" Iya sayang…, mulai sekarang, kau ikut kamanapun aku pergi, ayo kita bersiap, semua orang telah bersiap menyambut kita…” Bisik Verrel, kemudian mengecek iPadnya dan menatap layar yang ada di iPad. Terlihat disana sebuah rumah dengan aktivitas orang di dalamnya, tengah sibuk mempersiapkan semua sesuai permintaan nya. Verrel tersenyum melihat semua orang tengah sibuk menyambut kedatangan dirinya dan Vania sore ini. Rumah dengan kamar mereka terhubung dengan kolam renang yang hanya bisa di akses di lantai itu, dan disana terdapat yaman anggrek dengan semua jenis anggrek. Rumah itu sebenarnya di persiapkan Verrel jauh sebelum kecelakaan, sebagai rumah yang akan mereka tempati setelah menikah nanti, tapi nyatanya Tuhan memberikan scenario berbeda, dan kini terpaksa harus mereka tempati karena Verrel tidak
“ Sebaiknya kita makan siang dulu, setelah itu istirahat, karena aku lelah dan ingin tidur sejenak, nanti malam kita bahas lagi sayang, kamu bisa mewujudkannya…” Bisik Verrel yang telah mengangkat tubuh Vania menuju bathroom mewah berdinding kaca dengan ornamen-ornamen unik di dalamnya. Akh, seperti bukan kamar mandi, pikir Vania. Setelah mereka mandi dan menikmati santap siang yang langsung di antar ke meja makan yang tersedia disana, mereka kembali beranjak keatas tempat tidur untuk mengistirahatkan tubuh. Tubuh lelah dan lega keduanya, membawa mereka tertidur hingga menjelang magrib, dan Vania terbangun setelah mendengar ponsel Verrel berdering. Verrel memilih mengabaikan ponselnya, dan mandi bersama wanita yang di cintainya. Mereka menikmati makan malam berdua di sebuah meja di tengah taman anggrek dibawah
Tak ingin melihat Vania terus mengomel, mungkin karena lelah berdiri, Verrel langsung mengangkat tubuh mungil itu menuju kamar, agar tak lelah. Vania menyembunyikan senyumnya dengan wajah bersembunyi di dada bidang Verrel, hingga pria itu merebahkan tubuh mungil itu dengan sangat hati-hati. Verrel menaruh ponselnya di atas nakas, di sisi tempat tidur, lalu mendekatkan diri kearah Vania, dan memeluk Vania sembari mengelur perut wanita yang tengah menahan cemburu. “ Ayoolah sayang, jangan ngambek lagi, kasihan anakku di dalam bingung mikirnya, ini kenapa mamaku doyan cemberut ya, padahal papaku sangat ramah dan suka tersenyum, nah gimana coba kamu jawabnya?” Ujar Verrel yang langsung berteriak karena tangan Vania telah mencubit perut Verrel karena meledeknya. “ Emangnya dia di dalem meratiin senyum? huh! dasar playboy, siapa emang yang nelpon kamu t
Perlahan Vania melepaskan tangan Verrel, dengan tersenyum dia berkata dan menatap Verrel dalam. “ Pergilah sayang, aku disini baik-baik saja, kalau aku bosan aku akan kembali ke mobil, sudah pergilah, jangan biarkan temanmu menunggu…” Jawab Vania bijak, hingga membuat verrel mengerutkan dahi, tak percaya dengan apa yang dia dengar malam ini. " Naah, tuh istrimu aja paham dia, yuklah Rel gak enak buat orang laen nunggu, dont worry, ini murni bisnis bro…” Ujar Sarah meyakinkan Verrel yang terlihat masih ragu, hingga Vania mendorong pria itu untuk menjauh darinya. Dengan jari tangan memerintahkan pergi. Verrel menghentikan langkahnya dan memandang Vania, lalu memandang sekitar. “ Kamu sebaiknya ikut saja, toh tidak ada yang terlalu penting di dalamnya…” Ujar Verrel kawatir dengan kesendirian Vania, perasaannya tidak t
