"A ... Arabella?"
Bella terkejut. Bagaimana tidak terkejut. Vian mengetahui namanya. Dan tatapan cowok itu seolah sudah mengenali Bella sebelum Bella pindah ke sekolah ini. Padahal Bella baru pertama kali bertemu Vian.Tidak hanya Bella yang terkejut, Sita, Regan dan Beno pun ikut terkejut. Apakah mereka berdua saling mengenal?"Lo tahu nama gue?" tanya Bella masih terkejut.Vian mengangguk lalu tersenyum. "Gue yang waktu itu balikin KTP lo."Bella terdiam sejenak. Beberapa detik kemudian ia pun sadar. Kini Bella mengingat Vian. Cowok itu yang ia temui saat ia masih di Surabaya."Udah ingat, kan?" tanya Vian ketika merasa Bella sudah mengingatnya.Bella hanya mengangguk."Gue yakin lo udah lupa nama gue. Jadi gue mau kita kenalan. Gue Vian." Vian menjulurkan tangannya."Bella."Vian hanya tersenyum karena Bella tidak menyambut tangannya. Sedangkan Regan dan Beno yang berada di belakang Vian hanya menahan tawa. Karena baru kali ini Vian diabaikan oleh cewek."Mau gabung sama gue? Kebetulan meja kita masih kosong." Vian menawari dengan tujuan agar bisa mengobrol dengan Bella."Ma---""Enggak, makasih." Sita yang tadinya senang langsung kecewa dengan jawaban Bella.Setelah Bella dan Sita pergi, barulah Regan dan Beno tertawa.Vian menatap tajam keduanya. "Kenapa lo berdua ketawa?""Lucu aja. Baru kali ini ada cewek yang nolak lo mentah-mentah.""Benar banget. Eh, bentar. Waktu itu lo bilang ada cewek Surabaya yang bikin lo tertarik. Apa jangan-jangan ceweknya anak baru itu?" tanya Beno memastikan.Vian hanya diam. Masih fokus memperhatikan Bella yang kini sedang menikmati makanannya."Fix! Benar dugaan lo, No. Kayaknya jodoh lo, Yan." Regan menepuk pundak Vian."Tapi kayaknya enggak deh.""Kenapa?" Vian seketika langsung menoleh pada Beno membuat kedua temannya menertawainya."Kayaknya dia beneran suka deh sama anak baru." Beno mengangguk menyetujui ucapan Regan."Jawab dulu pertanyaan gue.""Dari cara dia liat lo aja keliatan banget dia gak tertarik sama lo, Yan. Tipe cewek kayak dia bakal susah didekatin. Ujung-ujungnya lo bakal nyerah sendiri."Vian menggeleng. "Kalau dia gak tertarik, gue yang bakal buat dia tertarik sama gue," ucap Vian penuh yakin."Terserah lo aja deh."*****"Bell, Vian daritadi liatin lo terus," ujar Sita.Bella tidak peduli. Bella tetap sibuk menikmati makanannya."Lo kenapa gak mau gabung sama Vian aja?""Kita udah ada meja," jawab Bella."Iya sih, tapi gue pengin rasain duduk sama Vian. Selama ini kan gue cuma bisa liat dia dari jauh doang.""Katanya udah gak suka."Sita cengengesan. "Iya, emang udah gak suka, tapi gue pengin aja dia tahu gue.""Eh, tapi kayaknya Vian suka deh sama lo, Bell. Baru kali ini dia perhatiin cewek sampai lama gini. Biasanya cewek yang perhatiin dia.""Eh, Bell, mau ke mana?" Sita bertanya ketika Bella hendak pergi."Toilet.""Ya udah, jangan lama-lama, ya."Bella hanya mengangguk. Lalu mempercepat langkahnya keluar dari kantin.Saat sudah keluar dari kantin, ia malah bertemu dengan dua orang cowok."Hai, anak baru, ya? Boleh kenalan?"Bella tidak menjawab. Bella hendak melanjutkan langkahnya, namun ia terjatuh karena salah satu cowok menjegalnya.Ketiga cowok itu tertawa. "Makanya jadi cewek jangan sok jual mahal. Lo pikir lo paling cantik?"Bella bangkit berdiri