Bronze Shine Cafe terletak di Pusat Pertokoan Elit di Kota Banda bernama Istana Cendrawasih. Salah satu Check Point terkenal dengan harga propertinya yang sangat mahal. Hanya kalangan orang-orang kaya dengan harta selangit yang bisa membeli properti mewah di kawasan ini.
Disana ada ratusan ruko dan rukan mewah lima tingkat yang di sulap menjadi Hotel Bintang Lima, Cafe, Restauran, dan Tenan dengan brand-brand terkenal dari dalam dan luar negeri. Dibalut dengan segala kemewahan dan keunggulannya, menjadikan Kawasan Pertokoan Elit Istana Cendrawasih sebagai aset properti pilihan utama dan paling diminati di Kota Banda. Dan kesanalah tujuan Langit sekarang. Mereka bertiga, bersama Bagas dan Riza, dua orang mahasiswa di kampusnya yang juga merupakan fans dari Tiffani Ambarita, alias Fani yang sekarang sedang berada dalam kondisi tidak baik di bawah cengkraman Gavin dan geng nya. Langit masuk ke sebuah Cafe yang cukup mewah, dengan penjagaan ketat beberapa security bertampang sangar dan nampak tidak bersahabat. Bagas yang mempunyai koneksi ke dalam, langsung berkomunikasi dengan beberapa pengawal, dan ketiganya diizinkan masuk. "Kamu jangan kaget, kalau nanti menemukan mereka di sana, mungkin mereka tidak akan berkenan dengan kehadiranmu. Pokoknya aku serahkan semuanya sama kamu. Aku berharap kamu bisa menolong Tiffani!" kali ini Reza yang bicara. Wajahnya terlihat pucat. Lantai satu terdapat Cafe yang khusus menyediakan hidangan-hidangan mewah ala Resatauran dari mulai menu dalam dan luar negeri. Beberapa meja nampak penuh dengan pengunjung yang sedang khusyu menikmati santap malamnya yang telah lewat. Namun Cafe masih terlihat penuh dan ramai. Mereka naik ke lantai dua, alunan suara Elektronik Dance Musik menghentak keras. Ruangan Dance Floor itu dipenuhi oleh lautan manusia, yang rata-rata seusianya. Mereka nampak bermandi keringat, clubbing tanpa kenal lelah, berdansa mengimbangi sang Disk Jockey yang nampak bersemangat memainkan Turntable dan Mixer nya. Dan langit beserta Bagas dan Riza masuk ke sana. Diiringi tatapan asing berpuluh-puluh pasang mata, para clubber yang tengah menikmati malam panjang mereka. Sebagian melihat dengan tatapan risih dan under estimate dengan kehadiran mereka. Terutama Langit, yang memakai setelan lusuh dan usang. Berbeda dengan mereka yang mengenakan pakaian mahal dan ber- merk. Versi mereka, Langit adalah manusia kelas rendah, dan jelas bukanlah level yang sepadan dengan mereka! "Mereka ada di ruangan VVIP, sebaiknya kamu kesana sendiri. Kami tidak berani!" teriak Bagas, mereka berada tepat di depan sebuah pintu bertuliskan VVIP. "Maksudnya, aku sendiri yang kesana? Terus kalian bagaimana?" "Kami menunggu di sini!" "Waduh! Kenapa bisa begitu?" teriak Langit. Namun Bagas dan Riza seperti tidak mendengar. Mereka langsung berlalu di hadapan Langit. "Sialan! Apa mereka sengaja ingin memasukan ku ke Sarang Serigala?" fikir Langit sambil menggigit bibirnya. Hatinya galau dan khawatir. Tiba-tiba dia teringat pertemuannya dengan Cahyo setengah jam yang lalu. "Aku mau ambil jam dinding ku yang ketinggalan!" Cahyo datang tiba-tiba. "Oh, baiklah. Kamu bisa ambil sendiri, ini kunci nya!" "Kamu mau kemana?" "Aku...aku mau menemui ..." "Kita mau menyelamatkan Tiffani! Kalau kamu tidak ingin membantu, sebaiknya jangan menghalangi kami!" Bagas angkat bicara. Menatap Cahyo dengan tajam. "Apa? Kamu tidak kapok-kapok