"Guys!" Beno, Regan, dan Sani yang sedang mengobrol meoleh pada Vian."Em, Ben, Gan, gue balik ke kelas dulu, ya." Sani pamit lalu pergi tanpa menatap Vian.Vian pun mengambil duduk di samping Regan."Lo sama Sani berantem?" Regan menyadari sikap Sani yang menghindar ketika Vian datang."Sani marah sama gue setelah gue nanya yang kemarin Beno ngomong.""Berarti salah Beno.""Loh? Kok malah gue?""Iya lah kalau lo gak ngomong Vian gak bakal berantem sama Sani.""Ya udah deh gue salah. Gak bakal lagi gue bilang ke kalian kalau ada info penting. Biar gue gak disalahin.""Lo gak salah kok, Ben. Ini cuma salah paham. Sani bilang gue berubah semenjak gue suka sama Bella dan dia gak suka itu. Emang gue berubah, ya?"Regan menggeleng. "Menurut gue enggak sih. Lo masih sama kok. Mungkin Sani cuma ngerasa lo udah gak terlalu seperhatian dulu sama dia. Ya namanya juga cewek jadi lumayan sensitif.""Hm, kalau pendapat gue sih dari dulu gak berubah, ya. Gue mikirnya Sani cemburu karena dia suka sa
Vian mengetuk pintu rumah Bella. Tak lama kemudian pintu terbuka.“Masuk Yan, Bella udah nunggu.” Baron mempersilakan Vian masuk.“Bella udah nunggu daritadi ya, bang?” tanya Vian.“Lumayan sih. Dia sampe ketiduran, tapi gak papa. Lo gak usah takut.”Vian jadi merasa bersalah karena sudah membuat Bella menunggu. Bella tadi menyuruhnya untuk datang jam setengah lima sore dan sekarang sudah jam enam. Pasti Bella akan marah. Vian terlambat karena dia masih harus menyelesaikan soal yang kemarin diberikan Bella. Semalam Vian sudah mengerjakan, tapi tidak selesai karena dia ketiduran. Ditambah Vian cukup kesusahan dengan beberapa soal karena belum diajari oleh Bella.“Bell. Bella.” Baron menepuk pelan pipi Bella mencoba membangunkannya.Bella perlahan membuka matanya. “Kenapa sih?”“Vian udah datang.” Bella mengubah posisinya menjadi duduk. “Gue tinggal, ya. Mau nonton footsal,” ucap Baron lalu pergi.Vian masih diam menatap Bella yang sepertinya masih mengumpulkan kesadarannya setelah ba
"Bentar ya," ucap Sani ketika mendengar ketukan pintu.Bella dan Alan hanya mengangguk lalu kembali fokus dengan soal mereka.Tak lama kemudian Sani kembali. Dia tidak sendiri, melainkan bersama Vian."Hai." Bella dan Alan menoleh.Bella sedikit terkejut karena tidak menyangka Vian akan datang. "Lo ngapain ke sini?" Bella bertanya."Nganterin kue coklat buat Sani biar dia makin semangat belajar.""Oh, nganterin kue." Wajah Bella langsung berubah masam ketika mendengar jawaban Vian. "Makasih ya, Yan. Lo emang terbaik," ucap Sani."Sama-sama.""Tunggu bentar, ya, gue potongin dulu kuenya." Sani pergi ke dapur.Alan menatap Vian tidak suka. "Lo sengaja ke sini buat gangguin kita, kan?"Vian tersenyum. "Buat apa juga gue gangguin kalian. Kayak gak ada kerjaan aja."Sani kemudian kembali membawa sepiring kue yang sudah dipotongnya."Nih, guys, dimakan dulu. Dijamin enak banget.""Nyokap lo ke mana?" Vian bertanya."Biasa lagi ada arisan."Vian manggut-manggut. "Ya udah, kalau gitu gue ba
Vian berdecak kesal ketika melihat Alan lagi-lagi sedang berusaha mendekati Bella. Vian ingin menghampiri, namun seseorang menahannya."Sani." Vian menoleh ternyata yang menahannya adalah Sani."Boleh ngomong sebentar?"Vian mengangguk. Mereka berdua pun pergi menjauh."Lo mau ngomong apa?" Vian bertanya."Gini lo tahu kan kalau gue, Bella, sama Alan lagi persiapan buat olimpiade.""Tahu.""Nah, lo kan tadi juga liat sendiri kalau Bella sama Alan lagi diskusi soal. Jadi gue minta tolong sama lo buat jangan gangguin mereka dulu. Biarin mereka fokus diskusi. Nanti kan juga ada waktu lo ngobrol sama Bella.""Gue gak ada niat gangguin persiapan kalian buat olimpiade kok. Gue cuma gak suka aja dia manfaatin kesempatan itu buat dekatin Bella dengan alasan diskusi soal. Gue tahu trik dia.""Pokoknya gue minta tolong sama lo buat ngertiin kondisi Bella sekarang. Oke? Setelah olimpiade selesai lo mau marah kalau Alan dekatin Bella juga terserah gue gak bakal larang, tapi jangan sekarang."Vian