hendak memberi pelajaran pada cowok itu. Namun, sudah ada yang mendahuluinya."Gak usah macam-macam lo sama dia," ucap Vian emosi ketika berhasil mendaratkan sebuah pukulan pada wajah cowok itu."Santai bro. Gue gak ada masalah sama lo. Kenapa lo malah mukul gue?""Ini pertama dan terakhir kalinya lo cari masalah sama dia. Kalau sampai lo masih ulang, gue bikin lo babak belur."Vian beralih menatap Bella yang hanya diam."Lo gak papa, kan?" tanya Vian yang hanya dibalas anggukan oleh Bella."Kaki lo luka, gue antarin ke UKS, ya?""Gak usah gue bisa sendiri." Bella pun pergi dari sana."Gue bilang juga apa tuh cewek jual mahal," sahut cowok yang tadi dipukul oleh Vian."Tutup mulut lo kalau gak mau babak belur."*****"Bell, kok lo tinggalin gue di kantin, sih? Kan tadi gue suruh lo balik ke kantin." Sita yang baru kembali ke kelas terlihat kesal.Tentu saja Sita kesal karena Bella meninggalkannya begitu saja."Sorry, Sit, gue lupa." Bella jadi merasa bersalah pada Sita. Kalau saja ketiga cowok itu tadi tidak mengganggunya mungkin Bella akan kembali menemui Sita.Tatapan Sita beralih ke kaki Bella. "Itu dengkul lo luka kenapa? Lo jatuh?""Iya jatuh di tangga." Bella berbohong agar Sita tidak khawatir dan bertanya lebih banyak."Ayo gue antar ke UKS."Bella menggeleng. "Gak usah. Cuma luka kecil.""Gak usah gimana? Nanti bisa infeksi kalau dibiarin.""Nanti diobatin di rumah." Bukannya tidak mau hanya saja Bella tidak suka pergi ke UKS. Dari dulu ia sangat jarang pergi ke ruangan itu.*****"Vian?" Vian tersenyum tipis melihat Bella dan Sita keluar dari kelas."Cari siapa?" Sita bertanya.Vian melirik Bella," Teman lo.""Oh, ya udah kalau gitu. Gue duluan, ya." Sita hendak pergi, tapi Bella langsung menahannya."Kenapa Bell?"Bella tidak menjawab, tapi Bella memberikan isyarat melalui tatapannya meminta Sita untuk tidak meninggalkannya berdua dengan Vian."Gue gak bisa di sini. Ojek online pesanan gue udah di depan soalnya." Sita melepas tangan Bella dari lengannya."Duluan, ya, Vian. Ingat, jangan macam-macam sama Bella.""Iya."Bella menatap ke arah lain. Sama sekali tidak mau menatap Vian. Bella sangat tidak nyaman. Apalagi sekarang hanya tersisa mereka berdua."Gue cuma mau kasih lo plester doang. Gue tahu lo pasti belum obatin luka lo, kan?" Vian memberikan plester pada Bella. "Nih, dipakai biar luka lo gak makin parah."Bella masih diam. Tidak merespons ataupun menerima plester tersebut."Mau pakai sendiri atau gue yang pakein?" Vian hendak membuka plester untuk menempelkannya pada luka Bella. Namun, Bella sudah lebih dulu mengambilnya dari tangan Vian, membuat cowok itu tersenyum."Makasih." Tanpa berpamitan Bella langsung pergi begitu saja."Sampai ketemu besok, ya."*****"Aku pulang." Baron yang sedang menonton televisi langsung menoleh pada adiknya."Udah pulang lo?""Lo sendiri kok di rumah? Gak kuliah? Bolos ya lo?""Enak aja lo dosen gue gak ada yang masuk, makanya gue pulang cepat."Bella hanya manggut-manggut, lalu mengambil duduk di samping Baron. Bella mengambil alih remote tv dari sang kakak lalu mengganti ke channel lain."Ganti pakaian dulu sana.""Bawel lo.""Itu dengkul lo kenapa diplester gitu?" tanya Baron menyadari kaki Bella yang diplester."Dijegal orang.""Emang lo ngapain sampai bisa