Kabilah perampok itu sampai di Mesir membawa semua hasil rampokan, seorang Wanita, dan satu anak kecil berumur 5 tahun. Kabilah yang sangat beruntung mendapatkan harta yang banyak dalam sekali penjarahan. Mereka singgah di sebuah rumah yang disewakan oleh penduduk Mesir, ibu dan anak itu sudah dibawa ke pusat pedagangan Mesir oleh pria penunggang kuda putih yang tak lain adalah pemimpin perampok. Pusat perdagangan manusia terbesar saat itu, letaknya tak jauh dari pasar tradisional yang menjadi pusat kegiatan jual beli.
Cahaya begitu menyilaukan mata, saat penutup kepala itu dilepas dari kepala Takhtat, matanya mulai mengerjap-ngerjap melihat sekelilingnya, Fenhrir duduk di sebelahnya dengan tangan terikat dan kain hitam menutup kepalanya. Banyak sekali orang yang berkumpul melingkarinya, bak pedagang yang datang dari kota jauh dengan membawa banyak emas untuk dijual dengan harga murah. Begitu juga dengan Takhtat dan Fenhrir yang sekarang menjadi emas itu-objek transaksi yang sangat digemari.
Takhtat mencoba berteriak sekencang mungkin dan meminta pertolongan pada siapapun, tapi nahas pita suaranya ada di toples kaca yang tak jauh darinya, juga pita suara Fenhrir. Takhtat ingat malam itu, saat dua orang kabilah yang berhasil menangkapnya dari belakang mengunakan Sorcerermagic, Takhtat saat itu tidak bisa mengelak karena sihir itu lebih dulu mengikatnya. Fenhrir kecil hanya bisa mengerang kesakitan. Kami benar-benar ceroboh malam itu. Rupanya bukan hanya pita suara yang mereka ambil, tapi juga kain yang biasa dikenakan Takhtat sebagai baju terusan. Dia memaki kabilah itu dalam hati, tidak terima dengan perlakuan mereka yang sangat tidak berperi kemanusiaan.
Seperti cahaya dalam gelap yang mengundang perhatian serangga, kini Takhtat sudah dikerumuni ratusan orang yang siap menawar harga. Pria penunggang kuda putih itu menyeringgai puas melihat peminat barang dagangnya yang semakin ramai, mereka menawar dengan harga tinggi. Maka pria itu dengan cerdas memainkan sistem lelang.
“Hadirin yang terhormat izinkan saya memulai pelelangan agar semua orang bisa menawar harga dengan adil, saya akan memulainya dari 100 koin emas, menurut saya harga itu sudah cukup rendah untuk seorang wanita yang sangat cantik ini!” seru pria penunggang kuda putih yang sekarang berdiri diatas podium.
“Saya akan membelinya dengan harga 120 koin emas Tuan!” seru pria lain yang mengenakan pakaian petani.
“Pria itu menawarkan harga yang cocok dengan pakaiannya, bagaimana dengan anda Tuan?”
“Saya berani mengeluarkan seluruh isi kantong. 200 koin emas untuk wanita itu!” seru pria dengan baju sutera halus.
Sebelum pria di atas podium itu menawarkan harga, seorang pria dengan seragam taktis panglima kerajaan berdiri dengan gagah-pasukan tantara kerajaan yang terkenal dengan foundingsorcerer-nya, berseru lantang menawar harga untuk Wanita di depannya.
“Saya akan memeriksa dulu Wanita itu, apakah layak saya beli dengan satu peti penuh koin emas ini,” panglima kerajaan menunjuk kotak peti dengan ukuran 50 cm x 50 cm.
Seluruh pria yang hadir melongo mendengar satu peti penuh koin emas, mereka kecewa melihat tawaran yang sangat tinggi itu.
“Silakan Tuan!” jawab pria diatas podium memersilahkan panglima itu memeriksa Takhtat yang telanjang di tengah pelelangan.
