"Mari ikut saya, Nona!" Antoni beranjak tanpa menggenggam tangan Angela seperti sebelumnya.Pria itu mengikuti kedua anak buah Lula yang sudah berjalan lebih dulu. Sedangkan Angela berada di belakang mereka. Angela dibawa ke sebuah ruangan yang terdapat di rumah tersebut. Letaknya di ujung paling belakang. Udara di dalamnya terasa lebih panas dan pengap. Sepertinya memang sengaja tidak diberi ventilasi udara. Tempat ini lebih cocok disebut sebagai ruang khusus penyekapan. Ada satu kursi kayu tua tanpa cat dan beberapa rantai tergeletak di lantai. "Silakan duduk, Nona." Antoni meminta Antoni duduk di kursi tersebut. Angela dengan wajah mendongak duduk anggun menekan rasa takutnya sendiri. Antoni tampak tersenyum tipis. Senyum yang sekarang sulit untuk ditafsirkan maksudnya oleh Angela. "Saya akan meninggalkan Nona sampai waktu yang belum ditentukan. Bisa satu atau dua jam, bisa juga baru besok saya jemput." Antoni berkata demikian seperti tanpa beban. Dua anak buah Lula cepat berg
"Kenapa kau menyimpulkan begitu?""Tadi Kak Rania bilang Galih sudah dua hari tidak datang. Tapi tadi ketika masuk ke sini Tuan Antoni bilang yang membuka pagar adalah Galih. Dia sudah berbohong padaku. Remote control pagar ada padanya. Aku saja yang tidak memperhatikan gerakan tangannya.""Cukup menarik," kata Gumawang dengan senyum kecil yang misterius. "Kau ini, Wang! Jawabnya mengambang gitu. Tinggal bilang saja apa susahnya, sih!"Gumawang tertawa. "Aku hanya takut salah karena terlalu cepat menyimpulkan.""An! Motor Galih masih di gudang. Kuncinya pun masih tertancap di motornya. Jaket kulit hitamnya masih tersampir di dinding, coba nanti kau periksa siapa tahu STNK-nya ada di sana. Sekarang cepat ikuti aku!"Rania melayang cepat ke arah taman mawar Antoni kemudian berbelok ke arah kanan. Sebuah bangunan kecil seadanya terlihat di dekat pagar pembatas rumah ini. Gumawang membukakan pintu untuk Angela lalu pergi meninggalkan mereka begitu saja. Tetapi Angela tidak lagi sekhawat
Angela hanya menghela napas. Lula memang bukan perempuan biasa. Ia memiliki ilmu sihir yang mumpuni. Gumawang yang asli makhluk alam bunian saja mesti bertindak hati-hati menghadapinya. Hampir satu jam Andreas berkeliling bersama Angela. Pria itu lalu berbicara empat mata untuk menanyakan beberapa hal terkait Lula dan Antoni. Gumawang ikut menemani berdiri di samping Angela. "Sebenarnya posisi Mbak Angela di antara Lula dan Antoni itu seperti apa? Sampai saat ini saya belum mengerti," tanya Andreas dengan wajah serius. "Saya pun sebenarnya tidak begitu mengerti, Pak. Awal mula saya kenal keduanya saat merias jenazah Lily anaknya Tuan Antoni. Seiring bergulirnya waktu saya dekat dengan beliau. Ternyata di balik kedekatan itu ada semacam konspirasi untuk melenyapkan saya.""Melenyapkan Anda? Untuk apa?""Agar saya tidak mendapatkan warisan dari Tuan Gerald yang tak lain adalah ayah biologis saya. Itu pun baru saya tahu belakangan ini.""Lula itu hubungannya dengan Mbak Angela apa?""