dijegal? Pasti lo yang cari masalah duluan, kan, makanya lo dijegal?" tuding Baron."Enak aja lo! Yang ada juga dia yang cari masalah sama gue. Cuma karena gue gak mau kenalan sama dia aja gue dijegal. Untung gak gue pukul.""Makanya lo jangan kayak gitu. Lagian kan dia cuma mau kenalan doang. Lo harus lupain masa lalu lo. Lo harus bisa jadi diri lo yang dulu. Jangan cuma karena dia lo jadi tertutup sama semua cowok."Bella melempar bantal sofa ke wajah Baron. "Bacot lo. Berhenti ungkit masa lalu gue." Bella pun pergi ke kamarnya."Ingat Bell gak semua cowok sama!"*****Bella merebahkan tubuhnya di kasur. Ternyata hari pertama di sekolah baru sangat melelahkan. Padahal saat di sekolahnya yang dulu, Bella tidak secapek ini. Mungkin karena ia bertemu orang-orang yang karakternya jauh berbeda dari sekolah lamanya.Bella dapat merasakan perbedaan sekolah baru dan lamanya. Di mana sekolah baru lebih banyak orang-orang menyebalkan.Bella menatap plester pemberian Vian yang masih melekat pada kakinya. Bella melepasnya lalu membuangnya ke tempat sampah.Bella tidak tahu apa alasan Vian bersikap seperti itu padanya, tapi intinya Bella akan menjauhi cowok itu. Bella sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak akan berhubungan dengan cowok manapun. Baik itu hubungan pertemanan atau percintaan. Bella akan sangat membatasi pertemanannya. Ia tidak peduli jika tidak punya teman cowok. Walaupun Baron berulang kali mengatakan padanya kalau semua cowok itu berbeda, Bella tidak peduli.Yang paling Bella tidak suka adalah Baron yang terus mengungkit masa lalunya. Bella tahu kakaknya itu berniat baik dan hanya ingin dirinya menjadi Bella yang seperti dulu, tapi sayangnya tidak mudah dan mungkin Bella tidak akan bisa kembali ke Bella yang dulu.******************************Bella baru saja selesai mencuci muka. Ia mengeringkan dengan tisu lalu memakai serangkaian skincare. Saat sedang sibuk dengan kegiatannya, terdapat sebuah notifikasi di ponselnya.Bella hanya menoleh sejenak, lalu kembali melanjutkan kegiatannya yang hampir selesai.Setelah selesai, Bella langsung mengecek ponselnya. Ternyata notifikasi dari media sosialnya yaitu instagram. Di sana tertulis kalau akun dengan nama pengguna Alvian baru saja mengikuti akunnya.Untuk memastikan kalau tidak salah orang, Bella pun mengecek profilnya. Dan benar saja ternyata akun tersebut adalah milik Alvian yang ia kenal. Alih-alih menekan tombol untuk mengikuti akun Vian, Bella malah menekan tombol blokir.Bella kembali menaruh ponselnya di nakas, kemudian memilih untuk tidur.*****"Kenapa lo?" tanya Regan melihat Vian yang sedari tadi menatap ponsel. Seperti sedang menunggu sesuatu.Saat ini Regan dan Vian sedang berada di rumah Vian. Keduanya hampir setiap malam datang ke rumah Vian karena cowok itu yan
