"Tuan!" Antoni meletakkan jarinya di depan bibir sambil.menggelang pelan. Ia memberikan isyarat agar Angela ikut bersamanya. Angela dibawa ke dalam kamar Antoni. Tidak terlihat kegelisahan di wajah pria itu. Ia seperti sudah tahu bahwa Pak Kardiman melakukan sesuatu di belakangnya. "Anggap saja Nona tidak melihat apa yang baru saja Nona lihat," kata Antoni tenang. Ia kemudian menggeser kursi dan meminta Angela duduk. "Saya sudah tahu semuanya. Langsung dari Pak Kardiman sendiri.""Maksud Tuan? Saya belum mengerti," tanya Angela bingung. "Begini…." Antoni duduk di pinggir ranjang tepat di hadapan Angela. "Pak Kardiman memang informan Miranda tetapi dia juga memberitahukan semua yang akan dilakukan Miranda pada saya. Pak Kardiman diperintahkan untuk melenyapkan Anda, Nona. Skenarionya nanti Nona benar-benar lenyap. Tidak ikut kami kembali ke kota," ungkap Antoni. "Apa saya tidak salah dengar, Tuan? Itu rencana tidak masuk di akal saya," tanya Angela heran."Tidak, Nona. Nanti saya
Angela memeriksa lemari kecil di dekat kompor. Ada beras yang masih bagus di dalam ember penyimpanan. Bisa dan cukup untuk dimasak. Magic com tersedia juga, jadi mudah Angela untuk menyiapkan sarapan. "Nyonya rumah sedang masak apa ini?" tanya Antoni ketika masuk ke dapur. Ia menghampiri Angela yang sedang memasak tumisan telur orak-arik dicampur dengan kubis dan wortel. "Nyonya rumah?" Angela mendelik. "Nona Angela maksud saya." Antoni semakin mendekat. Ia terlihat menghirup wanginya aroma tumisan telur yang menguar. "Nah, begitu dong!" Angela mematikan kompor. "Cuma ini yang ada Tuan. Lumayanlah untuk mengisi perut.""Nona tidak usah repot, paling sebentar lagi Suheri membawakan kita sarapan," kata Antoni membuka pintu dapur lalu menggeliat. Terdengar tarikan napasnya menghirup sejuknya udara pagi. "Biar saya makan sendiri saja masakan ini. Telur orak-arik ini tidak enak kalau sudah dingin," kata Angela menghibur dirinya. Kalau tahu Suheri akan membawakan sarapan ia tidak perlu
Angela terus berjalan di antara rapatnya pohon teh yang pucuk mudanya belum dipanen. Dilihat dari cahaya alam yang hampir meredup, waktu di alam bunian ini sudah hampir mendekati senja. Namun, ia belum tahu harus menuju ke arah mana. Hanya diam di tempat Angela rasa bukan pilihan tepat. Ia memilih terus berjalan hingga sampai di depan sebuah gubuk beratap rumbia yang sudah tua. Di samping gubuk tersebut ada sepetak tanah berisi air yang sangat jernih. Namun, tidak terlihat ikan atau tumbuhan air di dalamnya. Angela hanya melihat. Ia menahan diri untuk tidak menyentuh benda-benda yang menjadi sumber kehidupan. Konon orang yang makan, minum atau membasuh tangan dengan air di alam bunian akan selamanya terkurung. Sebisa mungkin Angela tetap tersadar untuk menghindari pantangan tersebut. Karena hari semakin gelap, Angela naik ke lantai gubuk beralaskan kayu tipis yang disusun memanjang. Ada bercak-bercak lumpur kering membekas di permukaan lantai. Tampak seperti jejak kaki hewan beruku
