Permintaan untuk merias di hari yang sama dengan Nyonya Miranda terpaksa Angela tolak. Ia masih belum benar-benar fit. Setelah pulang, ia lebih banyak istirahat agar besok bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Banyak agenda yang harus dilakukan. Dua yang terpenting adalah bicara dengan Pak Topan dan mengecek isi amplop bersegel milik ibunya. Pagi-pagi sekali sebelum pukul 06.00, Pak Topan meminta Angela datang ke rumah duka. Satu jenazah perempuan muda dari rumah sakit sudah datang sejak dini hari tadi. Beliau datang langsung tanpa mengabarinya via WA. Pak Topan pergi lebih dulu karena Angela harus bersiap-siap. Bertemu di rumah duka Angela berusaha untuk bersikap seperti biasa. Nanti setelah pekerjaannya selesai barulah ia menanyakan pada pria itu tentang Lula. Ia sudah tidak sabar hubungan kekeluargaan apa yang menghubungkan mereka. "Baru dua bulan lalu dia melahirkan. Kasian anaknya jadi tidak punya ibu," terang seorang perempuan yang menunggu di depan ruang pemulasaran. Mungk
"Kenapa Tuhan tidak adil padaku, Kak?""Pertanyaan yang kadang masih sering kutanyakan pada juga pada Tuhan. Tapi itu bukan ranah kita sebagai manusia untuk menjawabnya.""Aku masih ingin sekolah, bertemu teman-teman. Ada satu teman laki-laki yang kusuka. Sudah lama aku menyukainya. Wajah manisnya, sepasang lesung pipi dan senyum menawannya tidak pernah bisa aku lupakan." Mata Cha terlihat berbinar-binar. "Aku ingin sekali bertemu dia."Angela tersenyum. "Kau ingin bertemu dia?""Bisakah?" Senyumnya mengembang lebar. "Aku sangat ingin bertemu dia, sekali saja. Setidaknya aku punya kesempatan untuk mengenang sesuatu yang membahagiakan.""Bagaimana dengan ibumu, Cha? Kau tidak ingin bertemu dengannya?" Raut wajah Cha berubah. Ia menggeleng. "Sampai kapanpun, aku tidak mau melihat Ibu lagi. Bagiku dia sudah mati!" Suaranya bergetar hebat. Sakit hatinya mungkin tak bisa lagi terobati. "Baiklah. Aku tidak akan memaksa. Kau punya hak menentukan sendiri apa yang kau mau."Angela tidak mau
"Duduklah!" "Jadi benar Lula masih kerabat Bapak?" tanya Angela sambil menarik mundur kursi di depan meja Pak Topan. Ia kemudian duduk dengan khidmat dan siap mendengarkan."Benar. Kalau dirunut, Lula terhitung masih keponakan dari mendiang istri. Kemarin Lula memang menelepon Bapak. Mengabarkan kalau Miranda meninggal dunia. Dia juga mewanti-wanti agar tidak bicara apa pun denganmu tentang kehidupan pribadinya. Jujur, Bapak tidak begitu banyak tahu. Dia bekerja untuk Miranda pun baru beberapa bulan ini Bapak tahu.""Pertanyaan saya cuma satu saja, Pak. Apa benar Lula itu anak Tuan Gerald?"Pak Topan tampak ragu untuk menjawab. "Saya menunggu jawaban Bapak," kata Angela. Ia berharap Pak Topan mau berkata jujur."Iya. Tapi Bapak tidak tahu persis apakah ibunya Lula menikah dengan papanya Miranda atau tidak. Laki-laki itu memang senang bergonta-ganti perempuan sesukanya. Hal itu juga yang menjadi alasan Bapak tidak setuju Miranda menjadi menantu.""Menantu? Miranda pernah punya hubung
