"Bell, temenin gue dong.""Gak!" Bella menolak tanpa bertanya lebih dulu ke mana Baron akan mengajaknya pergi."Ya elah, please temenin gue. Gue mau ngedate sama cewek.""Terus? Kenapa jadi gue yang nemenin? Ngedate kan berdua bukan bertiga. Lo mau bikin gue jadi nyamuk?"Bella tidak akan mau pergi apalagi menemani Baron yang akan kencan dengan cewek. Lebih baik Bella di rumah menikmati film kartun daripada harus keluar dan menjadi nyamuk."Gak gitu, lo kan bisa awasin dari jauh gak perlu duduk bertiga.""Bukannya lo biasanya berani? Kenapa tiba-tiba malah ciut nyali lo?" Biasanya Baron tidak pernah takut untuk bertemu dengan cewek yang ingin dia dekati, tapi kali ini Baron malah meminta Bella untuk menemaninya. Sangat aneh, bukan?"Iya, tapi cewek yang ini beda. Dia cuek banget. Takutnya gue malah awkward terus bikin malu di depan dia lagi. Lo mau ya temenin gue. Gue janji bakal kasih apapun yang lo mau."Bella menggeleng. "Gue gak mau. Minta sama orang lain aja. Teman lo kek siapa ke
"Sorry ya, kemarin gue gak bisa ikut belajar. Kalian kemarin jadi belajar bareng?" Sani bertanya."Gak jadi, soalnya kata Bella gak enak sama lo." Alan menjawab.Sani beralih menatap Bella. "Gue kan bilang gak papa kalau kalian berdua doang, Bell. Gue jadi gak enak."Bella tersenyum. "Gak papa, kan kita bisa belajar dilain hari. Oh iya, btw, happy birthday, ya." Bella menjulurkan tangannya memberikan ucapan selamat ulang tahun.Sani membalas jabatan tangan Bella. "Thanks. Kok lo bisa tahu kalau kemarin gue ultah?" Sani cukup bingung karena seingatnya dia belum pernah memberitahu Bella hari ulang tahunnya."Enggak, tadi gue gak sengaja liat teman kelas lo ngucapin selamat ke lo." Bella berbohong. Tidak mungkin juga dia bilang jujur kalau dia tahu karena mendengar percakapan Sani dengan Vian. Yang ada Sani bisa tahu kalau kemarin dia ada di sana dan kabur.Sani manggut-manggut. "Oh iya, tadi Bu Tia chat gue katanya habis pelajaran kita disuruh ke lab Fisika buat latihan soal.""Oke."Be
“Loh? Kok lo di sini, Yan? Gue kira lo udah pulang,” kata Sani ketika mereka selesai belajar. Vian menoleh pada mereka bertiga lalu tersenyum. “Gue nungguin Bella.”Bella cukup bingung mendengar jawaban Vian. “Nungguin gue?” Karena Bella juga tidak tahu kalau Vian sedang menunggu di luar.Vian mengangguk. “Bang Baron gak bisa jemput lo katanya. Makanya minta tolong sama gue.” Vian berbohong. Justru dia tadi mengirim pesan pada Baron agar tidak perlu menjemput Bella.“Kok kak Baron gak chat gue?” Bella mengecek ponselnya. Sama sekali tidak ada notifikasi pesan dari Baron.“Lupa mungkin.”“Baik banget ya nungguin Bella selama hampir dua jam,” kata Sani sembari melirik Bella.“Kan pacarnya. Wajarlah. Iya kan, Vian?” Alan menyahut.Vian tidak menjawab. Malas menanggapi Alan.“Yuk Bell. Kita duluan, ya, San.” Vian berpamitan pada Sani.Vian menggenggam tangan Bella lalu pergi. Ketika sampai di parkiran Bella segera melepas tangannya dari Vian.“Lo ngapain nungguin gue segala?” tanya Bella
"Lo bisa berhenti ganggu gue gak?" Bella kesal karena Alan yang sedaritadi terus mengajaknya mengobrol. Padahal Bella saat ini sedang ingin membaca buku tanpa ingin siapapun mengganggu. Sita saja selalu mengerti dan membiarkan kalau Bella sedang ingin sendiri, tapi Alan benar-benar tidak bisa mengerti dengan keadaannya."Sorry, kalau kamu ngerasa keganggu. Aku cuma pengin kamu kasih aku kesempatan buat mulai kembali hubungan kita. Aku tahu kamu mungkin masih marah sama aku. Aku juga gak maksa kamu buat langsung nerima aku. Aku ngerti kok.""Dan lo juga harusnya ngerti kalau gue lagi gak pengin diganggu." Bella lalu masuk ke dalam kelas.Sita menghampiri Alan. "Lan, please jangan ganggu Bella dulu. Lo udah lama kan kenal dia. Harusnya lo lebih paham Bella kayak gimana.""Iya. Gue cuma pengin Bella ngasih gue kesempatan lagi buat balikan. Lagian Bella sama Vian kan cuma pura-pura pacaran."Sita cukup terkejut dengan ucapan Alan. "Lo tahu darimana?"***Sita segera mendekati Bella. "Bell.
