Tiga hari telah berlalu, knalpot memekakkan telinga berbunyi tanpa henti. Balapan berlangsung di salah satu jalan yang telah terkenal sepi tanpa pengendara sedikit pun.Mereka kompak menunggu seorang gadis serta sang kakak yang tak kunjung datang. Mereka merasa curiga bahwa ini hanyalah jebakan belaka.Salah satu lelaki dari kumpulan mereka mencari keberadaan seseorang yang sedari tadi tak tiba-tiba. Dari arah kiri jalan dia merasa tak asing dengan cara berjalan gadis tersebut."Gue izin ke kamar mandi, ya," pamit lelaki tersebut hendak menghampiri sang adik.Teman-temannya kompak membalas dengan menganggukkan kepalanya. Setelah kepergian salah satu temannya, mereka melihat Sonya dan sang kakak berboncengan."Gas langsung mulai nggak usah banyak cincong!" tegur Asif merasa gemas sedari kemarin."Bentar-bentar Zacky mana dah lama amat ke toiletnya?" tanya Rafael. Semuanya kompak menengok ke kanan dan kiri mencari Zacky. Tanpa mereka sadari seorang dibalik helm tersenyum tampak terseny
Setibanya di kediaman Reza, ketiga lelaki tersebut hanya bergeming. Mereka takut akan reaksi diberikan orang tua Reza.Apa yang harus mereka katakan? Apakah setelah menjelaskan keadaan mereka akan baik-baik saja?Kish memberanikan diri untuk turun dari mobil. Hanya sebatas turun dan mondar-mandir bagai setrika. Rafael dan Satya yang merasa ini merupakan tanggung jawab mereka pun semakin takut.Apakah keberanian Kish telah terkumpul? Atau Kish tidak takut sama sekali? Apakah mereka juga harus ikut menyusul turun?Seorang lelaki mengintip dari balik jendela. Dia bertanya-tanya itu mobil tamu tetangga atau berniat ke rumahnya?"Ayah Ika ngantuk. Ayo bobo.""Eka sama Ika bobo dulu sama Bunda, ok?""Ayah mau pergi? Katanya malam-malam dingin," tanya Eka."Cuma sebentar kok."Setelah memberi tepukan kepala dan kecupan selamat tidur, Reyhan membuka pintu ruang tamu secara perlahan. Dia takut apabila orang tersebut berniat jahat dan membangunkan orang tuanya."Kalian?"Ketiga lelaki tersebut
Teman-teman sekumpulan Reza dan Felicia tak langsung pulang setelah pemakaman. Mereka berkeliling lebih dulu mencari tempat tongkrongan.Dina yang merasa gemas melihat teman-temannya tak kunjung menemukan tempat tongkrongan pun menyarankan tempat. Dia memberikan alamat kafe tersebut ke semua ponsel. Dina terus sedikit melirik ponselnya sembari berboncengan dengan Angel.Matanya membulat kala tak lama mereka sampai kafe. Kafe ini adalah kafe yang Dina rekomendasikan. Mengapa teman-temannya bisa mengetahui padahal tak ada satu pun yang membaca. Bahkan yang lebih tua seperti Kish atau Harnefer tak membuka pesannya."Kok kalian bisa tau?""Kita kompak non-aktifkan tanda pesan masuk, terkirim, dan terbaca sebelum ke pemakaman. Jadi kita semua baca pesan lo," jelas Rey.Dina tampak komat-kamit merasa kesal akan rencana para cowok lakukan. Kish hanya menggelengkan kepala heran melihat teman-teman adiknya.Dia menarik Harnefer yang tampak tak bersemangat. Ya apabila dia menjadi Harnefer pas
Felicia mengucek-ucek matanya, dia berbalik ke kanan-kiri, dan tengkurap. Ini adalah kedamaian sesungguhnya karena tak bersama sang Oma, Opa, dan abangnya.Tapi dia rindu akan masakan rumah. Bisa-bisanya lidahnya mati rasa karena terlalu banyak makanan instan, cepat saji, dan makanan restoran atau warung.Harnefer pasti telah puas makan banyak karena tidak ada dirinya. Apakah teman-temannya mencari tahu di mana dia?Dia rindu menggunakan ponselnya. Felicia menyibakkan selimut dan menata tempat tidurnya.Dia berjalan menuju jendela kamarnya. Perutnya seketika berbunyi kala melihat gerobak pedagang sate.Dia ingin menggunakan uang yang diberikan papa dari Tawarikh dan Clarissa, tapi apakah tidak masalah? Apakah pria itu tidak akan menagih? Apakah ini pertolongan tulus?Felicia menatap pintu kamarnya sembari menimbang-nimbang. Dia merasa pria tersebut tulus tapi di sisi lain dia juga takut.Dia juga tak tahu kapan bisa bertemu keluarga dan teman-temannya kembali. Felicia menuju kamar man
