Hari itu, Awan tidak mood seharian di sekolah. Semua pelajaran hari ini, tidak satupun yang hinggap di kepalanya. Meski semua itu tidak masalah, karena Awan masih bisa belajar sendiri seperti kebiasaannya selama ini.
Gosip tentang dirinya yang membuat seisi sekolah menertawakan dan mencemoohnya, membuat Awan tidak bisa berkonsentrasi belajar. Ia bahkan tidak bisa tidur siang seperti kebiasaannya selama ini. Kondisi ini sangat menganggunya.
Saat ini, Awan tidak bisa berbuat apa-apa. Meski begitu, Awan bukan tipe orang yang akan berdiam diri selamanya ketika dia dihina. Ia bersumpah, begitu menemukan siapa pelaku yang telah menyebarkan fitnah tentang dirinya, ia akan membuat orang itu membayar mahal atas apa yang telah dilakukannya.
"Awan, ini!"
Seorang gadis cantik dengan lesung pipit tipis di sudut pipinya, menyerahkan sebotol minuman mineral ke tangan Awan, saat ia baru saja melewati sebuah warung di jalan samping sekolah. Itu bukan jalur utama dan jarang di lewati oleh siswa dan hanya ada satu warung yang sering dijadikan tempat nongkrong oleh siswa-siswa nakal di sekolah mereka.
Tidak hanya sendiri, ada dua orang cewek dengan seragam SMA yang sama dan secara khusus menanti Awan lewat sana. Tidak hanya seragam, keduanya memiliki kecantikan dan juga tinggi yang sama. Selain orang yang telah lama mengenal keduanya, akan sangat sulit untuk membedakan keduanya.
Mereka tahu, Awan seringkali pulang lewat jalan ini. Sehingga, mereka sengaja menunggu Awan di sana. Selain itu, tujuan mereka menunggu Awan kali ini, karena kejadian yang menghebohkan sekolah mereka hari ini.
Keduanya satu sekolah dengan Awan, namun beda kelas dan jurusan. Dua dara cantik ini berada di kelas 11 IPS. Meski begitu, berita tentang Awan telah menyebar dan hampir semua orang mengetahuinya.
Mereka melihat banyak orang menggosipkan Awan dan bahkan ada yang terang-terangan menghina Awan secara langsung. Meski begitu, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Sehingga yang bisa mereka lakukan adalah menghibur Awan.
Keduanya khawatir, jika Awan akan terpukul karena berita tersebut. Itu sebabnya, mereka sengaja menunggu Awan pulang dan menghiburnya.
Mereka adalah Kirana dan Karina.
"Terimakasih!" Ucap Awan menerima botol minuman dari tangan Karina dan tanpa sungkan meminumnya.
Melihat dari gelagat keduanya, Awan bisa tahu kalau mereka ingin menghiburnya. Seketika, perasaan Awan menjadi hangat. Tidak salah, sahabat adalah orang yang paling mengerti perasaan sahabatnya.
Di saat semua orang merendahkan dan menghinanya, masih ada sahabatnya yang bersedia untuk menghiburnya.
"Kamu, tidak apa-apa, 'kan?" Tanya Kirana dengan ragu-ragu.
Awan tersenyum dan bersikap seperti ia yang biasanya, "Aku gak apa-apa."
Dua saudara kembar cantik ini bermaksud untuk menghibur Awan. Tapi, melihat Awan baik-baik saja, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Keduanya juga mengajak Awan pergi ke toko buku sebagaimana hobi Awan selama ini atau ke taman hiburan. Namun, semua ide itu di tolak oleh Awan.
"Kalian tahu sendiri, ibu tiriku seperti apa! Aku harus pulang cepat. Kalau tidak, dia bisa berubah menjadi nenek lampir." Tolak Awan seraya bercanda.
Tidak ada rahasia yang ia tutupi dari dua sahabatnya tersebut. Itu sebabnya, ia bisa bercanda lepas dengan mereka.
Tapi, tidak begitu dengan Kirana dan Karina. Meski mereka sempat tertawa karena candaan Awan. Tapi, di saat itu pula, mereka merasa kasihan di dalam hati untuk Awan.
Bagaimana tidak?
Mereka tumbuh bersama dan mereka tahu, jika Awan sangat dimanja oleh ibunya semasa hidup. Segala kebutuhan Awan selalu tercukupi. Bagaimanapun, keluarga Awan termasuk golongan berada.
