“Ada apa Yan?” Sani bertanya karena Vian ingin berbicara dengannya.Saat ini mereka sedang berada di sebuah cafe dekat sekolah mereka. Saat pelajaran berakhir tadi, Vian langsung pergi ke kelas Sani dan mengajaknya ke sini.“Gue dengar lo kasih coklat ke Bella atas nama Alan padahal dia gak ada nyuruh lo lakuin itu. Bener?”Sani agak terkejut karena Vian rupanya mengetahui hal tersebut. “Lo tahu darimana?”“Gue gak sengaja dengar waktu lo lagi ngomong sama Alan. Katanya lo sengaja ngelakuin itu karena mau bantuin Alan biar bisa balikan sama Bella. Bisa lo jelasin? Atau gue yang salah paham?” Vian berbohong karena tidak mungkin dia memberitahu kalau Beno yang sebenarnya mendengar pembicaraan Sani dan Alan. Yang ada Sani malah marah pada Beno.“Ini lo beneran ngajak gue ke cafe cuma mau bahas hal gak penting kayak gini?”“Mungkin bagi lo gak penting, tapi bagi gue penting. Lo juga tahu kan kalau gue suka sama Bella, tapi lo malah mau dukung Alan yang jelas-jelas Bella benci.”“Gue tahu
"Guys!" Beno, Regan, dan Sani yang sedang mengobrol meoleh pada Vian."Em, Ben, Gan, gue balik ke kelas dulu, ya." Sani pamit lalu pergi tanpa menatap Vian.Vian pun mengambil duduk di samping Regan."Lo sama Sani berantem?" Regan menyadari sikap Sani yang menghindar ketika Vian datang."Sani marah sama gue setelah gue nanya yang kemarin Beno ngomong.""Berarti salah Beno.""Loh? Kok malah gue?""Iya lah kalau lo gak ngomong Vian gak bakal berantem sama Sani.""Ya udah deh gue salah. Gak bakal lagi gue bilang ke kalian kalau ada info penting. Biar gue gak disalahin.""Lo gak salah kok, Ben. Ini cuma salah paham. Sani bilang gue berubah semenjak gue suka sama Bella dan dia gak suka itu. Emang gue berubah, ya?"Regan menggeleng. "Menurut gue enggak sih. Lo masih sama kok. Mungkin Sani cuma ngerasa lo udah gak terlalu seperhatian dulu sama dia. Ya namanya juga cewek jadi lumayan sensitif.""Hm, kalau pendapat gue sih dari dulu gak berubah, ya. Gue mikirnya Sani cemburu karena dia suka sa
Vian mengetuk pintu rumah Bella. Tak lama kemudian pintu terbuka.“Masuk Yan, Bella udah nunggu.” Baron mempersilakan Vian masuk.“Bella udah nunggu daritadi ya, bang?” tanya Vian.“Lumayan sih. Dia sampe ketiduran, tapi gak papa. Lo gak usah takut.”Vian jadi merasa bersalah karena sudah membuat Bella menunggu. Bella tadi menyuruhnya untuk datang jam setengah lima sore dan sekarang sudah jam enam. Pasti Bella akan marah. Vian terlambat karena dia masih harus menyelesaikan soal yang kemarin diberikan Bella. Semalam Vian sudah mengerjakan, tapi tidak selesai karena dia ketiduran. Ditambah Vian cukup kesusahan dengan beberapa soal karena belum diajari oleh Bella.“Bell. Bella.” Baron menepuk pelan pipi Bella mencoba membangunkannya.Bella perlahan membuka matanya. “Kenapa sih?”“Vian udah datang.” Bella mengubah posisinya menjadi duduk. “Gue tinggal, ya. Mau nonton footsal,” ucap Baron lalu pergi.Vian masih diam menatap Bella yang sepertinya masih mengumpulkan kesadarannya setelah ba
