Wulan menggenggam kemudi dengan erat, mencoba tetap tenang saat mobilnya melaju menyusuri jalanan Jakarta yang mulai lengang di malam hari. Matanya terfokus pada lampu belakang mobil Ben, yang semakin jauh di depan. Ben tampak memacu mobilnya lebih cepat, seakan ingin menghindar dari sesuatu—atau seseorang. Wulan tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi firasat buruk terus menggelayuti pikirannya."Ben, kenapa kamu begini?" gumamnya pelan, masih berusaha untuk mengimbangi kecepatan Ben. Setiap kali ia mencoba mempercepat mobilnya, Ben tampak semakin jauh, hingga akhirnya, di sebuah tikungan tajam, Wulan kehilangan jejaknya."Astaga..." Wulan menghentikan mobilnya di pinggir jalan, rasa frustrasi dan ketidakberdayaan membanjiri hatinya. Ia mencoba mengingat rute yang diambil Ben, namun jalanan malam yang sepi dan gelap membuatnya bingung. Dengan perasaan campur aduk, ia menekan pedal gas semakin dalam, berharap bisa menemukan jejak Ben, tapi usahanya sia-sia. Ben sudah menghilang dari
Beberapa hari sebelum acara peluncuran produk kecantikan milik Wulan, seluruh tim kembali berkumpul untuk memastikan segala persiapan sudah sesuai rencana. Ruangan rapat dipenuhi oleh hiruk-pikuk percakapan dan tumpukan dokumen, mencerminkan betapa pentingnya acara tersebut. Sari hadir dalam rapat ini, memenuhi permintaan Rain untuk membantu dalam hal dekorasi. Sebagai seorang dekorator yang berbakat, Sari diundang untuk memberikan sentuhan akhir yang diharapkan dapat menambah kesan elegan pada acara peluncuran tersebut. Saat Wulan memasuki ruang rapat dan melihat sekeliling, pandangannya langsung tertuju pada sosok wanita yang terlihat familiar. Alisnya sedikit terangkat ketika ia mengenali Sari, wanita yang beberapa hari sebelumnya ditemui Ben. Ada kilatan kejutan di mata Wulan yang berusaha ia sembunyikan dengan senyuman ramah. "Selamat siang semuanya." Wulan menyapa dengan nada hangat, meski pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan tentang Sari. Rain mengangkat wajahnya, memba
Sesampainya di rumah, Rain membuka pintu depan dan membiarkan Haru melangkah masuk. Wajah Haru tidak lagi menyimpan keceriaan yang biasanya menyambut ibunya ketika ia pulang. Ia meletakkan tasnya di kursi dan duduk diam di ruang tamu, pandangannya kosong. Summer, yang sedang sibuk di dapur, menyadari kehadiran Haru yang biasanya langsung memanggilnya. Kali ini, tidak ada suara riang dari putranya. Dengan segera, ia keluar dari dapur dan mendekati Haru. "Haru, ada apa, sayang? Kenapa wajahmu lesu begitu?" tanya Summer dengan lembut, duduk di samping Haru. Haru menatap ibunya sejenak, lalu memeluknya erat. "Teman-teman cerita tentang ayah mereka, Bu. Haru... Haru nggak tahu harus cerita apa. Haru nggak punya ayah," katanya dengan suara pelan, nyaris berbisik. Summer menatap Rain yang masih berdiri. Ia meminta penjelasan, namun Rain hanya menggelengkan kepalanya. Summer akhirnya mengelus kepala Haru dengan lembut, merasakan kesedihan yang mendalam dari kata-kata putranya. Ini ada