Panglima itu memeriksa Wanita di depannya dengan teliti, pertama mereka saling tatap mata, kemudian jari kekar panglima membelai hidung dan mulut Takhtat dengan lemah, gigi Takhtat putih dan rapi, jari kekar itu membelai lehernya, samasekali tidak ada belas luka disana, jari kekar itu membelai lemah ke bawah dengan hasratnya, mulai menyentuh buah dada Takhtat, Kali ini tidak ada gumam dari panglima, tangan kekarnya terus membelai kebawah hingga perut.
“Saya akan membelinya dengan satu peti emas itu.”
Panglima kerajaan menyuruh prajurit membawakan peti kotak yang dari tadi mereka jaga.
“Baik tuan, tapi saya akan menawarkan dengan harga tertinggi ini sekali lagi,” Jelas pria di atas podium.
“Hadirin sekalian, apakah ada orang yang lebih berani dari panglima ini, dia menawarkan dengan satu peti penuh koin emas,” seru pria di atas podium.
Seluruh hadirin dalam pelelangan itu sempurna kecewa saat mendengar harga satu peti penuh koin emas. Pria di atas podium berhenti berseru berharap ada pria lain yang berani menawarkan harga yang lebih tinggi. Satu menit berlalu sepertinya tidak ada pria yang lebih berani dari panglima itu, sekarang wajah hadirin sempurna mengkerut, mereka tidak akan bisa mendapatkan Wanita secantik itu, dengan hidung mancung, kulit putih etnis bangsa eropa, dan lekuk tubuhnya yang sangat menggoda.
“Baiklah, Wanita ini terjual dengan harga satu peti penuh koin emas pada pria pemberani ini!”
Pria di atas podium memberikan penjelasan atas terjualnya Takhtat, sekarang dia menyeringgai lebih puas saat berhasil menjualnya dengan harga sangat mahal. Dia menjadi orang kaya dalam satu hari.
“Kau akan aman bersamaku.”
Panglima itu memberikan jubahnya pada Takhtat, untuk menutup tubuhnya yang telanjang. Pria di atas podium turun, merepaskan sihir pengikat pada tangannya dan mengembalikan pita suara Takhtat yang ada di dalam toples kaca. Suara Takhtat kembali seperti semula.
“Terima kasih Tuan, seharusnya anda bisa memeriksa dengan lebih sopan,” Takhtat sedikit tersinggung dengan belai tangan panglima.
“Bisakah kau membeli anak itu? Dia adalah putraku,” pinta Takhtat dengan tangan memohon, wajahnya terlihat kasihan.
“Maafkan aku, aku tidak bisa membelinya koin emasku habis tak bersisa untukmu,”Jelas panglima dengan gestur meneguhkan hati Wanita di depannya.
“Baiklah Tuan, terima kasih sekali lagi.”
Takhtat tidak bisa berkata apapun selain terima kasih, dia harus mengikhlaskan Fenhrir dan berharap bertemu dengannya suatu hari, meminta maaf atas ketidakmampuan menjaganya.
“Mari kita pulang, sekarang nama barumu adalah Belia.”
Panglima menuntun Takhtat menunggangi kuda coklat dengan pelana hitam miliknya.
Pria di atas podium memulai lelang atas anak kecil berusia 5 tahun yang masih tertutup dengan kain hitam, Pria di atas podium membuka kain hitam itu, anak itu tidak telanjang, pakaiannya masih utuh sama seperti saat dia ditangkap.
Penutup kepalanya sudah terbuka, dia tidak bisa bicara, tentu karena pria di atas podium mengambil pita suaranya. Anak itu melihat sekeliling masih bingung dengan semua orang di depannya. Dia tidak tau dimana ibunya yang meninggalkannya begitu saja. Sepertinya tidak banyak bicara tanpa suara adalah cara terbaik untuk tetap hidup.
“Anak berusia 5 tahun ini adalah anak Wanita tadi, lihatlah tidak ada cacat sedikitpun. Saya akan memulai dari harga 20 koin emas!” pria di atas podium berseru memulai pelelangan.