"Mereka masih jauh di bawah sana. Sedang berkumpul dan merundingkan cara agar di hari ketiga pencarian Nyonya bisa ditemukan." Suara lelaki semalam terdengar dari belakang Angela. "Bisakah tidak memanggil saya, Nyonya?" Saya belum menikah. Pemilik perkebunan juga bukan suami saya," kata Angela menghela napas. "Aura Nona sudah menyerupai Nyonya pemilik tanah perkebunan di sana.""Entah itu akan terjadi atau tidak.""Kalian cenderung memiliki persamaan sikap dan sifat. Hanya saja dia lebih tenang dan penuh pertimbangan. Berbeda dengan Nona yang justru sering gegabah. Seperti ketika Nona masuk ke tempat ini. Terlalu mengikutkan keinginan." Dalam sekejap lelaki itu telah berpindah ke depan Angela. "Ini ambilah!" Ia menyodorkan sehelai daun kering berbentuk aneh. Bergerigi dan bentuknya tidak simetris."Untuk apa daun ini, Tuan?" tanya Angela. Ia tidak ingin menerima pemberian tersebut sebelum tahu alasannya. "Sebagai hadiah dari saya. Suatu saat akan berguna."Angela mengambilnya dari
Tidur satu jam dirasa cukup oleh Angela. Bantuan infus membuat tubuhnya terasa lebih kuat. Namun, rasa lapar tidak bisa dihilangkan. Olla yang memang menunggui Angela, sudah memanaskan martabak manis sesuai permintaan sahabatnya itu. Tanpa mengeluh apalagi protes, Angela memakan dengan lahap tiap gigitan salah satu makanan kesukaannya itu. Antoni hanya memandanginya dari ambang pintu. Tidak hanya ada martabak manis di meja, istri Suheri juga membuatkan sup iga sapi untuk memulihkan tenaga. Harum sup yang menguar mengundang selera untuk menikmatinya di udara dingin dataran tinggi seperti sekarang ini. "Tuan Antoni sekalian saja makan dengan Angela. Saya masih kenyang," kata Olla menoleh pada pria itu. "Nona Olla teman yang sangat pengertian." Wajah Antoni berubah semringah. Sepertinya sejak tadi ia ingin menggantikan posisi Olla menemani Angela.Angela mencubit lengan Olla yang dibalas dengan senyuman meringis oleh sahabatnya tersebut seraya melangkah santai ke luar kamar. Antoni
Karena itulah ketika Angela pulang, Pak Topan buru-buru mendatanginya. Menanyakan bagaimana perkembangan masalah yang dihadapi Angela.Beliau terkejut tatkala Angela menyampaikan kabar tentang kematian Miranda. "Kasihan anak itu. Semoga Tuhan memaafkannya," ujar Pak Topan menatap nanar ke luar pintu. Mungkin beliau teringat peristiwa lalu yang melibatkan anaknya. Sampai detik ini pun beliau belum bercerita tentang Adam pada Angela.Setelah berbincang sekadarnya, Pak Topan mohon diri. Pria itu sekali lagi berpesan agar Angela tetap berhati-hati walaupun Miranda sudah mati. "Saya pasti akan berhati-hati, Pak. Terima kasih karena Bapak sudah sangat peduli pada saya," ucap Angela seraya melangkah, mengantarkan Pak Topan sampai ke ambang pintu. Setelah Pak Topan pulang, Angela segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah Miranda. Olla dengan cekatan menyiapkan makan malam yang tadi dibeli. Ia juga membuatkan teh manis hangat untuk Angela supaya staminanya lebih cepat pulih kembali. Baru sa
"Semua ini gara-gara kamu, Angela!" seru Miranda marah. "Bukan! Bukan karena Angela!" Angela terkesiap. Ia mengangkat dagunya sedikit. Suara laki-laki yang baru saja membelanya masih terasa asing. "Kau sendiri yang memulainya. Awas! Jangan kau dekati Angela. Dia dalam penjagaanku!" Mungkin ini yang dimaksud Olla. Bahwa Gumawang akan melakukan tugasnya secara tidak terduga. "Mari kita bicara baik-baik, Nyonya. Saya tidak ingin mencari ribut. Demi Nyonya saya datang ke sini. Agar siapa pun yang membuat Nyonya jadi seperti ini akan mendapatkan balasannya," ujar Angela membuka komunikasi dengan Miranda dengan bahasa batinnya. "Kau tidur dengan Antoni?" tanya Miranda ketus. "Bukankah sudah saya jawab saat Nyonya menanyakan pertanyaan yang sama waktu itu. Sekarang pun jawabannya tetap sama. Selama Tuan Antoni masih terikat pernikahan dengan Nyonya saya tetap menjaga jarak," jelas Angela pada wanita yang kini berdiri di samping peti, di depan dirinya. "Aku tidak percaya. Kau pasti t