Tubuh Angela mulai berkeringat. Cukup lama ia menunggu sampai Lula dan Antoni akhirnya datang. Wajah mereka terlihat tegang. Langkahnya cepat seperti ada yang mengejar. "Siapa yang datang?" tanya Lula seraya menarik lakban di mulut Angela. "Kau perempuan hebat. Gunakan ilmu sihirmu. Tidak perlu tanya padaku," jawab Angela dengan mata terarah pada langit-langit. Ia sengaja bersikap seolah tidak melihat Lula. Tiba-tiba sebuah tamparan keras mendarat di pipi Angela. Ia terkesiap! Pipinya terasa panas, dadanya pun seketika bergemuruh. Sepanjang hidup inilah kali pertama seseorang berani menamparnyamenamparnya di depan orang lain. "Lula!" Antoni segera melangkah dan berhenti di hadapan Angela. "Sudah! Tidak ada gunanya menyakiti Angela. Dia tidak akan mengatakan apa pun. Aku tahu betul siapa dia." "Kau benar-benar jatuh cinta padanya, iya, kan?!" Lula bertanya dengan suara keras dan meninggi. "Bukan begitu, Lula. Lebih baik kita langsung eksekusi saja dia. Menunggu lebih lama juga ti
"Tarik saja pelatuknya, Nona. Saya siap menerima satu peluru dari pistol ini, " ujar Andreas tersenyum. Mata Lula memicing. "Apa aku tidak salah dengar Pak Polisi ganteng?""Anda tidak salah dengar, Nona," jawab Andreas yakin. Lula menyeringai. Ia terlihat senang. Tanpa menunggu lagi ia menarik pelatuk pistol miliknya. "Dor! " seru Andreas, tangannya secepat kilat merampas senjata api yang dipegang Lula. "Sial!" Lula merutuki dirinya sendiri ketika Andreas sudah menekuk tangannya ke belakang tubuhnya. Sepersekian detik kemudian dua rekan Andreas masuk ke ruangan. Salah satu dari mereka menghampiri Andreas dan dengan cepat memborgol tangan Lula lalu membawa perempuan itu ke luar. Sumpah serapah dan caci maki terlontar dari mulutnya. Ia merasa dirinya masih belum kalah dan akan membalaskan sakit hatinya pada Angela. "Tunggu waktunya, Kakak! Aku akan meneror hidupmu lagi!" pekik Lula dari ambang pintu. Angela bergeming. Ia sudah tidak punya niat untuk berdebat dengan Lula tentang
"Iya, Tante. Selama saya kenal dengan Tuan Antoni, dia belum pernah mengenalkan saya pada keluarganya.""Menunggu waktu yang tepat saja, " kata Tante Meri sambil melangkah menuju ruang UGD. Angela mengangguk. Ia menunggu di luar. Kesempatan itu ia gunakan untuk menghubungi Olla dan menjawab beberapa pesan yang masuk sejak tadi di ponselnya.Tidak lama, terlihat Pak Kardiman keluar sendirian. Ia menghampiri Angela lalu duduk di sebelahnya. "Maafkan saya, Nona," kata Pak Kardiman yang memunculkan pertanyaan di benak Angela. "Maaf untuk apa, Pak?" "Untuk semua yang saya lakukan yang berakibat buruk pada Nona. Orang kecil seperti saya lebih sering tidak punya pilihan selain patuh.""Selama ini Bapak sudah sangat baik pada saya." Angela mengusap bahu pria yang wajahnya terlihat sangat lelah. "Sebenarnya saya tahu banyak tentang Nona Lula. Ibunya dan saya berteman sejak lama. Dulu ia bekerja pada Tuan Gerald sebagai asisten rumah tangga.""Jadi, apa yang dikatakan Lula tentang ibunya t
Angela tidak begitu peduli dengan semua celoteh Rachel. Baginya yang terpenting adalah anggota keluarga inti memberikan restu. Itu sudah sangat cukup. "Sekarang ceritakan padaku bagaimana seorang Antoni Hakim bisa masuk ke dalam lingkaran rencana jahat Lula?" tanya Angela, duduk manis di tepi tempat tidur memandangi wajah tampan kekasihnya. "Pak Kardiman. Dia menceritakan hal menyedihkan tentang keluarganya yang mati karena perbuatan ibunya Lula.""Kok bisa?""Dulu saudara perempuan Pak Kardiman bekerja pada Tuan Gerald, sama seperti ibunya Lula. Dia tidak sengaja mendengar pembicaraan ibunya Lula dan seseorang. Intinya ibunya Lula ingin menjadi nyonya rumah dengan menyingkirkan istri Tuan Gerald, mamanya Miranda.""Tapi tidak berhasil karena saudaranya Pak Kardiman membocorkannya pada Tuan Gerald.""Kurang lebih seperti itu.""Lalu kematian saudara Pak Kardiman bagaimana ceritanya?""Menurut orang yang mengerti. Kematian mendadak saudara Pak Kardiman karena kena santet.""Ibunya Lu
Perempuan tersebut lalu menjambak rambut Angela sekuat tenaga. Angela mendorong tubuh perempuan itu menggunakan kedua kakinya. Sementara tangannya menahan tangan perempuan tersebut yang tidak mau melepaskan cengkerama di kepala Angela. "Gumawang! Tolong!" Angela berteriak sekuatnya. Namun perempuan itu tidak peduli dan Gumawang pun tidak memunculkan diri. "Aduh!" Angela merasa kepalanya membentur sesuatu. Ia memegang kepalanya menahan sakit. Mata Angela menyipit, mengerjap beberapa kali untuk memastikan keberadaan dirinya. Ia sudah tergeletak di lantai rumah sakit tepat di samping tempat tidur khusus penunggu pasien. Ia terjatuh karena mimpi yang baru saja dialaminya. Mimpi itu seperti nyata. Perempuan yang berusaha menyakitinya pun seakan ingin menyampaikan sesuatu. Aura dendam pada diri perempuan tersebut sangat terasa. Namun, ia belum menyebutkan nama. Angela teringat anting yang ia temukan sebelum pergi tidur. Jangan-jangan perempuan itu memiliki hubungan dengan anting terse