Bella berjalan menuju kelas Vian. Bella ingin mengembalikan jaket cowok itu. Semalam, Bella sudah menaruhnya di dalam tas agar tidak lupa.
“Eh, ini anak baru yang ditaksir Vian, ya? Cantik sih, tapi gak cantik-cantik amat. Cantikan juga gue.”“Iyalah. Cantikan lo kemana-mana kali. Kayaknya Vian dipelet deh sama dia.”Bella mendengar omongan mereka, tapi Bella mengabaikannya. Bella merasa tidak penting mengurus hal sepele seperti itu. Lagipula Bella sudah biasa mendapat omongan seperti itu. Baginya itu hanyalah hal biasa.“Pagi Bella. Tumben ke kelas kita. Mau cari Vian, ya?” ucap Regan sembari tersenyum.Bella hanya mengangguk.“Vian belum datang. Kayaknya dia datang telat.”“Boleh minta tolong?” pinta Bella.“Boleh-boleh. Mau minta tolong apa?”Bella memberikan jaket Vian. “Tolong kasih ke Vian.”Regan pun menerimanya. “Oke Bell.”Regan menoleh pada kedua cewek yang tadi menjelek-jelekan Bella. Sampai sekarang pun keduanya masih membicarakan Bella.“Lo berdua gak ada kerjaan, ya? Pagi-pagi udah gosipin orang. Ngaca dulu sana,” omel Regan.Kedua cewek itu kesal, lalu pergi dari sana.“Gak usah dipikirin ya, Bell. Mereka berdua emang tukang gosip. Hampir satu sekolah mereka jelek-jelekin. Ngerasa paling sempurna.”“Gue gak papa, kok. Gue ke kelas dulu.”***“Bella.” Bella berpapasan dengan Vian.Bella menatap Vian sejenak. Penampilan Vian tampak berantakan. Baju seragamnya kusut dan tidak dimasukkan. Wajahnya terlihat seperti baru bangun tidur dan matanya merah.Bella tidak habis pikir kenapa murid cewek di sini menyukai Vian dengan penampilan yang berantakan seperti itu?Vian tersenyum. “Darimana? Kelas lo kan di sana.”“Kelas lo. Balikin jaket,” jawab Bella singkat.“Sama-sama.”“Makasih.” Bella malah lupa mengucapkan terima kasih.“Gue kan udah nolongin lo. Gue boleh minta imbalan gak?”Bella terdiam sejenak. Bella pikir Vian menolongnya dengan ikhlas. Ternyata Vian malah meminta imbalan. Memang benar, di dunia ini tidak ada yang gratis. Harusnya Bella tidak boleh langsung menilai kalau Vian cukup baik dibandingkan penampilannya.“Boleh gak?” tanya ulang Vian.Bella membuka tasnya membuat Vian menatap bingung. Bella mengeluarkan kotak bekal, lalu memberikannya pada Vian.“Kita impas.” Setelah Vian menerima kotak bekalnya, Bella pun pergi.Vian menatap kotak bekal tersebut sembari tersenyum. Meskipun Vian menginginkan imbalan yang lain, tapi Vian cukup senang. Kapan lagi dia bisa mendapat makanan dari Bella.***“Bell, ayo makan. Lo bawa bekal, kan?” tanya Sita.Sita sudah mengeluarkan kotak bekalnya dari dalam tas.Bella terdiam. Bekalnya sudah dia berikan pada Vian. Semalam, Sita mengirim pesan pada Bella. Sita menyuruh Bella untuk membawa bekal agar mereka tidak perlu mengantre lama di kantin. Bella malah lupa dan memberikannya pada Vian. Karena Vian meminta imbalan, Bella tidak tahu harus memberikan apa. Yang terlintas di pikirannya hanya kotak bekalnya.“Bell? Kok diam?”“Em, sorry, Sit, gue lupa. Ketinggalan padahal udah disiapin.” Bella berbohong. Bella sengaja karena kalau dia jawab jujur sudah pasti Sita menggodanya.“Ya udah, gak papa. Ayo ke kantin.”“Gak usah. Gue pergi sendiri saja.” Bella menolak.“Udah gak papa. Gue juga sekalian mau beli minum kok. Ayo.” Sita merangkul Bella, kemudian mereka pergi.***Bella menahan napas ketika melihat banyak murid yang berdesak-desakan di kantin. Bella berharap jangan sampai bertemu dengan Vian. Karena Sita nanti akan mengetahui kalau Bella berbohong.“Sit, lo cari tempat biar gue yang beli minum buat lo.”“Oke.” Bella pergi membeli makan, sedangkan Sita pergi mencari meja kosong.“Duduk di mana, ya? Meja pada penuh lagi.” Sita bergumam melihat semua meja yang sudah penuh.