….Ibu tidak menyangka setelah kejadian itu, ibu hamil. Gerald sangat senang. Dia meminta ibu bercerai dengan ayahmu. Tapi ibu tidak mau. Hingga akhirnya ayahmu tahu bahwa ibu sedang hamil. Sejak itulah dia menjadi laki-laki yang gemar berjudi dan main perempuan. Mungkin untuk melampiaskan rasa kecewanya.Kami akhirnya bercerai. Atas kesepakatan bersama, Rania ikut ayahnya dan kau ikut ibu. Untuk memenuhi semua kebutuhan hidup, ibu bekerja apa saja. Tetapi Gerald selalu menghalangi. Di mana pun ibu bekerja dia tahu. Akhirnya ibu menyerah dan menerima bantuan Gerald. Setiap bulan dia memberikan sejumlah uang. Rumah yang kita tempati adalah pemberiannya. Sekolahmu, kuliahmu semua uang Gerald. Dia pun berjanji akan menyerahkan sebagian hartanya padamu kelak, An.Angela beralih ke lembar terakhir. Di sana tertulis tempat ibu Angela dan Tuan Gerald bertemu sebelum kejadian rudapaksa tersebut. Di sebuah hotel yang cukup ternama milik keluarga Kunz pada acara reuni sekolah mereka. Ibu Angela
"Semua berkat dirimu, Awang," bisik Angela pada lelaki tak kasatmata yang telah memberitahunya bahwa Lula kemungkinan akan mengirimkan orang untuk membuntutinya. "Cepatlah kembali sebelum ketiga pria itu menyadari kalau Nona sudah menipu mereka." Terdengar suara Gumawang tetapi tidak terlihat wujudnya di mana. Angela melangkah cepat meninggalkan taman. Sesekali ia menoleh ke belakang untuk memastikan ketiga pria tersebut tidak mengikutinya. Ia mengambil motornya dan bergegas meninggalkan lokasi. Gumawang mengatakan agar Angela pulang saja ke rumah. Jangan dulu menerima permintaan merias karena situasinya sedang tidak aman. Tiba di rumah Pak Topan menelepon, ada surat dari kantor pengacara Handi dan rekan. "Badan saya rasa meriang, Pak. Sekarang ada di rumah. Saya minta tolong nanti Bapak antar ke rumah. Maaf sebelumnya, kalau bisa malam saja, ya, Pak. Saya mau istirahat dulu." Angela beralasan. "Iya, An. Sebelum ke sana nanti Bapak telpon dulu. Takutnya kamu masih tidur.""Baik
"Jadi laki-laki itu harus mementingkan perempuan yang dicintainya. Walau dalam kondisi apa pun harus memberikan perhatian." Wajah Gumawang terlihat kesal. "Seperti yang sedang kamu lakukan sekarang ini, begitu?" goda Angela menahan senyumnya. "Perempuan, kan, suka diperhatikan. Kok kamu tidak.""Aku juga suka diperhatikan pasangan. Tapi tidak berlebihan juga. Mau ke sini nelpon, ke sana nelpon, mana sempat aku. Yang penting itu saling menjaga komitmen. Itu saja."Gumawang manggut-manggut. "Aku akan memastikan sendiri sedang apa Antoni." "Hei! Tuh, kan! Seneng bener ngilang gitu aja kek hantu. Eh, tapi dia memang sejenis hantu, ya." Angela tertawa sendiri. Gumawang berlebihan dengan berpikir demikian. Atau dia punya maksud lain yang Angela belum tahu.Sembari menunggu Pak Topan, Angela mencoba menghubungi Antoni. Ponselnya aktif tetapi tidak mengangkat saat ditelepon. Dikirimi pesan pun tidak dibaca. Namun, tidak lama Kardiman mengirim pesan. Ia mengatakan bahwa ponsel Antoni ada pa
"Harus berapa kali ayah minta maaf agar kau mau memaafkan. Apa ayah harus mencium kakimu?!" Pak Topan mulai tersulut amarahnya. "Sabar, Pak. Bang Adam tadi bilang sudah memaafkan Bapak. Bang Adam meluapkan perasaannya yang selama ini hanya ia pendam. Tolonglah baik Bapak maupun Bang Adam saling membuka hati seluas-luasnya." Angela buru-buru menyela pembicaraan mereka yang mulai tidak kondusif. "Begitulah ayahku, An. Pada orang lain bisa bersikap baik dan santun tapi ke anak-anaknya cenderung memaksakan kehendak dan tidak mau mendengarkan. Tipikal orang tua yang menganggap dirinya selalu benar." "Kau!" Pak Topan berdiri menunjuk Adam. "Sabar, Pak, sabar …." Angela berusaha menenangkan."Apa kita akhiri saja, An?" Gumawang terlihat sudah tidak sabar. Matanya dari tadi terus terarah pada Pak Topan. Angela menggeleng pelan. "Jangan dulu," ujarnya tanpa bersuara. "Bang Adam sudah mengatakan semuanya, apa sekarang Bapak ingin mengatakan sesuatu juga? Biar sama-sama lega.""Ayah kecewa
