Share

07

Di dalam kamar hotel yang cukup luas, Summer dan Misel duduk di atas tempat tidur, dikelilingi oleh tumpukan dokumen, peta, dan laptop. Ada pula koper dan beberapa baju baru yang berserakan di lantai. Mengingat Summer tidak bisa kembali ke rumahnya, maka ia dan Misel lebih memilih untuk membeli beberapa keperluan Summer. Kegelisahan tampak jelas di wajah mereka, namun tekad yang kuat untuk melarikan diri, memberikan dorongan tambahan bagi Summer.

"Kita harus pesan tiket buat lo. Malam ini, kan?" tanya Misel.

Summer mengangguk. "Iya. Gue takut banget aktifin hp gue. Pake hp lo boleh, kan?"

Misel langsung mengambil handphonenya dan memeriksa aplikasi tiket online. Misel mencari penerbangan dengan harga paling murah, dan akhirnya ia mendapatkannya. "Ada satu penerbangan jam 11 malam. Dari semua, ini yang paling murah. Mau?"

Summer melihat layar hp Misel lalu mengangguk . "Pesan aja. Gue transfer uangnya sekarang."

Misel mengibaskan tangannya. "Nggak usah. Biar gue yang bayar."

Summer tentu menolak tawaran Misel. Walau Misel bilang murah, tapi tetap saja itu adalah jumlah uang yang cukup besar. "Nggak. Gue yang bayar," tegas Summer. "Udah cukup lo bantu gue."

Misel menyipitkan matanya. "Summer? Lo bakal pergi ke Korea, dan di sana nggak ada siapa-siapa yang bisa lo andalin. Gue juga nggak bisa bantu lo kalau lo udah di sana. Jadi selama gue sanggup bantu lo di sini, gue minta lo nggak usah nolak bantuan gue. Oke?"

Mata Summer berkaca-kaca karena haru. "Lo emang teman paling best yang gue punya!"

Misel mendengus sambil memukul dadanya. "Gue emang yang terbaik, makasih."

Setelah beberapa menit yang terasa seperti seabad, Misel akhirnya menyelesaikan pemesanan tiket. "Oke, tiket udah beres. Sekarang kita harus mikir, di mana lo tinggal nanti kalau lo udah sampai di Korea."

Sumber juga memikirkan hal tersebut. "Gue juga belum tau bakal tinggal di mana."

Misel tersenyum angkuh sambil mengangkat dagunya. "Lo punya Misel di sini. Lo nggak perlu khawatir."

Summer ikut tersenyum, mengangkat dua jari jempolnya. "Gue ngandelin lo."

Misel, yang merupakan seorang selebgram dengan banyak pengikut, memutuskan untuk menggunakan jaringan sosial medianya. Ia membuka aplikasi sosial media miliknya dan mulai menghubungi teman-temannya. "Gue coba tanya teman-teman gue yang ada di Korea, siapa tau ada yang bisa bantu."

Ia mulai mengirim pesan satu per satu kepada teman-temannya yang tinggal di Korea atau yang pernah tinggal di sana. “Hey, aku butuh bantuan. Temanku sedang dalam situasi darurat dan perlu tempat tinggal di Korea. Ada yang bisa bantu?”

Tidak butuh waktu lama bagi Misel untuk mendapatkan beberapa tanggapan. Salah satu temannya, seorang influencer bernama Ji-hye, merespon dengan cepat. "Hai, Misel. Temanmu bisa tinggal di apartemenku selama seminggu, sampai dia menemukan tempat lain. Beri tahu aku kapan dia tiba."

Misel menunjukkan pesan itu kepada Summer, yang langsung terlihat lega. "Kita punya tempat untuk lo tinggal sementara," kata Misel sambil tersenyum.

Summer merasa sedikit lega, meskipun masalah utamanya belum sepenuhnya terselesaikan. "Terima kasih, Misel. gue benar-benar nggak tau harus gimana kalau nggak ada lo."

Misel menepuk pundak Summer dengan lembut. "Gue ini sahabat lo, Summer. Gue hanya minta lo kuat buat hadapin hidup lo ke depannya. Sekarang pastiin semua dokumen lo udah siap. Paspor, visa, semuanya."

Summer memeriksa tasnya untuk memastikan semua dokumen penting sudah ada di dalamnya. "Semua udah siap. Kita hanya perlu nunggu sampai waktu berangkat."

Misel tersenyum, puas. "Kalau gitu kita cari makan dulu. Gue lapar banget soalnya."