Hanya saja, semenjak ayahnya menikah lagi dan Awan tinggal bersama ibu tirinya, kehidupan Awan seakan berubah seratus delapan puluh derjat. Dari seorang pangeran menjadi seorang budak.
Sungguh miris!
Ibu tiri Awan mengendalikan semuanya dan memperlakukan Awan tidak ubahnya seperti seorang pembantu.
Pernah mereka menanyakan pada Awan, kenapa ia bisa bertahan dengan kehidupan seperti itu?
Saat itu, Awan hanya memberikan dua jawaban yang tidak pernah mereka mengerti, "Aku tidak bisa meninggalkan rumah yang memberiku kenangan bersama ibu dan aku, tidak bisa hidup tanpa keluarga."
Baik Kirana ataupun Karina tidak mengerti, bagaimana Awan masih mengatakan jika keluarganya yang sekarang adalah keluarga. Sementara, orang-orang yang ia anggap sebagai keluarga, malah memperlakukannya dengan kejam.
Mereka berpisah di persimpangan jalan, karena arah rumah mereka berbeda.
Sementara itu, di ujung gang yang di lewati Awan, ada tiga orang siswa yang juga sengaja menunggu Awan. Mereka sengaja tidak menunggu bersama Kirana dan Karina, karena ingin membahas masalah yang sangat pribadi bersama Awan.
Ekspresi ke tiganya tampak seperti orang yang sedang menahan kesal.
Begitu melihat Awan, ke tiganya segera menghampiri dan mencegat Awan, "Bos, kalau lu mau, kami bisa menghabisi anak-anak manja ini untukmu!" Ucap pria yang memiliki badan paling besar tanpa basa-basi.
Mereka sangat kesal ketika melihat semua siswa di sekolah mereka menghina Awan. Tanpa orang-orang itu ketahui, bahwa Awan itu sebenarnya adalah orang yang sangat kuat.
Pria berbadan bongsor yang bicara sebelumnya sudah merasakan kengerian dari sisi lain Awan ini.
Di balik sosok Awan yang cuek dan terkesan pemalas, ada sisi sadis yang membuatnya sangat mengerikan.
Nama pria berbadan bongsor tersebut adalah Teo dan dua rekannya bernama Rinaldy dan Mukhtar.
Ketiganya bukan siswa biasa, Teo sendiri adalah siswa terkuat dan pemimpin dari siswa bengal di sekolah mereka. Rinaldy adalah juara Tae Kwon Do di sekolah mereka. Sementara Mukhtar adalah seorang atlit tinju dan kekuatan tinjunya tidak perlu di pertanyakan.
Ketiganya bisa disebut sebagai pemimpin siswa-siswa badboy di sekolah mereka.
Di hari pertama Awan masuk sekolah, ia sengaja menemui satu per satu dari ketiganya untuk menantang mereka bertarung.
Awan telah mengalahkan ke tiganya. Meski begitu, Awan tidak pernah menyebarkan hasil pertarungan tersebut pada siapapun. Semuanya terjadi di tempat sepi dan selesai begitu saja setelah pertarungan usai. Semenjak itu, Awan sudah dianggap sebagai pemimpin bagi ketiganya.
Melihat Awan dihina dan direndahkan oleh orang-orang dan Awan terlihat hanya diam tanpa berniat membalas mereka, malah membuat Teo dan yang lainnya marah.
Teo hampir saja memerintahkan anggotanya untuk memberi pelajaran pada orang-orang ini. Jika saja, tindakannya tidak akan merusak dan membuat heboh sekolahnya sendiri, ia pasti sudah melakukannya. Selain itu, Teo harus memastikan Awan mengijinkannya terlebih dahulu.
Bagaimana pun, bagi mereka, Awan sudah seperti pemimpin.
"Gak usah, bang! Biarkan saja. Nanti, isunya juga akan hilang dengan sendirinya." Balas Awan dengan tenang.
"Tapi..."
Awan menggeleng dan menahan Teo. Ia tahu, kemampuan Teo dan kawan-kawannya. Mereka sangat mampu untuk memberi pelajaran pada semua orang yang telah menghina dirinya hari ini. Tapi, buat apa? Itu hanya akan membuat suasana menjadi semakin gaduh. Awan tidak mau membuat keadaan menjadi panas karena dirinya. Selain itu, jika pihak sekolah mengusutnya, dirinya pasti akan terlibat.