Verrel melirik wajah calon istri tertunduk takut, membuatnya menghela nafas. " sayaang…kau tak perlu mengenalkan kami, kami sudah saling mengenal sebelumnya, dia ini sahabat SMA nya Sarah honey…” Bisik mesra Verrel sembari mempererat rangkulan tangannya. Sikap Verrel membuat Vania bernafas lega, setidaknya dia dapat membaca situasai bahwa Verrel tak mempermasalahkan hal ini. “ Ohh, ya. Bung Dendi kenal Vania dimana? maklum sebelumnya nama bung Dendi tidak pernah ada di percakapan kami…” Lanjut Dendi sembari menyunggingkan senyum menandakan kemenangan. Mendengar ucapan Verrel, tampak Dendi menatap tajam kearah Vania. “ Apa sebenarnya yang terjadi? benarkah kau telah menikah dengan pria ini? Van! lupakah kau? bahwa kau milikku, dan akan tet
Sebuah peluru melintas kearah mereka, dan syukurnya tak mengenai salah satu diantara mereka. Mereka saling pandang, dan Verrel refleks memeluk Vania. Hingga kemudian. Ddoorr!! Mendengar suara tembakan, membuat Dendi sedikit panik, di tambah melihat Verrel memeluk Vania yang mulai menggigil. Verrel menyadari sesuatu, hingga dia tak dapat berfikir panjang, menendang Dendi hingga Dendi tersungkur di atas rumput-rumput halaman luas depan gedung mewah itu, sebuah convention center yang biasa di gunakan untuk sebuah acara. Lalu Verrel memeluk Vania yang ketakutan dengan erat, Hingga... Ddoorr!! Ddoorr!! Dua tembakan tepat mengenai punggung Verrel dan kepala Verrel. Dengan adanya kedua tembakan terakhir Vania menjerit dan akhirnya terkulai lemah, lalu pingsan di pelukan
" Mengapa dia tak mengatakan langsung dok jika ada keperluan, lalu suara tembakan tadi malam? siapa yang tertembak, apa yang terjadi? Verrel bukan orang yang pergi diam-diam…” Tanya Vania lagi dan menatap tajam sang dokter yang masih tetap memasukkan jarum infus kembali ke tangan Vania. " Yang terpenting saat ini, nyonya Istirahat terlebih dahulu, setelah pulih baru nyonya bisa kembali kerumah, bukankah nyonya ingin segera menikmati indahnya taman anggrek? “ Tanya sang dokter sembari menjalankan kembali selang infus. “ Begitu besar rasa cinta tuan Verrel kepada nyonya, sehingga nyonya sebaiknya membalasnya dengan tidak mengecewakan kebahagiaan tuan Verrel, nyonta tidak boleh stress agar janinnya aman di dalam, bagaimana jika nyonya bersikeras memaksakan diri seperti tadi, trus tiba-tiba terjatuh dan terjadi sesuatu terhadap kandungan nyonya, apa yang t
Bathin Vania selalu bergejolak bertanya - tanya mengenai keberadaan Verrel, Sementara diri nya tak juga bisa mencari tahu dimana Verrel berada, Karena ia tak di perboleh kan untuk keluar dari rumah megah itu. Vania hanya boleh berada di dalam rumah, dan jika harus turun maka ia di dampingi oleh sang dokter yang ada disana. Mereka tak ingin membuat kesalahan seperti bagaiaman Verrel tertembak hingga belum sadar kan diri setelah seminggu mengalami Koma. Dia melangkahkan kaki menuju lemari, dan mencari petunjuk tentang keberadaan Verrel. Beginikah rasanya di tinggal lagi sayang-sayangnya? sesak dada terasa. *** Dokter bekerja meneliti setiap kemungkinan yang terjadi dengan Pimpinan nya dengan MRI maupun CT Scan yang memang ada di markas itu. Tampak mereka di sibukkan mencari referensi dari
Vania membaca dokumen itu dengan berurai air mata di pipinya, dia memegang tangan Verrel erat-erat, nyeri dadanya menyeruak. Lalu Vania meminta para dokter itu untuk meninggalkan ruangan tersebut dan tidak di perkenankan berada di luar kKamar ICU, Tapi para dokter itu di minta stanby jika terjadi sesuatu kepada Verrel. Sementara itu dka memperbolehkan Arjun Pradugo tetap berada di ruangan itu, karena Vania mengetahui jika Arjun yang mengenal Verrel dengan baik dalam hal apapun. " Jun…tolong ambilkan aku Air hangat dan Handuk kecil sekarang.." Ucap Vania menatap Arjun dengan tatapan memerintah, hingga membuat Arjun mengerutkan dahi sejenak, lalu dengan sigap Arjun hanya mengangguk dan meninggalkan ruangan itu, tak lama kemudian dia telah memasuki ruangan ICU markas mereka dengan satu ember air hangat di tangannya dan meletakkannya di hadapan Vania, lalu