Pagi itu, suasana di rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. Haru, yang biasanya ceria dan penuh semangat setiap kali hendak pergi ke sekolah, kali ini tampak murung. Wajahnya yang imut dan biasanya berseri, kini tertunduk lesu saat ia mengenakan seragam sekolahnya. Summer menatap anaknya dengan perasaan khawatir, tetapi berusaha tersenyum dan memberikan semangat pada Haru. “Haru jangan sedih, dong. Gimana kalau pulang sekolah, ibu sama Haru jalan-jalan? Kita ke taman bermain, mau?” kata Summer lembut, sambil membetulkan kerah seragam Haru. Haru hanya mengangguk pelan tanpa kata-kata, kemudian berbalik menuju pintu. Rain yang sudah menunggu di dekat mobil, membuka pintu untuknya. Saat Haru masuk ke dalam mobil, ia tetap diam dan tidak banyak bicara, hanya menatap kosong ke luar jendela. Summer yang mengikuti dari belakang, memasang wajah khawatir, dan Rain tahu apa yang sedang Summer pikirkan. "Kamu tenang saja. Nanti aku coba hibur Haru," ucap Rain, menenangkan Summer. Summer m
Di dalam ruang kantornya yang mewah, Sari duduk di belakang meja besar yang penuh dengan dokumen dan ponsel yang terus menerus dia intip, berharap ada pesan dari Ben. Jantungnya berdebar kencang setiap kali layar ponselnya menyala, tetapi kekecewaan selalu mengikutinya karena pesan yang dinantikan tak kunjung datang. Pikiran Sari dipenuhi oleh bayangan pertemuannya dengan Ben di kafe beberapa hari lalu. Dia ingat betul tatapan Ben yang terlihat bimbang saat mereka berbicara. Dia yakin Ben mulai goyah, mulai mempertimbangkan tawaran atau ancamannya. Namun, waktu terus berlalu dan Ben masih belum menghubunginya. Hal ini membuat Sari semakin gelisah dan kesal. Rasa gelisahnya berubah menjadi marah. Sari merasa kesabarannya mulai habis. Dia sudah terlalu lama menunggu, dan dia tidak akan membiarkan Ben melarikan diri dari tanggung jawab ini. Pikiran tentang bagaimana dia harus menekan Ben lebih keras mulai memenuhi benaknya. Dia tahu, jika ancaman yang lebih besar tidak dilancarkan,
Summer bisa merasakan perubahan halus pada ekspresi Rain begitu ia menyebutkan kedatangan Lili dan apa yang Lili inginkan. Senyuman Rain yang tadi hangat perlahan memudar, dan tatapannya sedikit berubah, meski Rain berusaha keras menyembunyikannya. Summer merasa bersalah karena telah membawa topik yang berat di momen seperti ini, apalagi di depan Haru yang sedang bersemangat tentang liburan. “Maaf, Rain,” ucap Summer dengan suara lembut, menundukkan kepala sedikit. “Aku tau nggak seharusnya aku bahas soal ini sekarang, tapi aku terbebani dengan permintaan Tante Lili. Maafin aku." Rain menggelengkan kepalanya pelan, berusaha meredakan kekhawatiran Summer. Dia meletakkan tangannya di atas tangan Summer, menatapnya dengan lembut. "Nggak perlu minta maaf, Summer. Aku ngerti kamu hanya mau aku tahu, dan aku menghargai kejujuran kamu. Tapi, mungkin lebih baik kalau kita bahas ini nanti." Haru, yang sedang sibuk dengan makanan di depannya, tidak menyadari ketegangan yang muncul di anta
Lili maju, memegang tangan Rain. "Mama mengerti. Kamu duduk dulu." Rain mengikuti kemauan ibunya. Ia duduk, lalu menatap ke sekeliling. "Papa mana? Bukannya papa juga harus hadir, biar masalah ini bisa jelas?" Lili menggelengkan kepalanya. "Papa kamu nggak perlu tau soal masalah ini. Semuanya bukan keinginan papa kamu, tapi mama yang mau kamu ambil alih Guardian Group." Rain menarik napas panjang sebelum akhirnya berbicara. "Ma, sepuluh tahun yang lalu, mama sudah dengar janji papa, kan? Papa janji ke aku kalau aku bisa sukses sebagai seniman, papa nggak akan maksain kehendak papa ke aku. Aku sudah mencapai semua itu, tapi kenapa mama masih intervensi karir dan jalan hidup aku? Apalagi, mama minta Summer untuk bujuk aku. Kenapa, ma? Aku butuh penjelasan dari mama." Lili mendengarkan dengan seksama, tatapannya tetap tenang meski ada kilatan emosi yang sulit ditebak di matanya. "Rain, memang benar, kamu sudah mencapai lebih dari yang pernah mama bayangkan. Kamu sudah jadi senima