Teo, Rinaldy dan Mukhtar mungkin tidak akan masalah. Mereka memiliki dukungan dari orang tua mereka yang masing-masing memiliki jabatan penting. Separah-parah hukuman yang akan mereka terima, paling cuma skorsing.
Sementara dirinya?
Bisa-bisa, ia akan langsung dikeluarkan dari sekolah jika terdapat bukti dirinya terlibat atau menjadi penyebab dari kerusuhan yang terjadi.
Sebelum semua itu terjadi, ia menekan Teo dan yang lainnya agar tidak melakukan usulan mereka barusan.
"Daripada memberi pelajaran mereka, aku lebih suka kalau abang-abang bisa menemukan siapa orang yang telah menyebar fitnah ini."
"Hmn, benar juga!" Ujar Teo mengangguk dan memahami maksud Awan.
"Baik, gue akan kerahkan anak-anak buat nyari pelakunya."
"Tapi, lu beneran gak apa-apa, 'kan?" Tanya Teo memastikan untuk terakhir kalinya.
"Iya, gue gak apa-apa."
"Baguslah! Gue senang mendengarnya."
"Ngomong-ngomong, si Bram udah jawab tantangan lu. Dua hari lagi, malam minggu di ruko Polo Gebang."
Mendengar kalimat terakhir Teo, Awan tersenyum senang dan mengangkat jempolnya.
Setelah bertemu teman-temannya, Awan langsung pulang ke rumah.Seperti alasan yang ia ucapkan pada Kirana dan Karina sebelumnya, ia harus segera pulang ke rumahnya. Jika tidak, ibu tirinya bisa mengamuk dan semakin mempersulitnya. Belum lagi masalah yang ia dapatkan di sekolahnya hari ini, semua itu semakin membuat kusut pikiran Awan.Awan bisa memastikan jika orang yang menyebarkan berita tentang dirinya dan penyebab kegaduhan hari ini bukanlah si kembar Kirana dan Karina.Begitupun dengan Teo dan dua temannya. Meski baru mengenal dekat ketiganya baru-baru ini dan mereka adalah tipe orang yang banyak akal dan nakal. Tapi, bukan berarti mereka licik dan suka menghalalkan cara kotor untuk menyerang dirinya. Teo dan dua rekannya adalah tipe orang yang gentel. Mereka bisa menerima kekalahan mereka dari Awan dan sikap ketiganya juga sangat menghargai Awan setelah pertarungan mereka.Bagaimanapun, pertarungan mereka dilakukan dengan adil.Sikap Teo dan dua rekannya hari ini yang menunjuk
Silvi masih uring-uringan di dalam kamarnya. Setelah melampiaskan kekesalannya terhadap Awan, nyatanya itu tidak mengurangi emosinya sama sekali. Ia masih belum puas untuk menghukum Awan dan kalau bisa, ia berharap dapat mengusir Awan dari rumah ini. Semua kebencian Silvi terhadap Awan, bermula dari penolakan Awan terhadap dirinya. Penolakan Awan sempat membuat rencana pernikahannya dengan Cipta Mahendra jadi tertunda. Semenjak itu, Silvi selalu memendam kebencian pada Awan. Ditambah, kenyataan bahwa Awan sebenarnya bukanlah anak biologis dari Cipta Mahendra, membuat Silvi semakin ingin untuk menyingkirkan Awan dan membuatnya bisa menguasai semua kekayaan Cipta Mahendra. Sekarang, setelah berhasil mengendalikan suaminya. Silvi bisa lebih leluasa menindas Awan. Hanya saja, sikap Awan yang tidak pernah membalas ataupun mengeluh, bukannya membuat Silvi senang, justru membuatnya malah semakin membenci Awan. Saat Silvi sedang memikirkan cara lain untuk menyiksa Awan, Cipta Mahendr
"Duduklah, nak! Kita sudah lama tidak ngobrol antara ayah dan anak. Selama ini, papa terlalu sibuk di perusahaan. Sehingga jarang memperhatikanmu." Ucap Cipta dengan nada lembut layaknya seorang ayah.Sementara Silvi bersikap seperti layaknya seorang istri penyayang suami dengan duduk di sebelahnya, sambil memeluk lengan Cipta.Sesuatu yang terasa aneh bagi Awan saat ini. Bagaimana tidak? Setelah pernikahan ayahnya dengan Silvi, ayahnya sudah berubah total. Awan bahkan merasa asing dengan sosok ayahnya sendiri. Bahkan, setelah kematian ibunya, Cipta sesekali masih menanyakan kabarnya. Meskipun hanya obrolan singkat, tapi itu masih bermakna dan membuktikan bahwa mereka masih satu keluarga. Namun, semenjak ayahnya menikah dengan ibu tirinya, Cipta tidak lagi pernah berinteraksi dengan Awan.Jangankan sekedar menanyakan kabar, bertemu pun hampir tidak pernah. Meskipun mereka tinggal satu rumah, mereka seperti berada di dunia yang berbeda.Sekarang, mendengar ucapan penuh perhatian ay