"Bentar ya," ucap Sani ketika mendengar ketukan pintu.Bella dan Alan hanya mengangguk lalu kembali fokus dengan soal mereka.Tak lama kemudian Sani kembali. Dia tidak sendiri, melainkan bersama Vian."Hai." Bella dan Alan menoleh.Bella sedikit terkejut karena tidak menyangka Vian akan datang. "Lo ngapain ke sini?" Bella bertanya."Nganterin kue coklat buat Sani biar dia makin semangat belajar.""Oh, nganterin kue." Wajah Bella langsung berubah masam ketika mendengar jawaban Vian. "Makasih ya, Yan. Lo emang terbaik," ucap Sani."Sama-sama.""Tunggu bentar, ya, gue potongin dulu kuenya." Sani pergi ke dapur.Alan menatap Vian tidak suka. "Lo sengaja ke sini buat gangguin kita, kan?"Vian tersenyum. "Buat apa juga gue gangguin kalian. Kayak gak ada kerjaan aja."Sani kemudian kembali membawa sepiring kue yang sudah dipotongnya."Nih, guys, dimakan dulu. Dijamin enak banget.""Nyokap lo ke mana?" Vian bertanya."Biasa lagi ada arisan."Vian manggut-manggut. "Ya udah, kalau gitu gue ba
Vian berdecak kesal ketika melihat Alan lagi-lagi sedang berusaha mendekati Bella. Vian ingin menghampiri, namun seseorang menahannya."Sani." Vian menoleh ternyata yang menahannya adalah Sani."Boleh ngomong sebentar?"Vian mengangguk. Mereka berdua pun pergi menjauh."Lo mau ngomong apa?" Vian bertanya."Gini lo tahu kan kalau gue, Bella, sama Alan lagi persiapan buat olimpiade.""Tahu.""Nah, lo kan tadi juga liat sendiri kalau Bella sama Alan lagi diskusi soal. Jadi gue minta tolong sama lo buat jangan gangguin mereka dulu. Biarin mereka fokus diskusi. Nanti kan juga ada waktu lo ngobrol sama Bella.""Gue gak ada niat gangguin persiapan kalian buat olimpiade kok. Gue cuma gak suka aja dia manfaatin kesempatan itu buat dekatin Bella dengan alasan diskusi soal. Gue tahu trik dia.""Pokoknya gue minta tolong sama lo buat ngertiin kondisi Bella sekarang. Oke? Setelah olimpiade selesai lo mau marah kalau Alan dekatin Bella juga terserah gue gak bakal larang, tapi jangan sekarang."Vian
"Lo masih suka sama gue?"Vian terdiam untuk beberapa saat. Cukup terkejut karena Bella tiba-tiba memberikan pertanyaan seperti itu. Vian berdeham. "Kok lo tiba-tiba nanya gitu?""Gue cuma mau tahu aja kalau lo gak mau jawab juga gak papa.""Kalau gue masih suka sama lo kenapa? Lo mau balas perasaan gue?"Jika tadi Vian yang dibuat terdiam oleh Bella, sekarang malah kebalikannya."Lo gak bisa, kan?" Vian kembali bertanya."Gue butuh waktu. Lo mau nunggu gue sampe siap?"Vian tersenyum lalu mengangguk. "Gue bakal nunggu kok, tapi kalau lo tetap gak bisa terima gue bilang ya. Biar gue gak makin berharap. Thanks ya udah mau bantuin. Gue balik dulu." Vian pun pergi.Bella mengembuskan napas. Entah kenapa Bella malah merasa bersalah setelah mendengar ucapan Vian."Ingat Bell, kalau suka bilang jangan bikin orang berharap," sahut Baron."Bacot lo."***"Loh, Sani." Vian kaget karena Sani berada di rumahnya."Darimana?""Dari Bella. Habis kerjain tugas.""Kan lo bisa ke rumah gue. Lebih dek
"Ada perlu apa San?" tanya Bella. Karena tumben sekali Sani datang ke rumahnya tanpa memberitahunya lebih dulu."Gue cuma mau ngomong sama lo soal Vian.""Vian?"Sani mengangguk. "Lo sebenarnya suka gak sih sama Vian? Waktu gue tanya sebelumnya kan lo bilang lo gak suka dan lo juga tahu kalau gue suka sama Vian malah lo dukung gue. Kenapa sekarang lo kayak gak suka gue dekatin Vian?""Gue juga gak tahu perasaan gue ke Vian gimana."Sani menatap Bella tidak percaya. "Lo gak tahu? Dulu waktu gue tanya lo dengan tegas bilang gak suka sama Vian. Sekarang lo gak tahu?"Bella hanya diam. Tidak tahu harus merespons apa. Karena dia juga sendiri bingung dengan dirinya. Mungkin dulu Bella tanpa ragu menjawab tidak ketika ada yang bertanya apa dia menyukai Vian atau tidak, tapi sekarang untuk menjawab tidak saja sangat susah untuknya. Tapi Bella juga tidak bisa menjawab iya."Gue gak peduli sekarang lo mau suka sama Vian atau gak yang pasti gue bakal tetap berjuang buat dapatin Vian. Jadi gue ha