"Lo masih suka sama gue?"Vian terdiam untuk beberapa saat. Cukup terkejut karena Bella tiba-tiba memberikan pertanyaan seperti itu. Vian berdeham. "Kok lo tiba-tiba nanya gitu?""Gue cuma mau tahu aja kalau lo gak mau jawab juga gak papa.""Kalau gue masih suka sama lo kenapa? Lo mau balas perasaan gue?"Jika tadi Vian yang dibuat terdiam oleh Bella, sekarang malah kebalikannya."Lo gak bisa, kan?" Vian kembali bertanya."Gue butuh waktu. Lo mau nunggu gue sampe siap?"Vian tersenyum lalu mengangguk. "Gue bakal nunggu kok, tapi kalau lo tetap gak bisa terima gue bilang ya. Biar gue gak makin berharap. Thanks ya udah mau bantuin. Gue balik dulu." Vian pun pergi.Bella mengembuskan napas. Entah kenapa Bella malah merasa bersalah setelah mendengar ucapan Vian."Ingat Bell, kalau suka bilang jangan bikin orang berharap," sahut Baron."Bacot lo."***"Loh, Sani." Vian kaget karena Sani berada di rumahnya."Darimana?""Dari Bella. Habis kerjain tugas.""Kan lo bisa ke rumah gue. Lebih dek
"Ada perlu apa San?" tanya Bella. Karena tumben sekali Sani datang ke rumahnya tanpa memberitahunya lebih dulu."Gue cuma mau ngomong sama lo soal Vian.""Vian?"Sani mengangguk. "Lo sebenarnya suka gak sih sama Vian? Waktu gue tanya sebelumnya kan lo bilang lo gak suka dan lo juga tahu kalau gue suka sama Vian malah lo dukung gue. Kenapa sekarang lo kayak gak suka gue dekatin Vian?""Gue juga gak tahu perasaan gue ke Vian gimana."Sani menatap Bella tidak percaya. "Lo gak tahu? Dulu waktu gue tanya lo dengan tegas bilang gak suka sama Vian. Sekarang lo gak tahu?"Bella hanya diam. Tidak tahu harus merespons apa. Karena dia juga sendiri bingung dengan dirinya. Mungkin dulu Bella tanpa ragu menjawab tidak ketika ada yang bertanya apa dia menyukai Vian atau tidak, tapi sekarang untuk menjawab tidak saja sangat susah untuknya. Tapi Bella juga tidak bisa menjawab iya."Gue gak peduli sekarang lo mau suka sama Vian atau gak yang pasti gue bakal tetap berjuang buat dapatin Vian. Jadi gue ha
"Pelan-pelan minumnya, Yan," ujar Regan.Vian sekarang sedang berada di rumah Regan. Setelah mendengar pengakuan Sani, Vian tidak bisa berpikir apa-apa. Akhirnya dia memilih untuk pergi ke rumah Regan. Vian sedaritadi sudah meminum lima botol minuman kopi instan tanpa berbicara dengan Regan. Yang hanya dia lakukan adalah diam dan menikmati minumannya."Masih ada minumannya gak, Gan?" tanya Vian ketika menghabiskan botol keenam."Coba lo cek. Kayaknya masih sisa satu deh."Vian pun membuka kulkas mini yang kebetulan ada di kamar Regan. Regan memang sengaja membeli kulkas kecil untuk persediaan minuman karena dia malas kalau harus turun ke dapur.Vian mengambil minuman tersebut yang kebetulan masih tersisa satu botol. Tanpa menunggu lama Vian langsung meneguknya.Regan tahu Vian sedang ada masalah, tapi dia tidak akan bertanya. Dia tidak seperti Beno yang langsung bertanya kalau Vian ada masalah. Regan akan membiarkan Vian sampai Vian sendiri yang akan mau bercerita padanya."Gue gak n
"Bell, temenin gue dong.""Gak!" Bella menolak tanpa bertanya lebih dulu ke mana Baron akan mengajaknya pergi."Ya elah, please temenin gue. Gue mau ngedate sama cewek.""Terus? Kenapa jadi gue yang nemenin? Ngedate kan berdua bukan bertiga. Lo mau bikin gue jadi nyamuk?"Bella tidak akan mau pergi apalagi menemani Baron yang akan kencan dengan cewek. Lebih baik Bella di rumah menikmati film kartun daripada harus keluar dan menjadi nyamuk."Gak gitu, lo kan bisa awasin dari jauh gak perlu duduk bertiga.""Bukannya lo biasanya berani? Kenapa tiba-tiba malah ciut nyali lo?" Biasanya Baron tidak pernah takut untuk bertemu dengan cewek yang ingin dia dekati, tapi kali ini Baron malah meminta Bella untuk menemaninya. Sangat aneh, bukan?"Iya, tapi cewek yang ini beda. Dia cuek banget. Takutnya gue malah awkward terus bikin malu di depan dia lagi. Lo mau ya temenin gue. Gue janji bakal kasih apapun yang lo mau."Bella menggeleng. "Gue gak mau. Minta sama orang lain aja. Teman lo kek siapa ke