"Yan, lo mau cobain gak bekal gue? Nyokap gue yang masak." Sani hendak menyuap Vian, tapi dia menolak."Gue masih kenyang, San.""Oh oke." Sani terlihat tidak senang karena Vian menolak."Bell!" Vian memanggil Bella ketika Bella memasuki kantin bersama Sita.Sani semakin tidak suka melihat kedatangan Bella. Bella menghampiri mereka. "Mana bekalnya? Katanya lo bawain buat gue."Bella pun memberikannya pada Vian.Vian tersenyum lalu segera menerimanya. "Makasih pacar ku yang paling cantik," ucap Vian membuat Beno, Regan, dan Sita rasanya ingin mual. Sedangkan Sani hanya tersenyum tipis."Mau muntah gue," kata Beno."Sama lagi.""Bell, lo geli gak sih kalau Vian ngomong gitu?" Beno bertanya."Ya enggaklah, Bella kan emang pacar gue," ucap Vian."Gue nanya Bella bukan lo.""Lumayan sih," jawab Bella membuat Beno dan Regan tertawa.Vian seketika cemberut. "Kok lo gitu sih?""Bercanda.""Mau gue suapin gak?" tawar Bella."Mau dong," jawab Vian dengan semangat."Susah ya kalau sama orang b
"Lo tadi ngomong apa sama Sani?" Vian bertanya. Bella menggeleng. "Gak ngomong apa-apa. Kita kan cuma latihan soal.""Gak usah bohong. Tadi gue ketemu Alan, katanya lo berdua mau ngobol makanya dia keluar duluan." Vian memang sempat bertemu dengan Alan ketika sedang menunggu Bella."Cuma ngobrol masalah olimpiade doang kok.""Kalau soal olimpiade kenapa gak ngobrol sama Alan? Kenapa cuma lo sama Sani?""Ya gak tahu, kan Sani yang ngajak ngobrol. Udah ah, kok lo jadi kepo sih.""Bukan kepo, gue cuma mau mastiin aja kalau lo sama Sani gak bahas masalah kemarin.""Enggak kok." Bella berbohong. Kalau sampai Bella memberitahu yang ada malah makin rumit. Bisa-bisa Vian dan Sani akan makin ribut. Lebih baik Bella menyimpannya sendiri.Vian manggut-manggut. "Oke, kalau gitu kita makan es krim dulu, yuk. Ada tempat jualan es krim yang enak.""Gue ngikut aja deh."***"Bella." Seorang cowok mendekati Bella dan Vian ketika mereka sedang memakan es krim sembari mengobol."Lo Bella, kan?" tanya c
"San." Vian menghampiri Sani yang sedang membaca buku di depan kelasnya.Sani hendak masuk ke dalam kelasnya, namun Vian segera menahan lengannya. "Bentar San. Gue mau ngomong.""Gak ada yang perlu diomongin.""Please jangan kayak gini, San. Kita temenan udah lama, loh.""Jadi karena kita temenan udah lama lo bisa seenaknya gitu?"Vian menggeleng. "Gak gitu maksud gue.""Gue udah ngomong sama Bella kemarin. Biar dia sadar kalau lo berubah gara-gara dia.""Bella? Ngapain lo ngomong sama dia? Bella gak ada hubungannya sama masalah kita, Ini semua salah gue bukan dia.""Lo bisa gak sih sekali aja gak belain dia? Waktu lo belum kenal Bella lo gak pernah kayak gini.""Lo bisa berhenti sangkut-pautin masalah kita sama Bella gak sih? Oke, mungkin gue emang berubah semenjak kehadiran Bella, tapi gue merasa berubah jadi lebih baik. Gue yang dulu bolos dan malas kerjain tugas sekarang udah lebih rajin. Lo lebih milih gue balik lagi jadi Vian yang malas, suka bolos, dan suka berantem sama orang?