Di balik meja kantornya, Rain duduk diam dengan pandangan kosong menatap ke luar jendela. Pikirannya jauh melayang, tenggelam dalam percakapan dengan ibunya yang masih terngiang jelas di telinganya. Berbeda dengan Summer yang sedang diliputi kebahagiaan karena kabar baik dari ibunya, Rain merasa hatinya bercampur aduk. Kata-kata ibunya, Lili, seolah terus menghantuinya, mengingatkannya akan janji lama yang ia buat pada orang tuanya—janji yang kini terasa seperti beban berat yang kembali menghimpit dadanya. Lili telah berbicara dengan penuh harap, mengingatkan Rain bahwa kesuksesannya sebagai seniman telah memenuhi harapan mereka, namun ada hal lain yang belum terpenuhi. Harapan-harapan lain yang mereka miliki untuknya—harapannya untuk karir yang lebih mapan, untuk kehidupan yang lebih terstruktur, dan anak laki-laki yang akan selalu dapat diandalkan, untuk melindungi keluarga mereka. Rain memejamkan matanya sejenak, mencoba mengusir kecemasan yang mulai menyelimutinya. “Aku benar
Tahun-tahun berlalu, membawa kebahagiaan yang tak terhingga dalam kehidupan Rain dan Summer. Setelah pernikahan yang indah dan penuh cinta, mereka membangun rumah tangga yang harmonis dan dipenuhi dengan tawa. Haru tumbuh menjadi anak yang cerdas dan penuh kasih sayang, selalu ditemani oleh Rain dan Summer yang menjadi panutan baginya. Kehidupan mereka yang stabil dan penuh cinta menjadi fondasi kuat bagi keluarga kecil ini. Namun, sebuah kebahagiaan baru datang menghampiri mereka beberapa tahun setelah pernikahan. Summer mengandung anak kedua mereka—seorang bayi perempuan yang mereka nantikan dengan penuh sukacita. Saat waktu persalinan tiba, Rain tidak pernah melepaskan genggaman tangannya dari Summer, berada di sisinya, memberikan kekuatan dan cinta yang tiada habisnya. Saat suara tangisan bayi pertama kali terdengar di ruang bersalin, air mata kebahagiaan tak terbendung dari mata Rain. Bayi perempuan itu lahir dengan sehat, membawa cahaya baru ke dalam hidup mereka. Haru, ya
Hari pernikahan Rain dan Summer tiba dengan segala kemegahan dan keindahannya. Langit cerah menyambut hari istimewa itu, seolah turut merestui persatuan dua hati yang telah melewati begitu banyak rintangan. Di sebuah taman luas yang dikelilingi pepohonan yang rindang, para tamu berkumpul dengan antusias. Taman itu dihiasi dengan rangkaian bunga-bunga yang indah, setiap sudutnya dipenuhi oleh dekorasi yang dirancang dengan penuh cinta. Nuansa putih dan emas mendominasi, menciptakan suasana yang elegan namun hangat. Summer berdiri di depan cermin rias, mengenakan gaun pengantin putih yang anggun. Rambutnya yang lembut disanggul rapi, dihiasi oleh mahkota kecil yang berkilauan. Wajahnya berseri-seri, matanya memancarkan kebahagiaan yang tak terbendung. Di sampingnya, ibunya, Meilani, merapikan sedikit gaunnya dengan penuh kasih sayang. “Kamu cantik banget, sayang,” ujar Meilani dengan suara lembut, matanya berkaca-kaca. “Ini hari yang sudah kamu tunggu selama ini, sayang." Summe