"Aku menduga, Lula adalah anak papaku juga. Sama seperti kau ini." Jari Miranda menunjuk ke depan muka Angela. "Entah dari perempuan mana. Penyelidikan belum selesai, dia sudah lebih dulu menjegal langkahku."Angela menarik napas panjang lalu perlahan mengembuskannya. Ia sama sekali tidak menduga bahwa Lula adalah juga saudaranya. "Anda yakin, Nyonya?" "Yakinlah! Kau tanya saja sama bapaknya si Adam yang sok jual mahal itu. Lula dan dia masih saudara. Aku juga mengetahuinya baru belakangan ini.""Pak Topan sok jual mahal?" Angela jadi ingin tahu cerita tentang cinta Adam dari sudut pandang Miranda."Aku sudah memohon-mohon padanya untuk membiarkan Adam menjadi suamiku. Biarlah semua aku yang mengatur agar Adam terlihat seperti lelaki dari kalangan yang papaku mau. Sampai aku rela memberikan mahkota diriku pada Adam. Tetapi tua bangka itu malah memaki keluargaku. Dia pikir siapa anaknya? CEO? Konglomerat? Sudah miskin lupa berkaca!""Tetapi ketika Nyonya mendatangi saya beberapa wakt
"Kau di sini saja menemani Angela. Aku akan menelepon Pak Andreas. Semoga ada kabar baik juga dari Gumawang dan Dahlia," kata Olla seraya meninggalkan kamar tidurnya. Olla mondar-mandir di balkon. Matanya sesekali mengarah pada langit yang kelam. Bintang tidak satu pim terlihat menggantung di atap dunia yang gelap itu. Andreas belum juga meneleponnya setelah beberapa kali missed call. Hampir saja ia ketiduran di kursi ketika akhirnya Andreas menelepon. Kabar baik yang diharapkan benar-benar terdengar dari seberang telepon. "Nanti saja cerita panjangnya, Pak. Yang penting sudah pasti bahwa Tuan Antoni selamat. Kalau Angela sudah bangun saya akan membawanya ke rumah sakit," kata Olla. Ia menghela napas lega. Rasanya tidak sabar untuk menyampaikan kabar baik ini pada Angela dan Joana. "Jo, Tuan Antoni selamat. Ia ditemukan di pinggir sumur dengan keadaan lemas. Ajaibnya tidak banyak air masuk ke paru-parunya. Sekarang sudah berada di rumah sakit," ucap Olla pada Joana yang masih tergu
Angela memegangi lehernya sambil mengatur napas. Ia tidak memperhatikan makhluk itu maupun Antoni. Begitu ia mengangkat kepalanya mereka sudah tidak ada. "Kim! Kim!" Angela berteriak sekuat tenaga. Ia menyusul ke bibir sumur. Melihat ke dalam tetapi tanda-tanda keberadaan mereka tidak terlihat. Di sana masih mengambang mayat yang sama seperti yang dilihatnya bersama Antoni. Perasaan Angela hancur, ledakan tangisnya tidak bisa membawa Antoni kembali ke sisinya. Logikanya lenyap seketika. Tanpa berpikir panjang, ia menceburkan dirinya mengikuti Antoni ke dalam sumur. "Angela jangan gila!" Dahlia memegangi kedua pundak Angela lalu menariknya hingga terlempar membentur dinding. "Diam kau di situ! Kau kira kami tidak membantumu. Apa kau tahu, tidak mudah menembus ke ruangan ini." Dahlia berjongkok di depan Angela. "Jadi tolong jangan bertindak bodoh!"Angela menunduk. Air matanya luruh, menetes ke atas jerami yang berserakan. "Maafkan, aku. Aku tidak siap untuk keadaan ini, apalagi haru