“Setan!” Sita menoleh ketika pundaknya ditepuk oleh seseorang.Sita seketika kesal ketika tahu kalau orang tersebut adalah Regan. “Nama gue Sita bukan setan. Gila lo!”Regan cengengesan. “Sorry, habisnya gue lupa nama lo.”“Kalau lupa mending gak usah dipanggil. Gue dikasih nama bagus-bagus sama orang tua gue, malah dipanggil setan.”“Sorry deh. Lo cari tempat kosong, kan? Gabung saja. Kebetulan gue masih dapat meja.”Sita menatap Regan sinis. “Kebetulan apanya? Jelas-jelas lo sama teman-teman lo ada meja sendiri.”Memang Vian, Regan, dan Beno memiliki tetap di kantin. Dimana hanya boleh mereka bertiga yang duduk di situ. Dan murid-murid yang lain patuh. Mereka tidak pernah duduk di tempat itu termasuk Sita.“Halo Sikat.” Beno menyapa Sita dengan senyum lebar.Sita melotot. “Sita! Nama gue Sita bukan Sikat! Suka banget ganti-ganti nama gue. Gak Regan, gak lo sama aja!” ujar Sita kesal.“Sorry, Sit, gue lupa mulu sama nama lo.”“Udah lo duduk aja ...”“Sita,” potong Sita cepat. Sebelum Vian menjadi orang ketiga yang mengubah namanya menjadi lebih aneh.“Iya Sita. Lo duduk aja.”“Bella mana, Sit?” Vian bertanya.“Lagi beli makan. Padahal semalam gue sudah suruh dia bawa bekal biar gak perlu beli di kantin lagi. Soalnya kan lama banget. Yang ada keburu masuk. Mana hari ini jamnya Ibu Heni. Kalau masuk telat disuruh nulis kata maaf lima ribu kali. ”“Emang galak Bu Heni. Waktu gue telat pas jamnya dia aja gue disuruh ngajar gantiin dia. Mana kalau ngajarnya gak benar digebukin lagi.” Regan menimpali.Beno tertawa. “Asli lucu banget. Seketika langsung jadi gagap.”“Kalau lo jadi gue juga lo bakal gagap.”Vian menatap kotak bekal pemberian Bella. Rupanya Bella berbohong pada Sita. Padahal Bella malah memberikan kotak bekalnya pada Vian.Vian merasa tidak enak pada Bella. Harusnya tadi Vian menolak.“Tumben lo bawa bekal, Yan,” sahut Beno melirik kotak bekal yang dipegang Vian.Regan ikut melirik. “Lah, iya juga. Kok gue baru nyadar? Padahal dia udah bawa dari kelas, kan?”Beno dan Regan tahu kalau Vian paling malas membawa bekal. Jangankan bekal, buku saja kadang Vian tidak bawa.“Gue gak bawa bekal, gue dikasih.”“Dikasih? Sama siapa? Tumben lo terima makanan dari cewek. Biasanya mana pernah lo mau terima.”“Bener. Lo sendiri yang bilang gak akan mau terima barang apapun dari cewek manapun.” Regan menimpali.Cukup banyak cewek di sekolah ini yang mengagumi Vian. Mereka selalu memberikan makanan ataupun hadiah pada Vian, tapi selalu Vian tolak. Bukannya tidak menghargai, hanya saja Vian tidak mau membuat mereka salah paham karena menerima pemberian mereka.Waktu itu Vian pernah menerima hadiah dari seorang cewek. Cewek itu salah paham dan mengira Vian menyukainya. Akhirnya Vian harus terlibat perkelahian dengan kakak cewek tersebut karena merasa Vian mempermainkan cewek itu. Sejak saat itu, Vian memutuskan untuk tidak akan mau menerima pemberian dari cewek manapun.“Jawab Yan. Ini bukan soal Matematika yang bikin lo harus susah mikir.”“Dikasih Bella.”Ketiganya terkejut. “Bella?!”******************************“Bentar, ini gue gak salah denger, kan? Lo dapat bekal dari Bella?” Sita bertanya memastikan. Pasalnya, tadi Bella mengaku padanya kalau Bella lupa membawa bekal. Lalu bagaimana bisa Bella memberikan bekal pada Vian?Vian mengangguk. “Iya, gue dapat dari Bella.”“Sit.” Mereka berempat menoleh.“Duduk Bell.” Regan menyuruh Bella duduk.Bella mengangguk, lalu duduk di samping Sita.“Bell, kotak bekal yang dipegang Vian beneran dari lo?” Beno bertanya.Bella menatap kotak bekalnya yang dipegang Vian. Lalu Bella terdiam sejenak. Sudah Bella duga pasti ini akan terjadi. Harusnya tadi dia tidak usah ke kantin. Bella tidak bisa berbohong. Yang ada Sita malah makin marah padanya.“Iya, gue yang kasih.”“Kenapa lo bohong sama gue? Bukannya tadi lo bilang kalau lo lupa bawa?” Sita bertanya.“Sorry, Sit. Gue kasih ke Vian karena dia udah nolongin gue kemarin.”Sita kemudian tersenyum. “Iya, gak papa. Harusnya lo jujur aja kalau bekalnya lo kasih ke Vian. Kenapa harus bohong segala?”Bella ikut t