"Perempuan itu benar-benar sudah gila. Ilmunya juga gila-gilaan. Guru spiritualnya pasti bukan orang biasa. Dia berencana merasuki raga Pak Topan dan menggunakannya untuk membunuhmu. Mereka sudah melakukan perjanjian kerjasama. Lula sudah membayar dengan jumlah yang cukup besar. Tapi Pak Topan berubah pikiran setelah kau mempertemukan dia dan Adam. Aku sengaja menghalaunya untuk menyatu denganku supaya bisa kubaca apa yang ada di pikirannya dan tidak mudah juga ternyata," terang Gumawang mengatur napasnya. "Apa tidak bisa kau bawa saja dia ke gunung sana?" Angela nyengir kuda. "Kalau dia cantik dan baik seperti kau, mau aku." Ia melirik Angela yang sedang membuka amplop."Akunya yang gak mau," ujar Angela membuka lipatan kertas seraya mendekat ke arah Gumawang. "Apa isinya?" "Membaca pikiran orang saja bisa, masa baca isi kertas ini masih nanya." Angela menahan tawanya. "Apa hayo?" Ia mendekatkan wajahnya pada Gumawang. "Undangan untuk datang ke rumah keluarga Kunz, iya, kan?""K
"Kau di sini saja menemani Angela. Aku akan menelepon Pak Andreas. Semoga ada kabar baik juga dari Gumawang dan Dahlia," kata Olla seraya meninggalkan kamar tidurnya. Olla mondar-mandir di balkon. Matanya sesekali mengarah pada langit yang kelam. Bintang tidak satu pim terlihat menggantung di atap dunia yang gelap itu. Andreas belum juga meneleponnya setelah beberapa kali missed call. Hampir saja ia ketiduran di kursi ketika akhirnya Andreas menelepon. Kabar baik yang diharapkan benar-benar terdengar dari seberang telepon. "Nanti saja cerita panjangnya, Pak. Yang penting sudah pasti bahwa Tuan Antoni selamat. Kalau Angela sudah bangun saya akan membawanya ke rumah sakit," kata Olla. Ia menghela napas lega. Rasanya tidak sabar untuk menyampaikan kabar baik ini pada Angela dan Joana. "Jo, Tuan Antoni selamat. Ia ditemukan di pinggir sumur dengan keadaan lemas. Ajaibnya tidak banyak air masuk ke paru-parunya. Sekarang sudah berada di rumah sakit," ucap Olla pada Joana yang masih tergu
Angela memegangi lehernya sambil mengatur napas. Ia tidak memperhatikan makhluk itu maupun Antoni. Begitu ia mengangkat kepalanya mereka sudah tidak ada. "Kim! Kim!" Angela berteriak sekuat tenaga. Ia menyusul ke bibir sumur. Melihat ke dalam tetapi tanda-tanda keberadaan mereka tidak terlihat. Di sana masih mengambang mayat yang sama seperti yang dilihatnya bersama Antoni. Perasaan Angela hancur, ledakan tangisnya tidak bisa membawa Antoni kembali ke sisinya. Logikanya lenyap seketika. Tanpa berpikir panjang, ia menceburkan dirinya mengikuti Antoni ke dalam sumur. "Angela jangan gila!" Dahlia memegangi kedua pundak Angela lalu menariknya hingga terlempar membentur dinding. "Diam kau di situ! Kau kira kami tidak membantumu. Apa kau tahu, tidak mudah menembus ke ruangan ini." Dahlia berjongkok di depan Angela. "Jadi tolong jangan bertindak bodoh!"Angela menunduk. Air matanya luruh, menetes ke atas jerami yang berserakan. "Maafkan, aku. Aku tidak siap untuk keadaan ini, apalagi haru
