Keesokan harinya, udara pagi yang sejuk terasa berbeda bagi Summer. Sejak semalam, pikirannya terus dipenuhi oleh pertemuan Haru dengan Ben. Saat ia dan Rain mengantar Haru ke sekolah, perasaannya tidak tenang, seakan ada firasat buruk yang menghantuinya. "Kamu kenapa, sayang?" tanya Rain, saat ia melihat Summer yang gelisah. Summer berusaha untuk tersenyum, walau ia tahu itu terlihat begitu aneh. "Nggak apa-apa, sayang. Hanya lagi nggak enak badan aja." Summer tidak jujur pada Rain saat ini, karena ia masih membutuhkan waktu untuk berpikir. Rain tersenyum, berusaha memberikan Summer waktu dan ruang. Sesampainya di depan sekolah, Summer menggenggam tangan Haru erat, seakan tidak ingin melepaskannya. Namun, ketika mereka sampai di gerbang sekolah, firasat buruk itu terbukti benar. Ben berdiri di sana, menunggu mereka dengan wajah penuh penyesalan. Wajah yang kemarin menyapa Haru di sekolah. Summer langsung merasakan amarah membuncah. Semua rasa sakit dan kekhawatiran yang i
Dalam perjalanan pulang, suasana di dalam mobil terasa begitu hening dan tegang. Bahkan Haru, yang biasanya ceria dan selalu punya banyak hal untuk diceritakan, hanya duduk diam di kursi belakang, menatap keluar jendela dengan ekspresi murung. Pandangannya kosong, seolah-olah pikirannya sedang melayang jauh dari tempat ia berada. Summer, yang duduk di samping Rain, juga tidak berbicara sepatah kata pun. Amarah yang meledak-ledak saat bertemu Ben masih terasa di dadanya, tetapi kini perasaan itu berubah menjadi kekesalan yang mendalam. Ia tidak pernah membayangkan akan bertemu Ben dalam situasi seperti ini, apalagi di depan Haru. Perasaan bersalah menyelimutinya karena Haru harus menyaksikan semua itu. Rain, yang memegang kemudi, mencuri pandang ke arah Summer beberapa kali. Dia bisa merasakan ketegangan yang menyelimuti mereka bertiga, tetapi dia tidak tahu harus berkata apa untuk mengurangi ketegangan itu. Ia ingin menenangkan Summer, ingin memberikan kata-kata penghiburan, teta
Di kantornya, Wulan duduk terpaku di kursi kantornya, menatap layar handphone dengan penuh kebingungan dan ketidakpercayaan. Berita terbaru yang sedang viral di media sosial tidak hanya mengejutkannya, tetapi juga membuatnya merasa terpuruk. Judul artikel itu besar dan mencolok: "Skandal Cinta Ben dan Summer, Masa Lalu yang Kembali Menghantui". Wulan membaca dengan seksama, matanya membesar setiap kali menemukan detail baru yang mengungkapkan hubungan intim Ben dengan Summer di masa lalu. Foto-foto lama, rekaman, dan kesaksian dari orang-orang yang mengenal mereka saat kuliah mengisi artikel tersebut, menjelaskan hubungan mereka dengan cara yang sangat dramatis. Wulan berusaha mencerna informasi yang tertulis. Tidak hanya hubungan masa lalu Ben dan Summer yang menjadi berita utama, tetapi juga ada dugaan bahwa Haru, anak Summer, sebenarnya adalah anak biologis Ben. Artikel tersebut memaparkan argumen bahwa Ben dan Summer dulu memiliki hubungan yang sangat serius dan ada kemungkin
Di apartemen Rain, suasana terasa tenang meski penuh kesibukan. Summer, dengan wajah lelah dan penuh pikiran, sedang menyiapkan sarapan untuk Haru. Dia menghidangkan roti panggang dan sereal sambil menyalakan televisi dan mencari saluran anak-anak agar Haru bisa menonton acara favoritnya dan mengalihkan pikirannya dari kejadian di sekolah. Tiba-tiba, ponsel Summer bergetar di meja dapur. Melihat nama Misel pada layar, Summer segera tahu bahwa ada sesuatu yang serius. Misel, sahabatnya yang juga sering membantu mengurus berbagai hal, pasti ingin membahas sesuatu yang penting. Dengan sedikit rasa cemas, Summer menjawab telepon. “Halo, Misel. Ada apa?” tanya Summer sambil menyadari betapa pentingnya pertemuan ini. “Summer! Lo keren banget, sumpah!" Kata-kata Misel membuat Summer menggelengkan kepalanya perlahan. "Nggak usah muji gue untuk hal buruk. Lo kenapa telepon gue?" Misel menghela napas sejenak. “Gue tebak, lo pasti sadar opa yang lagi rame sekarang, kan?" Summer menga