Dia sudah banyak mengantongi kekayaan hari ini, jadi tidak masalah jika anak di depannya laku dengan harga yang rendah.
“Saya menawarkan seharga 50 koin emas,” pria dengan baju petani, dia sudah menawarkan harga 100 koin emas pada Wanita sebelumnya.
“Saya akan membelinya dengan harga 70 koin emas,” seru pria lain yang mengenakan pakaian kuil, sepertinya dia adalah orang baik yang baru saja pulang dari persembahan.
“Sebentar Tuan, saya akan umumkan dulu baru anda bisa menawarkan harga,” Potong pria di atas podium dengan ketus.
Pria dengan baju kuil itu diam, merasa tidak tau dengan sistem pelelangan.
“Baiklah, hadirin sekalian pria dengan baju kuil itu menawar dengan harga 70 koin emas, apakah ada lagi yang menawar dengan harga lebih tinggi?” seru pria diatas podium dengan bijaksana.
“150 koin emas terakhir saya untuk anak itu,” Sambut pria dengan baju petani, sepertinya dia sangat butuh budak untuk mengurus pertaniannya.
“Pria dengan baju petani itu menawar dengan harga 150 koin emas, sepertinya dia sangat membutuhkan anak kecil di rumahnya, apakah ada lagi yang menawar dengan harga lebih tinggi?” seru pria di atas podium dengan senang mendengar harga yang cukup tinggi dari pria berpakaian petani.
Hadirin terdiam, tidak ada yang mau menawarkan harga lebih tinggi. 150 koin emas cukup mahal untuk budak sekecil itu.
“Baiklah sepertinya tidak ada lagi yang menawarkan dengan harga lebih tinggi, saya akan menutup pelelangan ini dengan terjualnya anak itu, terjual 150 koin emas untuk anak kecil ini,” seru pria di atas podium menutup pelelangan.
Dia sekarang mengembalikan pita suara yang sudah di ambilnya dari anak itu.
Fenhrir yang saat itu masih berusia 5 tahun sekarang diadopsi oleh pria dengan pakaian petani, suaranya kembali, dia bisa bertanya sekarang.
“Siapa anda Tuan?” tanya Fenhrir kepada pria dengan pakaian petani.
“Kau boleh memanggilku ayah agar komunkasi kita lebih nyaman, namaku Huja,” Pria dengan pakaian petani memperkenalkan diri.
“Baiklah, ayah,” jawab Fenhrir singkat, dia berjalan mengikuti Huja, pulang ke rumah barunya.
Di sela perjalanan mereka Fenhrir menceritakan kejadian tadi malam yang membuatnya berada disini, juga bertanya pada Huja tentang apa yang baru saja terjadi.
“Sekarang aku dimana? Dan apa yang terjadi dengan ibuku?” Tanya Fenhrir pada Huja.
“Sekarang kau di Mesir, dan ibumu baru saja dibeli oleh Panglima kerajaan dengan harga satu penuh peti koin emas,” jelas Huja.
“Apa itu dibeli?”
“Kamu memiliki beberapa koin perak atau emas, kemudian menukarkannya dengan barang yang kau inginkan, seperti yang baru saja kulakukan. Aku membelimu dengan harga 150 koin emas pada orang yang mengambil pita suaramu tadi, dan sebagai gantinya kamu sekarang harus menuruti perintahku sebagai balas budi atas 150 koin emas yang kuberikan pada pria itu.”
Fenhrir mengangguk tugasnya sekarang adalah menuruti Huja.
“Apakah kau orang baik dan mengizinkanku mencari ibuku?”
“Tentu, kau boleh melakukan itu jika mendsapatkan beberapa koin emas dan menebus 150 koin emas tadi, itu artinya kau harus merdeka untuk bisa berbuat bebas dengan keinginanmu, untuk sementara ini kau harus menuruti perintahku.”
“Baiklah, bagaimana aku bisa mendapatkan beberapa koin emas itu?”