"Nak..."Cipta ingin membujuk Awan sekali lagi. Namun, Awan langsung menyelanya dengan kalimat yang lebih tegas, "Tidak, pa. Aku tidak akan pernah setuju untuk menjual rumah ini.""Kenapa kamu keras kepala begini? Papamu hanya meminta untuk menujual rumah bobrok ini. Lagian, rumah ini dibeli pakai uang papamu. Apa hakmu untuk menolaknya? Hah?""Kamu seharusnya berkaca, jika bukan karena papamu, kamu dan ibu pelacurmu itu, tidak akan pernah mendapatkan hidup yang layak dan bergelimang harta. Kamu dan ibumu itu bahkan akan menjadi gelandangan selamanya. Bahkan, jika ibumu mati, ia akan mati seperti anjing liar.""Kalian berdua bisa hidup dan tinggal di rumah ini, semua itu karena pemberian suamiku, mengerti?""Sekarang, sudah seharusnya kamu membalas semua kebaikan papamu."Melihat Awan yang bersikeras menolak permintaan suaminya, Silvi langsung menyela dengan kalimat tajam.Awan yang selama ini tidak pernah membalas ucapan tajam ibu ti
"Kakak, apa kali ini kita benar-benar akan berpetualang?" "Kenapa? Kamu sepertinya senang sekali berpetualang dan meninggalkan rumah itu? Apa kamu tidak suka tinggal di sana?" "Tentu saja! Kita bisa melihat dunia lebih luas dan mencoba banyak tantangan seru kalau di luar." "Bukan rumahnya, tapi wanita sadis itu. Dia suka sekali menindasmu, aku tidak suka! Jika kamu tidak melarangku, aku sudah memakannya dari jauh-jauh hari." "Hehehe, aku suka kalau kamu melakukannya. Tapi, tidak usah! Hanya akan menambah bebanku saja." Entah sudah berapa lama Awan bertukar cerita dengan seorang anak cewek berusia sebelas tahun. Keduanya begitu asik mengobrol di jalanan yang cukup sepi. Saat itu, sudah pukul dua belas tengah malam dan jalan yang mereka lewati relatif lebih sepi. Sehingga, tidak ada yang memperhatikan keduanya. Jika pun ada, orang-orang hanya akan melihat seorang cowok remaja yang membawa sebuah tas ransel besar sedang berbicara seorang diri. Saat ini, Awan masih belum mengetahui
"Jika kamu bersedia bergabung dengan Sky Light, kamu akan mendapatkan gaji tahunan sebesar seratus milyar. Belum termasuk bonus kinerja dan asuransi. Jika ditotal, penghasilan bersihmu dalam setahun bisa mencapai dua ratus milyar rupiah lebih.""Bagaimana?"Saat mengucapkan penawaran itu, ekspresi Florensia terlihat begitu yakin bahwa remaja seperti Awan tidak mungkin bisa menolaknya.Lagian, ini jaman apa? Uang hampir dapat mengendalikan segalanya. Penawaran yang diberikan Sky Light pada Awan, sebenarnya sangat tinggi. Seorang ahli IT profesional di Microsoft saja, belum tentu bisa mendapatkan gaji sebesar ini. Tapi, mereka tidak membuat penawaran yang sia-sia.Perusahaan raksasa sebesar Sky Light begitu menghargai bakat dan kemampuan. Awan termasuk bakat langka yang jarang ada. Dengan usianya yang masih remaja, bisa menembus sistem keamanan Sky Light yang sangat kuat merupakan pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh jeniusnya dari jenius. Semua ahli di Sky Light rata-rata adalah j
Jika dibandingkan dengan siswa jurusan IPA, populasi cewek-cewek cantik di jurusan IPS relatif lebih sedikit. Itu karena cewek-cewek di jurusan IPA terkenal akan kepintarannya dan mereka yang memilih jurusan tersebut, biasanya adalah anak-anak pilihan.Sehingga wajar, begitu seorang cewek cantik berjalan masuk ke salah satu kelas jurusan IPS, kehadirannya langsung menarik perhatian. Terutama dari anak-anak cowok. Tidak sedikit yang coba mendekatinya dan mengajaknya berkenalan. Syukur-syukur bisa menjadikannya pacar.Namun, semua itu hanya harapan semu dan bayangan liar mereka semata. Kenyataannya, cewek cantik berwajah imut tersebut, tidak sedikitpun melirik ke arah mereka. Tujuannya datang ke kelas IPS hari itu cuma satu, mencari keberadaan Awan.Cewek tersebut tidak lain adalah Clara, saudara tiri Awan.Clara yang sedang mencari keberadaan Awan, langsung menghampiri si kembar Kirana dan Karina dan bertanya langsung tanpa basa-basi, "Kak, apa kalian tahu di mana kak Awan saat ini?"