"Misalnya?" Angela menggeser duduknya ke depan Antoni. "Hei," bisiknya, menyentuh pundak Angela dan sedikit menggeser tubuhnya semakin dekat. "Apa kau tahu, kau sama sekali tidak lemah. Ketika kau meludahi Steve, aku merasa sangat bangga padamu." Senyumnya merekah ketika ia menangkup pundak Angela. Mereka begitu dekat. Antoni menghirup wangi Angela dan rasanya seperti menenggak afrodisiak. la menggenggam Angela semakin erat. "Dan percayalah pendapatku sebagai laki-laki, kau selalu cantik dalam segala hal," tambahnya.Angela terbuai oleh ketulusan suara Antoni dan tatapannya yang bergairah. Beberapa detik lalu ia tidak berpikir untuk mencium Antoni, tetapi sekarang, mencium pria itu kelihatannya hal paling tepat. Ia ingin menghilangkan perasaan takut yang mengikatnya. Angela mengangkat tangan, menungkup wajah Antoni, tunggul janggutnya menggelenyarkan telapak tangan. Tatapan lelaki itu menjadi berhasrat. Angela berdebar-debar, memejam, dan merasakan bibir Antoni mendarat dengan panas
Mereka digiring masuk ke salah satu kandang kuda. Di dinding bagian belakang kandang tersebut terdapat pintu rahasia yang tersamarkan.Steve dan Alena tersenyum sinis ketika Angela dan Antoni dibawa masuk. Alena bahkan bertepuk tangan sambil mendekati keduanya. "Kau masuk ke dalam jebakanku Antoni Hakim. Aku tidak tahu kau ini terlalu polos atau terlalu bodoh," ejek Alena, dia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Antoni. Antoni tidak mengatakan apa pun, ia memalingkan wajahnya menghindari tatapan Alena yang dirasanya tidak penting. "Seharusnya kau cukup duduk manis menikmati semua uangmu tanpa repot-repot ikut campur urusanku," kata Alena menyentuh pipi Antoni dengan ujung jarinya. Steve Menda beranjak dari kursinya. Mendekati istrinya. "Mereka maunya seperti itu, biarkan saja. Berikan kesempatan untuk mereka berduaan sebelum napasnya hilang." "Rencanaku pun begitu. Tapi, apa kau tidak menginginkan perempuan ini?" Alena sedikit menunduk untuk mengintimidasi Angela dengan tatapanny
"Tidak ada apa-apa, kan, Win. Sepertinya kau ini berhalusinasi," kata Erik. Cahaya ponselnya bergerak ke kandang di mana Angela dan Antoni berada. Nasib baik lagi-lagi berpihak pada mereka. Erik hanya menyorot sekilas di bagian dinding saja. "Di sini juga tidak ada apa-apa. Mungkin benar aku hanya berhalusinasi efek tidak jadi minum-minum di bar." Edwin terkekeh. "Nah! Betul itu."Mereka kembali ke tempat semula. Berdiri mengawasi di belakang mobil Alena. "Hampir saja, An." Antoni menyingkirkan jerami yang menutupi tubuhnya."Tuhan menyelamatkan kita lagi dan semoga terus seperti itu," bisik Angela. Ia sangat berhati-hati agar kejadian tadi tidak terulang lagi. Antoni melihat ke layar ponselnya. "Jaringan masih ada walaupun hilang timbul. Aku harus mengirim pesan pada Andreas. Kalau misal terjadi hal buruk pada kita, dia tahu kemana harus mencari.""Kim pernah bilang sendiri, ucapkan yang baik-baik saja.""Berjaga-jaga untuk situasi terburuk juga perlu, An. Kalau kita benar-benar
"Sial! Tuan Steve kenapa mendadak begini mengabari kita. Tidak biasanya dia kesini di jam-jam segini.""Mungkin karena sedang hujan, cakung, Win. Cuaca mendukung." Mereka berdua tertawa. "Setidaknya kita masih bisa menghabiskan rokok di sini sampai hajat Tuan Steve selesai."Dari pembicaraan keduanya, sangat tidak mungkin menyalakan senter untuk penunjuk jalan. Sedikit saja cahaya bergerak dan terlihat oleh mereka sama saja dengan bunuh diri. "Kita harus berjalan dalam gelap, Kim.""Terpaksa harus begitu. Kita pelan-pelan saja. Walaupun tidak bisa melihat dalam gelap, setidaknya kita tahu arahnya.""Sebelum Gumawang pergi tadi, ia sempat memperlihatkan dalam terang keadaan di dalam istal ini. Ia memintaku untuk menghafalkannya.""Kau masih bisa mengingatnya dengan jelas, An?""Tentu. Sekarang giliranku menggandeng tangan, Kim," kata Angela dengan suara pelan. Sejak tadi mereka sangat menjaga volume suara agar tidak terdengar oleh kedua pria yang sedang merokok agak jauh dari posisi m
