akan pernah mendapatkan hidup yang layak dan bergelimang harta. Kamu dan ibumu itu bahkan akan menjadi gelandangan selamanya. Bahkan, jika ibumu mati, ia akan mati seperti anjing liar.""Kalian berdua bisa hidup dan tinggal di rumah ini, semua itu karena pemberian suamiku, mengerti?""Sekarang, sudah seharusnya kamu membalas semua kebaikan papamu."Melihat Awan yang bersikeras menolak permintaan suaminya, Silvi langsung menyela dengan kalimat tajam.Awan yang selama ini tidak pernah membalas ucapan tajam ibu ti
"Kakak, apa kali ini kita benar-benar akan berpetualang?" "Kenapa? Kamu sepertinya senang sekali berpetualang dan meninggalkan rumah itu? Apa kamu tidak suka tinggal di sana?" "Tentu saja! Kita bisa melihat dunia lebih luas dan mencoba banyak tantangan seru kalau di luar." "Bukan rumahnya, tapi wanita sadis itu. Dia suka sekali menindasmu, aku tidak suka! Jika kamu tidak melarangku, aku sudah memakannya dari jauh-jauh hari." "Hehehe, aku suka kalau kamu melakukannya. Tapi, tidak usah! Hanya akan menambah bebanku saja." Entah sudah berapa lama Awan bertukar cerita dengan seorang anak cewek berusia sebelas tahun. Keduanya begitu asik mengobrol di jalanan yang cukup sepi. Saat itu, sudah pukul dua belas tengah malam dan jalan yang mereka lewati relatif lebih sepi. Sehingga, tidak ada yang memperhatikan keduanya. Jika pun ada, orang-orang hanya akan melihat seorang cowok remaja yang membawa sebuah tas ransel besar sedang berbicara seorang diri. Saat ini, Awan masih belum mengetahui
"Jika kamu bersedia bergabung dengan Sky Light, kamu akan mendapatkan gaji tahunan sebesar seratus milyar. Belum termasuk bonus kinerja dan asuransi. Jika ditotal, penghasilan bersihmu dalam setahun bisa mencapai dua ratus milyar rupiah lebih.""Bagaimana?"Saat mengucapkan penawaran itu, ekspresi Florensia terlihat begitu yakin bahwa remaja seperti Awan tidak mungkin bisa menolaknya.Lagian, ini jaman apa? Uang hampir dapat mengendalikan segalanya. Penawaran yang diberikan Sky Light pada Awan, sebenarnya sangat tinggi. Seorang ahli IT profesional di Microsoft saja, belum tentu bisa mendapatkan gaji sebesar ini. Tapi, mereka tidak membuat penawaran yang sia-sia.Perusahaan raksasa sebesar Sky Light begitu menghargai bakat dan kemampuan. Awan termasuk bakat langka yang jarang ada. Dengan usianya yang masih remaja, bisa menembus sistem keamanan Sky Light yang sangat kuat merupakan pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh jeniusnya dari jenius. Semua ahli di Sky Light rata-rata adalah j
Anton menatap iri kemegahan ruangan Nadya dan membayangkan jika ruangan semewah itu menjadi miliknya, tentu saja lengkap dengan perusahaannya.Wajar saja Anton cemburu dengan pencapaian Nadya. Baru beberapa bukan yang lalu Nadya dan keluarganya pindah ke kota ini dan meminta bantuan keluarga besarnya untuk meminta perlindungan dan membantu kehidupan mereka karena Madya Nadya dan keluarganya baru saja di'buang' oleh keluarga Wongso.Siapa sangka, nasib Nadya akan berubah begitu drastis hanya dalam beberapa bulan. Tidak hanya bisa mengenal keluarga kelas satu di kota ini tapi kehidupan mereka juga berubah sangat drastis. Nadya bahkan bisa memiliki sebuah perusahaan yang tingkatnya di atas perusahaan keluarganya dan hanya dalam waktu relatif singkat, status Nadya dan keluarganya bahkan sudah melewati keluarga Dehen.Karena kedengkiannya, Anton coba menghasut keluarganya dengan coba menjodohkan Nadya dengan kenalannya. Tentu saja, tujuan Anton yang sebenarnya adalah untuk memperdaya Nad