Bi Arum memanggil kakak-adik tersebut kala beberapa kali Oma Rizya dan Opa Adriel berteriak namun tanpa respon.Bi Arum mengetuk pintu kamar Harnefer selama lima belas menit barulah terbuka. Harnefer membuka pintu dalam keadaan bangun tidur.Bahkan masih dengan mata setengah terpejam dan rambut acak-acakan. Bi Arum ikut menguap kala Harnefer juga menguap."Ada apa?""Maaf saya mengusik waktu istirahat, Tuan Harn.""Siapa?" tanya Harnefer karena nyawanya belum terkumpul sempurna."Harnefer Ananta, Felicia Ananta bangunlah dan turun!" sela Oma Rizya dan Opa Adriel kompak mengulangi berteriak untuk membangunkan cucu-cucunya.Harnefer seketika membelalakkan mata terkejut. Dia tak menyangka bahwa telah saatnya makan malam."Loh Bi Arum?""Silakan turun untuk makan malam Tuan Harnefer, saya masih harus membangunkan Nona Felicia.""Felicia belum bangun, Bi?" Bi Arum membalas pertanyaan Harnefer dengan gelengan kepala."Bi Arum turun saja nggak pa-pa. Felicia biar saya yang membangunkan.""Tap
Kediaman keluarga Ananta kembali dalam keadaan semula. Dalam suasana di mana pertengkaran kecil antara Felicia dan Harnefer.Beberapa sendok lagi maka sarapan Felicia selesai. Suara notifikasi mengusik acara sarapan tersebut."Cowok yang waktu di vila itu?" bisik Harnefer sembari mengintip handphone Felicia.Felicia melirik Harnefer lalu menangkup wajah Abangnya. Oma Rizya dan Opa Adriel hanya mengamati kakak-adik tersebut sembari menikmati sarapan."Kalian nggak sembunyikan sesuatu beneran?" tanya Opa Adriel.Felicia bergeming, menghentikan kegiatannya yang menjauhkan handphonenya dari Harnefer. Harnefer yang semula berusaha mengintip handphone Felicia juga bergeming.Kakak-adik tersebut saling tatap memberi kode. Sebenarnya mereka ingin mengatakan sejujurnya, tapi mereka takut akan reaksi Oma Rizya dan Opa Adriel."Harnefer kamu beneran menjaga Felicia bukan?" Oma Rizya ikut bertanya kala kedua cucunya kompak tak menjawab."Oma, Opa, Abang Hamster, Feli izin ke sekolah, ya?""Bukank
Kakak adik yang biasanya ramai kali ini tampak akur. Opa Adriel dan kedua cucunya sama-sama memfokuskan netra menatap salah satu film kesukaan Opa Adriel.Oma Rizya dan Bi Arum tengah sibuk mempersiapkan makan malam. Saat pertengahan film ketiganya dikejutkan dengan perdebatan dari dapur.Harnefer menjeda film tersebut dan menyusul Opa Adriel dan Felicia yang menuju dapur terlebih dahulu."Ada apa?" tanya Opa Adriel."Maaf Tuan Adriel, stok makanan sudah habis.""Ya sudah sana kamu belanja seadanya di supermarket atau membuat makanan instan saja," perintah Oma Rizya."Maaf Nyonya Rizya, tapi stok makanan instan juga telah habis. Dan mohon maaf saya tidak berani apabila keluar malam sendirian.""Kamu bisa saya...""Oma, Opa, bolehkah apabila Harnefer dan Felicia yang membeli makanan kali ini sekaligus membeli stok makanan?" Perkataan tersebut bukan Felicia melainkan berasal dari Harnefer. Felicia melirik kesal Harnefer yang menganggu kedamaiannya."Lo sendiri napa?""Feli," tegur Oma
Hari yang dinanti-nantikan kelas sembilan pun tiba. Siswa kelas sembilan dengan menggunakan kemeja putih dan dasi. Untuk dasi setiap siswa dibebaskan warna apapun.Asalkan tidak menggenakan dasi kupu-kupu. Sedangkan siswi dengan menggunakan kebaya dan beberapa menggunakan jilbab.Seorang gadis tengah berusaha menyeimbangkan langkahnya. Abangnya berulang kali kekeh dengan menggendong hingga kelas.Gadis tersebut beberapa kali menengok ke belakang. Berharap Abangnya tak menemukannya. Terlalu fokus mengawasi belakangnya hingga gadis tersebut hampir saja terjatuh. Beruntungnya salah satu siswa menangkapnya."Maaf, Bu.""Kamu murid kelas mana? Saya baru pertamakali melihat kamu."Perkataan ini sudah dirinya dengar saat di rumah. Ya di rumah karena pegawai salon yang dia pilih diminta ke rumah.Oma, Opa, dan abangnya mengatakan apabila luka-luka gadis tersebut pasti merasa nyeri. Gadis tersebut tersenyum pendengaran penuturan guru bimbingan konseling saat kelas delapan."Ini saya, Bu.""Sa