“Bell.” Baron menghampiri Bella yang sedang duduk di tepi kolam renang. Kedua kaki Bella dia masukkan ke dalam kolam. Bella menoleh sejenak pada Baron, lalu kembali menatap ke depan.Baron mengambil duduk di samping Bella. “Cowok yang tadi beneran temen lo?” tanya Baron.Bella tidak menjawab. Bukannya tidak mau menjawab, hanya saja Baron sudah berulang kali menanyakan pertanyaan yang sama. Dan Bella juga memberikan jawaban yang sama, tapi sepertinya Baron tidak percaya dengan jawaban Bella. Bella jadi capek sendiri menjawab Baron.“Bell, jawab dong. Jangan diam aja.”“Gue udah jawab sebelumnya dan jawaban gue tetap sama. Kalau lo gak percaya lo bisa langsung tanya ke orangnya.”Baron mengambil alih camilan yang sedang dimakan Bella membuat Bella menatap Baron tajam. Tapi Baron tidak peduli. Baron memakan camilan tersebut tanpa rasa bersalah.“Gue nanya buat mastiin aja. Soalnya gue ngerasa gak asing. Kayak pernah liat dia, tapi gak tahu di mana.”“Mungkin mukanya pasaran.”“Sembarang
Bella turun dari motor Baron ketika sampai di sekolahnya. Sebenarnya Bella akan berangkat dengan ojek online, tapi Baron malah memaksa agar mau mengantarnya. Bella tahu Baron sengaja mengantarnya karena ingin melihat cewek-cewek di sekolahnya. Bella sangat tahu isi pikiran kakaknya.“Woi!” teriak Bella membuat Baron yang sedang menatap cewek-cewek langsung terkejut.“Apaan sih lo! Gak usah teriak-teriak bisa gak?” kesal Baron.“Nih, helmnya.” Bella memberikan helm pada Baron.Baron menerimanya. “Pulang sekolah gue jemput, ya.”“Gak usah.” Bella menolak.“Loh, kenapa? Gue kan mau jemput lo. Daripada lo naik ojek online. Mumpung gue lagi baik, nih.”“Gue bisa pulang sendiri dan gue gak butuh niat baik lo.”“Kenapa?” tanya Baron lagi. Tidak puas dengan jawaban Bella.“Gue tahu lo gak benar-benar mau jemput gue. Buktinya sekarang lo aja fokus liatin cewek-cewek.”Baron tersenyum. “Karena lo udah tahu, gimana kalau gue jemput lo nanti?”“Gak!” Bella langsung masuk ke sekolah.*****“Tadi d
“Lo dijemput sama kakak lo yang tadi pagi ya, Bell?” tanya Sita sembari tersenyum.Bella hanya mengangguk.“Ya udah, gue tungguin lo aja deh sampai kakak lo datang.”“Gak usah.” Bella menolak.“Gak papa kok. Lagian kakak lo juga bentar lagi nyampe, kan?”“Tapi jemputan lo udah datang.” Supir pribadi Sita baru saja tiba, tapi Sita malah mau menemani Bella menunggu Baron. “Aman, gue udah suruh nunggu kok.”“Terserah lo aja deh.”Ketika sedang menunggu, Vian menghentikan motornya di depan mereka. Dia membuka kaca helmnya menatap Bella.“Pulang naik apa? Mau bareng?” tawar Vian.“Bella dijemput kakaknya.” Bukan Bella yang menjawab, melainkan Sita.“Oh ya udah, gue duluan, ya.” Vian pun pergi.Sita tersenyum menatap Bella. “Kalau kakak lo gak jemput lo bakal nerima tawaran Vian buat pulang bareng dia gak?” tanya Sita.“Enggak.” Bella menjawab tanpa ragu.“Kenapa?”“Gue bisa pulang sendiri.”Sita menghela napas mendengar jawaban Bella. “Gak asik banget lo.”“Ketemu lagi, nih.” Bella langs