Vian menatap Bella sembari tersenyum. Akhir-akhir ini memperhatikan Bella menjadi kesukaannya. Bella merupakan gadis cantik yang mampu menarik perhatiannya."Kedip dong," ujar Regan.Vian tidak peduli."Gue gak pernah percaya sama cinta pada pandangan pertama, tapi ternyata benar-benar ada, ya," kata Beno sambil geleng-geleng."Mana terjadi sama teman kita lagi," timpal Regan.Vian mengalihkan pandangannya pada Regan dan Beno. "Gue mau minta pendapat lo berdua.""Apa?" Kompak keduanya."Gimana cara deketin cewek?"Keduanya tertawa membuat Vian menatap tajam mereka. "Jawab!"Mereka langsung berhenti tertawa. "Em, gue mau mastiin. Lo beneran mau pacarin Bella atau cuma penasaran aja?" Beno bertanya."Dan kayak yang kita bilang sebelumnya Bella susah dideketin. Anaknya dingin. Lo yakin?" Regan menimpali.Vian mengangguk. "Yakin. Makanya lo berdua harus bantuin gue.""Kenapa kita harus bantuin lo?""Kan lo berdua yang pengalaman deketin cewek.""Iya, tapi kan kita gak pernah deketin cewe
Bella berjalan menuju kelas Vian. Bella ingin mengembalikan jaket cowok itu. Semalam, Bella sudah menaruhnya di dalam tas agar tidak lupa.“Eh, ini anak baru yang ditaksir Vian, ya? Cantik sih, tapi gak cantik-cantik amat. Cantikan juga gue.”“Iyalah. Cantikan lo kemana-mana kali. Kayaknya Vian dipelet deh sama dia.”Bella mendengar omongan mereka, tapi Bella mengabaikannya. Bella merasa tidak penting mengurus hal sepele seperti itu. Lagipula Bella sudah biasa mendapat omongan seperti itu. Baginya itu hanyalah hal biasa.“Pagi Bella. Tumben ke kelas kita. Mau cari Vian, ya?” ucap Regan sembari tersenyum.Bella hanya mengangguk.“Vian belum datang. Kayaknya dia datang telat.”“Boleh minta tolong?” pinta Bella.“Boleh-boleh. Mau minta tolong apa?”Bella memberikan jaket Vian. “Tolong kasih ke Vian.”Regan pun menerimanya. “Oke Bell.”Regan menoleh pada kedua cewek yang tadi menjelek-jelekan Bella. Sampai sekarang pun keduanya masih membicarakan Bella.“Lo berdua gak ada kerjaan, ya? Pag
“Bentar, ini gue gak salah denger, kan? Lo dapat bekal dari Bella?” Sita bertanya memastikan. Pasalnya, tadi Bella mengaku padanya kalau Bella lupa membawa bekal. Lalu bagaimana bisa Bella memberikan bekal pada Vian?Vian mengangguk. “Iya, gue dapat dari Bella.”“Sit.” Mereka berempat menoleh.“Duduk Bell.” Regan menyuruh Bella duduk.Bella mengangguk, lalu duduk di samping Sita.“Bell, kotak bekal yang dipegang Vian beneran dari lo?” Beno bertanya.Bella menatap kotak bekalnya yang dipegang Vian. Lalu Bella terdiam sejenak. Sudah Bella duga pasti ini akan terjadi. Harusnya tadi dia tidak usah ke kantin. Bella tidak bisa berbohong. Yang ada Sita malah makin marah padanya.“Iya, gue yang kasih.”“Kenapa lo bohong sama gue? Bukannya tadi lo bilang kalau lo lupa bawa?” Sita bertanya.“Sorry, Sit. Gue kasih ke Vian karena dia udah nolongin gue kemarin.”Sita kemudian tersenyum. “Iya, gak papa. Harusnya lo jujur aja kalau bekalnya lo kasih ke Vian. Kenapa harus bohong segala?”Bella ikut t
“Bell.” Baron menghampiri Bella yang sedang duduk di tepi kolam renang. Kedua kaki Bella dia masukkan ke dalam kolam. Bella menoleh sejenak pada Baron, lalu kembali menatap ke depan.Baron mengambil duduk di samping Bella. “Cowok yang tadi beneran temen lo?” tanya Baron.Bella tidak menjawab. Bukannya tidak mau menjawab, hanya saja Baron sudah berulang kali menanyakan pertanyaan yang sama. Dan Bella juga memberikan jawaban yang sama, tapi sepertinya Baron tidak percaya dengan jawaban Bella. Bella jadi capek sendiri menjawab Baron.“Bell, jawab dong. Jangan diam aja.”“Gue udah jawab sebelumnya dan jawaban gue tetap sama. Kalau lo gak percaya lo bisa langsung tanya ke orangnya.”Baron mengambil alih camilan yang sedang dimakan Bella membuat Bella menatap Baron tajam. Tapi Baron tidak peduli. Baron memakan camilan tersebut tanpa rasa bersalah.“Gue nanya buat mastiin aja. Soalnya gue ngerasa gak asing. Kayak pernah liat dia, tapi gak tahu di mana.”“Mungkin mukanya pasaran.”“Sembarang