juga ya? Kamu mau cari mati datang ke sana?" hardik Cahyo dengan gusar. "Ini menyangkut keselamatan Fani, aku tidak bisa tinggal diam begitu saja!" "Memangnya siapa Fani? Ada hubungan apa dia sama kamu? Apa kamu tidak sadar bahwa ini adalah jebakan? Dan aku kenal mereka, dua orang ini adalah..." "Apa maksudmu menunjukku seperti itu? Kamu mau cari masalah? Aku adalah sepupunya Fani, aku kesini untuk meminta bantuannya, karena Fani percaya sama Langit! Dan jangan pernah menuduh ku yang bukan-bukan!" Bagas membela diri. "Hei, aku belum bicara apapun, kenapa kamu jadi sensitif seperti itu? Aku tidak percaya kamu adalah sepupu dia! Kamu pasti orang suruhan Diego!" "Diego? Diego, anak orang kaya itu? Maksudnya apa ini?" alis Langit berkerut heran. Menoleh ke arah Bagas. "Jangan percaya dia! Siapa Diego? Langit, semakin kita disini, maka nasib Fani akan semakin terancam! Apa kamu akan diam saja disini? Dia sangat membutuhkan bantuanmu!" "Langit, kalau kamu masih menganggap aku temanmu, tolong jangan pergi! Aku masih peduli padamu, ini demi kebaikanmu sendiri!" "Kamu jangan memprovokasi dia seperti itu! Dia mau berbuat baik menolong orang lain, dan kamu tidak berhak menghalangi dia! Ini sudah nyawa urusannya!" "Langit adalah temanku! Dan aku jelas ikut bertanggung jawab atas keselamatannya!" "Kamu mau ribut denganku? Demi Fani, aku tidak akan segan untuk menghajarmu!" Bagas maju ke depan. Siap menghajar Cahyo. Langit langsung bergerak. "Cukup! Apa maksudmu mau menghajar temanku? Apa kamu tidak menghargai aku?" Langit menjadi berang. "Oke, oke..Aku minta maaf!" Bagas mundur teratur. Langit menghela napasnya. "Baiklah, maafkan aku Cahyo. Untuk masalah ini, aku harus berangkat sekarang. Ini kunci kamarku, ambilah!" "Kamu ini,...Aku benar-benar tidak mengerti pola fikiranmu..." "Sekali lagi, maafkan aku Cahyo, kamu adalah sahabat terbaik yang paling mengerti aku! Aku pergi dulu!" Dan kini, Langit yang bingung sendiri. Dia merasa segan untuk masuk, seolah di dalam ruangan itu adalah sarang para Serigala lapar yg siap memangsanya! "Hei, kenapa belum masuk? Ayo masuk, mereka menunggumu!" Bagas dengan cepat mendorongnya. Langit spontan terdorong ke depan. Secara tidak langsung membuka pintu VVIP yang berada tepat di depannya! Krieettt! Pintu terbuka! Dan Langit melihat sebuah ruangan yang cukup luas dan mewah dengan penerangan remang-remang. Belasan orang ada di sana. Bau asap rokok dan hingar bingar musik Dunia Gemerlap menghentak dengan keras! Dan secara spontan semua mata mengarah langsung kepadanya! "Matikan musiknya!" teriak seseorang. Beberapa saat kemudian, musikpun berhenti. Berganti dengan keheningan dan suara musik yang sayup-sayup terdengar di luar sana. "Eh..Ha..Halo semuanya!" sapa Langit dengan gugup. Semua mata memandang ke arahnya dengan tatapan tajam. "Jadi dia yang namanya Langit? Hebat juga ide mu Gavin!" ujar seseorang berkepala plontos, dengan sebatang rokok terselip di bibirnya. Di alis sebelah kiri terdapat tatto naga yang memanjang dan melengkung hingga ke pipinya. Parasnya yang gagah namun keras, terkesan seperti seorang bos mafia yang tengah bersiap mengeksekusi musuh! "Di..Diego?" ujar Langit tanpa sadar. Akal sehatnya langsung bekerja. Dia sudah masuk ke Sarang Serigala! Sialan! Cahyo benar! Sahabatnya itu memang selalu benar! Dia benar-benar sudah di jebak oleh kedua orang brengsek itu! "Hmm, jangan remehkan aku sobat. Untuk