Dinding gua bergetar dan beberapa batu mulai berjatuhan. Gua yang telah ada selama ibuan tahun tersebut sepertinya tidak bisa lagi bertahan.Di saat bersamaan, Awan membuka mata dan aura kuat tampak mengelilingi seluruh tubuhnya.Dibanding sebelumnya, penampilan Awan yang sekarang terlihat seperti seorang pertapa. Rambutnya sedikit lebih panjang serta wajahnya yang tampan mulai ditutupi oleh jambang dan kumis tipis."Haah!" Awan menarik napas dalam dan melepaskannya ke udara dan seketika udara keruh memenuhi udara sebelum menguap tersapu angin.Awan tidak tahu berapa lama waktu yang telah ia habiskan untuk menyerap pil roh. Namun, hasil yang ia tuai melebihi dari ekspektasi naga Ragnarok terhadapnya. Ia telah berhasil membuka simpul ke tiga dan sekaligus mencapai level Pemutusan Roh.Sekarang, Awan dapat merasakan jumlah reiki di dalam tubuhnya meningkat drastis yang membuat tidak hanya kekuatannya meningkat berkali-kali lipat tetapi juga kemampuan persepsinya jadi lebih luas dan ter
Tanpa terasa dua hari sudah berlalu sejak Awan mulai berlatih teknik pemurnian tubuh naga.Naga Ragnarok yang sedang menjaga api di luar bejana dibuat terkejut begitu bejana tempat Awan berada tiba-tiba retak dan sebuah cahaya menyilaukan keluar dari dalamnya.Tidak lama setelah itu, bejana yang terbuat dari perunggu tersebut pecah dan sosok Awan muncul dari dalamnya dengan berselimutkan cahaya keemasan."Bagaimana mungkin? Dia benar-benar berhasil menyempurnakan tahap pertama pemurnian tubuh naga?" Seru Ragnarok tidak percaya.Bagaimana tidak? Teknik ini sejatinya adalah teknik bangsa naga karen mereka terlahir dengan fisik khusus dan juga api bawaan yang sudah ada semenjak mereka lahir.Namun, Awan menggunakan cara yang berbeda yaitu dengan menggunakan elemen air untuk mengendalikan amukan api saat pemurnian tubuh naga.Tidak hanya berhenti disitu, Awan juga berhasil menyempurnakan teknik ini lebih cepat dan menyatu sempurna dengannya.Ragnarok bisa melihat jika cahaya yang menyelimu
"Namun, sebelum kamu menyerap teratai inti bumi dan memurnikannya, kamu harus menguasai teknik tubuh naga secara sempurna terlebih dahulu.""Teratai inti bumi ini mungkin cukup untuk mengantarmu naik tingkatan kecil menjadi Pembentukan Jiwa tahap puncak dan kalau beruntung, itu bisa membuatmu selangkah lebih dekat membuka simpul ketiga dalam tubuhmu.""Apa? Senior juga tahu tentang simpul dalam tubuhku?" Ujar Awan terkejut.Kultivasi Awan sangat unik dan berbeda dengan kultivator pada umumnya. Itu karena ia mewarisi teknik kultivasi dari raja Asura. Didalam tubuh Awan terdapat dua belas simpul murni yang membatasi kekuatan sejati. Sejauh ini, Awan baru membuka dua simpul dan jika ia membanding kekuatannya dengan tetua Wahyu yang ia lawan sebelumnya, Awan menyimpulkan kekuatannya berada di level Pembentukan Jiwa tahap menengah. Hanya saja, perbedaan pengalaman serta kekuatan, Awan masih berada setingkat di bawah tetua Wahyu.Namun, cara menentukan tingkat kekuatan Asura bukan dengan ti
Awan mengyunkan dager sepasang dager di tangannya beberapa kali untuk menguji kemampuannya lebih lanjut. Semakin lama ia menggunakannya semakin Awan dibuat kagum. Selama ini Awan belum pernah menggunakan senjata meski dalam warisan Asura terdapat beberapa teknik beladiri menggunakan senjata. Mungkin karena ia belum menemukan senjata yang cocok dengannya.Namun ketika ia menggunakan dager pemberian Naga Ragnarok, Awan seperti menemukan kecocokan dengan senjata tersebut.'Tebasannya sangat tajam namun tidak meninggalkan jejak apapun, sangat sempurna sebagai senjata pembunuh yang sangat mematikan. Beratnya juga ringan dan membuatnya menjadi sangat fleksibel. Bahkan, setelah diayunkan hampir tidak meninggalkan jejak lintasan angin. Meski begitu, hanya dengan mengayunkannya seperti ini, sudah cukup untuk membelah benda ringan.' Pikir Awan kagum."Senior naga, dari apa senjata ini terbuat? Ini terlihat kokoh dan sangat tajam seperti terbuat dari baja namun jelas ini bukan baja. Selain itu,