"Pelan-pelan minumnya, Yan," ujar Regan.Vian sekarang sedang berada di rumah Regan. Setelah mendengar pengakuan Sani, Vian tidak bisa berpikir apa-apa. Akhirnya dia memilih untuk pergi ke rumah Regan. Vian sedaritadi sudah meminum lima botol minuman kopi instan tanpa berbicara dengan Regan. Yang hanya dia lakukan adalah diam dan menikmati minumannya."Masih ada minumannya gak, Gan?" tanya Vian ketika menghabiskan botol keenam."Coba lo cek. Kayaknya masih sisa satu deh."Vian pun membuka kulkas mini yang kebetulan ada di kamar Regan. Regan memang sengaja membeli kulkas kecil untuk persediaan minuman karena dia malas kalau harus turun ke dapur.Vian mengambil minuman tersebut yang kebetulan masih tersisa satu botol. Tanpa menunggu lama Vian langsung meneguknya.Regan tahu Vian sedang ada masalah, tapi dia tidak akan bertanya. Dia tidak seperti Beno yang langsung bertanya kalau Vian ada masalah. Regan akan membiarkan Vian sampai Vian sendiri yang akan mau bercerita padanya."Gue gak n
"VIAN!"Vian terkesiap dia langsung bangun dari tidurnya. "Ada apa Bell? Lo kenapa?" tanya Vian yang masih mencoba mengumpulkan kesadarannya.Bella tak segan menimpuk Vian dengan buku yang sedang dipegangnya. Membuat Vian meringis."Lo tuh ya gue kan suruh lo kerjain soal. Kenapa lo malah tidur?""Sorry, Bell. Gue ngantuk banget. Soalnya semalam nobar bola bareng Regan sama Beno.""Oh, jadi semalam lo suruh gue tidur duluan biar lo bisa begadang gitu? Pantes aja waktu gue chat lagi langsung centang satu. Lo sengaja matiin hp biar gue gak ganggu lo, kan?"Vian segera menggeleng. "Gak gitu, Bell. Lo salah paham. Gue bisa jelasin.""Gue gak butuh penjelasan lo. Lo sadar gak sih kita itu udah kelas dua belas. Udah waktunya buat belajar persiapan ujian. Emang lo mau nilai lo jelek terus gak keterima di kampus impian lo?""Enggak. Sorry, Bell, gue janji gak akan kayak gitu lagi.""Gue udah males dengar janji-janji lo. Sekarang lo kerjain soal-soal ini waktu lo cuma tiga jam. Awas aja kalau
"Akhirnya tuan putri yang ditunggu-tunggu turun juga," ucap Vian ketika Bella menghampirinya.Bella sudah berpakaian rapi, tapi wajahnya terlihat jelas baru bangun tidur. Bahkan Bella beberapa kali menguap."Lo ngapain pagi-pagi ngajak gue pergi sih? Gue kan masih ngantuk. Masih pengin tidur.""Semalam kan gue udah sempat chat lo kalau kita mau jalan pagi.""Iya, tapi gue gak liat hp soalnya gue semalam begadang sama Sita sama Sani.""Ya udah, kalau lo gak mau pergi gak papa deh. Cancel aja.""Lah? Kok dibatalin sih? Kan gue udah siap-siap.""Iya, tapi lo kayak gak mau pergi gitu. Daripada nanti mood lo gak bagus mendingan gak usah aja." "Gue bukannya gak mau, Yan, tapi gue ngerasa kepagian aja perginya. Kan bisa kita keluarnya siang atau sore.""Gue ngajak pergi pagi karena gak mau kita kena macet, tapi kalau emang lo masih ngantuk ya udah tidur lagi aja.""Gimana sih lo? Gue kan udah siap-siap. Walaupun gue ngantuk, tapi kan gue mau pergi.""Percuma lo mau pergi kalau mood lo aja g