Setelah malam lamaran yang begitu spektakuler dan romantis, keesokan harinya dunia maya dibanjiri oleh berita tentang Rain dan Summer. Video lamaran yang disiarkan langsung telah diulang jutaan kali, dipenuhi dengan komentar-komentar positif dari netizen yang terpesona dengan cara unik Rain mengekspresikan cintanya. Setiap detil dari momen itu—dari puisi yang dibacakan Rain, hingga kembang api yang memeriahkan suasana—dibicarakan dengan antusias di berbagai platform media sosial. Berita ini menjadi topik utama di mana-mana, tidak hanya di kalangan penggemar seni yang mengagumi Rain, tetapi juga di kalangan umum yang menyukai cerita cinta yang berakhir dengan kebahagiaan. Selebriti, tokoh publik, dan bahkan para kritikus yang sebelumnya skeptis terhadap hubungan Rain dan Summer, kini memberikan pujian setinggi langit. Semua orang setuju bahwa pasangan ini adalah pasangan yang sempurna, ditakdirkan untuk bersama. Sementara itu, di tempat yang berbeda, Sari dan Ben merasakan pukulan
Malam yang dinanti akhirnya tiba. Arena konser amal yang megah telah dihias dengan penuh kemewahan. Tirai beludru merah anggur menggantung di sekitar panggung, sementara lampu gantung kristal berkilauan memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan. Bunga-bunga segar menghiasi setiap sudut, menambah nuansa romantis malam itu. Summer dan Haru duduk di kursi khusus yang telah disediakan, mengenakan pakaian malam yang elegan. Wajah Summer berseri-seri penuh antusiasme, sementara Haru duduk ceria di sampingnya, siap menyaksikan pertunjukan. "Liat dekorasinya, Haru," ucap Summer, matanya berbinar-binar. "Rain benar-benar tunjukin kualitasnya sebagai seniman." "Iya, Bu," balas Haru, yang juga kagum pada panggung di depan mereka. “Panggungnya keliatan kayak dunia fantasi. Aku juga pengen tampil di panggung kayak gitu." Konser malam itu dimulai dengan meriah. Para seniman dan musisi memberikan yang terbaik dari mereka, dari alunan musik yang memukau hingga tarian yang anggun. Suasana sem
Selama dua minggu berada di Swiss, Rain tidak hanya fokus pada bisnis dan pekerjaan yang harus diselesaikannya. Di balik kesibukannya, ia juga menyempatkan diri untuk menyelidiki situasi yang sedang terjadi di Indonesia. Ia tidak hanya mengikuti berita-berita yang viral di media, tetapi juga menyelidiki lebih dalam tentang siapa yang berada di balik semua kekacauan ini. Dengan bantuan beberapa rekan dan sumber terpercaya, Rain mulai menggali informasi tentang siapa yang sebenarnya menggerakkan semua ini.Dari berbagai saluran informasi yang ia miliki, Rain menemukan petunjuk yang menunjukkan bahwa Sari dan Ben berada di balik semua upaya manipulasi yang telah mengacaukan hidupnya dan Summer. Rain merasa marah dan terkejut ketika mengetahui bahwa ternyata Sari, dengan semua taktik dan intrik yang ia mainkan, bekerja sama dengan Ben. Ternyata, mereka memiliki agenda masing-masing. Ben ingin memperbaiki hubungannya dengan Summer dan Haru, sementara Sari berusaha merebut perhatian Rain da
Setelah genap dua minggu kepergian Rain, akhirnya kabar yang dinanti-nanti tiba. Rain mengirimkan pesan singkat kepada Summer dan orang tuanya, mengabarkan bahwa ia akan segera kembali ke Indonesia. Pesan tersebut singkat namun penuh makna, cukup untuk membuat Summer dan Haru merasa bersemangat. Malam itu, setelah menerima pesan dari Rain, Summer merasakan perasaan lega yang luar biasa. Meski mereka telah berkomunikasi secara teratur selama Rain berada di Swiss, tidak ada yang bisa menggantikan kehadirannya secara fisik. Summer tak sabar menantikan momen di mana ia bisa melihat Rain kembali. Begitu pula Haru, yang selalu menanyakan kapan pamannya—begitu Haru menyebut Rain—akan kembali.Keesokan harinya, Summer memutuskan untuk tidak memberitahu siapa pun tentang rencana mereka menjemput Rain di bandara. Ia ingin momen ini menjadi sesuatu yang spesial, hanya antara dirinya, Haru, dan Rain. Ia juga berharap ini bisa menjadi awal yang baru bagi mereka, setelah semua drama yang terjadi b
