Bella turun dari motor Baron ketika sampai di sekolahnya. Sebenarnya Bella akan berangkat dengan ojek online, tapi Baron malah memaksa agar mau mengantarnya. Bella tahu Baron sengaja mengantarnya karena ingin melihat cewek-cewek di sekolahnya. Bella sangat tahu isi pikiran kakaknya.“Woi!” teriak Bella membuat Baron yang sedang menatap cewek-cewek langsung terkejut.“Apaan sih lo! Gak usah teriak-teriak bisa gak?” kesal Baron.“Nih, helmnya.” Bella memberikan helm pada Baron.Baron menerimanya. “Pulang sekolah gue jemput, ya.”“Gak usah.” Bella menolak.“Loh, kenapa? Gue kan mau jemput lo. Daripada lo naik ojek online. Mumpung gue lagi baik, nih.”“Gue bisa pulang sendiri dan gue gak butuh niat baik lo.”“Kenapa?” tanya Baron lagi. Tidak puas dengan jawaban Bella.“Gue tahu lo gak benar-benar mau jemput gue. Buktinya sekarang lo aja fokus liatin cewek-cewek.”Baron tersenyum. “Karena lo udah tahu, gimana kalau gue jemput lo nanti?”“Gak!” Bella langsung masuk ke sekolah.*****“Tadi d
“Lo dijemput sama kakak lo yang tadi pagi ya, Bell?” tanya Sita sembari tersenyum.Bella hanya mengangguk.“Ya udah, gue tungguin lo aja deh sampai kakak lo datang.”“Gak usah.” Bella menolak.“Gak papa kok. Lagian kakak lo juga bentar lagi nyampe, kan?”“Tapi jemputan lo udah datang.” Supir pribadi Sita baru saja tiba, tapi Sita malah mau menemani Bella menunggu Baron. “Aman, gue udah suruh nunggu kok.”“Terserah lo aja deh.”Ketika sedang menunggu, Vian menghentikan motornya di depan mereka. Dia membuka kaca helmnya menatap Bella.“Pulang naik apa? Mau bareng?” tawar Vian.“Bella dijemput kakaknya.” Bukan Bella yang menjawab, melainkan Sita.“Oh ya udah, gue duluan, ya.” Vian pun pergi.Sita tersenyum menatap Bella. “Kalau kakak lo gak jemput lo bakal nerima tawaran Vian buat pulang bareng dia gak?” tanya Sita.“Enggak.” Bella menjawab tanpa ragu.“Kenapa?”“Gue bisa pulang sendiri.”Sita menghela napas mendengar jawaban Bella. “Gak asik banget lo.”“Ketemu lagi, nih.” Bella langs
Pagi ini Bella berangkat sekolah dengan ojek online. Tadinya Baron ingin mengantar Bella, tapi dia menolak. Bahkan, sejak semalam Bella sama sekali tidak mau berbicara dengan Baron. Bella masih kesal dengan kakaknya itu karena masalah kemarin. Walaupun Baron sudah meminta maaf, tetap saja Bella masih mendiamkannya.“Pagi Bella.” Beno menyapa Bella.Bella menoleh sekilas dan mengangguk, lalu melanjutkan langkahnya menuju kelas.“Bell, kita temenan, yuk. Gue orangnya baik kok. Gak aneh-aneh.” Beno menjulurkan tangannya ingin berjabat tangan, tapi Bella tidak merespons. Beno jadi malu sendiri lalu menarik tangannya.“Gue tahu mungkin gue, Regan, sama Vian keliatannya murid bandel yang sering ngelanggar aturan sekolah, tapi kita baik kok. Beneran deh,” ucap Beno mencoba meyakinkan Bella agar mau berteman dengannya.“Lo ngapain?” tanya Bella ketika Beno ikut masuk ke dalam kelasnya.Beno yang tersadar langsung tersenyum meringis. “Sorry, gak nyadar. Gue pergi dulu, ya.”Bella hanya geleng
“Bella!”Vian menghampiri Bella yang baru saja keluar dari kelas. Sita mengulum senyum lalu berpamitan pada Bella.Bella hanya bisa menahan napas ketika Sita pergi begitu saja.“Kenapa?” tanya Bella datar.Vian tersenyum. “Gue cuma mau bilang makasih udah khawatirin gue.”Bella mengernyitkan keningnya. “Maksudnya?”“Lo tadi suruh Sita buat tanya kondisi gue, kan? Ternyata lo care juga.”Sekarang Bella tahu kenapa Sita tadi buru-buru pergi ketika melihat Vian. Ternyata karena hal ini.“Gue gak ....” Ucapan Bella terhenti ketika ponselnya berdering. Langsung saja Bella menjawab.“Halo.”“Oh sudah di depan, ya. Saya ke sana sekarang.” “Lo mau ngomong apa tadi?” tanya Vian.“Gue duluan.” Bella tidak menjawab. Dia malah langsung pergi.“Suka banget bikin gue penasaran. Kalau aja bukan Bella udah gue tahan sampai dia selesaiin omongannya,” gumam Vian.***“Bell, mau sampai kapan lo diamin gue? Gue udah minta maaf masa lo gak mau maafin, sih?” kata Baron.Bella yang sedang membaca novel han