"Kalian yang semangat belajarnya, ya. Apalagi udah naik kelas dua belas. Harus lebih fokus biar nilainya bagus dan bisa masuk kampus impian kalian." Alan berpesan sebelum dia pergi.Saat ini mereka sedang berada di bandara untuk mengantarkan Alan pulang ke Surabaya. "Lo juga semangat. Semoga bisa cepat dapat cewek baru ya biar gak gangguin Bella lagi," ucap Vian yang langsung mendapat tatapan tajam dari Bella."Safe flight ya, Lan. Kalau udah sampe kabarin kita," ujar Sita.Alan mengangguk lalu beralih menatap Sani. "San, kalau yang lain gue minta buat rajin belajar gue minta lo istirahat yang banyak, ya."Sani mengernyitkan keningnya. "Kenapa? Lo mau nilai gue jelek? Lo gak suka gue kalau gue masuk kampus bagus?"Alan segera menggeleng tidak mau membuat Sani salah paham. "Gak gitu. Gue cuma pengin lo bisa atur waktu buat kapan belajar dan kapan istrirahat. Jangan lo gunakan semua waktu lo buat belajar. Manusia juga butuh istirahat. Emang lo mau drop lagi kayak kemarin-kemarin? Sekar
Vian mendekati Sani yang kebetulan sedang duduk di depan kelas. "San, gue minta maaf soal kemarin. Niat gue cuma mau nolongin lo.""San, kok lo diam aja?" Sani mengembuskan napas beralih menatap Vian. Beberapa detik kemudian dia tersenyum. "Gue maafin kok.""Beneran?" Sani mengangguk. "Gue takut banget lo jadi benci sama gue karena kejadian kemarin. Terus bokap lo gimana? Marah sama lo gak?""Awalnya marah, tapi gue mutusin buat ungkapin semua yang selama ini gue pendam ke bokap gue. Karena gue capek selalu diam dan ikutin semua kemauan bokap gue. Syukurnya bokap gue sadar dan minta maaf ke gue. Bahkan hubungan kita udah jauh lebih baik."Vian tersenyum lega. Usahanya berhasil. "Syukur deh. Gue lega dengarnya. Soalnya dari kemarin Bella gak tenang banget.""Bella? Gak tenang gimana?""Ya dia takut lo malah diamuk sama bokap lo. Makanya dia jadi kepikiran terus.""Thanks ya, udah mau bantuin gue. Emang sih gue marah karena tindakan lo yang bisa dibilang lumayan membahayakan gue, tap
"Lo berdua ngapain ke sini?" Sani terlihat tidak senang ketika Vian dan Bella datang ke rumahnya.Mungkin kalau tidak ada mamanya Sani sudah mengusir mereka. Karena saat ini dia sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun."Gue mau ketemu bokap lo."Sani mengerutkan keningnya. "Mau ngapain?" Tentu saja Sani heran karena tidak biasanya Vian ingin bertemu dengan papanya. "Mau kasih oleh-oleh dari bokap gue.""Harus banget nunggu bokap gue? Gak bisa dititipin ke gue?"Vian menggeleng. "Bokap gue udah kasih amanah buat gue untuk kasih langsung ke bokap lo tanpa perantara.""Tapi bokap gue baliknya malam. Lo mau nunggu lama?""Gak papa kok. Lagian kita juga gak ada urusan mendadak sih. Jadi kita bisa nunggu lama. Iya kan, Bell?"Bella hanya mengangguk.Sani mengembuskan napas kasar. Terlihat jelas dia tidak suka, tapi dia tidak bisa melakukan apapun selain membiarkan mereka.***"Loh, ada Vian." Irvan, papa Sani yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Untungnya mereka tidak dibuat menun
"Kenapa lo baru bilang kalau lo mau balik ke Surabaya? Kenapa lo cuma ngomong ke Bella? Kenapa gue enggak? Emang teman lo Bella doang?" Pertanyaan beruntun diberikan Sita pada Alan saat Alan memberitahunya kalau dia akan kembali ke Surabaya."Makanya sekarang gue bilang ke lo kan.""Tapi kenapa baru sekarang? Kenapa gak dari lama? Bella udah tahu duluan. Lo gak anggap gue teman lo, ya? Iya, gue tahu emang gue jarang ngobrol sama lo, tapi kan setidaknya gue juga harus tahu." Ekspresi Sita terlihat kesal.Alan mengembuskan napasnya sejenak. "Oke, gue salah. Gue minta maaf karena baru ngomongnya sekarang. Lo mau kan maafin gue? Gue traktir apapun yang lo mau sebelum gue balik."Sita menatap Alan sinis. "Lo pikir gue bisa disuap sama makanan?""Gak gitu, Ta. Gue cuma pengin lo maafin gue aja. Kalau lo gak mau gue traktir terus lo mau gue gimana biar bisa lo maafin?"Sita terdiam cukup lama sembari sibuk dengan ponselnya. "Gue mau lo hari ini beliin semua yang gue mau. Nih listnya." Sita m