Setelah makan malam bersama Ben dan Haru, Summer tidak merasakan apa-apa selain rasa lega yang hampa. Hubungannya dengan Ben terasa seperti kenangan lama yang tidak lagi relevan dengan hidupnya sekarang. Meskipun mereka telah menghabiskan waktu bersama sebagai keluarga sementara beberapa hari ini, Summer merasa semakin yakin bahwa Ben hanyalah bagian dari masa lalunya. Perasaan dan kenangan di masa itu tidak lagi menyakitkan, tetapi lebih seperti perjalanan hidup yang harus ia jadikan pelajaran. Ketika mereka tiba di rumah orang tuanya, Haru yang kelelahan segera tertidur begitu mereka masuk. Summer menyerahkan Haru kepada ibunya, Meilani, yang dengan lembut menggendong Haru. "Biar Ibu yang bawa Haru ke kamar. Kamu juga istirahat," ucap Meilani, penuh perhatian. Summer tersenyum tipis, merasa sedikit lebih tenang setelah melihat Haru tertidur dengan nyaman. "Iya, Bu. Aku ke kamar dlu." Summer bergegas ke kamarnya, meninggalkan Haru dan ibunya. Ia menutup pintu dengan hati-hati,
Setelah keluar dari galeri, Sari berjalan dengan langkah cepat menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari sana. Pikirannya penuh dengan tanda tanya, dan kepanikan perlahan mulai merayap di benaknya. Ia mencoba menenangkan diri, namun setiap kali mengingat kata-kata Mira tentang Rain yang pergi ke luar negeri, hatinya kembali berdegup kencang.Sari masuk ke dalam mobilnya dan duduk di kursi pengemudi, tetapi tidak langsung menyalakan mesin. Ia duduk di sana, menatap kosong ke depan, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. "Rain pergi ke luar negeri? Kenapa aku nggak tahu?" pikirnya, dengan perasaan marah bercampur bingung. Selama ini, Sari merasa dirinya memiliki kendali atas situasi dan orang-orang di sekitarnya. Namun sekarang, dengan kepergian Rain yang mendadak, ia merasa seperti kehilangan arah.Setelah beberapa saat, Sari akhirnya menghidupkan mesin mobil dan mulai mengemudi kembali ke kantornya. Jalanan kota yang biasanya padat terasa lengang, tetapi pikirannya begitu p
Di ruangannya yang luas dan elegan, Sari duduk di belakang meja kerjanya, mengamati serangkaian laporan dan berita terbaru di layar komputernya. Segalanya tampak berjalan sesuai rencana. Berita tentang kemungkinan keretakan hubungan antara Rain dan Summer terus menyebar, dan tidak ada satu pun pihak yang tampil untuk membantah atau meluruskan kabar tersebut. Publik semakin yakin bahwa hubungan mereka telah mencapai titik terendah, dan Sari tahu bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan langkah berikutnya. Sari mengamati setiap perkembangan dengan cermat. Summer memang semakin jarang terlihat bersama Rain di depan umum, bahkan dalam beberapa kesempatan penting, seperti acara-acara sosial yang sebelumnya selalu dihadiri bersama oleh pasangan itu. Ini memberi kesan kuat bahwa ada sesuatu yang salah antara mereka. Selain itu, Sari mencatat bagaimana peran Ben dalam kehidupan Summer dan Haru semakin terlihat. Dalam beberapa minggu terakhir, yang sering terlihat mengantar dan menj