"Apih, Apih," Dinda ngomong males-malesan. "Ngebujuk supaya Dinda berangkat sekarang. Minta belinya ke tempat yang lebih jauh. Terakhir, nyogok anaknya supaya buru-buru pergi dengan imbalan dapet sisa uang kembalian.""Emang kenapa?""Dinda penasaran, Apih sama Amih emang mau ngapain kalo Dinda pergi agak lama di malam-malam gini?"Apih dengan Amih langsung diem. Mereka lupa kalo anak mereka punya IQ yang bahkan di atas mereka berdua.“Dinda koq sekarang suka ngebantah?”"Ho'oh."Dasar pinter ngomong, dibilang begitu Dinda malah nyaut. “Amih gimana sih. Dulu waktu Dinda masih kecil, dipaksa-paksa supaya ngomong. Sekarang begitu ngomongnya pinter malah dipaksa-paksa supaya berhenti.”“Jadi gimana? Dinda mau lanjutin tidur atau beliin bubur?”"Dinda sih milihnya lanjutin tidur.""Beli bubur aja deh."Dinda ngegaruk kepala biar pun sebetuln
“Lama nggak keliatan, Din.”Dinda berusaha tampil cuwek. “Lagi banyak kerjaan.”Ramond yang masih berdiri di samping Dinda, ngangguk-ngangguk. Ekspresinya nggak jelas karena Dinda udah siap-siap nyambut bubur yang datang.Dua mangkok bubur pesanan sekarang ditaruh Bang Aji di atas meja. Ngeliat posisi mangkok Dinda jadi jengah. Posisi mangkok akan ngebuat Ramond duduk di seberangnya sehingga mau nggak mau mereka bakal hadap-hadapan. Sesuatu hal yang Dinda sebetulnya nggak kepingin itu terjadi karena dia betul-betul serius kepingin menghilangkan perasaan tertarik yang Dinda tau masih nyisa sedikit-sedikit di hatinya.Dan Ramond sekarang duduk di seberang Dinda, ngikutin posisi mangkok berisi bubur pesanannya. Aduh, Dinda jadi bisa ngeliat cowok itu secara close up alias deket banget. Ini bener-bener bikin risih dan nggak nyaman. Kalo Dinda nggak ingin lama-lama duduk hadap-hadapan b
“Elo pikir ini maen bola? Waktu elo tinggal semenit lagi nih. Siap atau nggak siap, gue bakal pergi.”“Aku tuh, ... aku ... Gini lho. Aku kan ... anu ...”“Dua puluh lima detik lagi.”“Dua puluh lima det...? Astaga.”“Dua puluh detik.”“Kamu nggak kasih kesempatan sama aku?”“Lima belas detik.”“Kejem amat kamu...” cetus Ramond.“Terserah. Sebelas detik lagi. Gue siap-siap kabur neeeh.” Dinda yang makin nggak sabar mencet tombol sehingga mesin motor hidup lagi.“Delapan, tujuh, ...” Dinda mulai menghitung mundur.“Oke, oke.”“Enam, lima ...”“Oke, okeeeeeeyyy...”“Empat, tiga, dua, ....”“Gue naksir elo, Dinda. Gue naksir elo!!!!”Deg!Dunia kaya’ b
"Jujur, aku emang suka manggil tukang santet ayam.""Itu tukang sate!" Ramond gemas dan menjawil kuping Dinda.Dinda tertawa kecil. Tapi sesaat kemudian Dinda keingetan sesuatu. Ya, ada sesuatu yang dia musti tanyain ke Ramond saat itu. Sesuatu yang sangat sangat sangat penting.“Mmm, e-emang seberapa gede kadar cinta elo?” Dinda yang kepo sampe ke ubun-ubun nanya dengan hati-hati.Biarpun nggak ngerti maksud pertanyaan Dinda, Ramond maksain diri untuk ngejawab.“Besar lah,” katanya sambil ngebentang kedua tangannya. "Besarnya segini."“Seratus persen?”“Yap.”“Masa?” Dinda nelen ludah. “Tapi ...”Ramond ngelihatin. Natapin Dinda, tepatnya. Dia nunggu omongan Dinda yang mendadak terus-terusan kebayang dengan program Aplikasi bikinannya yang ngasih informasi tentang betapa kecilnya prosentasi cinta Ramond sama dirinya.