memancing kecoa ini keluar, tidaklah terlalu sulit bukan, Diego? Hehehe, halo juga Langit? Aku lihat wajahmu sudah membaik setelah pertemuan kita terakhir kalinya!" Gavin bangkit dari duduknya, meninggalkan para ladies yang mengapit di kanan-kirinya. "Eh, kamu Gavin...Aku ...aku datang kesini untuk...untuk..." "Hmm, Tiffani? Sayang sekali, dia tidak ada di sini, dan kamu adalah seekor kecoa yang mudah sekali tertipu!" "A..Apa? Maksudmu?" "Aku hanya menggunakan trik sederhana untuk menyuruhmu datang, dan ternyata itu sukses! Berarti kamu memang benar-benar menyukai dia! Kamu fikir aku tidak tahu bahwa dalam hati busukmu kamu berharap menjadi seorang Pahlawan bagi Fani? Dasar Play Boy kampungan!" "Tunggu, kamu salah faham Gavin..." "Tidak ada yang salah faham di sini! Justru kamu yang salah faham mencerna kata-katakku kemarin! Bukankah aku sudah bilang, bahwa kita tidak boleh bertemu lagi? Dan ternyata kamu mengingkarinya! Kamu masih nekad ingin menemui dia, dan akhirnya bertemu denganku. Apa kamu sudah punya nyawa cadangan?" Gavin tersenyum buruk. "Aku...aku hanya berusaha menolong dia, tidak lebih," "Hmm, memangnya dia siapanya Kamu? Berani sekali kamu tidak mengindahkan segala perintahku, dan masih berharap tentang dia? Sekarang, kamu malah bikin ulah baru, kamu berani mendekati Dewi yang jelas-jelas adalah tunangan Diego! Apa kamu sudah bosan hidup?" "A..apa?" Langit terhenyak. Hatinya terkejut! Dewi adalah Tunangan Diego? Benarkah itu? Celaka, sudah kuduga, ada yang salah di sini! Dewi, jadi dia sudah membohonginya!Gadis itu, apakah dia memang sengaja ingin mencelakakan ku? Apakah pertemuanku dengan Dewi sore tadi adalah sebuah skenario besar untuk menjebakku malam ini? Tapi maksudnya untuk apa? Apa salahku sama dia? Aku tidak pernah mengecewakan dia atau siapapun juga? Kenapa hasilnya selalu jadi runyam seperti ini?Tuhanku, sebenarnya apa salahku ? "Hmm, aku serahkan dia kepadamu, Diego! Karena dia telah berani menyinggungmu!" ujar Gavin sambil angkat bahu, dan tersenyum sinis. Diego, si kepala plontos itu hanya menggelengkan kepalanya, menggumam pendek sambil menghisap rokoknya dengan tenang. "Untuk membereskan kerikil ini, aku tidak perlu mengotori tanganku, terima kasih sudah membantuku, Gavin! Kuakui, kecoa ini punya tampang juga. Kalau saja tidak ada kamu yang memberi tahuku, mungkin Dewi sudah jatuh ke pelukan dia!" "Hmm, dengan senang hati, Diego!" "Oke, jadi sekarang bagaimana, Kerikil yang bernama Langit?" Diego bangkit dari duduknya. Membuang rokoknya ke lantai. "Ini...ini juga sepertinya salah faham, aku dengan Dewi..." "Dia mencium pipimu! Apa itu namanya salah faham? Haha, tidak perlu kaget, mataku ada di mana-mana! Telingaku juga bertebaran di seantero kota ini! Jadi kamu tidak perlu bicara apa-apa lagi di depanku!" "Eh,..itu..itu.." Langit benar-benar mati kutu. Dia tidak punya kata-kata untuk membela dirinya. Sampai hal seperti itu pun Diego mengetahuinya? Sungguh gila!Siapa sesungguhnya Diego ini? Kekuasaannya di Kota ini nyaris tidak terbatas! "Jika kamu bisa menahan seratus pukulan dari para Pengawal ku, kamu boleh pergi dari sini!" ujar Diego dengan santai. Menyalakan rokoknya kembali. Langit tersentak!Seratus pukulan? Yang benar saja, apa aku masih akan tetap hidup dengan menahan seratus pukulan dari mereka? Fikir Langit benar-benar ketakutan. Jantungnya berdebar dengan keras! Hatinya sudah menciut! Dia