"Lo masih suka sama gue?"Vian terdiam untuk beberapa saat. Cukup terkejut karena Bella tiba-tiba memberikan pertanyaan seperti itu. Vian berdeham. "Kok lo tiba-tiba nanya gitu?""Gue cuma mau tahu aja kalau lo gak mau jawab juga gak papa.""Kalau gue masih suka sama lo kenapa? Lo mau balas perasaan gue?"Jika tadi Vian yang dibuat terdiam oleh Bella, sekarang malah kebalikannya."Lo gak bisa, kan?" Vian kembali bertanya."Gue butuh waktu. Lo mau nunggu gue sampe siap?"Vian tersenyum lalu mengangguk. "Gue bakal nunggu kok, tapi kalau lo tetap gak bisa terima gue bilang ya. Biar gue gak makin berharap. Thanks ya udah mau bantuin. Gue balik dulu." Vian pun pergi.Bella mengembuskan napas. Entah kenapa Bella malah merasa bersalah setelah mendengar ucapan Vian."Ingat Bell, kalau suka bilang jangan bikin orang berharap," sahut Baron."Bacot lo."***"Loh, Sani." Vian kaget karena Sani berada di rumahnya."Darimana?""Dari Bella. Habis kerjain tugas.""Kan lo bisa ke rumah gue. Lebih dek
"Ada perlu apa San?" tanya Bella. Karena tumben sekali Sani datang ke rumahnya tanpa memberitahunya lebih dulu."Gue cuma mau ngomong sama lo soal Vian.""Vian?"Sani mengangguk. "Lo sebenarnya suka gak sih sama Vian? Waktu gue tanya sebelumnya kan lo bilang lo gak suka dan lo juga tahu kalau gue suka sama Vian malah lo dukung gue. Kenapa sekarang lo kayak gak suka gue dekatin Vian?""Gue juga gak tahu perasaan gue ke Vian gimana."Sani menatap Bella tidak percaya. "Lo gak tahu? Dulu waktu gue tanya lo dengan tegas bilang gak suka sama Vian. Sekarang lo gak tahu?"Bella hanya diam. Tidak tahu harus merespons apa. Karena dia juga sendiri bingung dengan dirinya. Mungkin dulu Bella tanpa ragu menjawab tidak ketika ada yang bertanya apa dia menyukai Vian atau tidak, tapi sekarang untuk menjawab tidak saja sangat susah untuknya. Tapi Bella juga tidak bisa menjawab iya."Gue gak peduli sekarang lo mau suka sama Vian atau gak yang pasti gue bakal tetap berjuang buat dapatin Vian. Jadi gue ha
"Pelan-pelan minumnya, Yan," ujar Regan.Vian sekarang sedang berada di rumah Regan. Setelah mendengar pengakuan Sani, Vian tidak bisa berpikir apa-apa. Akhirnya dia memilih untuk pergi ke rumah Regan. Vian sedaritadi sudah meminum lima botol minuman kopi instan tanpa berbicara dengan Regan. Yang hanya dia lakukan adalah diam dan menikmati minumannya."Masih ada minumannya gak, Gan?" tanya Vian ketika menghabiskan botol keenam."Coba lo cek. Kayaknya masih sisa satu deh."Vian pun membuka kulkas mini yang kebetulan ada di kamar Regan. Regan memang sengaja membeli kulkas kecil untuk persediaan minuman karena dia malas kalau harus turun ke dapur.Vian mengambil minuman tersebut yang kebetulan masih tersisa satu botol. Tanpa menunggu lama Vian langsung meneguknya.Regan tahu Vian sedang ada masalah, tapi dia tidak akan bertanya. Dia tidak seperti Beno yang langsung bertanya kalau Vian ada masalah. Regan akan membiarkan Vian sampai Vian sendiri yang akan mau bercerita padanya."Gue gak n
"Bell, temenin gue dong.""Gak!" Bella menolak tanpa bertanya lebih dulu ke mana Baron akan mengajaknya pergi."Ya elah, please temenin gue. Gue mau ngedate sama cewek.""Terus? Kenapa jadi gue yang nemenin? Ngedate kan berdua bukan bertiga. Lo mau bikin gue jadi nyamuk?"Bella tidak akan mau pergi apalagi menemani Baron yang akan kencan dengan cewek. Lebih baik Bella di rumah menikmati film kartun daripada harus keluar dan menjadi nyamuk."Gak gitu, lo kan bisa awasin dari jauh gak perlu duduk bertiga.""Bukannya lo biasanya berani? Kenapa tiba-tiba malah ciut nyali lo?" Biasanya Baron tidak pernah takut untuk bertemu dengan cewek yang ingin dia dekati, tapi kali ini Baron malah meminta Bella untuk menemaninya. Sangat aneh, bukan?"Iya, tapi cewek yang ini beda. Dia cuek banget. Takutnya gue malah awkward terus bikin malu di depan dia lagi. Lo mau ya temenin gue. Gue janji bakal kasih apapun yang lo mau."Bella menggeleng. "Gue gak mau. Minta sama orang lain aja. Teman lo kek siapa ke