"Misalnya?" Angela menggeser duduknya ke depan Antoni. "Hei," bisiknya, menyentuh pundak Angela dan sedikit menggeser tubuhnya semakin dekat. "Apa kau tahu, kau sama sekali tidak lemah. Ketika kau meludahi Steve, aku merasa sangat bangga padamu." Senyumnya merekah ketika ia menangkup pundak Angela. Mereka begitu dekat. Antoni menghirup wangi Angela dan rasanya seperti menenggak afrodisiak. la menggenggam Angela semakin erat. "Dan percayalah pendapatku sebagai laki-laki, kau selalu cantik dalam segala hal," tambahnya.Angela terbuai oleh ketulusan suara Antoni dan tatapannya yang bergairah. Beberapa detik lalu ia tidak berpikir untuk mencium Antoni, tetapi sekarang, mencium pria itu kelihatannya hal paling tepat. Ia ingin menghilangkan perasaan takut yang mengikatnya. Angela mengangkat tangan, menungkup wajah Antoni, tunggul janggutnya menggelenyarkan telapak tangan. Tatapan lelaki itu menjadi berhasrat. Angela berdebar-debar, memejam, dan merasakan bibir Antoni mendarat dengan panas
Mereka digiring masuk ke salah satu kandang kuda. Di dinding bagian belakang kandang tersebut terdapat pintu rahasia yang tersamarkan.Steve dan Alena tersenyum sinis ketika Angela dan Antoni dibawa masuk. Alena bahkan bertepuk tangan sambil mendekati keduanya. "Kau masuk ke dalam jebakanku Antoni Hakim. Aku tidak tahu kau ini terlalu polos atau terlalu bodoh," ejek Alena, dia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Antoni. Antoni tidak mengatakan apa pun, ia memalingkan wajahnya menghindari tatapan Alena yang dirasanya tidak penting. "Seharusnya kau cukup duduk manis menikmati semua uangmu tanpa repot-repot ikut campur urusanku," kata Alena menyentuh pipi Antoni dengan ujung jarinya. Steve Menda beranjak dari kursinya. Mendekati istrinya. "Mereka maunya seperti itu, biarkan saja. Berikan kesempatan untuk mereka berduaan sebelum napasnya hilang." "Rencanaku pun begitu. Tapi, apa kau tidak menginginkan perempuan ini?" Alena sedikit menunduk untuk mengintimidasi Angela dengan tatapanny
"Tidak ada apa-apa, kan, Win. Sepertinya kau ini berhalusinasi," kata Erik. Cahaya ponselnya bergerak ke kandang di mana Angela dan Antoni berada. Nasib baik lagi-lagi berpihak pada mereka. Erik hanya menyorot sekilas di bagian dinding saja. "Di sini juga tidak ada apa-apa. Mungkin benar aku hanya berhalusinasi efek tidak jadi minum-minum di bar." Edwin terkekeh. "Nah! Betul itu."Mereka kembali ke tempat semula. Berdiri mengawasi di belakang mobil Alena. "Hampir saja, An." Antoni menyingkirkan jerami yang menutupi tubuhnya."Tuhan menyelamatkan kita lagi dan semoga terus seperti itu," bisik Angela. Ia sangat berhati-hati agar kejadian tadi tidak terulang lagi. Antoni melihat ke layar ponselnya. "Jaringan masih ada walaupun hilang timbul. Aku harus mengirim pesan pada Andreas. Kalau misal terjadi hal buruk pada kita, dia tahu kemana harus mencari.""Kim pernah bilang sendiri, ucapkan yang baik-baik saja.""Berjaga-jaga untuk situasi terburuk juga perlu, An. Kalau kita benar-benar
"Sial! Tuan Steve kenapa mendadak begini mengabari kita. Tidak biasanya dia kesini di jam-jam segini.""Mungkin karena sedang hujan, cakung, Win. Cuaca mendukung." Mereka berdua tertawa. "Setidaknya kita masih bisa menghabiskan rokok di sini sampai hajat Tuan Steve selesai."Dari pembicaraan keduanya, sangat tidak mungkin menyalakan senter untuk penunjuk jalan. Sedikit saja cahaya bergerak dan terlihat oleh mereka sama saja dengan bunuh diri. "Kita harus berjalan dalam gelap, Kim.""Terpaksa harus begitu. Kita pelan-pelan saja. Walaupun tidak bisa melihat dalam gelap, setidaknya kita tahu arahnya.""Sebelum Gumawang pergi tadi, ia sempat memperlihatkan dalam terang keadaan di dalam istal ini. Ia memintaku untuk menghafalkannya.""Kau masih bisa mengingatnya dengan jelas, An?""Tentu. Sekarang giliranku menggandeng tangan, Kim," kata Angela dengan suara pelan. Sejak tadi mereka sangat menjaga volume suara agar tidak terdengar oleh kedua pria yang sedang merokok agak jauh dari posisi m