Ini adalah hari ketiga Awan pergi dari rumah dan mendapat rejeki nomplok satu triliyun dari Florensia. Sebenarnya, ia bisa saja berfoya-foya dengan membeli rumah mewah ataupun kendaraan megah edisi terbaru dan berlagak layaknya anak-anak orang kaya. Toh, itu tidak akan berpengaruh banyak terhadap saldo rekeningnya.Hanya saja, mendiang ibunya selalu mendidik Awan untuk bijak mengatur keuangannya.Entah saat menasehatkan itu, ibunya sudah berfirasat akan meninggalkan Awan untuk selamanya, sehingga ia ingin anaknya bisa berhemat dan merencanakan masa depannya dengan hati-hati. Karena tidak lama setelah itu, ibunya mengalami kecelakaan tragis dan pergi untuk selamanya.Karena teringat dengan nasehat ibunya tersebut, Awan berencana menggunakan uangnya untuk investasi.Pertama-tama, ia memikirkan untuk membeli sebuah ruko yang nantinya akan ia gunakan sebagai kantor dan juga tempat tinggal sementara. Di samping itu, Awan juga membutuhkan perangkat komputer super canggih untuk menunjang pe
"Apa yang mereka lakukan?""Bodoh! Mereka malah melakukannya sendiri tanpa perlu kita paksa. Hahaha!"Melihat dua tetua keluarga Saka yang dengan 'bodoh'nya coba menyelamatkan dua rekan mereka yang ada di tengah kolam membuat Edi tertawa terbahak-bahak. Ia melihat kalau keduanya sudah melakukan tindakan sangat bodoh tanpa menyadari ada 'sesuatu' di bawah permukaan kolam.Benar saja, saat tetua Dion dan tetua Armen melintasi permukaan kolam, seekor makhluk mengerikan berbentuk ular raksasa dengan kulit hitam gelap pekat dan sepasang taring tajam besarnya langsung menyergap dan hampir saja menelan keduanya secara hidup-hidup. Jika saja Awan tidak datang tepat waktu, niscaya keduanya sudah berpindah alam dan menjadi bagian dari isi perut sang ular.Meski begitu, apa yang dilakukan Awan tidak memberi dampak apa-apa selain hanya berhasil mengalihkan perhatian sang ular. Bahkan dengan serangan sekuat itu masih tidak cukup meninggalkan satu goresan di permukaan kulit monster tersebut.Edi yan
Di tempat lain.Ribuan binatang spritual berlarian masuk ke dalam gua seolah sedang berlomba untuk berebut makanan. Derap langkah mereka yang besar membuat seluruh gua bergetar hebat seolah sedang dilanda gempa bumi.Pemandangan ini akan membuat siapapun gemetar ketakutan. Bahkan tiga tetua pembentukan jiwa yang dibawa oleh Edi tidak urung merasa khawatir. Jika jumlahnya puluhan, mereka mungkin masih dapat dengan mudah membunuhnya layaknya menginjak kawanan semut.Namun, jika jumlahnya sudah sebanyak ini, mereka tidak akan bisa keluar tanpa cidera."Tuan muda, situasi ini tidak terlihat bagus. Kita harus bergerak cepat!""Tetua, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Edi yang ditanya seperti itu justru balik bertanya dengan ekspresi bingung dan tegang.Kepercayaan diri yang ia tunjukkan beberapa menit sebelumnya sudah berubah menjadi ekspresi tegang. Rencana yang seharusnya mudah justru menjadi sangat sulit saat ini. Meskipun mereka berhasil mendapatkan teratai bumi dan inti monster