merasa akhir hidupnya sudah dekat!Apakah aku akan mati di sini? "Pengawal! Beri dia pelajaran, seratus pukulan!" ***Krieeettt! Tiba-tiba pintu terbuka! Hampir bersamaan dengan sepuluh orang pengawal Diego yang bersiap untuk bergerak! Diego secara spontan memberikan tanda! Mereka pun berhenti dengan serentak! Seorang waitress cantik masuk ke ruangan, dengan membawa nampan berisi minuman beralkohol kelas atas. "Maaf tuan-tuan yang terhormat, minuman utama sudah siap!" ujar Waitress cantik itu, bola matanya yang cantik sekilas melirik ke arah Langit. "Hmm, oke miss Lintang! Terima kasih banyak! Kenapa kamu tidak sekalian bergabung bersama kita di sini?" tanya Gavin, tertarik dengan kecantikan Waitress bernama Lintang ini. "Maaf sekali, Tuan Gavin! Tamu saya banyak yang belum dilayani, banyak Waitress yg mendadak sakit, jadi saya harus lembur dari tadi siang!" jawabnya sopan. "Hmm, oke lain waktu kita nyanyi bareng ya!" Gavin mengedipkan matanya. Lintang membalas dengan senyuman manis. "Ya sudah, kamu boleh keluar sekarang! Nih buat kamu!" Diego mengeluarkan beberapa lembar seratus ribuan se
"Hei, kamu! Bangun! Bangun!" seseorang berkali-kali menepuk-nepuk pipinya. Langit membuka matanya. Dia kembali terkejut! Langit menemukan dirinya di sebuah ranjang kecil, di tempat yang tidak di kenalnya sama sekali! Di sampingnya, seorang gadis cantik, berkulit kuning langsat bermata sejuk memperhatikan dia dengan tatapan tajam dan serius. "Di...dimana aku? Siapa kau?" tanya Langit pelan. Dia meraba wajahnya! Deg! Jantungnya berdetak keras! Dia merasakan wajahnya baik-baik saja. Dan dia merasakan seluruh tubuhnya baik-baik pula! Tidak ada rasa sakit ataupun ngilu dan perih sedikitpun! Ya, memori Langit langsung mengingat dengan jelas, apa yang terjadi. Dia sudah dihajar secara sadis beramai-ramai oleh para Pengawal Diego yang sangar dan bengis tadi malam! Dan sesudahnya, dia bertemu dengan Paman Wangsa, seorang pria perlente paruh baya yang berbicara aneh tentang dirinya. Dan sekarang, dia berada di tempat ini. Bersama seorang gadis cantik!
Mobil Truk itu melaju dengan kencang, seolah mengejar waktu. Langit dan dua kawannya menumpang di bak belakang Truk, bersatu dengan barang-barang properti kemping. Sekitar lima belas menit yang lalu, Langit menemukan seekor Kucing putih dengan corak warna hiasan hitam di kepala dan perutnya. Kondisinya cukup mengenaskan. Mahluk mungil itu itu entah kenapa bisa terjepit diantara tumpukan terpal besar. Beruntunglah Langit segera menemukannya, dan berhasil menyelamatkan Kucing Putih tersebut. Walaupun kaki belakang sebelah kanannya pincang, terluka dan mengeluarkan darah. Terjepit diantara besi dan terpal besar. Langit memberikan pertolongan pertama seadanya, membalut kaki kucing tersebut dengan perban. Sempat di cakar beberapa kali oleh sang kucing, dengan geraman khasnya karena dianggapnya Langit hendak bermaksud jahat. Namun akhirnya bisa tenang dan duduk diam, bahkan tertidur di pangkuan Langit! Sempat berdebat dengan Hardi, dan temannya yang lain, supaya membuang kucing tersebut