Di kantornya yang sepi, Rain duduk di belakang meja, pandangannya terpaku pada tumpukan dokumen yang belum juga memberikan jawaban yang ia cari. Suara gemuruh di luar seolah mencerminkan kekacauan pikirannya. Dia telah mencoba segala cara untuk menemukan solusi atas masalah yang kini menimpa dirinya, Summer, dan Haru, tapi sejauh ini, hasilnya nihil. Kepalanya bersandar di tangan, tubuhnya terasa lelah, baik secara fisik maupun mental. Pikirannya terus berputar, berusaha mencari jalan keluar dari situasi yang kian memburuk. Kabar bahwa Wulan telah melakukan konferensi pers dan menyatakan hubungannya dengan Ben telah berakhir sebelum masalah ini mencuat ke publik, membuat situasi semakin sulit. Wulan telah melepaskan dirinya dari masalah ini, sementara Summer dan Ben masih diam, terperangkap dalam ketidakpastian. Ketika Rain sedang tenggelam dalam pikirannya, pintu kantornya terbuka perlahan. Dia mendongak, dan melihat Sari masuk dengan senyum ramah di wajahnya. "Sari? Kamu ngapain
Beberapa hari berlalu, situasi semakin memburuk. Berita tentang Summer, Ben, dan Rain terus merajalela di media sosial, dengan spekulasi dan opini publik yang semakin liar. Meski Rain telah mencoba segala cara untuk membendungnya, termasuk meminta bantuan dari perusahaan media yang memiliki koneksi dengannya, namun arus informasi sudah terlalu kuat untuk dihentikan. Opini publik semakin beragam dan sering kali tidak berdasar, membuat segalanya menjadi lebih rumit. Dampak dari pemberitaan ini mulai dirasakan oleh Haru di sekolah. Meskipun masih anak-anak, teman-teman Haru sudah mendengar gosip dari orang tua mereka atau melihat berita di televisi. Mereka mulai membicarakan masalah orang tua Haru, meski mereka tidak sepenuhnya mengerti apa yang sebenarnya terjadi. "Katanya ayah kamu sama ibu kamu udah gak bareng lagi?" salah satu temannya bertanya dengan polos namun menimbulkan perasaan tidak nyaman di hati Haru. "Ayah kamu siapa, sih, sebenarnya?" celetuk anak lain yang terdengar
Setelah tamu-tamu meninggalkan rumah orang tua Rain, suasana di ruang tamu terasa lebih tenang. Andreas dan Lili, yang baru saja mengucapkan selamat tinggal kepada para tamu, memanggil Rain dan Summer untuk bergabung dengan mereka di ruang tamu. Haru, yang kelelahan bermain sepanjang hari, sudah tidur nyenyak di kamar. Sementara itu, Rain dan Summer duduk di seberang sofa, dengan Andreas dan Lili duduk di sofa yang sama, wajah mereka tampak serius. Andreas memecah keheningan terlebih dahulu dengan nada yang tenang namun tegas. “Rain, Summer, Papa mau bahas masalah yang sedang kalian hadapi. Papa khawatir situasi ini sudah mulai berlarut-larut dan dampaknya nggak akan hanya untuk kalian berdua, tapi juga untuk orang-orang di sekitar kalian dan bisnis keluarga kita." Lili, yang duduk di samping Andreas, menatap Summer dengan kekhawatiran di matanya. “Kami tau kalian sedang menghadapi banyak tekanan dengan semua gosip yang beredar. Kami juga khawatir kalau gosip ini akan mempengaruhi r
Setelah mendapatkan nasehat yang bijaksana dari Andreas dan Lili, Rain merasa lebih terarah. Meskipun rasa bingung dan tekanan yang dirasakan sebelumnya belum sepenuhnya menghilang, ia kini memiliki fokus baru. Ia memahami betapa pentingnya menjaga hubungan dengan Summer tetap kuat dan stabil, dan juga melindungi Haru dari dampak negatif situasi ini. Dengan tekad yang lebih kuat, Rain mulai merencanakan langkah-langkah strategis untuk menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi. Rain memutuskan untuk bekerja secara diam-diam, tanpa memberitahukan siapapun tentang rencananya. Ia tahu bahwa dalam situasi ini, tindakan yang bijaksana dan terencana adalah kunci untuk mengatasi segala masalah yang muncul. Rain menghabiskan waktu berjam-jam di kantornya, memikirkan cara-cara terbaik untuk menghadapi krisis ini. Ia merasa bahwa ada beberapa langkah yang harus diambil untuk mengembalikan reputasi dan situasi keluarga mereka ke jalur yang benar. Pertama, Rain mulai mengumpulkan bukti-buk