“Kau harus bekerja untuk mendapatkan koin emas sebagai upahnya, dan kau bisa bekerja jika aku mengizinkanmu.”
“Baiklah, terima kasih atas semua penjelasan dan 150 koin emas itu,” jelas fenhrir mengakhiri percakapan mereka, Fenhrir dengan kecerdasan otaknya mampu mencerna semua penjelasan tentang perbudakan.
Sekarang mereka sampai pada oase tempat tinggal Huja, rumah yang lebih baik dari pondok sederhana di gurun. Fenhrir menatap sekelilingnya, ladang dengan luas 2 hektar itu terlihat subur. Ladang yang berada di samping rumah Huja.
Huja duduk di kursi Panjang tempatnya beristirahat setelah mengurus ladang, Fenhrir duduk di baawah beralaskan tanah.
“Duduklah disini, kau tidak sepenuhnya pesuruhku, siapa pria di atas podium itu? Mengapa kau dan ibumu bersama mereka?” Huja memersilahkan Fenhrir duduk di kursi panjang itu.
“Baiklah Ayah, sepertinya pria di atas podium itu adalah salah seorang kabilah yang menangkap kami kemarin malam. Malam itu ibuku bersenandung merdu, Aku terbangun saat ibuku mengunakan batu sihir pembiasan dan menghentikan senandungnya, kabilah itu melewati pondok sederhana kami berdiri dengan cepat aku memahami situasi, ibuku sedang menyembunyikan keberadaan kami dari kabilah itu-baiknya mereka meninggalkan pondok sederhana tanpa curiga sedikitpun. Ibuku melepaskan sihir pembiasan saat kabilah itu sudah jauh dari kami, tapi sepertinya mereka kembali dan menyergap kami dari belakang, dan kami tertangkap malam itu,” jelas Fenhir pada Huja.
“Batu sihir pembiasan? Cukup menarik nak, sepertinya aku tidak salah membelimu dengan harga tinggi,” Huja dengan santai berkomentar.
“Memangnya kenapa yah dengan batu sihir itu?”
“Batu sihir adalah trik yang sangat efisien, hanya beberapa sorcerer yang memiliki batu sihir. Pasti ibumu adalah penyihir hebat,” Huja sangat tertarik dengan arah pembicaraan mereka.
“Sebenarnya aku kurang mengerti tentang masa lalu ibuku, tapi dia mengajarkan sihir pemulihan padaku dan mengajarkan cara menggunakan batu sihir.”
“Apakah kau juga seorang sorcerer sama seperti ibuku, bisa melakukan Teknik pemulihan dan memiliki batu sihir?” tanya Fenhrir pada Huja.
“Tentu, hampir setiap warga Mesir memilikinya, sihir tumbuh berdampingan di Mesir, kami memiliki sihir yang berbeda tergantung keturunan yang mewariskan setiap kode gen yang menghasilkan kemampuan sihir yang berbeda, kebetulan saja aku lahir dari seorang petani yang memiliki sihir luar biasa.”
“Seperti apa?” Tanya Fenhrir dengan raut muka penasaran.
“Aku bisa mempercepat waktu dalam radius tertentu dan melambatkannya seketika, batu sihir yang diwariskan keluarga ini adalah timestone, batu sihir yang mempercepat proses pertumbuhan tanaman di ladang ini,” jelas Huja.
“Wow, aku tidak pernah mendengar sihir seperti itu dari ibuku.”
“Tentu, sihir keluarga kami sangat langka, dan aku menyebutnya luar biasa,” mata Huja berbinar menceritakan sihir keluarganya, dia sangat membangakannya.
“Apakah kau pernah menggunakan sihirmu untuk perang?” Tanya Fenhrir.
“Tidak, aku tidak pernah turun ke medan perang, leluhurku yang pernah berperang dan mengangkat nama baik keluarga ini, dia mati untuk menyelamatkan Raja saat perluasan wilayah kerajaan.”
“Leluhurmu sangat hebat, apakah kau tahu leluhurku setelah aku menceritakan sihir pemulihian milik ibuku?”