Langit dan Hardi segera berlari ke arah sungai, menuruni undakan-undakan bukit kecil, menyusuri jalan setapak tanah merah. Keduanya berusaha sampai di tepi sungai dengan segara. Mengejar asal sumber suara barusan. Tiba-tiba Hardi mendadak sontak menghentikan langkahnya. Membuat Langit hampir menabraknya dari belakang. "Kenapa? Ada apa berhenti?" tanya Langit. Napasnya nampak naik-turun. "Aku tanya, kamu bisa ngobatin orang kesurupan?" Hardi balik bertanya. Langit meggeleng kuat. "Tidak bisa, kamu?" "Sama! Kalau begitu, ngapain kita ke sini? Memang kita bisa menolongnya? Salah-salah malah kita yang ikut kesurupan!" ujar Hardi khawatir. "Ah, tidak mungkin. Kita sudah tanggung kemari! Kita lanjutkan saja, siapa tahu di sana sudah ada banyak orang, dan mungkin kita bisa bantu apalah gitu! Ayo lanjut!" "Tapi ini beresiko, sebaliknya kita kembali saja!" Hardi mendadak segan. Nyalinya seolah hilang, berceceran di belakang. "Ya, sudah! Kalau begitu, aku yang akan kesana sendiri, k
Rombongan peserta Camp Gathering tiba pada sore hari. Mereka menempuh perjalanan kurang lebih 4 sampai 5 jam, dikarenakan situasi jalanan yang macet. Rombongan ini agak terlambat sampai di Lokasi Tanah Perkemahan Gunung Mulia. Para Ketua Regu dari tiap rombongan langsung memberikan instruksi dan arahan kepada para peserta untuk segera merapat ke Lapangan Utama, setelah sebelumnya membereskan barang-barang bawaan mereka ke tenda masing-masing yang telah di sediakan oleh para Panitia. Tepatnya tenda yang telah di bangun oleh Langit, para Tukang dan Porter, beberapa jam sebelumnya. Camp Gathering ini adalah acara tahunan yang hampir selalu diadakan oleh Kampus. Khususnya untuk tiga Fakultas. Fakultas Ekonomi, Hukum dan Sastra, dari mulai jenjang tingkat satu, mahasiswa baru sampai tingkat tiga. Dan Langit termasuk di dalamnya. Dia sudah berada di tingkat tiga. Langit sudah berpesan kepada Pak Gunadi sebagai pimpinan para Porter, agar merahasiakan kejadian di sungai tadi siang. Dan me
"Langit! Kamu baik-baik saja!?" seseorang memanggilnya. Saat itu Langit baru saja hendak ke Sungai untuk mandi pagi. Dia lebih memilih untuk mandi di sungai dari pada mengantri di WC umum. Untuk menghindari pertemuan dengan orang-orang yang di kenalnya, yang kemungkinan bisa membawa masalah ke depannya. "Dewi? Ya, beginilah. Memangnya kenapa?" jawab Langit datar. Dia tidak begitu terkejut dengan kehadirannya. Perasaannya datar-datar saja. Langit masih mengingat dua hari yang lalu, ketika Diego, yang ternyata adalah tunangannya Dewi, menyuruh para Pengawalnya untuk menghabisinya di Bronze Shine Cafe. Mengingat hal itu, membuat Langit kembali merasakan sedikit trauma dalam hatinya. Dia masih bisa merasakan bagaimana sakitnya puluhan tinju dan tendangan mereka mendarat di wajah dan seluruh tubuhnya! "Syukurlah kamu tidak kenapa-kenapa! Aku...Aku mau minta maaf!" Dewi berjalan menghampirinya, sambil menundukan wajah cantiknya, menunjukan rasa bersalah. "Ya sudah, tidak apa-apa. Yang
Matahari hampir berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Berbagai rangkaian kegiatan hari ini sudah dijalani setengahnya oleh para peserta Camp Gathering. Dari mulai pendidikan dasar Alam Hutan, teori tentang Survival, Navigasi, SAR dan P3K, serta Analisa Pemecahkan Masalah di Alam sudah disampaikan semuanya. Tinggal beberapa materi untuk nanti malam. Selebihnya adalah waktu istirahat. "Camp Gathering bodoh! Kita bukan Pecinta Alam, kita bukan Menwa! Tapi harus belajar hal-hal macam ini, apa gunanya?" tanya seseorang, wajahnya yang tirus tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya. "Sabar, Wan! Ini kan salah satu agenda wajib kampus, masih beruntung kita tidak di kenai wajib militer seperti di negara-negara lain! Ini hanya teori dan pelajaran dasarnya saja, yang penting kita sudah tahu, dan nilai kita aman! Selebihnya, kita having Fun! Refreshing menikmati alam!" "Ya, betul juga sih, tapi aku tidak suka dengan tempat ini, sungguh buruk dan menyeramkan!" "Yang benar