"Bella!" Sita berlari menghampiri Bella lalu memeluknya erat. "Gue bangga banget sama lo, Bell. Lo emang terbaik. Gue tahu lo emang hebat. Dengan kayak gini lo bisa nutup mulut orang-orang yang selalu beranggapan kalau lo itu gak ada apa-apanya dibanding Sani," ujar Sita sembari melirik sinis beberapa siswa yang lewat. Sita ingat betul kalau siswa-siswa tersebut adalah orang yang pernah meremehkan Bella karena Bella berhasil meraih peringkat pertama saat ujian tengah semester mengalahkan Sani.Bella mengembangkan senyumnya. "Makasih Ta, tapi kayaknya lo agak berlebihan deh mujinya. Gue biasa-biasa aja kok. Gak sehebat itu.""Udah deh gak usah merendah gitu. Gue tahu lo paling hebat. Sorry ya kemarin gue gak ngucapin."Bella mengangguk. "Iya, gak papa kok. Kan lo sakit. Masa gue mau marah sama lo yang lagi sakit.""Btw, gue belum liat Sani. Ke mana ya dia?"Bella menatap Sita sedikit heran. Tidak biasanya Sita menanyakan Sani. Apa mungkin Sita sudah tidak marah lagi dengan Sani?"Belum
"Yan, daftar peringkat nilai UAS udah keluar. Lo gak mau liat?" tanya Regan."Nanti aja." "Loh? Kenapa? Bukannya lo nunggu dari kemarin?""Emang, tapi gue gak siap. Gue takut gak sesuai sama harapan gue. Gue takut ngecewain Bella.""Lo kan udah usaha, Yan. Bella juga pasti ngerti kok."Vian menggeleng. "Syarat gue baikan sama dia kan peringkat gue harus bagus. Gue gak yakin kalau gue bisa masuk sepuluh besar.""Mungkin Bella ngomong kayak gitu biar lo lebih rajin belajar. Percaya sama gue Bella pasti bakal bangga sama lo apalagi ngeliat usaha lo yang belajar mati-matian.""Gan! Regan!" "Apasih Ben? Teriak-teriak emang gue budek.""Lo udah liat peringkat lo belum? Gila, lo di peringkat sebelas, bro! Gak nyangka gue. Keren juga lo," ucap Beno yang begitu antusias.Regan tersenyum bangga. "Iya lah, emang lo peringkat lima puluh."Beno menatap Regan sinis. "Sombong amat!" Beno beralih menatap Vian. "Lo gak mau ngecek peringkat lo? Tadinya mau gue foto, tapi keburu rame jadinya gak sempa
"Kenapa?"Terdengar helaan napas lega dari seberang sana ketika Bella menjawab telepon masuk. 'Akhirnya lo angkat juga. Gue telfon daritadi hp lo gak aktif.'"Sengaja gue matiin biar fokus belajar."'Masih belajar gak? Takutnya gue ganggu.'"Kenapa?" Bella kembali bertanya karena belum mendapatkan jawaban.'Gue cuma mau bilang kalau lo jangan salah paham ya soal yang lo liat tadi. Gue tadi cuma berusaha buat nenangin Sani.'"Oke." Setelahnya Bella langsung memutuskan sambungan panggilan begitu saja. Bella kembali mematikan ponselnya karena dia tahu Vian pasti akan kembali menghubunginya dan dia sedang tidak ingin diganggu.Bella mengerti kalau Vian memang mencoba untuk menenangkan Sani. Hanya saja sebagai pacar Vian tentu Bella merasa cemburu, tapi tidak mungkin dia memperpanjang masalah karena Bella malas ribut di hari-hari yang penting ini. Yang ada malah membuat dia tidak fokus belajar dan akan mempengaruhi nilai ujiannya. Lagipula Vian juga sudah berusaha untuk menjelaskan padanya