Toko meracang adalah toko yang menjual sayur mayur dan kebutuhan dapur lainnya.
Matahari terik membasuh pagi yang damai itu, usai sarapan Fenhrir dan Huja pergi berlatih. Di tempat biasa, padang rumput milik Huja dengan batu besar di tengah tempat istirahat Latihan. Lima tahun silih berganti, mereka berlatih dengan tekun. Mengembangkan potensi sihir mereka. Huja masih belum pensiun menjadi guru Fenhrir, teknik percepat dan perlambat yang dikuasai Huja semakin berkembang, dia baru saja menyempurnakan batu sihir yang bisa membuat subjek bebas dari jangkauan sihirnya, Fenhrir bisa menggunakan batu itu untuk kombo bertarung dengan Huja. Kemampuan Fenhrir juga berkembang pesat, fisiknya semakin kuat dan lincah. Lawan kesulitan melukainya, belum lagi dia punya kemampuan menyembuhkan diri pasti itu sangat merepotkan lawannya. Huja memberikan Latihan fisik ekstra karena dia belum bisa menguasai teknik sihir lain, dia memberikan latihan bela diri jarak dekat. Tendang pukul. “Lakukan pemanasan, Fen!” Bentak Huja, dia sekarang seorang guru sihi
Kuda melaju cepat dan lambat, menembus keramaian jalanan. Mereka melewati jalan utama kota Mesir, pemandangan kantor peradilan dan barak prajurit. “Jadi siapa Kares dan Feme itu? Aku baru mengenalnya tadi pagi.” tanya Fenhrir sembari menengok kanan kiri. “Mereka anak Panglima kerajaan dengan Nyonya Kaiys, sayangnya usia pernikahan mereka tidak bertahan lama, saat usia Kares dan Feme 5 tahun Panglima menikah lagi, kasih sayang Panglima sepenuhnya untuk istri barunya Belia, Wanita cantik yang didapatnya dari pelelangan. Nyonya Kaiys bunuh diri setelah satu tahun berikutnya setelah pernikahan mereka. Kares dan Feme sangat bandel dan sering kabur setelah kematian ibunya, entah faktor ibu tirinya yang jahat atau mereka yang cemburu perhatian ayahnya tertuju pada ibu tirinya, dan membuat ibu kandungnya bunuh diri.” jawab Prajurit. ‘Lima tahun tidak bertemu, apakah kau itu ibu?’ ‘Bagaimana mungkin itu kau? Kau sungguh tidak mencariku, aku disini sangat merindukanmu. Dan entah bagaimana pe
“Permisi, permisi, permisi,,” mereka bertiga membelah keramaian kota, beberapa buruh panggul minggir, menyisakan jalan untuk kuda Prajurit. “Yihhaaa,” Kuda yang mereka tunggangi melengos, gemelatuk suara sepatu kuda yang beradu dengan jalanan batu. Toko karet gelang berada di samping kantor keamanan kota, kantor keamanan kota adalah polsek jika di masa sekarang. Beberapa Prajurit yang sedang berjaga menyapa rombongan Johan, Johan dan Nahtan yang bersama Fenhrir menyapa kembali dengan anggukan dan lambaian tangan. Beberapa menit kemudian mereka sampai di teras toko karet gelang. “Kita sampai!” seru Nahtan, mereka turun dari pelana kuda. Mengikat tali kuda ke tiang toko. Seorang Ibu paruh baya tersenyum, menyapa pelanggan yang datang sesiang ini, dia adalah penjaga toko karet gelang tetap, dia pasti mengenalnya. “Permisi Nyonya, kami sedang mencari anak kembar ini, apakah ibu mengenalnya atau pernah melihatnya?” tanya Nahtan dengan sopan s
“Brakkk,,” tubuh Fenhrir terlempar dari pelana kuda, Johan sengaja melemparkannya ke atas tumpukan kotak kayu di samping gudang tua. Fenhrir mengaduh kesakitan, dia tidak bisa melihat sekitar, wajahnya tertutup kain hitam. Tubuhnya yang terikat berkelit ingin lolos, dalam waktu ini Johan dan Nahtan unggul lebih cerdik.“Tolooongg,, seseorang tolong akuu,,” Fenhrir berteriak hingga suaranya parau, tubuhnya ikut berkelit-kelit. Johan dan Nahtan tidak tinggal diam, agar tidak mendapat perhatian dari buruh panggul yang sedang istirahat, Johan terpaksa menyeret tubuh Fenhrir ke dalam gudang.“Ssstt,, kau aman disini, jangan ribut nanti kami bisa berubah pikiran, sekarang diam. Tenanglah!” Johan mencoba mengendalikan suasana.“Hujaaa,,, tolong akuu.” Fenhrir berteriak sekencang-kencangnya.“Plak,, brak, brak” Nahtan terganggu dengan teriakan Fenhrir, terpaksa melepaskan satu pukulan dan dua tendangan.“Hukk,” Fenhrir mengaduh kesakitan. Tubuhnya berkelit lagi efek ra