"Bell, please jangan marah sama gue dong. Gue cuma pengin Vian tahu alasan lo jauhin dia," ujar Sita.Sita mengikuti Bella sampai ke rumahnya, karena ingin meminta maaf pada Bella."Tapi gak dengan kayak gitu, Ta." Jujur Bella marah dengan Sita. Dia tidak menyangka Sita akan melakukan hal tersebut. Sekarang Bella tidak tahu harus bagaimana menghadapi Vian. Dia benar-benar malu untuk menghadapi cowok itu."Iya gue tahu gue salah. Makanya gue mohon sama lo maafin gue. Ini terakhir kalinya gue ngelakuin kayak gitu. Gue janji." Sita tahu dia salah, tapi dia juga tidak ingin Bella terus-terusan menjauhi Vian. Padahal Bella menyukai Vian. Sita hanya ingin Bella tahu kalau dia hanya salah paham dengan Vian. Karena Sita yakin Vian hanya menyukai Bella, bukan Sani."Lo pulang aja, ya. Gue capek mau istirahat." Bella lalu masuk ke dalam rumah."Loh? Temannya Bella, kan?" Baron yang baru saja keluar menatap Sita heran.Sita tersenyum. "Iya kak.""Kok gak masuk?""Enggak kak, kebetulan mau langsu
"Kok lo udah masuk? Vian mana?" Baron bertanya ketika Bella sudah masuk kembali ke dalam rumah.Bella mengambil alih camilan yang sedang dipegang Baron. "Udah pulang.""Udah pulang? Terus gimana kalian?""Gimana apanya?" Bella bertanya balik."Ya gimana? Udah jadian atau belum, eh maksud gue udah baikan atau belum?"Bella menatap Baron datar. "Lo yang bilang ke Vian ya kalau gue nemenin lo ke cafe?""Iya, soalnya dia nanya. Emang kenapa?""Gak." Bella mengembalikan camilan pada Baron."Eh, lo belum jawab gue."Bella tidak menanggapi. Dia langsung pergi ke kamarnya."Lo bodoh banget sih, Bell." Bella merutuki dirinya sendiri.Harusnya tadi Bella menjawab Vian, tapi dia malah diam tidak memberikan jawaban. Jika dulu Vian hanya mengungkapkan perasaannya tanpa meminta Bella untuk menjadi kekasihnya, sekarang tidak. Vian sekarang ingin Bella menjadi pacarnya, tapi sayangnya Bella tidak bisa menjawab. Padahal sekarang Bella sudah memiliki perasaan terhadap Vian, tapi entah kenapa lidahnya t
"Gue mau."Vian seketika terdiam mencoba mencoba mencerna jawaban Bella. Apakah benar yang dia dengar? Apa dia sedang tidak bermimpi? Bella benar-benar menerimanya? "I ... Ini beneran? Gu ... Gue gak salah dengar, kan?" Vian mendadak gagap.Bella tertawa kecil. "Bener. Masa gue bohong. Kok lo jadi gagap?"Vian tersenyum sumringah sampai tidak tahu harus berkata apa. "Gue bahagia banget akhirnya lo mau terima gue jadi cowok lo."Bukan waktu yang singkat bagi Vian untuk menunggu Bella menerimanya. Berbulan-bulan dia terus mendekati Bella dan selama itu juga dia terus mendapat penolakan dari Bella. Tapi Vian tidak pernah menyerah. Vian benar-benar percaya kalau usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil."Sorry, udah buat lo nunggu lama." Vian menggeleng. "Enggak. Lo gak salah. Lo punya trauma jadi wajar.""Bentar." Bella mengambil lembaran soal yang sudah dia susun semalam lalu memberikannya pada Vian. "Ini soal buat lo kerjain dan balikin ke gue minggu depan.""Kita kan baru jadia
"Enak gak esnya?" tanya Vian.Bella mengangguk. "Enak banget."Saat ini mereka sedang makan es pisang hijau. Vian yang mengajak Bella. "Kok lo bisa tahu tempat makan yang enak-enak gini sih?" tanya Bella cukup heran. Selama Vian mengajaknya makan, pasti makanannya tidak pernah mengecewakan. Berkat Vian, Bella lebih tahu banyak tempat makan yang enak di Jakarta.Vian tersenyum. "Iya dong. Gue kan suka makan. Abis kita makan ini gue mau ngajak lo ke tempat makan lain lagi. Gue jamin lo pasti bakal suka.""Makanan apa emang?""Ada deh. Lo abisin esnya dulu."***"Kenyang gak?"Bella mengangguk sembari mengusap perutnya yang sedikit membuncit. "Kenyang banget. Thanks ya buat hari ini.""Sama-sama dong. Btw, lo sadar gak kalau hari ini hari pertama kita ngedate?""Iya ya.""Tapi gue senang tahu lo mau diajak kulineran bareng gue. Pokoknya gue senang banget."Bella tersenyum. "Gue juga senang banget. Oh iya, jangan lupa kerjain soal yang kemarin gue kasih."Vian yang tadinya tersenyum lang