Langit sejujurnya tidak mengerti apapun, tentang apa yang terjadi dengan dirinya saat ini. Niat baik dan sederhana yang ingin dilakukannya ternyata jadi lebih rumit dari pada yang dia bayangkan! Dia harus bertemu lagi dengan Kucing putih misterius bisa berbicara yang ternyata adalah perwujudan dari seorang Paman Wangsa! Dan yang lebih hebat lagi, dia harus berbicara dengan seekor Ular besar yang katanya adalah Penunggu dan Penguasa Pohon Beringin dan area di sekitar Sungai besar tempat mereka berada saat ini! "Bersiaplah, aku sudah memanggilnya, dia akan segera datang dalam beberapa saat lagi di sini!" ujar Kucing tersebut. Menggunakan kekuatan telepatinya untuk berkomunikasi dengan Langit. "Baiklah paman! Aku siap!" "Bagus! Kita segera turun ke bawah sekarang, dia akan datang dari arah Sungai!" Kucing itu memberi instruksi, Langit segera turun dari pohon Beringin tersebut. Dan betapa terkejutnya dia, baru saja beberapa saat menjejakkan kakinya ke tanah. Di hadapannya muncul seso
Gurick segera melompat dengan cepat dari bukit kecil tersebut, langkah kakinya yang ringan menjadikan dia terlihat seperti tidak sedang menapak tanah. Di tangan kanannya tergenggam sebilah Pentungan sepanjang satu meter berbentuk gada dengan ujung bulat, dipenuhi dengan duri yang runcing. Gada berduri terbuat dari batu Pualam Stalaktit tersebut merupakan senjata andalan dari Jenderal Gurick, salah satu Jenderal Goblin terkuat. "Tuan, biar aku yang hadapi dia!" Bullock bersiap dengan kuda-kudanya. "Tidak Bullock, mundurlah! Dia tidak seperti yang kau kira! Kekuatannya, jauh berada di atasmu!" Langit mencegah sambil bergerak cepat mendahului Bullock. Sekilas saja dia sudah bisa menakar dan mengetahui Kekuatan dari Jenderal Goblin satu ini. Setidaknya, dia sudah berada di Ranah Alam Master! "Tuan, tapi.... " "Bullock, dengarkan saja apa kata Tuan Langit! Apa kau tidak merasakan Aura Kuat dari Goblun itu?" David Huang ikut mengingatkan. "Tapi, apa kita harus berpangku tangan
Tiga sosok itu nampak memandang tajam ke arah Langit dan Kawan-kawan. Mata mereka yang besar seperti ingin meloncat keluar. Sepasang taring terselip di sela-sela bibirnya. Denga telinga mereka yang lanncio dan muka mereka yang lonjong dan agak panjang mirip seperti tokoh-tokoh monster fiksi di film kolosal. Dan wajah mereka terlihat marah! "Tuan.... Kemungkinan mereka adalah pemimpin dari para Goblin ini, sebaiknya kita harus lebih berhati-hati agar tidak ditangkap oleh mereka!" ujar Marcella mengingatkan. "Memang kenapa kalau sampai di tangkap oleh mereka? Apa mereka akan menyiksa kita?" tanya Mei Hua penasaran. "Tidak, mereka tidak menyiksa, mereka hanya akan... Menjadikan kita Makan malam!" "Aa..Apa...!?" "Yang benar saja! Kenapa kita bertemu mahluk seperti ini lagi?" "Bukankah aku pernah bilang bahwa mereka adalah Mahluk pemakan segala, termasuk Manusia!" "Hiiiyy... Apa kamu pernah bilang begitu sebelumnya? Bukankah itu hanya berlaku pada Kumpulan Monyet..." "Mer
