Angela memeriksa lemari kecil di dekat kompor. Ada beras yang masih bagus di dalam ember penyimpanan. Bisa dan cukup untuk dimasak. Magic com tersedia juga, jadi mudah Angela untuk menyiapkan sarapan. "Nyonya rumah sedang masak apa ini?" tanya Antoni ketika masuk ke dapur. Ia menghampiri Angela yang sedang memasak tumisan telur orak-arik dicampur dengan kubis dan wortel. "Nyonya rumah?" Angela mendelik. "Nona Angela maksud saya." Antoni semakin mendekat. Ia terlihat menghirup wanginya aroma tumisan telur yang menguar. "Nah, begitu dong!" Angela mematikan kompor. "Cuma ini yang ada Tuan. Lumayanlah untuk mengisi perut.""Nona tidak usah repot, paling sebentar lagi Suheri membawakan kita sarapan," kata Antoni membuka pintu dapur lalu menggeliat. Terdengar tarikan napasnya menghirup sejuknya udara pagi. "Biar saya makan sendiri saja masakan ini. Telur orak-arik ini tidak enak kalau sudah dingin," kata Angela menghibur dirinya. Kalau tahu Suheri akan membawakan sarapan ia tidak perlu
Angela terus berjalan di antara rapatnya pohon teh yang pucuk mudanya belum dipanen. Dilihat dari cahaya alam yang hampir meredup, waktu di alam bunian ini sudah hampir mendekati senja. Namun, ia belum tahu harus menuju ke arah mana. Hanya diam di tempat Angela rasa bukan pilihan tepat. Ia memilih terus berjalan hingga sampai di depan sebuah gubuk beratap rumbia yang sudah tua. Di samping gubuk tersebut ada sepetak tanah berisi air yang sangat jernih. Namun, tidak terlihat ikan atau tumbuhan air di dalamnya. Angela hanya melihat. Ia menahan diri untuk tidak menyentuh benda-benda yang menjadi sumber kehidupan. Konon orang yang makan, minum atau membasuh tangan dengan air di alam bunian akan selamanya terkurung. Sebisa mungkin Angela tetap tersadar untuk menghindari pantangan tersebut. Karena hari semakin gelap, Angela naik ke lantai gubuk beralaskan kayu tipis yang disusun memanjang. Ada bercak-bercak lumpur kering membekas di permukaan lantai. Tampak seperti jejak kaki hewan beruku
"Mereka masih jauh di bawah sana. Sedang berkumpul dan merundingkan cara agar di hari ketiga pencarian Nyonya bisa ditemukan." Suara lelaki semalam terdengar dari belakang Angela. "Bisakah tidak memanggil saya, Nyonya?" Saya belum menikah. Pemilik perkebunan juga bukan suami saya," kata Angela menghela napas. "Aura Nona sudah menyerupai Nyonya pemilik tanah perkebunan di sana.""Entah itu akan terjadi atau tidak.""Kalian cenderung memiliki persamaan sikap dan sifat. Hanya saja dia lebih tenang dan penuh pertimbangan. Berbeda dengan Nona yang justru sering gegabah. Seperti ketika Nona masuk ke tempat ini. Terlalu mengikutkan keinginan." Dalam sekejap lelaki itu telah berpindah ke depan Angela. "Ini ambilah!" Ia menyodorkan sehelai daun kering berbentuk aneh. Bergerigi dan bentuknya tidak simetris."Untuk apa daun ini, Tuan?" tanya Angela. Ia tidak ingin menerima pemberian tersebut sebelum tahu alasannya. "Sebagai hadiah dari saya. Suatu saat akan berguna."Angela mengambilnya dari
Tidur satu jam dirasa cukup oleh Angela. Bantuan infus membuat tubuhnya terasa lebih kuat. Namun, rasa lapar tidak bisa dihilangkan. Olla yang memang menunggui Angela, sudah memanaskan martabak manis sesuai permintaan sahabatnya itu. Tanpa mengeluh apalagi protes, Angela memakan dengan lahap tiap gigitan salah satu makanan kesukaannya itu. Antoni hanya memandanginya dari ambang pintu. Tidak hanya ada martabak manis di meja, istri Suheri juga membuatkan sup iga sapi untuk memulihkan tenaga. Harum sup yang menguar mengundang selera untuk menikmatinya di udara dingin dataran tinggi seperti sekarang ini. "Tuan Antoni sekalian saja makan dengan Angela. Saya masih kenyang," kata Olla menoleh pada pria itu. "Nona Olla teman yang sangat pengertian." Wajah Antoni berubah semringah. Sepertinya sejak tadi ia ingin menggantikan posisi Olla menemani Angela.Angela mencubit lengan Olla yang dibalas dengan senyuman meringis oleh sahabatnya tersebut seraya melangkah santai ke luar kamar. Antoni
