“Lo ingat gue?”Vian mengerutkan keningnya. “Maksudnya?”“Lo ingat pernah ketemu gue sebelumnya?” Kali ini Bella memperjelas pertanyaannya.“Oh, ingat dong.”“Kapan?”“Waktu di Surabaya terus gue balikin dompet lo yang jatuh, kan?”Bella hanya mengangguk. Tadinya Bella pikir Vian mengingatnya kalau dia pernah menolongnya, ternyata tidak. Mungkin Vian sudah lupa. Apalagi kejadian tersebut sudah cukup lama.“Thanks.” Walaupun Vian tidak mengingatnya, Bella tetap mengucapkan terima kasih. Karena Bella sudah berjanji pada dirinya sendiri akan berterima kasih langsung padanya.“Kok tiba-tiba bilang makasih?”“Makasih udah nolongin gue.”“Maksud lo karena gue bantuin lo jadi pacar pura-pura? Kalau soal itu aman.”Bella hanya diam. Sebenarnya Bella ingin memberitahu Vian kalau dia pernah membantu Bella jauh sebelum membantunya menjadi pacar pura-pura demi Alan. Tapi karena Vian sama sekali tidak ingat, Bella mengurungkan niatnya. Kalau Bella memberitahu dan Vian juga masih tidak ingat yang a
“Ada apa Yan?” Sani bertanya karena Vian ingin berbicara dengannya.Saat ini mereka sedang berada di sebuah cafe dekat sekolah mereka. Saat pelajaran berakhir tadi, Vian langsung pergi ke kelas Sani dan mengajaknya ke sini.“Gue dengar lo kasih coklat ke Bella atas nama Alan padahal dia gak ada nyuruh lo lakuin itu. Bener?”Sani agak terkejut karena Vian rupanya mengetahui hal tersebut. “Lo tahu darimana?”“Gue gak sengaja dengar waktu lo lagi ngomong sama Alan. Katanya lo sengaja ngelakuin itu karena mau bantuin Alan biar bisa balikan sama Bella. Bisa lo jelasin? Atau gue yang salah paham?” Vian berbohong karena tidak mungkin dia memberitahu kalau Beno yang sebenarnya mendengar pembicaraan Sani dan Alan. Yang ada Sani malah marah pada Beno.“Ini lo beneran ngajak gue ke cafe cuma mau bahas hal gak penting kayak gini?”“Mungkin bagi lo gak penting, tapi bagi gue penting. Lo juga tahu kan kalau gue suka sama Bella, tapi lo malah mau dukung Alan yang jelas-jelas Bella benci.”“Gue tahu
"Guys!" Beno, Regan, dan Sani yang sedang mengobrol meoleh pada Vian."Em, Ben, Gan, gue balik ke kelas dulu, ya." Sani pamit lalu pergi tanpa menatap Vian.Vian pun mengambil duduk di samping Regan."Lo sama Sani berantem?" Regan menyadari sikap Sani yang menghindar ketika Vian datang."Sani marah sama gue setelah gue nanya yang kemarin Beno ngomong.""Berarti salah Beno.""Loh? Kok malah gue?""Iya lah kalau lo gak ngomong Vian gak bakal berantem sama Sani.""Ya udah deh gue salah. Gak bakal lagi gue bilang ke kalian kalau ada info penting. Biar gue gak disalahin.""Lo gak salah kok, Ben. Ini cuma salah paham. Sani bilang gue berubah semenjak gue suka sama Bella dan dia gak suka itu. Emang gue berubah, ya?"Regan menggeleng. "Menurut gue enggak sih. Lo masih sama kok. Mungkin Sani cuma ngerasa lo udah gak terlalu seperhatian dulu sama dia. Ya namanya juga cewek jadi lumayan sensitif.""Hm, kalau pendapat gue sih dari dulu gak berubah, ya. Gue mikirnya Sani cemburu karena dia suka sa
Vian mengetuk pintu rumah Bella. Tak lama kemudian pintu terbuka.“Masuk Yan, Bella udah nunggu.” Baron mempersilakan Vian masuk.“Bella udah nunggu daritadi ya, bang?” tanya Vian.“Lumayan sih. Dia sampe ketiduran, tapi gak papa. Lo gak usah takut.”Vian jadi merasa bersalah karena sudah membuat Bella menunggu. Bella tadi menyuruhnya untuk datang jam setengah lima sore dan sekarang sudah jam enam. Pasti Bella akan marah. Vian terlambat karena dia masih harus menyelesaikan soal yang kemarin diberikan Bella. Semalam Vian sudah mengerjakan, tapi tidak selesai karena dia ketiduran. Ditambah Vian cukup kesusahan dengan beberapa soal karena belum diajari oleh Bella.“Bell. Bella.” Baron menepuk pelan pipi Bella mencoba membangunkannya.Bella perlahan membuka matanya. “Kenapa sih?”“Vian udah datang.” Bella mengubah posisinya menjadi duduk. “Gue tinggal, ya. Mau nonton footsal,” ucap Baron lalu pergi.Vian masih diam menatap Bella yang sepertinya masih mengumpulkan kesadarannya setelah ba