"San, lo gak mau maafin Vian? Kasihan dia. Katanya dia udah minta maaf sama lo, tapi gak mau lo maafin," ucap Beno. Dia ingin membujuk Sani agar tidak marah lagi dengan Vian. Sani yang sedang memainkan ponselnya menoleh pada Beno. "Lo disuruh Vian?"Beno menggeleng. "Vian sama sekali gak ada suruh gue. Ini inisiatif gue sendiri. Karena gue gak mau kalian berantem.""Gue juga gak mau berantem, tapi Vian yang cari masalah. Kalau lo jadi gue emang lo gak marah?""Ya gue pasti marah karena Vian udah ingkar janji, tapi kan dia udah minta maaf dan nyesal.""Bukan sekali, No, dia kayak gini. Udah dua kali. Emang lo pikir kerjaan gue cuma nungguin dia pacaran doang?""Maklumlah, namanya juga baru pacaran. Makanya sering habisin waktu bareng jadi lupa.""Jadi gue harus maklumin dia gitu? Sedangkan dia sendiri gak peduli sama gue." Sani bangkit berdiri. "Gue masuk kelas dulu."Beno menoleh pada Vian yang diam-diam mengintip dari jauh. Vian segera menghampiri Beno."Gimana? Berhasil?"Beno meng
Bella menelepon Vian berulang kali dan juga mengirim pesan, tapi tidak ada jawaban dari Vian. Padahal mereka akan pergi nonton bisokop jam tujuh. Sekarang sudah jam setengah delapan, namun Vian belum juga datang. "Belum pergi juga lo?" Baron yang baru saja pulang dari menonton footsal bertanya. Pasalnya Bella sudah selesai siap saat Baron pergi dan sekarang Baron sudah pulang, tapi dia belum juga pergi.Bella menggeleng. "Vian belum datang. Dichat gak balas, ditelfon juga gak diangkat.""Apa jangan-jangan dia lupa?""Gak mungkinlah. Tadi sore aja dia masih sempat chat gue kok.""Jangan-jangan ..." Baron menggantung ucapannya membuat Bella penasaran."Jangan-jangan apa?""Jangan-jangan terjadi sesuatu sama Vian.""Lo jangan ngomong yang aneh-aneh deh, kak. Gue gak suka.""Gue kan cuma khawatir, apalagi dia daritadi belum nyampe. Kalau macet juga kayaknya gak mungkin selama ini."Bella diam, mendadak dia khawatir takut terjadi apa-apa dengan Vian. Dia berharap Vian baik-baik saja. Bell
"Lo jangan salah paham sama Vian. Dia samperin gue ke rumah sakit karena nyokap gue yang telfon." Sani menjelaskan pada Bella.Bella menoleh pada Sani dengan tatapan datarnya. "Thanks, tapi gue gak butuh penjelasann dari lo."Saat ini suasana hati Bella sedang tidak baik, jadi dia tidak ingin siapapun mengganggunya apalagi berbicara dengan Vian ataupun Sani. Yang ada malah malaha tambah membuatnya kesal."Gue cuma mau jelasin yang sebenarnya aja.""Thanks, tapi gak perlu." Bella bangkit berdiri. Dia sudah tidak berniat untuk membaca buku lagi. Setelah menaruh kembali buku yang dia ambil dari rak, Bella pun keluar dari perpustakaan. Karena merasa tidak betah saat Sani datang."Bell, akhirnya ketemu kamu. Kita ke kantin, yuk," ajak Vian."Gak." Bella menolak."Kenapa? Kamu masih marah sama aku? Kamu mau aku ngelakuin apa biar kamu maafin aku?""Minggir.""Aku bakal lakuin apapun yang kamu mau biar kamu maafin aku."Bella menatap Vian datar. "Minggir!" Kali ini suara Bella lebih sedikit
"Ngapain lo ngajakin ketemuan di sini?" tanya Bella dengan ekspresi datar. Vian sengaja mengajak Bella untuk bertemu di taman dekat rumah Bella. Tadinya Vian ingin mengajak Bella pergi sekaligus mengantarnya pulang saat masih berada di sekolah. Hanya saja Bella menghindarinya dengan pulang lebih dulu sebelum kelas Vian selesai. Bella tahu kalau Vian akan mencarinya, itulah kenapa Bella menghindar. Tapi Bella merasa kali ini mereka harus menyelesaikan masalah mereka agar selesai dan tidak lagi terjadi kesalahpahaman."Makasih Bell, karena lo udah mau ketemu sama gue. Tujuan gue cuma mau dapat maaf dari lo. Gue gak pengin lo jauhin gue kayak gini lagi. Gue gak bisa.""Harusnya lo sadar alasan gue kayak gini karena siapa.""Iya, gue tahu gue salah banget. Gue ....""Bentar." Bella menyela ucapan Vian. Dia lalu berlari kecil menghampiri penjual kue putu keliling yang kebetulan lewat.Vian mengembuskan napas. Bella benar-benar tidak bisa menahan diri kalau sedang melihat jajanan. Padahal
Vian sudah berada di rumah Bella. Dia berniat menjemput Bella agar berangkat sekolah bersama. Sekaligus menanyakan alasan kenapa Bella kemarin tidak mengangkat teleponnya."Loh, Vian." Vian mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu ketika Baron keluar.Vian tersenyum. "Bang. Bella ada?""Bella udah berangkat.""Udah berangkat? Daritadi?"Baron mengangguk. "Tadinya mau gue antar, tapi dia gak mau. Katanya pengin naik ojol aja. Emang dia gak ada bilang sama lo?"Vian menggeleng. "Gue telfon dari semalam gak diangkat. Chat juga gak dibalas."Baron terdiam sejenak. Dia lupa kalau Bella sedang marah dengan Vian."Padahal ini baru jam enam kurang. Tumben banget dia berangkat pagi.""Mungkin dia lagi pengin berangkat lebih pagi. Mending lo berangkat juga biar bisa ketemu dia.""Iya bang, kalau gitu gue pamit dulu.""Hati-hati."***"Bell, gak lama lagi kita bakal olimpiade. Lo deg-degan gak? Apalagi kan udah lama gak ikut lomba." Alan bertanya."Lan, kemarin lo ketemu Vian di rumah Sani dia