"Nak, terima warisanku ini!" Naga Ragnarok menjentikkan jarinya dan sebuah cincin hitam melayang tepat di depan Awan.Dengan cepat Awan meraih cincin tersebut dan menatap Ragnarok dengan penuh tanya. Bagaimanapun cincin ditangannya itu hanya terlihat seperti cincin hitam biasa dan bahkan tanpapermata ataupun ukiran apa-apa di permukaannya alias polos.Lalu, apa maksudnya naga Ragnarok menyebut cincin tersebut sebagai warisan."Hmn, aku lupa! Diduniamu sekarang mungkin sangat asing dengan benda ini. Kamu pasti sudah mengaktifkan kesadaran ilahimu, benar?"Awan mengangguk ringan, "Iya, sudah senior naga.""Kalau begitu gunakan kesadaran ilahimu dan lihat apa yang ada dalam cincin ditanganmu itu!" Perintah naga Ragnarok.Meski masih sedih bingung dengan maksud dibalik perintah naga Ragnarok namun Awan tetap menurutinya. Selama ini, Awan hanya menggunakan kemampuan kesadaran ilahinya untuk melihat apa yang tidak bisa dijangkau oleh inderanya. Karena itu, ia heran kenapa naga Ragnarok me
"Maksud anda tanaman ini, senior naga? Hahaha, tolong maafkan aku! Kalau aku tahu kalau tanaman ini adalah milikmu, aku tidak akan pernah mengambilnya." Ujar Awan mengeluarkan tanaman inti bumi dari balik pakaiannya dengan senyum canggung.Saat ini, meski teratai inti bumi memiliki khasiat yang luar biasa, Awan tidak akan berani memiliki pikiran untuk mengambilnya. Sebesar-besar khasiat teratai inti bumi langka tersebut, nyawanya masih lebih berharga.Itu sama saja dengan seekor semut yang bermimpi coba merebut sebuah apel dari seekor gajah.Namun, satu hal yang tidak disangka-sangka oleh Awan, ternyata Ragnarok tidak lagi berminat dengan tanaman langka ditangannya."Sudahlah! Sekarang, tanaman ini tidak lagi berguna untukku."Awan di hati bingung sejenak dan sempat berharap dalam hatinya. Namun, seketika ia teringat dengan sesuatu dan bertanya dengan hati-hati, "Senior naga, apa itu karena aku memetik tanaman ini sebelum 'waktu'nya?"Untuk khasiat khusus tertentu, tanaman langka seper
Awan tenggelam ke dasar telaga. Tidak tahu berapa lama dirinya tidak sadarkan diri karena diseret oleh ular raksasa tersebut. Satu hal yang jelas, saat ia sadarkan diri, ia hanya menemukan kegelapan total. Tapi, itu bukan lagi berada di dalam air melainkan dalam ruang hampa yang sangat gelap dimana panca indera normal tidak akan berfungsi.Namun, berbeda halnya dengan Awan, didalam dirinya terdapat warisan kekuatan raja Asura sang penguasa kegelapan. Berada di dalam kegelapan seperti ini, Awan justru bisa melihat dengan sangat jelas berkat kemampuan bawaannya.Hanya saja, baru saja kesadarannya kembali, Awan dibuat terkesiap dan reflek melompat mundur sambil mengambil sikap waspada dengan mata tajam memperhatikan sekitarnya.Terakhir, Awan masih ingat dengan sangat jelas kalau dirinya sedang diseret ke dalam air oleh monster ular bintang lima. Ular itu terlihat sangat ingin membunuhnya. Lalu, di mana ular itu sekarang? Dan di mana dia berada saat ini? Sejauh mata memandang hanya ada
Dibawah perlindungan prajurit bayangan Awan, Dian dan yang lainnya berhasil keluar dengan selamat dari gua.Meski ada beberapa puluh orang yang sudah disiapkan oleh Edi untuk berjaga-jaga dan membunuh jika ada keluarga Saka yang berhasil keluar. Sebuah rencana yang licik dan kejam tanpa membiarkan satupun saksi mata yang hidup. Hanya saja, dengan kekuatan prajurit bayangan Awan, mereka semua dengan mudah disingkirkan."Si-siapa mereka sebenarnya, tetua Dion?" Tanya Shelma dengan ragu-ragu.Berada dalam perlindungan mereka, membuat Shelma dan yang lainnya tidak perlu repot-repot lagi bekerja. Mereka bahkan tidak mengeluarkan keringat sedikitpun. Untung saja, pasukan sekuat itu berada di pihak mereka. Tetua Dion menggeleng dan menjawab lirih, "Aku juga tidak tahu! Sepertinya, mereka di bawah perintah dokter jenius Awan."Tetua Dion sendiri juga dibuat terkejut dengan kemunculan pasukan bayangan sekuat ini. Tapi, kenapa Awan tidak mengeluarkan mereka sedari awal? Jadi mereka tidak perlu