"Lo bisa berhenti ganggu gue gak?" Bella kesal karena Alan yang sedaritadi terus mengajaknya mengobrol. Padahal Bella saat ini sedang ingin membaca buku tanpa ingin siapapun mengganggu. Sita saja selalu mengerti dan membiarkan kalau Bella sedang ingin sendiri, tapi Alan benar-benar tidak bisa mengerti dengan keadaannya."Sorry, kalau kamu ngerasa keganggu. Aku cuma pengin kamu kasih aku kesempatan buat mulai kembali hubungan kita. Aku tahu kamu mungkin masih marah sama aku. Aku juga gak maksa kamu buat langsung nerima aku. Aku ngerti kok.""Dan lo juga harusnya ngerti kalau gue lagi gak pengin diganggu." Bella lalu masuk ke dalam kelas.Sita menghampiri Alan. "Lan, please jangan ganggu Bella dulu. Lo udah lama kan kenal dia. Harusnya lo lebih paham Bella kayak gimana.""Iya. Gue cuma pengin Bella ngasih gue kesempatan lagi buat balikan. Lagian Bella sama Vian kan cuma pura-pura pacaran."Sita cukup terkejut dengan ucapan Alan. "Lo tahu darimana?"***Sita segera mendekati Bella. "Bell.
"Bell, please jangan marah sama gue dong. Gue cuma pengin Vian tahu alasan lo jauhin dia," ujar Sita.Sita mengikuti Bella sampai ke rumahnya, karena ingin meminta maaf pada Bella."Tapi gak dengan kayak gitu, Ta." Jujur Bella marah dengan Sita. Dia tidak menyangka Sita akan melakukan hal tersebut. Sekarang Bella tidak tahu harus bagaimana menghadapi Vian. Dia benar-benar malu untuk menghadapi cowok itu."Iya gue tahu gue salah. Makanya gue mohon sama lo maafin gue. Ini terakhir kalinya gue ngelakuin kayak gitu. Gue janji." Sita tahu dia salah, tapi dia juga tidak ingin Bella terus-terusan menjauhi Vian. Padahal Bella menyukai Vian. Sita hanya ingin Bella tahu kalau dia hanya salah paham dengan Vian. Karena Sita yakin Vian hanya menyukai Bella, bukan Sani."Lo pulang aja, ya. Gue capek mau istirahat." Bella lalu masuk ke dalam rumah."Loh? Temannya Bella, kan?" Baron yang baru saja keluar menatap Sita heran.Sita tersenyum. "Iya kak.""Kok gak masuk?""Enggak kak, kebetulan mau langsu
"Kok lo udah masuk? Vian mana?" Baron bertanya ketika Bella sudah masuk kembali ke dalam rumah.Bella mengambil alih camilan yang sedang dipegang Baron. "Udah pulang.""Udah pulang? Terus gimana kalian?""Gimana apanya?" Bella bertanya balik."Ya gimana? Udah jadian atau belum, eh maksud gue udah baikan atau belum?"Bella menatap Baron datar. "Lo yang bilang ke Vian ya kalau gue nemenin lo ke cafe?""Iya, soalnya dia nanya. Emang kenapa?""Gak." Bella mengembalikan camilan pada Baron."Eh, lo belum jawab gue."Bella tidak menanggapi. Dia langsung pergi ke kamarnya."Lo bodoh banget sih, Bell." Bella merutuki dirinya sendiri.Harusnya tadi Bella menjawab Vian, tapi dia malah diam tidak memberikan jawaban. Jika dulu Vian hanya mengungkapkan perasaannya tanpa meminta Bella untuk menjadi kekasihnya, sekarang tidak. Vian sekarang ingin Bella menjadi pacarnya, tapi sayangnya Bella tidak bisa menjawab. Padahal sekarang Bella sudah memiliki perasaan terhadap Vian, tapi entah kenapa lidahnya t
"Gue mau."Vian seketika terdiam mencoba mencoba mencerna jawaban Bella. Apakah benar yang dia dengar? Apa dia sedang tidak bermimpi? Bella benar-benar menerimanya? "I ... Ini beneran? Gu ... Gue gak salah dengar, kan?" Vian mendadak gagap.Bella tertawa kecil. "Bener. Masa gue bohong. Kok lo jadi gagap?"Vian tersenyum sumringah sampai tidak tahu harus berkata apa. "Gue bahagia banget akhirnya lo mau terima gue jadi cowok lo."Bukan waktu yang singkat bagi Vian untuk menunggu Bella menerimanya. Berbulan-bulan dia terus mendekati Bella dan selama itu juga dia terus mendapat penolakan dari Bella. Tapi Vian tidak pernah menyerah. Vian benar-benar percaya kalau usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil."Sorry, udah buat lo nunggu lama." Vian menggeleng. "Enggak. Lo gak salah. Lo punya trauma jadi wajar.""Bentar." Bella mengambil lembaran soal yang sudah dia susun semalam lalu memberikannya pada Vian. "Ini soal buat lo kerjain dan balikin ke gue minggu depan.""Kita kan baru jadia