“Yap, sepertinya aku tau siapa leluhurmu, pemilik sihir pemulihan.”
Huja masuk kedalam rumah, kursi Panjang itu di depan rumahnya. Fenhrir menunggunya.
Huja mengambil sebuah buku di rak bukunya, dia menunjukkannya pada Fenhrir.
“Ini adalah buku sejarah peradaban sihir di Mesir, memuat seluruh informasi sihir dari awal, saat peperangan antara Raja Hyksos dengan Musa”
Buku dengan sampul hijau, buku itu tebal sekitar satu jengkal. Huja membukanya melihat daftar isi buku, jari telunjuknya terlihat mengurutkan abjad, mencari judul yang sesuai dengan sihir pemulihan.
“Aku tidak menemukan sihir pemulihan di daftar isi buku ini, padahal buku itu adalah seri terlengkap dari buku sejarah sihir sorcerer di Mesir, pasti sihirmu lebih langka dari sihir keluarga ini,” jelas Huja, dahinya mengernyit tidak menemukan sedikitpun informasi dari sihir pemulihan.
“Mungkin sihirmu dimuat di buku lain, buku sejarah foundingmagic, pasti banyak kejadian yang dialami ibumu hingga bisa membuatmu kesini,”Jelas Huja mengakhiri rasa penasaran Fenhrir.
“Bolehkah aku bertanya sekali lagi?”
“Tentu nak, sekarang anggap saja aku ayahmu tak perlu sungkan,” Huja dengan senyum memersilahkan Fenhrir bertanya.
“Apakah kau akan memperlalukanku seperti budak seperti yang kau bilang tadi, aku harus menuruti perintahmu?” Fenhrir bertanya pada Huja dengan raut muka murung.
“Sepertinya tidak, usiamu terlalu kecil untuk mengerjakan pekerjaan berat di ladang, kau bisa membantuku mengurus ladang ini, anggap saja kau sedang membantu ayah bekerja untuk keluargamu,” Huja menjelaskan dengan wajah ikhlas, dia tidak tega dengan anak yang baru saja dibelinya di pelelangan itu.
Matahari mulai terbit di ufuk timur, burung pipit hinggap di gandum-gandum ladang Huja, awan putih menyaput langit Mesir pagi itu, Fenhrir sangat bersemangat sepanjang pagi ini, Huja yang biasanya belum bangun sepagi ini, Huja terpaksa bangun lebih awal dan mengimbangi semangat Fenhrir. Sepanjang pagi ini Fenhrir sudah 3 kali mengingatkan Huja agar lebih cepat bersiap. Fenhrir mengajak Huja berlatih sihir di padang rumput milik Huja, Fenhrir tidak sabar melihat sihir Huja yang tidak pernah dia lihat, jadwal rutin Huja adalah mengurus ladang, karena Fenhrir memaksa Huja menurutinya untuk berlatih jadi apa salahnya menuruti permintaan anak ini. Diam-diam Huja juga tertarik dengan sihir Fenhrir yang langka, mereka segera menuju ke padang rumput untuk saling unjuk kemampuan sihir. Pria berusia 24 tahun itu berjalan di belakang, tentu karena Fenhrir berlari merangsek tidak sabar melihat padang rumput Huja. Saat Fenhrir sedang berlari kearah padang rumput itu
Waktu berlalu dengan cepat, usia Fenhrir 10 tahun. Itu artinya hari-hari baru dengan Huja sudah 5 tahun. Cukup lama dia berlatih dengan Huja hingga kemampuannya meningkat sangat pesat, tapi sayang belum bisa mengalahkan Huja. Dia terlalu kuat karena menguasai teknik percepat dan perlambat waktu. Dan Fenhrir belum bisa menguasai teknik sihir lain, hanya kemampuan bela diri yang diajarkan Huja. Kemampuan bela diri jarak dekat-pukul tendang. “Bisa kau bantu aku Fen?” tanya Huja di pagi hari itu. “Tentu apa yang haru