Karena itulah ketika Angela pulang, Pak Topan buru-buru mendatanginya. Menanyakan bagaimana perkembangan masalah yang dihadapi Angela.Beliau terkejut tatkala Angela menyampaikan kabar tentang kematian Miranda. "Kasihan anak itu. Semoga Tuhan memaafkannya," ujar Pak Topan menatap nanar ke luar pintu. Mungkin beliau teringat peristiwa lalu yang melibatkan anaknya. Sampai detik ini pun beliau belum bercerita tentang Adam pada Angela.Setelah berbincang sekadarnya, Pak Topan mohon diri. Pria itu sekali lagi berpesan agar Angela tetap berhati-hati walaupun Miranda sudah mati. "Saya pasti akan berhati-hati, Pak. Terima kasih karena Bapak sudah sangat peduli pada saya," ucap Angela seraya melangkah, mengantarkan Pak Topan sampai ke ambang pintu. Setelah Pak Topan pulang, Angela segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah Miranda. Olla dengan cekatan menyiapkan makan malam yang tadi dibeli. Ia juga membuatkan teh manis hangat untuk Angela supaya staminanya lebih cepat pulih kembali. Baru sa
"Semua ini gara-gara kamu, Angela!" seru Miranda marah. "Bukan! Bukan karena Angela!" Angela terkesiap. Ia mengangkat dagunya sedikit. Suara laki-laki yang baru saja membelanya masih terasa asing. "Kau sendiri yang memulainya. Awas! Jangan kau dekati Angela. Dia dalam penjagaanku!" Mungkin ini yang dimaksud Olla. Bahwa Gumawang akan melakukan tugasnya secara tidak terduga. "Mari kita bicara baik-baik, Nyonya. Saya tidak ingin mencari ribut. Demi Nyonya saya datang ke sini. Agar siapa pun yang membuat Nyonya jadi seperti ini akan mendapatkan balasannya," ujar Angela membuka komunikasi dengan Miranda dengan bahasa batinnya. "Kau tidur dengan Antoni?" tanya Miranda ketus. "Bukankah sudah saya jawab saat Nyonya menanyakan pertanyaan yang sama waktu itu. Sekarang pun jawabannya tetap sama. Selama Tuan Antoni masih terikat pernikahan dengan Nyonya saya tetap menjaga jarak," jelas Angela pada wanita yang kini berdiri di samping peti, di depan dirinya. "Aku tidak percaya. Kau pasti t
"Aku menduga, Lula adalah anak papaku juga. Sama seperti kau ini." Jari Miranda menunjuk ke depan muka Angela. "Entah dari perempuan mana. Penyelidikan belum selesai, dia sudah lebih dulu menjegal langkahku."Angela menarik napas panjang lalu perlahan mengembuskannya. Ia sama sekali tidak menduga bahwa Lula adalah juga saudaranya. "Anda yakin, Nyonya?" "Yakinlah! Kau tanya saja sama bapaknya si Adam yang sok jual mahal itu. Lula dan dia masih saudara. Aku juga mengetahuinya baru belakangan ini.""Pak Topan sok jual mahal?" Angela jadi ingin tahu cerita tentang cinta Adam dari sudut pandang Miranda."Aku sudah memohon-mohon padanya untuk membiarkan Adam menjadi suamiku. Biarlah semua aku yang mengatur agar Adam terlihat seperti lelaki dari kalangan yang papaku mau. Sampai aku rela memberikan mahkota diriku pada Adam. Tetapi tua bangka itu malah memaki keluargaku. Dia pikir siapa anaknya? CEO? Konglomerat? Sudah miskin lupa berkaca!""Tetapi ketika Nyonya mendatangi saya beberapa wakt
Permintaan untuk merias di hari yang sama dengan Nyonya Miranda terpaksa Angela tolak. Ia masih belum benar-benar fit. Setelah pulang, ia lebih banyak istirahat agar besok bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Banyak agenda yang harus dilakukan. Dua yang terpenting adalah bicara dengan Pak Topan dan mengecek isi amplop bersegel milik ibunya. Pagi-pagi sekali sebelum pukul 06.00, Pak Topan meminta Angela datang ke rumah duka. Satu jenazah perempuan muda dari rumah sakit sudah datang sejak dini hari tadi. Beliau datang langsung tanpa mengabarinya via WA. Pak Topan pergi lebih dulu karena Angela harus bersiap-siap. Bertemu di rumah duka Angela berusaha untuk bersikap seperti biasa. Nanti setelah pekerjaannya selesai barulah ia menanyakan pada pria itu tentang Lula. Ia sudah tidak sabar hubungan kekeluargaan apa yang menghubungkan mereka. "Baru dua bulan lalu dia melahirkan. Kasian anaknya jadi tidak punya ibu," terang seorang perempuan yang menunggu di depan ruang pemulasaran. Mungk