"Ini ada pertanyaan yang elo nggak jelas jawabnya. Di formulir kan ada pertanyaan gini: apa beda jeruk sama kuda nil. Kenapa elo nggak jawab? Lagi suntuk lo?”
“Emang ada pertanyaan begitu?”
“Ada dong! Dan ini pertanyaan penting banget. Pertanyaan yang sarat makna yang nggak dipahamin orang awam kaya' elo. Cuma gue yang ngerti pertanyaan ini. Paham?"
"Paham. Apa lu kate deh."
"Apa lu bilang?"
"Nggaaaak. Mungkin pertanyaan itu kelewatan dari mata gue. Sori. Emang ada ya? Ada di halaman berapa?"
"Coba liat halaman 78 kolom 1 pasal 2 butir C. Kalo elo nggak mau jawab, formulir gue balikin semua. Kalo jawaban elo salah, wah.... kasihan deh lu.”
“Kasih waktu buat gue mikir dong.”
“Elo jawab di sono, biar gue isiin di sini.”
"Waduh, untung gue proaktif nanya-nanya. Iya deh tolong diisin aja."
"Jadi jawabannya apa? Apa beda jeruk denga
Ha? Dinda makin nggak percaya dengan apa yang didengar. Selama ini yang suka bilang bahwa dirinya cantik hanya Apih dan Amih. Dan karena mereka adalah kedua orangtuanya, Dinda pikir itu hanya pujian standar orangtua ke anaknya demi membangkitkan motivasi. Toh, Bimbim sama Sandro sebagai teman akrab pun nggak pernah. Well, pernah sih, tapi seingatnya itu hanya sekedar basa-basi sebelum ia kemudian merasa bahwa itu hanya akal-akalan mereka supaya Dinda bisa traktir sesuatu.“Coba kamu keluar dari dunia kamu. Banyak kumbang di sana pasti berharap sama kamu,” kata ibu itu sebelum kemudian pamit meninggalkannya sendiri di pos ronda.Dinda mikir. Apa yang terjadi hari ini? Koq bisa-bisanya ada orang yang ngomongin dirinya seistimewa itu. Betulkah?Dinda ngeliat lagi ke cermin tadi. Dia nggak mau ge-er, tapi bayangan di cermin sepertinya mengkonfirmasi ucapan ibu tadi.Tapi – sebuah pemikiran mendadak muncul –
"Lebay," Panji main-mainin kunci motor."Serius."Waktu sama-sama ngeliatin jalan di depan mereka yang mulai diisi genangan air, Panji mendadak ketawa sendiri."Kenapa?""Padahal gue udah berjuang buat dapetin Nitnit seperti disaranin Aplikasi."Dinda noleh ke samping, ke arah Panji. "Perjuangannya kayak apa? Ceritain dong. Kalo sampe elo cengengesan sepertinya seru nih."Denger gitu, Panji nurut.“Waktu rekomendasi atau saran-saran dari program elo diterapin, gue ngalamin tantangan tuh. Nitnit itu tinggal dengan tiga kakak-kakaknya dan mereka sepertinya nggak gitu suka sama gue. Pas main ke rumahnya, eh... gue malah diceng-in mulu sama kakak-kakaknya. Masa’ gara-gara kumis gue nggak numbuh rata mereka bilang kalo gue tuh masih anak-anak? Dibilangin belom cukup umur lah. Tampang gue terlalu imut. Sok tau lagi, pake bilang-bilang bahwa gue kalo kencing malam-malam masih perlu dianterin orangtua.
Setelah pertemuan terakhir mereka, Bimbim ngundang Dinda ke rumahnya dengan salah satu agenda adalah nanyain perkembangan Dinda dengan gebetan yang diincarnya. Dan hasilnya emang udah ketebak. Bimbim nggak heran waktu si tomboy nyebutin angka probabilitas keberhasilan yang cuma dua persen lebih sedikit. Bimbim jelas sedih. Sandro yang juga ada di situ juga ikutan sedih, tapi apa boleh buat. Mereka emang nggak bisa bikin apa-apa selain ngehibur Dinda. Untuk ngelupain masalah mereka bertiga sepakat untuk ngisi waktu bukan dengan nyanyi-nyanyi sambil main gitar seperti biasa, tapi nanggepin email-email tadi. Email yang masuk umumnya berisi pujian dan terima kasih. Tapi ada juga yang ngekritik. Itu bisa dimaklumin karena aplikasinya masih jauh dari sempurna. “Ini ada calon klien,” kata Dinda seabis ngebaca sebuah email. “Dia minta dibantu untuk dicariin pacar." "Kenapa gak isi sendiri form-nya?" Sandro nanya sambil ngelahap gorengan yang dibeli dari warung Mbak Mimin. "Dia ngakunya ga