Seiring Kabut yang meluruh turun ke dataran Padang Batu di sekitar Gua, Langit merasakan ada Aura penampakan sosok-sosok yang bermunculan dari segala arah, mereka terlihat seperti Siluet yang bergerak di antara Kabut. Sosok-sosok bertubuh pendek namun lebar dan gempal, berdatangan dari segala arah, seperti hendak mengepung meereka. Langit memperkirakan jumlah mereka semua lebih dari pada seratus orang! "Tu.. Tuaaannn.... " "Tetap tenang dan waspada! iSepertinya kita sudah mulai!" Langit memberi isyarat. "Ta.. Tapi Tuan... Aku merasakam malas dan segan untuk melawan mereka, aku.... Aku...." David Huang merasakan Kepalanya berputar hebat. "A... Aku ju... Juga...."Dakhor ikut menimpali. Bukan cuma mereka berdua, hampir semua orang ikut merasakan hal yang sama. Merasakan pusing luar biasa, seiring dengan Kabut Asap yamg terus meluruh turun menuju Bumi. Semuanya merasakan pandangan mereka mulai berbayang, terasa berat dan kabur. "Kenapa ini? Ada apa dengan kalian? Apakah ini karen
"Gila, tidak. bisa ku percaya! Apa yang terjadi sebenarnya?" "Kenapa mesti di pertanyakan lagi kakak? Bahkan sekelas Arson, Pemimpin Utama para Elf di Hutan Larangan berhasil di kalahkannya. Benar kata Tuan Muda Veganza, ini sungguh sangat menarik!" Aurora tersenyum senang. Veganza ikut menganggukan kepalanya. Dia ikut tersenyum menanggapi. "Hei, jangan lupa taruhan kita! Apa kamu sengaja pura-pura tidak mengetahuinya?" Nebula mengingatkan. *Iya, berisik! Aku tidak akan lupa, nanti akan aku ganti dengan Black Diamond Lizard, apa itu cukup membuatmu senang adikku yang cerewet?" "Hmm, padahal aku ingin kamu jadi pelayanku! Tapi baiklah, itu tidak buruk. Aku akan menerimanya!" Nebula mengangkat bahunya. "Huh, pura-pura tidak butuh, padahal kamu sangat menginginkannya!" "Sudah ku bilang jangan mengganggu Tuan Veganza dengan permainan bodoh kalian! Tuan Veganza, apa kamu tidak sebaiknya menghukum mereka berdua?" tanya Andromeda sambil mendelik kesal. "Hehe, tidak perlu, mereka suda
Dari tangan Arson keluar lingkaran Api berwarna biru disertai dengan Petir yang berputar menyemuti seluruh tubuhnya. Seperti layaknya Tornado yang mengeluarkan hawa panas, menggulung dengan cepat lalu melesat keluar memapaki serangan ke tujuh Hewan Buas itu, dan mengenai mereka semuanya dengan telak! Ketujuh Sabbertooh Unicorn itu meraung panjang seperti kesakitan, ketika tubuh mereka dihantam dan tersengat oleh Tornado Api Petir berkekuatan besar tersebut. Mereka terlempar dengan keras, dan terpelanting ke segala arah, terkena serangan hebat dan dahsyat milik Arson. Semua terkejut melihatnya! Mereka baru pertama kali melihat sebuah pemandangan yang hebat seperti ini. Sungguh kemampuan yang dahsyat luar biasa! "Gila! Apa dia seorang manusia!? Orang ini bisa mengeluarkan Api dan Petir sekaligus!""Dia bukan manusia, dia adalah Elf! Bukannya kalian tadi sudah di beri tahu?""Inikah kekuatan dari para Peri? Sungguh mengerikan!""Ya, kekuatan yang bahkan bisa setara dengan Bom, kuras
"Hei, apa yang mereka lakukan? Kenapa mereka malah turun tangan tanpa Persetujuan kita!?" Veganza terkejut. Dia tidak menyangka bahwa para Penguasa Hutan Larangan hadir tanpa pemberitahuannya. "Bukankah Aurora yang memutuskan untuk melepas Macan-macan itu sebelumnya? Betul demikian?" seseorang bertanya dengan tegas. Ketiganya serentak menoleh. Sosok gagah dan tampan berpakaian ala Bangsawan berwarna Hitam-hitam, berjalan dengan langkah tegas menghampiri mereka Andromeda! "Ouww, ada apa dengan kakak kita ini? Bukannya kamu sedang bersama Tuan Muda Ancelot untuk mengurus sesuatu?" Aurora terkejut sambil balik bertanya. "Iya, tapi aku tidak tenang dengan kalian yang selalu mengganggu Tuan Muda Veganza! Lagi pula Tuan Muda Ancelot sekarang sedang kedatangan Tetua Lord Cyrus di Kediamannya. Apa sebenarnya yang sudah kamu lakukan Aurora? Bukankah ini melanggar aturan?" Andromeda segera duduk di sebelah Veganza. "Aurora tidak salah, aku memang yang sengaja memerintahkan dia untuk b