"Tetua Arsyad, kenapa anda berhenti di sini?" Tanya salah seorang prajurit keluarga Saka heran.Karena tetua Arsyad yang memimpin mereka tiba-tiba berhenti, membuat semua orang di belakangnya ikut berhenti dan menatapnya dengan penuh tanya,Seharusnya mereka harus bergegas kembali ke kediaman keluarga Saka. Karena disamping mereka harus membawa pil untuk kepala keluarga, mereka juga harus segera melaporkan tentang misi penyelamatan dua tetua mereka yang dipimpin oleh Dian dan meminta tim bantuan.Namun, bukannya harus bergegas kembali, tindakan tetua Arsyad yang tiba-tiba berhenti dan menunjukkan gelagat mencurigakan membuat semua orang kebingungan."Cony, serahkan pilnya padaku!" Ujar tetua Arsyad mengulurkan tangannya."Tetua, apa maksudmu? Kita harus bergegas kembali dan melapor pada keluarga utama." Ujar prajurit Cony tidak langsung menuruti permintaan seniornya tersebut."Apa perintahku kurang jelas? Cepat, serahkan pil itu padaku!" Ulang tetua Arsyad dingin."Maaf, tetua! Kami t
Ternyata, Awan sudah memperhitungkan semua kemungkinan bahaya yang dapat membahayakan dirinya dan orang-orang disekitarnya. Itu termasuk semua orang yang pernah menentang Awan seperti halnya kelompok Shelma.Tetua Dion sempat meragukan kecurigaan Awan saat itu. Menurutnya, Shelma seperti halnya semua prajurit dalam keluarga Saka adalah karakter yang sangat loyal. Karena salah satu persyaratan agar mereka bisa diterima sebagai prajurit keluarga Saka adalah mereka harus bersumpah setia menggunakan darah yang membuat mereka tidak bisa mengkhianati keluarga Saka.Hanya saja, alasan akan cukup masuk akal dengan menjelaskan kalau dirinya hanya orang luar yang membuat Shelma ataupun rekan-rekannya bisa saja menghabisi dirinya. Ditambah jika ada seseorang yang mampu meyakinkan mereka.Siapa lagi, kalau bukan Edi Purnama.Itu sebabnya, sesaat sebelum masuk ke dalam gua, sesuai dengan arahan Awan, tetua Dion sengaja memberi tanggungjawab pada Shelma dan rekan-rekannya secara khusus menjaga keam
Edi sempat salah tingkah saat Awan tiba-tiba bertanya padanya dan menjawab dengan nada agak tinggi, "Apa maksudmu bertanya seperti itu? Bagaimana aku tahu apa yang ada di dalam sana! Seperti kata Dian, seharusnya kita menyelamatkan tetua Elang dan tetua Evan sebelum ular monster itu kembali.""Begitukah?" Ujar Awan dengan senyum licik yang membuat Evan merasa gelisah layaknya seorang maling yang baru saja tertangkap basah."Bagaimana kalau kamu sudahi saja sandiwara ini, tuan muda Edi? Atau, aku sendiri yang akan membongkar kebohonganmu?""Kebohongan apa maksudmu? Jika ada yang perlu dicurigai di sini maka itu adalah kamu. Kita semua sudah melihat kalau dua tetua Saka ada di sana. Tapi, bukannya bergegas menyelamatkan mereka, bajingan ini justru membuat tuduhan tidak mendasar dan mengulur waktu yang membuat nyawa mereka bisa saja tidak dapat diselamatkan." Balas Edi ketus dan membalikkan semua kesalahan pada Awan.Selain tetua Dion, para prajurit keluarga Saka tampak mulai termakan de
Rombongan Awan masuk ke dalam gua.Gua itu sendiri memiliki lebar tidak lebih dari dua setengah meter.Hanya saja, siapapun yang masuk ke dalam gua akan merasakan tekanan yang sangat besar seolah mereka sedang memasuki mulut harimau. Tidak terkecuali mereka yang berada di ranah pembentukan inti seperti halnya tetua Dion dan yang lainnya. Mereka merasakan tekanan yang belum pernah mereka hadapi.Tidak heran, Dian yang berada di ranah pembentukan fondasi tampak begitu tertekan. Sampai-sampai ia tidak berani berada jauh dari sisi Awan. Berada di dekat Awan satu-satunya cara yang membuatnya merasa agak aman.Karena di dalam gua terdapat binatang spritual tingkat empat dan juga lebar gua yang relatif sempit, mereka tidak memiliki pilihan selain berjalan kaki dan berusaha untuk menyembunyikan hawa keberadaan mereka.Hanya saja, belum lama mereka berjalan masuk ke dalam gua, mereka terpaksa berhenti karena di depan mereka terdapat beberapa lorong.Tanpa mereka sadari, gua tempat mereka ber
