"Jadi laki-laki itu harus mementingkan perempuan yang dicintainya. Walau dalam kondisi apa pun harus memberikan perhatian." Wajah Gumawang terlihat kesal. "Seperti yang sedang kamu lakukan sekarang ini, begitu?" goda Angela menahan senyumnya. "Perempuan, kan, suka diperhatikan. Kok kamu tidak.""Aku juga suka diperhatikan pasangan. Tapi tidak berlebihan juga. Mau ke sini nelpon, ke sana nelpon, mana sempat aku. Yang penting itu saling menjaga komitmen. Itu saja."Gumawang manggut-manggut. "Aku akan memastikan sendiri sedang apa Antoni." "Hei! Tuh, kan! Seneng bener ngilang gitu aja kek hantu. Eh, tapi dia memang sejenis hantu, ya." Angela tertawa sendiri. Gumawang berlebihan dengan berpikir demikian. Atau dia punya maksud lain yang Angela belum tahu.Sembari menunggu Pak Topan, Angela mencoba menghubungi Antoni. Ponselnya aktif tetapi tidak mengangkat saat ditelepon. Dikirimi pesan pun tidak dibaca. Namun, tidak lama Kardiman mengirim pesan. Ia mengatakan bahwa ponsel Antoni ada pa
"Harus berapa kali ayah minta maaf agar kau mau memaafkan. Apa ayah harus mencium kakimu?!" Pak Topan mulai tersulut amarahnya. "Sabar, Pak. Bang Adam tadi bilang sudah memaafkan Bapak. Bang Adam meluapkan perasaannya yang selama ini hanya ia pendam. Tolonglah baik Bapak maupun Bang Adam saling membuka hati seluas-luasnya." Angela buru-buru menyela pembicaraan mereka yang mulai tidak kondusif. "Begitulah ayahku, An. Pada orang lain bisa bersikap baik dan santun tapi ke anak-anaknya cenderung memaksakan kehendak dan tidak mau mendengarkan. Tipikal orang tua yang menganggap dirinya selalu benar." "Kau!" Pak Topan berdiri menunjuk Adam. "Sabar, Pak, sabar …." Angela berusaha menenangkan."Apa kita akhiri saja, An?" Gumawang terlihat sudah tidak sabar. Matanya dari tadi terus terarah pada Pak Topan. Angela menggeleng pelan. "Jangan dulu," ujarnya tanpa bersuara. "Bang Adam sudah mengatakan semuanya, apa sekarang Bapak ingin mengatakan sesuatu juga? Biar sama-sama lega.""Ayah kecewa
"Perempuan itu benar-benar sudah gila. Ilmunya juga gila-gilaan. Guru spiritualnya pasti bukan orang biasa. Dia berencana merasuki raga Pak Topan dan menggunakannya untuk membunuhmu. Mereka sudah melakukan perjanjian kerjasama. Lula sudah membayar dengan jumlah yang cukup besar. Tapi Pak Topan berubah pikiran setelah kau mempertemukan dia dan Adam. Aku sengaja menghalaunya untuk menyatu denganku supaya bisa kubaca apa yang ada di pikirannya dan tidak mudah juga ternyata," terang Gumawang mengatur napasnya. "Apa tidak bisa kau bawa saja dia ke gunung sana?" Angela nyengir kuda. "Kalau dia cantik dan baik seperti kau, mau aku." Ia melirik Angela yang sedang membuka amplop."Akunya yang gak mau," ujar Angela membuka lipatan kertas seraya mendekat ke arah Gumawang. "Apa isinya?" "Membaca pikiran orang saja bisa, masa baca isi kertas ini masih nanya." Angela menahan tawanya. "Apa hayo?" Ia mendekatkan wajahnya pada Gumawang. "Undangan untuk datang ke rumah keluarga Kunz, iya, kan?""K
Seorang perempuan muda menghampiri Angela dan memintanya untuk berpindah ke ruangan lain. Ia pun mengekor perempuan tersebut. Ponsel ia simpan di dalam tasnya. Sebagai perias jenazah, Angela sebenarnya sangat bisa memoles wajahnya sendiri. Terlebih awal ia terjun ke dunia rias jenazah karena kemampuannya memainkan warna di wajah sejak remaja. Gelar beauty blogger yang sempat disandangnya, kini sudah ia tinggalkan dan memilih jalan lain yang dianggapnya lebih nyaman. Dari banyak pengalaman berinteraksi dengan orang mati, satu poin utama yang paling penting, selama napas masih memenuhi paru-paru, berbuat baiklah sebanyak yang kita bisa. Karena kematian jaraknya hanya sejauh bayangan. Pada profesinya yang sekarang, Angela ingin menanam lebih banyak kebaikan karena buah-buah kebajikan selalu terasa manis. Seperti wajah yang terlihat di cermin saat ini, manis, lembut dan menawan. Setidaknya itulah kata-kata yang keluar dari mulut Antoni Hakim saat melihat Angela merapikan sackdress seba