Bella turun dari motor Baron ketika sampai di sekolahnya. Sebenarnya Bella akan berangkat dengan ojek online, tapi Baron malah memaksa agar mau mengantarnya. Bella tahu Baron sengaja mengantarnya karena ingin melihat cewek-cewek di sekolahnya. Bella sangat tahu isi pikiran kakaknya.“Woi!” teriak Bella membuat Baron yang sedang menatap cewek-cewek langsung terkejut.“Apaan sih lo! Gak usah teriak-teriak bisa gak?” kesal Baron.“Nih, helmnya.” Bella memberikan helm pada Baron.Baron menerimanya. “Pulang sekolah gue jemput, ya.”“Gak usah.” Bella menolak.“Loh, kenapa? Gue kan mau jemput lo. Daripada lo naik ojek online. Mumpung gue lagi baik, nih.”“Gue bisa pulang sendiri dan gue gak butuh niat baik lo.”“Kenapa?” tanya Baron lagi. Tidak puas dengan jawaban Bella.“Gue tahu lo gak benar-benar mau jemput gue. Buktinya sekarang lo aja fokus liatin cewek-cewek.”Baron tersenyum. “Karena lo udah tahu, gimana kalau gue jemput lo nanti?”“Gak!” Bella langsung masuk ke sekolah.*****“Tadi d
“Lo dijemput sama kakak lo yang tadi pagi ya, Bell?” tanya Sita sembari tersenyum.Bella hanya mengangguk.“Ya udah, gue tungguin lo aja deh sampai kakak lo datang.”“Gak usah.” Bella menolak.“Gak papa kok. Lagian kakak lo juga bentar lagi nyampe, kan?”“Tapi jemputan lo udah datang.” Supir pribadi Sita baru saja tiba, tapi Sita malah mau menemani Bella menunggu Baron. “Aman, gue udah suruh nunggu kok.”“Terserah lo aja deh.”Ketika sedang menunggu, Vian menghentikan motornya di depan mereka. Dia membuka kaca helmnya menatap Bella.“Pulang naik apa? Mau bareng?” tawar Vian.“Bella dijemput kakaknya.” Bukan Bella yang menjawab, melainkan Sita.“Oh ya udah, gue duluan, ya.” Vian pun pergi.Sita tersenyum menatap Bella. “Kalau kakak lo gak jemput lo bakal nerima tawaran Vian buat pulang bareng dia gak?” tanya Sita.“Enggak.” Bella menjawab tanpa ragu.“Kenapa?”“Gue bisa pulang sendiri.”Sita menghela napas mendengar jawaban Bella. “Gak asik banget lo.”“Ketemu lagi, nih.” Bella langs
Pagi ini Bella berangkat sekolah dengan ojek online. Tadinya Baron ingin mengantar Bella, tapi dia menolak. Bahkan, sejak semalam Bella sama sekali tidak mau berbicara dengan Baron. Bella masih kesal dengan kakaknya itu karena masalah kemarin. Walaupun Baron sudah meminta maaf, tetap saja Bella masih mendiamkannya.“Pagi Bella.” Beno menyapa Bella.Bella menoleh sekilas dan mengangguk, lalu melanjutkan langkahnya menuju kelas.“Bell, kita temenan, yuk. Gue orangnya baik kok. Gak aneh-aneh.” Beno menjulurkan tangannya ingin berjabat tangan, tapi Bella tidak merespons. Beno jadi malu sendiri lalu menarik tangannya.“Gue tahu mungkin gue, Regan, sama Vian keliatannya murid bandel yang sering ngelanggar aturan sekolah, tapi kita baik kok. Beneran deh,” ucap Beno mencoba meyakinkan Bella agar mau berteman dengannya.“Lo ngapain?” tanya Bella ketika Beno ikut masuk ke dalam kelasnya.Beno yang tersadar langsung tersenyum meringis. “Sorry, gak nyadar. Gue pergi dulu, ya.”Bella hanya geleng