Pagi ini Bella berangkat sekolah dengan ojek online. Tadinya Baron ingin mengantar Bella, tapi dia menolak. Bahkan, sejak semalam Bella sama sekali tidak mau berbicara dengan Baron. Bella masih kesal dengan kakaknya itu karena masalah kemarin. Walaupun Baron sudah meminta maaf, tetap saja Bella masih mendiamkannya.“Pagi Bella.” Beno menyapa Bella.Bella menoleh sekilas dan mengangguk, lalu melanjutkan langkahnya menuju kelas.“Bell, kita temenan, yuk. Gue orangnya baik kok. Gak aneh-aneh.” Beno menjulurkan tangannya ingin berjabat tangan, tapi Bella tidak merespons. Beno jadi malu sendiri lalu menarik tangannya.“Gue tahu mungkin gue, Regan, sama Vian keliatannya murid bandel yang sering ngelanggar aturan sekolah, tapi kita baik kok. Beneran deh,” ucap Beno mencoba meyakinkan Bella agar mau berteman dengannya.“Lo ngapain?” tanya Bella ketika Beno ikut masuk ke dalam kelasnya.Beno yang tersadar langsung tersenyum meringis. “Sorry, gak nyadar. Gue pergi dulu, ya.”Bella hanya geleng
“Bella!”Vian menghampiri Bella yang baru saja keluar dari kelas. Sita mengulum senyum lalu berpamitan pada Bella.Bella hanya bisa menahan napas ketika Sita pergi begitu saja.“Kenapa?” tanya Bella datar.Vian tersenyum. “Gue cuma mau bilang makasih udah khawatirin gue.”Bella mengernyitkan keningnya. “Maksudnya?”“Lo tadi suruh Sita buat tanya kondisi gue, kan? Ternyata lo care juga.”Sekarang Bella tahu kenapa Sita tadi buru-buru pergi ketika melihat Vian. Ternyata karena hal ini.“Gue gak ....” Ucapan Bella terhenti ketika ponselnya berdering. Langsung saja Bella menjawab.“Halo.”“Oh sudah di depan, ya. Saya ke sana sekarang.” “Lo mau ngomong apa tadi?” tanya Vian.“Gue duluan.” Bella tidak menjawab. Dia malah langsung pergi.“Suka banget bikin gue penasaran. Kalau aja bukan Bella udah gue tahan sampai dia selesaiin omongannya,” gumam Vian.***“Bell, mau sampai kapan lo diamin gue? Gue udah minta maaf masa lo gak mau maafin, sih?” kata Baron.Bella yang sedang membaca novel han
“Vian minum dulu. Lo pasti haus, kan?” Seorang cewek memberikan sebotol air mineral pada Vian. Karena Vian baru saja dihukum lari di lapangan sebanyak sepuluh putaran. Dia dihukum karena datang terlambat. “Gak usah San, makasih.” Vian menolak pemberian cewek bernama Sani tersebut. Sani merupakan teman Vian dari TK dan dia sudah cukup lama menyukai Vian. Namun, sayang Vian selalu mengabaikannya. Karena sangat menyukai Vian, dia rela melakukan apapun. Bahkan, ketika Vian dihukum mengerjakan dua ratus soal Matematika. Sania menawarkan diri untuk membantu Vian. Vian sendiri tidak menolak, karena dia juga malas ditambah dia paling tidak suka dengan pelajaran Matematika.“Kenapa sih lo nolak pemberian gue terus? Sekali-kali terima kenapa?”Karena tidak ingin terus diganggu oleh Sani, Vian pun menerimanya.“Yan, nih minumnya.” Beno hendak memberikan air mineral pada Vian, tapi dia menolaknya.“Buat lo aja.”“Loh, gimana sih? Tadi lo suruh gue beli minum, sekarang malah lo gak mau. Tahu gitu
“Bell, bangun. Ayo bangun.” Baron menggoyang tubuh Bella membangunkan adiknya itu.“Apaan sih?” Bella kesal karena Baron mengganggu tidurnya. Apalagi Bella baru tidur sekitar tiga puluh menit yang lalu. “Temenin gue ke mall dong.”Bella yang tadinya masih mengantuk seketika melebarkan matanya. “Hah? Udah gila lo ke mall jam segini?” ucap Bella heran karena saat ini sudah pukul setengah sepuluh malam.“Disuruh dosen beli buku paket dan gue baru ingat.”“Udahlah besok aja. Gue ngantuk.”“Please Bell, kalau gue gak bawa besok gak bisa masuk kelas.”“Itu risiko lo. Siapa suruh lupa. Lagian mall juga bentar lagi udah tutup. Gak bakal keburu.” Bella saat ini benar-benar malas untuk menemani Baron karena dia malas keluar di malam hari. Selain itu dia juga mengantuk dan lelah karena tadi mengerjakan tugas yang cukup banyak.“Gue janji bakal turutin permintaan lo kalau lo mau temenin gue.”“Enggak. Sana keluar.”***Bella berdecak ketika Baron berlari masuk ke dalam mall meninggalkannya. Be