Pemandangan begitu nyata di mata Fenhrir, tubuhnya tidak bisa bergerak, dia berdiri di samping patung leluhur Mesir, termangu. Ketinggian patung itu sekitar tujuh meter, dibawah pualam marmer bangunan mewah, layaknya istana. Fenhrir mencermati pemandangan indah bangunan itu, sangat indah dengan ornament Mesir yang menhias mengelilingi tembok ruangan. Dia melongok ke atas, dia berdiri dibawah perisai patung leluhur. Dia kembali mencermati pemandangan di depannya, makanan tersaji di meja makan super besar, sepuluh kali besar meja makan di rumah Huja. Dibawah lamp kaca makanan itu seperti hiasan yang tidak layak dimakan, terlalu indah dan rapi. Dibawah lampu kaca ruangan itu juga, keluarga harmonis Panglima akan berkumpul. Pria gagah yang usianya 40 tahun lebih tua darinya duduk di kursi meja makan, dia adalah Panglima juga Ayah baginya. Wanita yang dikenalnya sebagai Iubu muncul dari balik pintu, diikuti pembantunya. Membawa masakan yang baru sa
“Tok,, tok,, tok!” Fenhrir mengutuk pintu rumahnya, pintunya sudah dikunci, wajar saja karena sekarang pukul sebelas malam. “Tok,, Tokk,, Ayah aku pulang!” Fenhrir mengetuk pintu sekali lagi. “Hoammhh,, astaga Fen kau baru pulang, cepat masuk udara malam tidak baik untuk Kesehatan!” Huja membuka pintu dengan menguap lebar. “Kau pasti kesusahan menemukan anak kembar itu, lagipula kenapa kau ikut mereka.” Jelas Huja, tentu karena Fenhrir pulang semalam ini. “Aku lelah ingin tidur saja!” seru Fenhrir ketus, dia sudah sangat lelah. “Baiklah, selamat malam Fen.” Jawab Huja, Fenhrir seudah masuk kamarnya. Keesokan harimya, Fenhrir sudah bangun lebih dulu dari Huja. Dia sibuk mengobrak-abrik rak buku Huja, mencari buku sejarah sihir Mesir yang pernah ditunjukkan padanya. Huja bangun, dia melihat Fenhrir terheran. “Hoamhh,, kau sedang apa Fen? Tumben kau bangun sepagi ini. Apalagi mencari buku.” Huja meninggalkan Fenhrir di rak buku, dia memilih untuk buang
“Blush!” tubuh Raps si kanguru Afrika menguap menyisakan asap putih pekat. Kanguru itu kembali ke dalam kertas gulungan.“Mantra pemanggil memiliki batasan waktu dan kemampuan, mereka akan keluar dari kertas gulungan ini hanya 10 menit, jika kemampuan hewan pemanggil sudah melemah, segera kembalikan! atau mereka bisa mati sia-sia.”Huja menunjukkan cara mengembalikan hewan pemanggil. Caranya dengan mengacungkan jempol kanan, otomatis mantra pemanggil akan lenyap dan hewan piaraan Huja akan menguap menjadi asap putih-menghilang.“Oke, selanjutnya apa?”“Bawa buku sejarah sihir Mesir, masukkan kedalam peti kayu!” Huja menyuruh Fenhrir. Huja mengecek kembali isi peti kayu itu. ‘Ada yang kurang!’.“Bawa baju ganti Fen!” Huja mengambil baju gantinya juga Fenhrir, melipatnya dan memasukkan kedalam peti kayu.“Baiklah semuanya siap!” Huja memakai topi Het kebanggan ayahnya, mengikat tali sepatu dan melangkahkan kaki. Mereka berangkat berpetualang.
Di kediaman Panglima Mesir. Panglima Misri duduk dikursi goyang kesukaannya, kursi itu terbuat dari rotan jumlahnya ada dua, sepasang. Hanya Panglima dan Istri tercinta saja yang boleh duduk disana karena itu oleh-oleh dari negeri seberang. Dia duduk santai di kursi itu, menatap hilir mudik pusat Kota Mesir dari ketinggian tiga lantai rumahnya, pandangannya terfokus pada pembangunan piramida yang masih di lapisan kelima. Belia datang bergabung dengan membawa sepiring buah-buahan. Duduk di kursi goyang sebelahnya, dia menatap wajah Panglima yang mengkerut melihat pembangunan piramida yang sudah seperempat jalan. “Mau anggur suamiku?” Tanya Belia, Panglima Misri tersenyum, mengambil sebutir anggur dari piring buah-buahan. “No, no, no. jangan suamiku! Berikan anggur itu padaku!” sahut Belia ketus, dia manja sekali saat menghibur suaminya. Dia mengambil sebutir anggur dari tangan Panglima Misri. “Yang benar seperti ini! Aku menawarkan anggur bukan berarti a