Summer mengangguk, kemudian mengikuti Misel keluar dari kamar hotel.

***

Rain mengemudikan mobilnya ke rumah Misel, yang ia tahu adalah teman baik Summer. Pikirannya terus-menerus memikirkan Summer. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus ia sampaikan, sesuatu yang bisa mengubah hidup mereka berdua. Tapi sekarang, dengan Summer yang menghilang, Rain merasa putus asa.

Tidak ingin membuang waktu lebih lama, Rain menghubungi seseorang bernama David yang terkenal dengan kemampuannya melacak orang. "Gimana David? Lo udah ketemu jejaknya Summer?"

"Gue butuh waktu, Rain. Gue lagi ngelacak pergerakan hp dia, tapi hp dia nggak aktif. Gue lagi coba cara lain sekarang," tutur David, menjelaskan.

Rain mengembuskan nafas, kasar. "Hah! Oke, kabarin gue kalau ada informasi baru."

"Gue bakal kabarin lo secepatnya," jawab David, kemudian memutuskan sambungan telepon.

***

Di lain sisi, David mulai bekerja dengan cepat. Ia memeriksa rekaman CCTV di sekitar rumah sakit dan mendapati jejak Summer yang meninggalkan rumah sakit. Ia juga mengamati gerak-gerik Misel, sahabat Summer yang sangat aktif di media sosial.

Waktu berlalu tanpa David sadari kalau hari mulai gelap. Setelah beberapa jam menyelidiki, David akhirnya menemukan jejak Misel. Di salah satu sosial media miliknya, Misel sempat membalas beberapa komentar dan bertanya mengenai Korea. Dari situ, David mulai menyelidiki lebih jauh, dan akhirnya ia mendapat informasi terkait Summer.

Tanpa berlama-lama, David langsung menghubungi Rain untuk menyampaikan informasi tersebut.

***

"Misel aktif beberapa jam yang lalu di sosial media. Dia nanya soal Korea, dan bilang kalau ada temannya yang butuh bantuan soal tempat tinggal di Korea."

Suara David yang tenang namun tegas, membuat Rain merasa hatinya semakin berat. "Jadi lo ambil kesimpulan kalau temannya Misel itu, Summer?"

Dari seberang, David menjawab pertanyaan Rain. "Gue yakin 80 persen. Lagian lo ke rumah Misel, orang tua Misel bilang dia nggak ada, kan?"

Rain diam, mendengarkan penjelasan David, dan segala jejak Misel yang bisa David temukan. Penjelasan David juga mulai terdengar masuk akal di benak Rain.

"Lo bisa cari tau, kapan mereka berangkat?" tanya Rain. Ia mengambil kunci mobil, kemudian bergegas keluar kamar.

"Ada penerbangan ke Korea jam 11 malam ini. Gue yakin mereka bakal ada di bandara."

Rain masuk ke mobilnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. "Oke, gue ke bandara sekarang."

Rain memutuskan sambungan telepon, lalu memacu mobilnya menuju bandara dengan kecepatan tinggi. Ia berharap kalau ia belum terlambat.

***

Di bandara, Summer dan Misel berdiri berhadapan, mata mereka berkaca-kaca.

"Misel, terima kasih buat semuanya," ujar Summer, suaranya bergetar. Entah sudah berapa kali ia mengucapkan terima kasih kepada Misel. Ia pikir ia sudah siap untuk pergi, tapi ternyata perpisahan terasa lebih menyedihkan dan menyiksa.

Misel menarik Summer ke dalam pelukannya, dana memeluknya erat. "Jaga diri lo baik-baik di sana, Summer. Kita akan selalu kontekan. Jangan ragu buat hubungi gue kapan aja."

Summer menahan air mata, tapi gagal. "Gue pasti bakal rindu banget sama lo."

Misel melepas pelukannya, kemudian menyeka air mata Summer. "Gue juga bakal rindu lo. Tetap kuat, ya."

Summer mengangguk. "Gue harus masuk sekarang."

Misel ikut mengangguk. "Ingat, kabarin gue kalau lo udah sampai sana."

Summer tersenyum, kemudian berbalik dengan berat hati. Pilihan yang ia ambil akan mengubah seluruh hidupnya, namun ia akan menghadapi kehidupan yang ia pilih dengan berani. Sambil memegang perutnya, ia menguatkan diri dan bayi yang ada di dalam kandungan. Namun belum jauh Summer melangkah, suara berat seorang pria tiba-tiba terdengar dari kejauhan.

"Summer?!!!"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status