"Air berhubungan dengan Wuri. Membuang begitu saja di dalam sumur juga mudah. Tidak perlu menggali tanah.""Wuri?" Dahi Antoni berkerut. "Aku belum pernah mendengar namanya. Dia siapa?""Aku pikir kau sudah tahu semuanya tentang Alena dan Delta Kencana, ternyata belum. Wuri adalah makhluk siluman yang menjadi penjaga keberlangsungan perusahaan. Karena itulah mereka selalu mendapatkan mega proyek dengan posisi terkuat. Perkembangan mereka pun pesat. Tapi, di balik itu semua, banyak korban berjatuhan.""Diberikan kepada si Wuri itu?"Angela memejam sesaat. "Tentu iya. Bukan hanya perempuan-perempuan yang bekerja di Delta Kencana saja, bayi hasil aborsi juga sangat disukai makhluk siluman itu. Alena sampai harus membeli secara khusus dari sebuah klinik aborsi yang berkedok klinik bersalin.""Mereka sudah kehilangan akal sehat, An," sebut Antoni sambil menutup pintu lemari. "Diam di situ, Kim." Angela membuat gerakan mendadak, menutup semua akses ke dalam kamar. "Kenapa kau tutup semua?
"Ini bukan jalan menuju ruang rahasia, Kim. Tapi tempat pembuangan mayat," kata Angela melangkah mundur ke tempatnya semula. "Atau mungkin inilah ruang rahasia itu," ujar Antoni seraya memberikan ponsel kepada Angela. "Kau terlihat tidak terganggu dengan bau dari dalam sumur. Padahal aromanya luar biasa busuk.""Gumawang menghilangkan dengung dan kemampuanku membaui untuk sementara waktu. Ponsel ini untuk apa?""Fotokan sumur itu. Usahakan mayat di dalamnya terlihat jelas. Bila perlu buat video biar buktinya semakin kuat." Angela mengangguk lalu berjongkok di bibir sumur yang tidak berpenghalang. Sedikit saja keseimbangannya hilang, bisa dipastikan ia masuk juga ke dalam sana. Beberapa foto dan video sudah Angela buat. Hasilnya ia kirimkan juga melalui surel ke alamat emailnya. Baik yang sudah biasa digunakan maupun yang rahasia. Berjaga-jaga dari kemungkinan buruk agar apa yang sudah dilakukan malam ini tidak sia-sia. Antoni menutup kembali sumur yang berdiameter sekitar satu met
Angela menarik napas kaget ketika ia merasakan sesuatu seperti udara menerpa keras wajahnya hingga perut tiba-tiba terasa tegang. Langkahnya pun terhenti. "Ada apa, An?" Antoni menyorot wajah Angela dengan senter. "Entahlah. Aku tidak bisa melihatnya. Hanya keras seperti tamparan. Sakitnya masih terasa. Tempat ini pasti sangat angker, Kim. Kita saja yang tidak bisa melihat keberadaan makhluk tak kasat mata yang berkeliaran. "Tenanglah! Kita hanya perlu menemukan tempat itu, saja. Mendapatkan bukti lalu pergi." Antoni mencoba memberi semangat dan penguatan. Angela menghela napas berulang sebelum ia melanjutkan langkah bersama Antoni. Cahaya senter Antoni terus bergerak seiring pergerakan keduanya. Di ujung lorong mereka menemukan pintu yang tertutup rapat. Posisinya tepat di belakang deretan kandang kuda. "Kim! Rasanya kepalaku mau pecah!" Angela berteriak sambil meremas kuat tangan Antoni. "Artinya memang di sinilah tempatnya. Please! Bertahanlah, Sayang," Antoni membawa Angela