"Sorry ya, kemarin gue gak bisa ikut belajar. Kalian kemarin jadi belajar bareng?" Sani bertanya."Gak jadi, soalnya kata Bella gak enak sama lo." Alan menjawab.Sani beralih menatap Bella. "Gue kan bilang gak papa kalau kalian berdua doang, Bell. Gue jadi gak enak."Bella tersenyum. "Gak papa, kan kita bisa belajar dilain hari. Oh iya, btw, happy birthday, ya." Bella menjulurkan tangannya memberikan ucapan selamat ulang tahun.Sani membalas jabatan tangan Bella. "Thanks. Kok lo bisa tahu kalau kemarin gue ultah?" Sani cukup bingung karena seingatnya dia belum pernah memberitahu Bella hari ulang tahunnya."Enggak, tadi gue gak sengaja liat teman kelas lo ngucapin selamat ke lo." Bella berbohong. Tidak mungkin juga dia bilang jujur kalau dia tahu karena mendengar percakapan Sani dengan Vian. Yang ada Sani bisa tahu kalau kemarin dia ada di sana dan kabur.Sani manggut-manggut. "Oh iya, tadi Bu Tia chat gue katanya habis pelajaran kita disuruh ke lab Fisika buat latihan soal.""Oke."Be
“Loh? Kok lo di sini, Yan? Gue kira lo udah pulang,” kata Sani ketika mereka selesai belajar. Vian menoleh pada mereka bertiga lalu tersenyum. “Gue nungguin Bella.”Bella cukup bingung mendengar jawaban Vian. “Nungguin gue?” Karena Bella juga tidak tahu kalau Vian sedang menunggu di luar.Vian mengangguk. “Bang Baron gak bisa jemput lo katanya. Makanya minta tolong sama gue.” Vian berbohong. Justru dia tadi mengirim pesan pada Baron agar tidak perlu menjemput Bella.“Kok kak Baron gak chat gue?” Bella mengecek ponselnya. Sama sekali tidak ada notifikasi pesan dari Baron.“Lupa mungkin.”“Baik banget ya nungguin Bella selama hampir dua jam,” kata Sani sembari melirik Bella.“Kan pacarnya. Wajarlah. Iya kan, Vian?” Alan menyahut.Vian tidak menjawab. Malas menanggapi Alan.“Yuk Bell. Kita duluan, ya, San.” Vian berpamitan pada Sani.Vian menggenggam tangan Bella lalu pergi. Ketika sampai di parkiran Bella segera melepas tangannya dari Vian.“Lo ngapain nungguin gue segala?” tanya Bella
"Lo bisa berhenti ganggu gue gak?" Bella kesal karena Alan yang sedaritadi terus mengajaknya mengobrol. Padahal Bella saat ini sedang ingin membaca buku tanpa ingin siapapun mengganggu. Sita saja selalu mengerti dan membiarkan kalau Bella sedang ingin sendiri, tapi Alan benar-benar tidak bisa mengerti dengan keadaannya."Sorry, kalau kamu ngerasa keganggu. Aku cuma pengin kamu kasih aku kesempatan buat mulai kembali hubungan kita. Aku tahu kamu mungkin masih marah sama aku. Aku juga gak maksa kamu buat langsung nerima aku. Aku ngerti kok.""Dan lo juga harusnya ngerti kalau gue lagi gak pengin diganggu." Bella lalu masuk ke dalam kelas.Sita menghampiri Alan. "Lan, please jangan ganggu Bella dulu. Lo udah lama kan kenal dia. Harusnya lo lebih paham Bella kayak gimana.""Iya. Gue cuma pengin Bella ngasih gue kesempatan lagi buat balikan. Lagian Bella sama Vian kan cuma pura-pura pacaran."Sita cukup terkejut dengan ucapan Alan. "Lo tahu darimana?"***Sita segera mendekati Bella. "Bell.
"Bell, please jangan marah sama gue dong. Gue cuma pengin Vian tahu alasan lo jauhin dia," ujar Sita.Sita mengikuti Bella sampai ke rumahnya, karena ingin meminta maaf pada Bella."Tapi gak dengan kayak gitu, Ta." Jujur Bella marah dengan Sita. Dia tidak menyangka Sita akan melakukan hal tersebut. Sekarang Bella tidak tahu harus bagaimana menghadapi Vian. Dia benar-benar malu untuk menghadapi cowok itu."Iya gue tahu gue salah. Makanya gue mohon sama lo maafin gue. Ini terakhir kalinya gue ngelakuin kayak gitu. Gue janji." Sita tahu dia salah, tapi dia juga tidak ingin Bella terus-terusan menjauhi Vian. Padahal Bella menyukai Vian. Sita hanya ingin Bella tahu kalau dia hanya salah paham dengan Vian. Karena Sita yakin Vian hanya menyukai Bella, bukan Sani."Lo pulang aja, ya. Gue capek mau istirahat." Bella lalu masuk ke dalam rumah."Loh? Temannya Bella, kan?" Baron yang baru saja keluar menatap Sita heran.Sita tersenyum. "Iya kak.""Kok gak masuk?""Enggak kak, kebetulan mau langsu