"Siapa kamu manusia? Sepertinya kamu bisa mengerti Bahasa kami!? Sebaiknya lepaskan ikatan Kuasa mu pada Ketujuh Hewan ini. Karena mereka adalah Tujuh Pemimpin dari Tujuh Klan Raja Harimau yang menjaga dan melindungi hampir keseluruhan dari Hutan Larangan ini. Jika kamu ingin selamat, sebaiknya lepaskan mereka segera!" ujar seseorang dari mereka. Seorang pria gagah dan tampan dengan wajah klimis berambut pirang panjang yang di ikat rapi sampai ke punggung, Bertubuh tinggi tegap dengan Out fit Kebesaran berhiaskan Mutiara, Zamrud dan Intan di setiap sisi baju jubah merahnya. Pakaiannya sendiri terbuat dari Sutera yang terlihat mewah, menambah Elegan dan Agung penampilannya. Sebab Mahkota Kecil nampak bertengger di kepalanya. Sementara di sisi kiri dan kanannya berjajar masing-masing tiga orang dengan pakaian dan jubah yang hampir sama mewahnya, namun berlainan warna. Mereka adalah Tiga Wanita yang terlihat sangat cantik seperti boneka dan empat laki-laki yang juga terlihat sangat ta
"Selamat malam Tetua Lord Cyrus., Terima kasih sudah menyempatkan datang kemari. Mohon maaf jika saya sudah merepotkan anda! " Anceelot menjura hormat. Di hadapannya hadir seorang pria setengah baya nerrubuh tinggi tegap dengan Jubah Putih besar yang menyelimuti hampir seluruh tubuhnya. Rambutnya yang panjang sebahu dan sudah mulai beruban, nampak diikat rapi ke belakang. Sebuah Ring berwarna Emas tanda seorang Lord memghiasi Kepalanya Wajahnya yang bulat telur dengan sepasang mata yang kecil namun tajam, berhidung lancip hanya tersenyum tipis menanggapi mukadimah pendek yang disampaikan oleh Ancelot. "Aku langsung saja pada topik, anakku. Aku mulai khawatir dengan segala perkembangan yang ada hari kemarin, hari ini, dan juga hari kedepannya. Apakah ada yang bisa kamu jelaskan kepadaku?" Lord Cyrus duduk di sebuah Kursi Kayu mewah berukir Lambang kebesaran Akademi. "Mengenai itu, besok baru akan saya sampaikan pada Pertemuan dengan Para Tetua dan Mentor terpilih...""Kamu harus cer
"Bullock, kamu tidak apa-apa?" Maecella berteriak khawatir. Dia tidak memungkiri, dia begitu mencemaskan 'teman dekatnya' ini.Bullock saat ini tengah berjibaku dengan dua dari Lima Sabbertooh bertanduk seukuran Kerbau besar itu dengan mengandalkan kecepatan dan Tinju Jarak Jauhnya yang kuat. Dua kali Tinju Jarak jauhnya di arahkan pada kawanan Macan Besar bertaring Pedang itu dengan harapan bisa melumpuhkan mereka. Namun Bullock tidak menduga sama sekali ketika mereka berhasil menghindar dari Tinju andalan miliknya. Bahkan Macan itu seperti memiliki insting dan naluri yang kuat, Mereka langsung menyebar ke dua sisi, mengurung dan mengapit Bullock dari dua arah, lalu melakukan serangan dengan cepat, membuat Bullock urung melakukan serangan, dan memilih menghindari mereka dengan bergulingan di tanah!Dua ekor Macan itu terus memburunya, membuatnya harus jatuh bangun menghindari mereka. Bullock mau tidak mau harus bertindak lebih cepat, hingga akhirnya dia memutuskan untuk menghadapi