kubantu? Kau hanya memasak seperti biasa.” Fenhrir yang sedang melatih fisiknya terhenti karena panggilan Huja. “Kau tidak perlu membantuku memasak Fen, aroma tanganmu tidak sedap, dan keringatmu bisa mengotori masakan ini,” balas Huja dengan nada mengejek lengkap dengan seringgai yang sangat dihafal Fenhrir 5 tahun ini. “Lalu apa?” jawab Fenhrir dengan ketus, dia berdiri di balik punggung Huja, ikut melihat masakan Huja. “Baiklah tolong pergi ke pasar sebentar, aku memb
Matahari terik membasuh pagi yang damai itu, usai sarapan Fenhrir dan Huja pergi berlatih. Di tempat biasa, padang rumput milik Huja dengan batu besar di tengah tempat istirahat Latihan. Lima tahun silih berganti, mereka berlatih dengan tekun. Mengembangkan potensi sihir mereka. Huja masih belum pensiun menjadi guru Fenhrir, teknik percepat dan perlambat yang dikuasai Huja semakin berkembang, dia baru saja menyempurnakan batu sihir yang bisa membuat subjek bebas dari jangkauan sihirnya, Fenhrir bisa menggunakan batu itu untuk kombo bertarung dengan Huja. Kemampuan Fenhrir juga berkembang pesat, fisiknya semakin kuat dan lincah. Lawan kesulitan melukainya, belum lagi dia punya kemampuan menyembuhkan diri pasti itu sangat merepotkan lawannya. Huja memberikan Latihan fisik ekstra karena dia belum bisa menguasai teknik sihir lain, dia memberikan latihan bela diri jarak dekat. Tendang pukul. “Lakukan pemanasan, Fen!” Bentak Huja, dia sekarang seorang guru sihi
Kuda melaju cepat dan lambat, menembus keramaian jalanan. Mereka melewati jalan utama kota Mesir, pemandangan kantor peradilan dan barak prajurit. “Jadi siapa Kares dan Feme itu? Aku baru mengenalnya tadi pagi.” tanya Fenhrir sembari menengok kanan kiri. “Mereka anak Panglima kerajaan dengan Nyonya Kaiys, sayangnya usia pernikahan mereka tidak bertahan lama, saat usia Kares dan Feme 5 tahun Panglima menikah lagi, kasih sayang Panglima sepenuhnya untuk istri barunya Belia, Wanita cantik yang didapatnya dari pelelangan. Nyonya Kaiys bunuh diri setelah satu tahun berikutnya setelah pernikahan mereka. Kares dan Feme sangat bandel dan sering kabur setelah kematian ibunya, entah faktor ibu tirinya yang jahat atau mereka yang cemburu perhatian ayahnya tertuju pada ibu tirinya, dan membuat ibu kandungnya bunuh diri.” jawab Prajurit. ‘Lima tahun tidak bertemu, apakah kau itu ibu?’ ‘Bagaimana mungkin itu kau? Kau sungguh tidak mencariku, aku disini sangat merindukanmu. Dan entah bagaimana pe
“Permisi, permisi, permisi,,” mereka bertiga membelah keramaian kota, beberapa buruh panggul minggir, menyisakan jalan untuk kuda Prajurit. “Yihhaaa,” Kuda yang mereka tunggangi melengos, gemelatuk suara sepatu kuda yang beradu dengan jalanan batu. Toko karet gelang berada di samping kantor keamanan kota, kantor keamanan kota adalah polsek jika di masa sekarang. Beberapa Prajurit yang sedang berjaga menyapa rombongan Johan, Johan dan Nahtan yang bersama Fenhrir menyapa kembali dengan anggukan dan lambaian tangan. Beberapa menit kemudian mereka sampai di teras toko karet gelang. “Kita sampai!” seru Nahtan, mereka turun dari pelana kuda. Mengikat tali kuda ke tiang toko. Seorang Ibu paruh baya tersenyum, menyapa pelanggan yang datang sesiang ini, dia adalah penjaga toko karet gelang tetap, dia pasti mengenalnya. “Permisi Nyonya, kami sedang mencari anak kembar ini, apakah ibu mengenalnya atau pernah melihatnya?” tanya Nahtan dengan sopan s