Langkah Angela terhenti oleh rasa kagetnya. "Bukankah tadi Tuan mengatakan ingin menunjukkan sesuatu yang belum pernah dilihat oleh perempuan lain?" "Saya mengajak Nona ke rumah ini hanya untuk sekedar berkeliling. Tuan Gerald ada memberikan sepetak tanah yang cukup besar untuk saya tepat di belakang sana. Tempat itu yang saya maksud sebelumnya." Antoni menjelaskan. "Jadi Tuan tahu apa saja yang akan diberikan oleh mendiang Tuan Gerald pada saya?" tanya Angela masih belum bergerak dari tempatnya berdiri. "Ya. Saya adalah salah satu saksi yang ditunjuk Tuan Gerald saat membuat surat wasiat yang akan dibacakan hari ini.""Selain rumah ini, apa masih ada yang lain?""Ada. Aset keluarga Tuan Gerald banyak. Nona mendapatkan rumah ini, tanah perkebunan dan sejumlah uang yang cukup besar. Nanti saat pembacaan wasiat Nona akan tahu nilainya.""Tapi saya tidak suka rumah ini, Tuan."Alis Antoni bertaut. "Kenapa?""Sangat besar untuk saya." Angela kemudian mendekatkan mulutnya ke telinga Ant
Perasaan Angela campur aduk. Walaupun bila benar ini sekadar sandiwara, melihat orang yang dicintainya bergandengan tangan dan saling beradu pandang di depan matanya, tetap saja menjadi sebuah situasi yang tidak menyenangkan."Mari kita bersenang-senang, Mbak Angela. Ah! Aku benci menyebutmu Mbak. Terdengar seperti sebuah penegasan kalau kau itu kakak perempuanku. Najis!" Lula meludah di depan Angela. "Kau pikir aku suka menjadi saudaramu? Najis!" Angela melakukan hal yang sama. "Berkatalah sesukamu selagi masih bisa," kata Lula dengan senyum yang terangkat sedikit di ujung sebelah bibirnya. "Mari Nona! Ikuti kami. Tidak perlu melawan atau mencoba melarikan diri. Akan sia-sia saja. Percuma." Kali ini Antoni yang berbicara dengan nada ketus serupa Lula. "Tenang saja Tuan Antoni yang terhormat. Saya tidak akan melawan. Apa pun yang kalian mau akan aku turuti, misalnya pun harus mati, berarti memang sudah selesai tugasku di dunia ini." Angela berusaha terlihat tenang meskipun ritme
"Mari ikut saya, Nona!" Antoni beranjak tanpa menggenggam tangan Angela seperti sebelumnya.Pria itu mengikuti kedua anak buah Lula yang sudah berjalan lebih dulu. Sedangkan Angela berada di belakang mereka. Angela dibawa ke sebuah ruangan yang terdapat di rumah tersebut. Letaknya di ujung paling belakang. Udara di dalamnya terasa lebih panas dan pengap. Sepertinya memang sengaja tidak diberi ventilasi udara. Tempat ini lebih cocok disebut sebagai ruang khusus penyekapan. Ada satu kursi kayu tua tanpa cat dan beberapa rantai tergeletak di lantai. "Silakan duduk, Nona." Antoni meminta Antoni duduk di kursi tersebut. Angela dengan wajah mendongak duduk anggun menekan rasa takutnya sendiri. Antoni tampak tersenyum tipis. Senyum yang sekarang sulit untuk ditafsirkan maksudnya oleh Angela. "Saya akan meninggalkan Nona sampai waktu yang belum ditentukan. Bisa satu atau dua jam, bisa juga baru besok saya jemput." Antoni berkata demikian seperti tanpa beban. Dua anak buah Lula cepat berg
"Kenapa kau menyimpulkan begitu?""Tadi Kak Rania bilang Galih sudah dua hari tidak datang. Tapi tadi ketika masuk ke sini Tuan Antoni bilang yang membuka pagar adalah Galih. Dia sudah berbohong padaku. Remote control pagar ada padanya. Aku saja yang tidak memperhatikan gerakan tangannya.""Cukup menarik," kata Gumawang dengan senyum kecil yang misterius. "Kau ini, Wang! Jawabnya mengambang gitu. Tinggal bilang saja apa susahnya, sih!"Gumawang tertawa. "Aku hanya takut salah karena terlalu cepat menyimpulkan.""An! Motor Galih masih di gudang. Kuncinya pun masih tertancap di motornya. Jaket kulit hitamnya masih tersampir di dinding, coba nanti kau periksa siapa tahu STNK-nya ada di sana. Sekarang cepat ikuti aku!"Rania melayang cepat ke arah taman mawar Antoni kemudian berbelok ke arah kanan. Sebuah bangunan kecil seadanya terlihat di dekat pagar pembatas rumah ini. Gumawang membukakan pintu untuk Angela lalu pergi meninggalkan mereka begitu saja. Tetapi Angela tidak lagi sekhawat