"Mas ini adalah orang paling teliti se-kelurahan. Mas kalo naruh barang pasti di tempat yang sama. Jatuh pun nggak mungkin karena kalo emang jatuh pasti langsung keliatan.""Mau Dinda miscall?" Dinda udah siap-siap ngeroboh ponsel di kantong roknya."Percuma. Begitu Mas tadi selesai nelpon batere-nya langsung abis.""Kayak apa sih bentuknya?""Halahhh, ponsel murah. Mencet tombolnya masih pake jempol."Mendadak Ramond muncul di belakang Dinda. Tangannya ngegamit tangan Dinda sambil kemudian ngomong sambil bisik-bisik deket kuping Dinda. Waktu Ramond bikin begitu, Dinda mikir bahwa ada untungnya juga dia udah nggak kesengsem lagi. Kalo rasa itu masih ada, bisa timbul lagi benih-benih cinta dalam dirinya."Itu ponsel ada yang nyolong kayaknya."Dinda noleh ke sumber suara dan ikut bicara dengan bisik-bisik. "Kenapa elo ngomongnya bisik-bisik?"Ramond bicara lebih pelan lagi. "Malingnya masih a
Hamdan sebagai orang pertama, cowok adik kelas, langsung nanya-nanya ke Dinda begitu kertas dari Dinda selesai dibaca.“Jadi ini yang kita perlu lakuin?”“Yap. Kadar cinta orang yang kalian semua taksir ada di kisaran 54 sampe 75 persen. Artinya, elo semua boleh mulai ngedeketin karena peluangnya ada dan lumayan besar. Cuma, sebelum elo praktekin sebaiknya elo hapalin langkah-langkah rekomendasinya sebelum mulai pendekatan. Langkah-langkah dalam rekomendasi musti dihapal mati. Untuk menghapal mati, gue mau permudah dengan bikin singkatan."Sandro nimbrung. "Usulan singkatan itu bagus. Tapi ganti ke nama yang lebih kekinian dong. Jangan pake istilah singkatan.""Gue udah mikir ke arah itu, Sandro. Langkah demi langkah yang disaranin aplikasi harus dihapal mati. Sebelum dihapalin, langkah-langkah itu perlu disingkat dan singkatan itu gue sebut istilahnya sebagai Magic Words."Cewek
Dengan nggak dipenuhi syarat, berarti Apih harus betulin motor dalam waktu dua hari lagi. Lewat dari waktu itu, gawat. Rumahnya bisa ilang karena dia dianggap wanprestasi atau nggak bisa memenuhi tenggat waktu yang ditentukan. Apih yang awalnya semangat pada akhirnya pulang ke rumah dalam keadaan stress. * Kisah pernikahan pak Gumelar dengan mbak Wati ternyata nggak berakhir happy ending. Kisah pernikahan mereka ternya hanya bertahan seumur jagung. Mereka – khususnya pak Gumelar – sebetulnya berusaha ngerahasiain. Tapi karena nggak tahan dengan apa yang dialamin, dan apalagi kasusnya masuk ke ranah hokum, pak Gumelar akhirnya mau nggak mau membuka kasus yang dihadapi. Toh, nggak bisa ditutup-tutupin karena kasus yang dialami sangat menghebohkan. Jadi ceritanya, sejak malam pertama, mbak Wati ternyata nggak mau diajak berhubungan intim. Sampe di sini nggak ada yang salah. Semua orang tau bahwa pernikahan itu bukan hal yang sederhana. Andakalanya malam pengantin itu terjadi di hari
"Apih, Apih," Dinda ngomong males-malesan. "Ngebujuk supaya Dinda berangkat sekarang. Minta belinya ke tempat yang lebih jauh. Terakhir, nyogok anaknya supaya buru-buru pergi dengan imbalan dapet sisa uang kembalian.""Emang kenapa?""Dinda penasaran, Apih sama Amih emang mau ngapain kalo Dinda pergi agak lama di malam-malam gini?"Apih dengan Amih langsung diem. Mereka lupa kalo anak mereka punya IQ yang bahkan di atas mereka berdua.“Dinda koq sekarang suka ngebantah?”"Ho'oh."Dasar pinter ngomong, dibilang begitu Dinda malah nyaut. “Amih gimana sih. Dulu waktu Dinda masih kecil, dipaksa-paksa supaya ngomong. Sekarang begitu ngomongnya pinter malah dipaksa-paksa supaya berhenti.”“Jadi gimana? Dinda mau lanjutin tidur atau beliin bubur?”"Dinda sih milihnya lanjutin tidur.""Beli bubur aja deh."Dinda ngegaruk kepala biar pun sebetuln
“Lama nggak keliatan, Din.”Dinda berusaha tampil cuwek. “Lagi banyak kerjaan.”Ramond yang masih berdiri di samping Dinda, ngangguk-ngangguk. Ekspresinya nggak jelas karena Dinda udah siap-siap nyambut bubur yang datang.Dua mangkok bubur pesanan sekarang ditaruh Bang Aji di atas meja. Ngeliat posisi mangkok Dinda jadi jengah. Posisi mangkok akan ngebuat Ramond duduk di seberangnya sehingga mau nggak mau mereka bakal hadap-hadapan. Sesuatu hal yang Dinda sebetulnya nggak kepingin itu terjadi karena dia betul-betul serius kepingin menghilangkan perasaan tertarik yang Dinda tau masih nyisa sedikit-sedikit di hatinya.Dan Ramond sekarang duduk di seberang Dinda, ngikutin posisi mangkok berisi bubur pesanannya. Aduh, Dinda jadi bisa ngeliat cowok itu secara close up alias deket banget. Ini bener-bener bikin risih dan nggak nyaman. Kalo Dinda nggak ingin lama-lama duduk hadap-hadapan b