“Brakkk,,” tubuh Fenhrir terlempar dari pelana kuda, Johan sengaja melemparkannya ke atas tumpukan kotak kayu di samping gudang tua. Fenhrir mengaduh kesakitan, dia tidak bisa melihat sekitar, wajahnya tertutup kain hitam. Tubuhnya yang terikat berkelit ingin lolos, dalam waktu ini Johan dan Nahtan unggul lebih cerdik.“Tolooongg,, seseorang tolong akuu,,” Fenhrir berteriak hingga suaranya parau, tubuhnya ikut berkelit-kelit. Johan dan Nahtan tidak tinggal diam, agar tidak mendapat perhatian dari buruh panggul yang sedang istirahat, Johan terpaksa menyeret tubuh Fenhrir ke dalam gudang.“Ssstt,, kau aman disini, jangan ribut nanti kami bisa berubah pikiran, sekarang diam. Tenanglah!” Johan mencoba mengendalikan suasana.“Hujaaa,,, tolong akuu.” Fenhrir berteriak sekencang-kencangnya.“Plak,, brak, brak” Nahtan terganggu dengan teriakan Fenhrir, terpaksa melepaskan satu pukulan dan dua tendangan.“Hukk,” Fenhrir mengaduh kesakitan. Tubuhnya berkelit lagi efek ra
Pemandangan begitu nyata di mata Fenhrir, tubuhnya tidak bisa bergerak, dia berdiri di samping patung leluhur Mesir, termangu. Ketinggian patung itu sekitar tujuh meter, dibawah pualam marmer bangunan mewah, layaknya istana. Fenhrir mencermati pemandangan indah bangunan itu, sangat indah dengan ornament Mesir yang menhias mengelilingi tembok ruangan. Dia melongok ke atas, dia berdiri dibawah perisai patung leluhur. Dia kembali mencermati pemandangan di depannya, makanan tersaji di meja makan super besar, sepuluh kali besar meja makan di rumah Huja. Dibawah lamp kaca makanan itu seperti hiasan yang tidak layak dimakan, terlalu indah dan rapi. Dibawah lampu kaca ruangan itu juga, keluarga harmonis Panglima akan berkumpul. Pria gagah yang usianya 40 tahun lebih tua darinya duduk di kursi meja makan, dia adalah Panglima juga Ayah baginya. Wanita yang dikenalnya sebagai Iubu muncul dari balik pintu, diikuti pembantunya. Membawa masakan yang baru sa
“Tok,, tok,, tok!” Fenhrir mengutuk pintu rumahnya, pintunya sudah dikunci, wajar saja karena sekarang pukul sebelas malam. “Tok,, Tokk,, Ayah aku pulang!” Fenhrir mengetuk pintu sekali lagi. “Hoammhh,, astaga Fen kau baru pulang, cepat masuk udara malam tidak baik untuk Kesehatan!” Huja membuka pintu dengan menguap lebar. “Kau pasti kesusahan menemukan anak kembar itu, lagipula kenapa kau ikut mereka.” Jelas Huja, tentu karena Fenhrir pulang semalam ini. “Aku lelah ingin tidur saja!” seru Fenhrir ketus, dia sudah sangat lelah. “Baiklah, selamat malam Fen.” Jawab Huja, Fenhrir seudah masuk kamarnya. Keesokan harimya, Fenhrir sudah bangun lebih dulu dari Huja. Dia sibuk mengobrak-abrik rak buku Huja, mencari buku sejarah sihir Mesir yang pernah ditunjukkan padanya. Huja bangun, dia melihat Fenhrir terheran. “Hoamhh,, kau sedang apa Fen? Tumben kau bangun sepagi ini. Apalagi mencari buku.” Huja meninggalkan Fenhrir di rak buku, dia memilih untuk buang