"Air berhubungan dengan Wuri. Membuang begitu saja di dalam sumur juga mudah. Tidak perlu menggali tanah.""Wuri?" Dahi Antoni berkerut. "Aku belum pernah mendengar namanya. Dia siapa?""Aku pikir kau sudah tahu semuanya tentang Alena dan Delta Kencana, ternyata belum. Wuri adalah makhluk siluman yang menjadi penjaga keberlangsungan perusahaan. Karena itulah mereka selalu mendapatkan mega proyek dengan posisi terkuat. Perkembangan mereka pun pesat. Tapi, di balik itu semua, banyak korban berjatuhan.""Diberikan kepada si Wuri itu?"Angela memejam sesaat. "Tentu iya. Bukan hanya perempuan-perempuan yang bekerja di Delta Kencana saja, bayi hasil aborsi juga sangat disukai makhluk siluman itu. Alena sampai harus membeli secara khusus dari sebuah klinik aborsi yang berkedok klinik bersalin.""Mereka sudah kehilangan akal sehat, An," sebut Antoni sambil menutup pintu lemari. "Diam di situ, Kim." Angela membuat gerakan mendadak, menutup semua akses ke dalam kamar. "Kenapa kau tutup semua?
"Ini bukan jalan menuju ruang rahasia, Kim. Tapi tempat pembuangan mayat," kata Angela melangkah mundur ke tempatnya semula. "Atau mungkin inilah ruang rahasia itu," ujar Antoni seraya memberikan ponsel kepada Angela. "Kau terlihat tidak terganggu dengan bau dari dalam sumur. Padahal aromanya luar biasa busuk.""Gumawang menghilangkan dengung dan kemampuanku membaui untuk sementara waktu. Ponsel ini untuk apa?""Fotokan sumur itu. Usahakan mayat di dalamnya terlihat jelas. Bila perlu buat video biar buktinya semakin kuat." Angela mengangguk lalu berjongkok di bibir sumur yang tidak berpenghalang. Sedikit saja keseimbangannya hilang, bisa dipastikan ia masuk juga ke dalam sana. Beberapa foto dan video sudah Angela buat. Hasilnya ia kirimkan juga melalui surel ke alamat emailnya. Baik yang sudah biasa digunakan maupun yang rahasia. Berjaga-jaga dari kemungkinan buruk agar apa yang sudah dilakukan malam ini tidak sia-sia. Antoni menutup kembali sumur yang berdiameter sekitar satu met
Angela menarik napas kaget ketika ia merasakan sesuatu seperti udara menerpa keras wajahnya hingga perut tiba-tiba terasa tegang. Langkahnya pun terhenti. "Ada apa, An?" Antoni menyorot wajah Angela dengan senter. "Entahlah. Aku tidak bisa melihatnya. Hanya keras seperti tamparan. Sakitnya masih terasa. Tempat ini pasti sangat angker, Kim. Kita saja yang tidak bisa melihat keberadaan makhluk tak kasat mata yang berkeliaran. "Tenanglah! Kita hanya perlu menemukan tempat itu, saja. Mendapatkan bukti lalu pergi." Antoni mencoba memberi semangat dan penguatan. Angela menghela napas berulang sebelum ia melanjutkan langkah bersama Antoni. Cahaya senter Antoni terus bergerak seiring pergerakan keduanya. Di ujung lorong mereka menemukan pintu yang tertutup rapat. Posisinya tepat di belakang deretan kandang kuda. "Kim! Rasanya kepalaku mau pecah!" Angela berteriak sambil meremas kuat tangan Antoni. "Artinya memang di sinilah tempatnya. Please! Bertahanlah, Sayang," Antoni membawa Angela