“Vian minum dulu. Lo pasti haus, kan?” Seorang cewek memberikan sebotol air mineral pada Vian. Karena Vian baru saja dihukum lari di lapangan sebanyak sepuluh putaran. Dia dihukum karena datang terlambat. “Gak usah San, makasih.” Vian menolak pemberian cewek bernama Sani tersebut. Sani merupakan teman Vian dari TK dan dia sudah cukup lama menyukai Vian. Namun, sayang Vian selalu mengabaikannya. Karena sangat menyukai Vian, dia rela melakukan apapun. Bahkan, ketika Vian dihukum mengerjakan dua ratus soal Matematika. Sania menawarkan diri untuk membantu Vian. Vian sendiri tidak menolak, karena dia juga malas ditambah dia paling tidak suka dengan pelajaran Matematika.“Kenapa sih lo nolak pemberian gue terus? Sekali-kali terima kenapa?”Karena tidak ingin terus diganggu oleh Sani, Vian pun menerimanya.“Yan, nih minumnya.” Beno hendak memberikan air mineral pada Vian, tapi dia menolaknya.“Buat lo aja.”“Loh, gimana sih? Tadi lo suruh gue beli minum, sekarang malah lo gak mau. Tahu gitu
“Bell, bangun. Ayo bangun.” Baron menggoyang tubuh Bella membangunkan adiknya itu.“Apaan sih?” Bella kesal karena Baron mengganggu tidurnya. Apalagi Bella baru tidur sekitar tiga puluh menit yang lalu. “Temenin gue ke mall dong.”Bella yang tadinya masih mengantuk seketika melebarkan matanya. “Hah? Udah gila lo ke mall jam segini?” ucap Bella heran karena saat ini sudah pukul setengah sepuluh malam.“Disuruh dosen beli buku paket dan gue baru ingat.”“Udahlah besok aja. Gue ngantuk.”“Please Bell, kalau gue gak bawa besok gak bisa masuk kelas.”“Itu risiko lo. Siapa suruh lupa. Lagian mall juga bentar lagi udah tutup. Gak bakal keburu.” Bella saat ini benar-benar malas untuk menemani Baron karena dia malas keluar di malam hari. Selain itu dia juga mengantuk dan lelah karena tadi mengerjakan tugas yang cukup banyak.“Gue janji bakal turutin permintaan lo kalau lo mau temenin gue.”“Enggak. Sana keluar.”***Bella berdecak ketika Baron berlari masuk ke dalam mall meninggalkannya. Be
Bella memutar bola matanya malas ketika Baron sedang berkenalan dengan seorang cewek. Baron datang menjemput Bella. Padahal Bella sama sekali tidak meminta kakaknya itu untuk menjemputnya, karena Bella tahu Baron sedang kuliah.“Buruan, woi!” ucap Bella setengah teriak agar Baron mendengarnya.“Bentar.”Tak lama kemudian Baron menghampiri Bella. “Lo bisa sabaran dikit gak? Gak bisa banget liat gue kenalan sama cewek.”“Gue gak pernah peduli lo mau kenalan sama banyak cewek, tapi jangan pas ada gue bisa? Tujuan lo ke sini sebenarnya apa?”“Ya mau jemput lo lah.”“Kalau lo masih mau kenalan sama cewek lain silahkan. Gue bisa pulang sendiri.”Bella sudah bersiap untuk pergi, tapi Baron langsung menahannya. “Eh, jangan ngambek gitu dong.”Baron tentu takut karena pasti Bella akan mengadu pada mama mereka. Dan berakhir Baron akan dimarahi.“Itu bukannya teman lo yang kemarin, ya?” tanya Baron ketika melihat Vian yang sedang mengobrol dengan Beno dan Regan di depan sekolah.“Dia bukan teman
“Ta, ini ice ... Bella?”Bella dan Tata langsung menoleh pada Vian. Keduanya terkejut, tapi Bella segera mengembalikan ekspresinya seperti semula.“Kok Kak Vian tahu Kak Bella? Kalian saling kenal?” tanya Tata yang masih heran.Vian mengangguk lalu memberikan ice cream stroberi yang tadi dipesan Tata. “Kok lo bisa ada di sini?” Vian bertanya.“Kak Bella rumahnya di kompleks ini. Kak Bella juga yang nolongin aku kemarin.” Tata menyahut.“Lo tinggal di dekat sini?” Bella hanya diam. Tidak berniat menjawab. Bella bangkit berdiri. “Gue duluan, ya. Ada urusan,” pamit Bella pada Tata.Tata tersenyum. “Iya kak. Hati-hati, ya.”Vian ingin sekali menahan Bella karena masih ingin mengobrol dengan gadis itu, tapi Vian tahu Bella pasti akan menolak. Menjawab pertanyaannya saja Bella enggan.“Gimana bisa Kak Vian kenal sama Kak Bella? Kalian satu sekolah?”Vian mengambil duduk di samping Tata. “Iya, kita satu sekolah. Tapi dia selalu ngehindar tiap kali gue deketin.”“Bentar, jangan-jangan cewek