Keserakahan terkadang membuat seseorang bisa kehilangan akal sehat dan nuraninya. Itulah yang terjadi pada Edi Purnama.Menurut Awan, Edi memiliki tujuan utama yang membuatnya sampai rela menjadikan wanita yang disukainya sebagai alat untuk mendapatkan keinginannya. Bisa jadi, Awan dan tim keluarga Saka akan dijadikan sebagai pengalih perhatian.Hanya saja, Awan tidak bisa menyimpulkan apa yang sedang dicari oleh Edi sampai berani mengorbankan banyak orang untuk mendapatkan keinginannya. Yang bisa dilakukan Awan saat ini adalah mengikuti permainan Edi dan membuat langkah antisipasi untuk menghindari jatuhnya korban di pihak mereka.Setelah menjelaskan rencananya pada tetua Dion, Awan lalu membuat pil pemulihan untuk kepala keluarga Saka seperti janjinya. Yang mengejutkan, pembuatan pil ini sendiri tidak menggunakan tungku alkimia seperti kebanyakan alkemis lainnya dan Awan bahkan hanya membutuh waktu kurang dari lima menit untuk memurnikan empat pil tingkat atas."Astaga! Dokter jeni
Awan dan tetua Dion sampai di area pinggir hutan yang relatif sangat sepi dan bagian belakang mereka adalah tebing yang cukup tinggi. Sebuah tempat yang cukup ideal untuk meramu pil."Dokter jenius Awan, katakan saja, apa yang anda ingin saya lakukan?" Tanya tetua Dion begitu hanya ada mereka berdua di tempat tersebut.Awan tersenyum kecil dan berkata, "Hmn, tetua Dion sangat bijak. Saya kagum, tetua dapat membaca maksud saya mengajak anda ke sini.""Jangan mengejek saya, dokter jenius Awan! Di depan anda, saya justru tidak ada apa-apanya.""Saat anda mengajak saya untuk menjaga anda membuat pil, saya menyadari kalau ada sesuatu yang anda inginkan dari saya tapi tidak ingin diketahui oleh yang lainnya. Saya melihat anda dapat mengalahkan hewan spritual tingkat tiga dengan mudah. Bagi orang lain, mungkin itu suatu keberuntungan karena mengira tetua Armen sudah tenaga dan melukai monster itu sebelumnya. Tapi, saya tidak melihatnya demikian. Ular itu bahkan tidak terluka sama sekali oleh
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" Tanya Dian meminta saran Awan dan para tetua.Meski dalam hati Dian sangat ingin menyelamatkan dua orang tetuanya yang ditangkap oleh monster ular tersebut. Namun, Dian masih dapat mengendalikan ketenangannya dan mempertimbangkan jalan terbaik yang harus mereka ambil.Misi menyelamatkan dua tetuanya jelas adalah misi yang hampir mustahil. Pertama, mereka tidak tahu bagaimana nasib kedua tetua tersebut saat ini. Entah mereka masih hidup atau sudah mati. Kedua, kalaupun mereka nekad pergi menyelamatkan keduanya, peluang keberhasilan mereka sangatlah kecil.Bagaimanapun lawan yang menanti mereka adalah binatang spritual tingkat empat. Sementara mereka hanya memiliki empat ahli pembentukan inti tahap menengah. Itupun jika Edi Purnama bersedia membantu mereka serta ditambah oleh lima orang pembentukan inti tahap awal.Untuk Awan sendiri, Dian tidak mungkin melibatkannya dalam misi berbahaya ini. Bagaimanapun, Awan adalah harapan kesembuhan kakeknya.