"Enak gak esnya?" tanya Vian.Bella mengangguk. "Enak banget."Saat ini mereka sedang makan es pisang hijau. Vian yang mengajak Bella. "Kok lo bisa tahu tempat makan yang enak-enak gini sih?" tanya Bella cukup heran. Selama Vian mengajaknya makan, pasti makanannya tidak pernah mengecewakan. Berkat Vian, Bella lebih tahu banyak tempat makan yang enak di Jakarta.Vian tersenyum. "Iya dong. Gue kan suka makan. Abis kita makan ini gue mau ngajak lo ke tempat makan lain lagi. Gue jamin lo pasti bakal suka.""Makanan apa emang?""Ada deh. Lo abisin esnya dulu."***"Kenyang gak?"Bella mengangguk sembari mengusap perutnya yang sedikit membuncit. "Kenyang banget. Thanks ya buat hari ini.""Sama-sama dong. Btw, lo sadar gak kalau hari ini hari pertama kita ngedate?""Iya ya.""Tapi gue senang tahu lo mau diajak kulineran bareng gue. Pokoknya gue senang banget."Bella tersenyum. "Gue juga senang banget. Oh iya, jangan lupa kerjain soal yang kemarin gue kasih."Vian yang tadinya tersenyum lang
"Tadi seru banget, ya," ucap Vian.Sani mengangguk. "Seru banget. Gak nyesal gue ikut nonton. Cowok yang tadi nyetak banyak gol tuh siapa sih namanya? Dia keren banget.""Iya ya. Waktu gue pertama nonton bareng bang Baron aja gue langsung kagum sama dia. Jago banget.""Egi namanya. Mau gue kenalin?" tawar Baron."Harus banget dikenalin?" Bella menyahut."Loh? Gak ada salahnya kan? Siapa tahu bisa berteman.""Nah, setuju gue sama bang Baron," kata Beno."Bentar ya." Baron lalu pergi menghampiri Egi.Bella berdecak. Dia sudah cukup bosan. Saat ini dia hanya ingin pulang, tapi Baron malah mengulur waktu. Tak lama kemudian Baron sudah kembali. "Guys, kenalin ini Egi." Baron memperkenalkan Egi pada mereka."Halo, gue Egi." Egi berjabat tangan pada mereka, kecuali Bella.Egi menatap Bella sembari tersenyum. "Bell, akhirnya lo ikut nonton juga. Kata bang Baron lo gak suka nonton footsal.""Iseng aja bosan di rumah.""Btw, tadi lo mainnya jago banget, bro," ujar Regan."Nah, benar. Sekali-k
Sepulang sekolah sesuai janji Bella langsung pergi ke rumah Sani untuk berdiskusi soal bersama Sani dan Alan. Namun Bella tidak sendirian, melainkan bersama Vian.Kalau saja Vian tidak memohon pada Sani dan diizinkan, Bella sudah pasti tidak akan mau Vian ikut dengan mereka. Karena Bella tahu alasan Vian ingin ikut. Vian tidak mau membiarkan Alan mendekatinya. Padahal Alan beberapa hari ini sama sekali tidak berusaha untuk mendekati Bella. Bahkan Alan seperti menghindar darinya setelah tahu Vian berpacaran dengannya."Guys, kalian mau makan apa? Gue pesanin," tawar Vian."Bisa gak nanti aja nanyanya? Kita mau belajar ini," ucap Bella.Baru awal saja Vian sudah mengganggu. Itulah sebabnya Bella tidak mau Vian ikut dengan mereka."Sorry, gue kan cuma nawarin.""Gak papa, Yan, order aja. Kebetulan gue lagi lapar sih. Nyokap lagi pergi jadi gak ada makanan," sahut Sani."Oke deh. Jadinya mau makan apa?"***"Akhirnya selesai juga."Sekitar tiga jam mereka belajar dan diskusi, akhirnya sel
"Bell, lo masih marah ya sama gue?" Vian bertanya.Vian menghampiri Bella yang sedang berada di perpustakaan. Bella sengaja tidak pergi ke kantin saat jam istirahat karena tidak ingin bertemu dengan Vian. Dia masih kesal dengan cowok itu, tapi ternyata Vian malah menghampirinya di perpustakaan."Lo ngapain di sini? Gue lagi gak mau diganggu," ucap Bella ketus."Kok lo gitu sih? Gue kan udah minta maaf. Dosa loh kalau marah lama-lama sama orang lain.""Biarin. Dosa ditanggung masing-masing." Karena tidak ingin membuat suasana perpustakaan menjadi berisik karena mereka berdua, Bella pun akhirnya keluar dari perpustakaan. Vian ikut menyusul."Gue janji gak bakal kayak gitu lagi. Gue bakal coba kontrol rasa cemburu gue sama Alan."Bella seketika menghentikan langkahnya lalu menatap Vian. "Janji?""Janji.""Oke, gue maafin."Vian seketika tersenyum. "Gue janji gue ....""Tapi dengan satu syarat." Bella menyela perkataan Vian."Apa?""Lo jaga jarak dari Sani.""Tapi kan gue belajar sama dia