Aplikasi bikinan Dinda udah seminggu ini dihapus dari internet. Dengan ikon tangan bersedekap si pencipta meminta maaf untuk penghapusannya. Dengan alasan ada kekurangan ini dan itu aplikasi dinyatakan gak perlu lagi dilanjutin. Waktu pengumuman disampaikan, jelas banyak orang yang kehilangan apalagi para jomblo yang belum sempat nyicipin manfaatnya. Mereka yang kenal Dinda langsung ngehubungin. Nanyain ini itu, khususnya kemungkin ngehidupin lagi. Grup-grup pertemanan selama seminggu ini juga heboh ngomongin polemik tentang hilangnya aplikasi itu dari dunia maya. Orang boleh ngomong apa aja, tapi buat Dinda keputusan udah pasti. Biarlah Aplikasi tetap jadi aplikasi masa lalu yang nggak akan dihidupin lagi.Suatu malam, pas kebetulan insomnianya Dinda kumat lagi, Ramond ngirim pesan WA yang cantumin beberapa tautan ke blog, situs web, dan beberapa media sosial. Begitu dibaca satu per satu, Dinda mencak-
Lima tahun itu bukan waktu yang singkat tapi nggak lama juga. Dinda dengan Ramond udah nikah nggak lama setelah Dinda diwisuda jadi Insinyur di usia yang masih 20 tahun. Bakat dan minat Dinda yang kuatlah yang bikin prestasi itu tercapai dan udah ada sebuah perusahaan startup ngetop yang udah nge-rekrut Dinda bahkan sebelum dirinya diwisuda tadi. Mengingat perusahaan itu punya prospek cerah karena jadi mitra utama Kantor Kejaksaan dan Kementerian Hukum, bisa dipastiin Dinda juga punya prospek karier yang cerah. Karier Dinda makin moncer karena setelah setahun bekerja saja dia bisa meraih posisi manajer. Ia menjadi salah satu pemegang posisi kunci di perusahaan dan bahkan sampai sempat diliput media online dan televisi. Kehidupan Dinda secara ekonomi memang jadi sangat mapan. Ramond memang kerja juga tapi dengan posisi dan gaji di bawah Dinda. Ramond udah ngebet pengen punya anak tapi Dinda minta ditunda karena mau konsen dulu 2 sampai 3 tahun di karier. “Dua sampai tiga tahun? Kenapa
Temen-temen Dinda udah nempuh jalan beda-beda. Bimbim jadi pengusaha di kota lain di Kalimantan. Bimbim malah kawin duluan daripada Dinda dan sekarang lagi bahagia dengan 1 momongan dari buah cinta Bimbim dengan isterinya, Rannie. Lho? Lho? Kenapa bisa jadi seperti itu? Ya, ya, ya. Bimbim saat nikah akhirnya nggak jadi bersanding dengan Bunga. Pilihannya jatuh ke Ranie sebagai pasangan hidup. Betul, Ranie yang dulu saat pacaran dijodohin melalui aplikasi besutan Dinda dimana yang jadi pasangannya adalah Sandro. Kenyataannya Ranie malah kecantol sama Bimbim. Sedihnya Sandro nggak ketulungan karena dua kali dia dicampakkan Rannie. Bunga, mantannya Bimbim, sekarang hidup sama orang lain. Cuma ada satu yang bikin Dinda kurang sreg sama Bunga adalah bahwa sampe saat ini dia udah tinggal seatap sama orang itu tapi masih belum nikah resmi. Kacau memang. Tapi yah yang namanya tiap orang punya pendapat sendiri-sendiri. Mengenai Panji, itu orang memang kurang ajar banget. Tindakannya pas di
Dinda sekarang teriak-teriak. Nyuruh orang itu supaya berhenti secepatnya. Tapi orang itu nggak peduli. Dia nggak mau nurut apa yang Dinda punya dan malah menambah kecepatan untuk kabur dari lokasi minimarket secepat mungkin. Waktu mobil masih jalan pelan, sebetulnya Dinda punya peluang untuk kabur menyelamatkan diri. Tapi pikiran itu nggak jadi dilakuin karena sadar Dinda punya jabang bayi yang harus dijaga dan dilindungi. Wah, Dinda udah ketakutan setengah mati. Secara refleks nalurinya langsung melindungi perutnya yang sudah ada Dinda atau Ramond junior di dalamnya.“Jangan takut. Lu nggak bakal gue apa-apain koq. Tenang aja,” kata orang itu menenangkan.Orang itu lantas ngebuka tutup hoody dan menolah ke Dinda.Dinda kaget bukan main begitu dia lihat tampang orang itu.“Kamu?”*Ramond ingat kalo baterai ponsel Dinda udah habis dan dalam k