"Bentar ya," ucap Sani ketika mendengar ketukan pintu.Bella dan Alan hanya mengangguk lalu kembali fokus dengan soal mereka.Tak lama kemudian Sani kembali. Dia tidak sendiri, melainkan bersama Vian."Hai." Bella dan Alan menoleh.Bella sedikit terkejut karena tidak menyangka Vian akan datang. "Lo ngapain ke sini?" Bella bertanya."Nganterin kue coklat buat Sani biar dia makin semangat belajar.""Oh, nganterin kue." Wajah Bella langsung berubah masam ketika mendengar jawaban Vian. "Makasih ya, Yan. Lo emang terbaik," ucap Sani."Sama-sama.""Tunggu bentar, ya, gue potongin dulu kuenya." Sani pergi ke dapur.Alan menatap Vian tidak suka. "Lo sengaja ke sini buat gangguin kita, kan?"Vian tersenyum. "Buat apa juga gue gangguin kalian. Kayak gak ada kerjaan aja."Sani kemudian kembali membawa sepiring kue yang sudah dipotongnya."Nih, guys, dimakan dulu. Dijamin enak banget.""Nyokap lo ke mana?" Vian bertanya."Biasa lagi ada arisan."Vian manggut-manggut. "Ya udah, kalau gitu gue ba
Vian berdecak kesal ketika melihat Alan lagi-lagi sedang berusaha mendekati Bella. Vian ingin menghampiri, namun seseorang menahannya."Sani." Vian menoleh ternyata yang menahannya adalah Sani."Boleh ngomong sebentar?"Vian mengangguk. Mereka berdua pun pergi menjauh."Lo mau ngomong apa?" Vian bertanya."Gini lo tahu kan kalau gue, Bella, sama Alan lagi persiapan buat olimpiade.""Tahu.""Nah, lo kan tadi juga liat sendiri kalau Bella sama Alan lagi diskusi soal. Jadi gue minta tolong sama lo buat jangan gangguin mereka dulu. Biarin mereka fokus diskusi. Nanti kan juga ada waktu lo ngobrol sama Bella.""Gue gak ada niat gangguin persiapan kalian buat olimpiade kok. Gue cuma gak suka aja dia manfaatin kesempatan itu buat dekatin Bella dengan alasan diskusi soal. Gue tahu trik dia.""Pokoknya gue minta tolong sama lo buat ngertiin kondisi Bella sekarang. Oke? Setelah olimpiade selesai lo mau marah kalau Alan dekatin Bella juga terserah gue gak bakal larang, tapi jangan sekarang."Vian
"Lo masih suka sama gue?"Vian terdiam untuk beberapa saat. Cukup terkejut karena Bella tiba-tiba memberikan pertanyaan seperti itu. Vian berdeham. "Kok lo tiba-tiba nanya gitu?""Gue cuma mau tahu aja kalau lo gak mau jawab juga gak papa.""Kalau gue masih suka sama lo kenapa? Lo mau balas perasaan gue?"Jika tadi Vian yang dibuat terdiam oleh Bella, sekarang malah kebalikannya."Lo gak bisa, kan?" Vian kembali bertanya."Gue butuh waktu. Lo mau nunggu gue sampe siap?"Vian tersenyum lalu mengangguk. "Gue bakal nunggu kok, tapi kalau lo tetap gak bisa terima gue bilang ya. Biar gue gak makin berharap. Thanks ya udah mau bantuin. Gue balik dulu." Vian pun pergi.Bella mengembuskan napas. Entah kenapa Bella malah merasa bersalah setelah mendengar ucapan Vian."Ingat Bell, kalau suka bilang jangan bikin orang berharap," sahut Baron."Bacot lo."***"Loh, Sani." Vian kaget karena Sani berada di rumahnya."Darimana?""Dari Bella. Habis kerjain tugas.""Kan lo bisa ke rumah gue. Lebih dek
"Ada perlu apa San?" tanya Bella. Karena tumben sekali Sani datang ke rumahnya tanpa memberitahunya lebih dulu."Gue cuma mau ngomong sama lo soal Vian.""Vian?"Sani mengangguk. "Lo sebenarnya suka gak sih sama Vian? Waktu gue tanya sebelumnya kan lo bilang lo gak suka dan lo juga tahu kalau gue suka sama Vian malah lo dukung gue. Kenapa sekarang lo kayak gak suka gue dekatin Vian?""Gue juga gak tahu perasaan gue ke Vian gimana."Sani menatap Bella tidak percaya. "Lo gak tahu? Dulu waktu gue tanya lo dengan tegas bilang gak suka sama Vian. Sekarang lo gak tahu?"Bella hanya diam. Tidak tahu harus merespons apa. Karena dia juga sendiri bingung dengan dirinya. Mungkin dulu Bella tanpa ragu menjawab tidak ketika ada yang bertanya apa dia menyukai Vian atau tidak, tapi sekarang untuk menjawab tidak saja sangat susah untuknya. Tapi Bella juga tidak bisa menjawab iya."Gue gak peduli sekarang lo mau suka sama Vian atau gak yang pasti gue bakal tetap berjuang buat dapatin Vian. Jadi gue ha